CANCER
NUZULUL ZULKARNAIN HAQ
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1
PENDAHULUAN
: 10%
Desendens
: 15%
Sigmoid
: 20 %
Rectum
: 30 %
Namun pada tahun tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada
distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap
tahunnya, kira kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar
tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka
kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 50 %, terutama karena terlambat dalam
diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama
dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan
defekasi atau perdarahan rectal. Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai asuhan
keperawatan klien dengan colorectal cancer.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah pencernaan
dengan gangguan colorectal cancer.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi colorectal cancer.
2. Mengetahui dan memahami etiologi colorectal cancer.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi colorectal cancer.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan
colorectal cancer.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan colorectal cancer.
6. Mengetahui dan memahami WOC dari colorectal cancer.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari colorectal cancer.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan colorectal cancer.
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Karena
sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus disalurkan ke
kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna ( misalnya selulosa ), komponen
empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi
lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi utama usus besar
adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi. Selulosa dan bahan-bahan lain dalam
makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan membantu
mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan menentukan volume isi kolon.
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan
berkontraksi untuk mengososngkannya. Gerakan ini menyebabkan gerakan usus bolak-balik dan
meremas-remas sehingga member cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI,
2001 : 209) :
terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya menonjol dank
eras, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis limfogen lebih awal.
3. Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus setempat
menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor
seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia abnormal jaringan ikat,
lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular, dipermukaan serosa setempat
sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus,
timbul diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon sigmoid dan
bagian atas rectum, derajad keganasan tinggi, metastasis lebih awal.
2.4 Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko &
faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :
1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada
keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
4. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buahbuahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok, atau
menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam
linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena
kanker colorectal. Adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal (seperti
juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat
kasar, dibandingkan penduduk primitive (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971)
mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam garam empedu atau hasil pemecahan protein
& lemak, dimana sebagian dari zat zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Etiologi lain :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta
gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan
kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida
yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun
ke atas.
hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik).
Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan
mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri
cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi
rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian,
serta feses berdarah (Gale, 2000).
Kolon kanan
Kolon kiri
Besar
Kecil
2.6 Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer
dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut
adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada
stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal
adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif
lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian
dari usus besar (Davey, 2006 : 335).
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat berupa massa polipoid, besar,
tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam
sturktur sekitarnya. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi
polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon ascenden. Secara histologist 95%
kanker kolon dan rektum adalah adenokarsinoma(tumor ganas yang tumbuh di jaringan epitel
usus) yang dapat menyekresi mucus yang jumlah yang berbeda-beda. Sel kanker dapat terlepas
dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati).
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker
menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan
ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain (Gale, 2000 : 177).
Stadium pada Colorectal Cancer
1. 1.
Stadium Klinis
Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN
(Tambayong, 2000 : 143).
TIS
Carcinoma in situ
T1
T2
T3
T4
Limfonodus terkena
Ada metastasis
1. 2.
metastasis kelenjar limfe samping usus dan mesenterium, C2; kanker di sertai
metastasis kelenjar limfe di pangkal arteri mesenterium.
4. Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi luas local
atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin kuratif
atau nonresektabel.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan
obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi
terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah
terjadi metastase ke kelenjar limfe.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi mereka yang
sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun
pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker
kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada
pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan
kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus biopsi
tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran
makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada
kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah
adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
1. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami
perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood)
secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.
2. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
3. Barium Enema
d.
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar melalui dubur
dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat
bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter.
Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal
dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab
itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi
sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada
satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa
tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua
Kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah
sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
1. Reseksi segmental dengan anastomosis.
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil sebanyak
mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat
kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan
dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di
kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal
transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan
dibuat anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan
proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
1. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran
sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat
sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus
pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi yang membuang
rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum
dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma
sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic
sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat,
antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah,
sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira
50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena
digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211). Kemoterapi yang
diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang
dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu:
5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya
dilakukan radiasi dan kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara
berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N
= kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese) yaitu :
M0 = Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.
MI = Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga hanya bisa
dihambat dengan kemoterapi
= Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi
T2 = Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
T3 = Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
4. Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2.
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
4.
Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5.
6.
5. Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.
Meningkatkan kenyamanan.
Mencegah komplikasi.
3.
4.
5.
Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air
besar.
6.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi
ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi,
terapi radiasi dan atau imunoterapi. Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan
kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B
dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.
2.9 Komplikasi
Pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2.
3.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4.
5.
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat.
1. Keluhan utama:
Nyeri abdomen.
1. Riwayat penyakit sekarang:
Mual dan muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, nyeri tekan dan teraba massa pada abdomen
kuadran bawah.
1. Riwayat penyakit dahulu
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Imunisasi
4. Pemeriksaan fisik (ROS)
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan B1 B6.
3.3 Intervensi
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Rasional
Diagnosis
Kriteria hasil :
PK Perdarahan
Tujuan
Perdarahan terhenti
Intervensi Keperawatan
1. Posisikan klien
Rasional
Diagnosis
1. PK kolaborasi:
Kriteria hasil :
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Rasional
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Diet
Intervensi Keperawatan
Rasional
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Observasi metastase peyebaran ca ke
organ lain dengan cara palpasi ke
daerah purutt sekitar kolon
3. Kolaborasi:
3. Kolaborasi:
Untuk menanggulangi/mengurangi
resiko inflamasi kolon
Diagnosis
Kriteria hasil :
Intervensi
Rasional
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai
Intervensi
Rasional
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai untuk meningaktkan konsep diri
Intervensi
Rasional
2. Komunikasi terapeutik
Diagnosis
Kriteria hasil :
Tujuan
Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai aga
Intervensi
Rasional
3.4
Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Ca Colorectal meliputi :
1. Diagnosa 1 : Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; bentuk feses dalam bentuk
normal
2. Diagnosa 2 : Melena tidak terjadi selama 2x24 jam
Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam
3. Diagnosa 3 : Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan
yang berarti sesuai toleransi.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan
rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar colorectal cancer
adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir
dan cairan lainnya).
Etiologi dari colorectal cancer yaitu terdiri atas faktor resiko dan faktor predisposisi. Faktor
risiko terdiri dari usia, riwayat kanker pribadi, riwayat kanker colorectal pada keluarga, riwayat
penyakit usus inflamasi kronis, riwayat penyakit polip di usus, dan riwayat penyakit crohn.
Sedangkan faktor predisposisinya terdiri dari merokok, pola makan yang tidak sehat (tinggi
lemak dan rendah serat), kontak dengan zat-zat kimia, minuman beralkohol, obesitas, dan
bekerja sambil duduk seharian.
Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawtan klien dengan colorectal
cancer.
DAFTAR PUSTAKA