Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
M E LI A I N D AS AR I
030.09.149
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 27 OKTOBER 20 DESEMBER 2014
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian..........................................................................................................2
B. Penanggulangan KLB Penyakit Menular dan Program Pencegahannya....3
C. Macam Penyakit-Penyakit Menular...............................................................3
D. Cara Penularan Penyakit Menular.................................................................4
E. Program Pemberantasan Penyakit Menular..................................................4
F. Penyakit Menular Potensial Mewabah...........................................................6
1. Diare.............................................................................................................6
G. Penyakit Menular Endemik Tinggi.................................................................9
1. Tuberkulosis Paru......................................................................................9
H. Penyakit Menular Penting Lain.......................................................................24
1. ISPA.............................................................................................................24
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................33
B. Saran..................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam pembangunan kesehatan, Indonesia memiliki masalah kesehatan
yang cukup kompleks, dibuktikan dengan meningkatnya kasus penyakit menular,
banyaknya jumlah kematian yang terjadi, serta meningkatnya penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, didukung dengan perolehan Indonesia dengan peringkat 4
sedunia untuk kasus tuberculosis, selain itu Indonesia juga memperoleh peringkat 1
untuk penularan HIV tercepat. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang sangat
membutuhkan perhatian dan pembenahan. Namun dalam pembenahaan pembangunan
kesehatan tidaklah mudah karena dipersulit dengan adanya keterbatasan sumber daya
manusia baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas. Dengan adanya Puskesmas
sebagai upaya keperawatan kesehatan masyarakat yang terdiri dari upaya wajib dan
upaya pengembangan, diharapkan pemberian pelayanan kesehatannya dapat
mencegah dan memberantas penyakit menular melalui upaya wajibnya yaitu P2M.
Pengertian Penyakit Menular, Kejadian Luar Biasa (KLB), dan Wabah Penyakit
Menular.
Di berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang
berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh
pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan
Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam
penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan,
masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga
insidens dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di Indonesia
relatif masih sangat tinggi.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari
pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan
kesehatan sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing Sumber
Daya Manusia Indonesia.
BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau
toksinnya, yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/
ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Penyakit menular (Communicable
Desease) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya agen penyebab yang
mengakibatkan perpindahan atau penularan penyakit dari orang atau hewan yang
terinfeksi, kepada orang atau hewan yang rentan (potential host), baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui perantara (vector) atau lingkungan hidup.
Kejadian Luar Biasa (KLB) ialah kejadian kesakitan atau kematian yang menarik
perhatian umum dan mungkin menimbulkan kehebohan/ ketakutan di kalangan
masyarakat, atau menurut pengamatan epidemiologik dianggap adanya peningkatan
yang berarti (bermakna) dari kejadian kesakitan/ kematian tersebut kepada kelompok
penduduk dalam kurun tertentu. Selain itu, KLB adalah kejadian yang melebihi
keadaan biasa, pada satu/ sekelompok masyarakat tertentu atau terjadinya peningkatan
frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun
yang sama. Termasuk dalam KLB ialah kejadian kesakitan/ kematian yang disebabkan
oleh penyakit-penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular dan kejadian
bencana alam yang disertai wabah penyakit.
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (U.U. No. 4 tahun
1984 tentang wabah penyakit yang menular).Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup
kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas
(epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi).Kejadian atau peristiwa dalam
masyarakat atau wilayah dari suatu kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi
dari jumlah yang diperkirakan.
B. Penanggulangan
Kejadian
Luar
Biasa
Penyakit
Menular
dan
Program
Pencegahannya
Penanggulangan KLB penyakit menular dilaksanakan dengan upaya-upaya:
1. Tujuan
b.
Angka Case Detection Rate penyakit TB sebesar 70% dan angka keberhasilan
pengobatan TB di atas 85%.
c.
Angka Acute Flaccid Paralysis (AFP) diharapkan 2/100.000 anak usia kurang
dari 15 tahun.
d.
e.
f.
g.
ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) mendapat pengobatan ART sebanyak 100%.
h.
i.
3.
Kebijakan Pelaksanaan:
a.
b.
Pencegahan
dan
pemberantasan
penyakit
diselenggarakan
melalui
c.
d.
matra,
serta
kemampuan
untuk
melakukan rapid
f.
g.
h.
i.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi
tinja (melembek sampai mencair) dan bertambahnya frekuensi lebih dari biasanya
(lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari).
b) Agen Penyebab
Terdapat 6 kelompok penyebab penyakit diare, yaitu sebagai berikut :
1) Akibat peradangan usus yang disebabkan oleh :
Bakteri (Vibrio cholera, Shigella, Salmonella, E.coli, Bacilus cereus,
Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, dan Camphylobacter
jejuni).
Virus (Rotavirus, Adenovirus, Norwalk + Norwalk like agent).
Parasit :
Protozoa :Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Balantidium coli
Cacing perut : Ascaris, Trichuris, Strongyloides
Jamur : Candida
2) Akibat keracunan makanan atau minuman, baik oleh bakteri maupun bahan
kimia
3) Akibat kekurangan gizi, yaitu kekurangan energi protein
4) Akibat tidak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya intoleransi terhadap
makanan (susu).
5) Akibat imunodefisiensi
6) Oleh sebab sebab lain
Di antara agen penyebab tersebut di atas, yang potensial mewabah ialah
Kolera
c) Penyebaran
Diare banyak terdapat di negara negara Asia, Afrika dan Amerika Latin
d) Sumber penularan (Reservoir)
Sumber penularan ialah pasien diare dan carrier diare.
e) Cara penularan
Cara penularan diare ialah melalui makanan dan minuman yang tercemar
dengan tinja atau cairan muntahan pasien. Vektor (lalat) dapat pula menularkan
penyakit diare. Kuman yang terdapat pada kotoran dapat langsung ditularkan pada
orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut atau
dipakai untuk memegang makanan. Diare pada bayi dapat disebabkan puting susu
ibu yang kotor.
f) Masa Inkubasi
Masa inkubasi ialah waktu antara masuknya agen ke dalam badan host sampai
timbulnya gejala awal penyakit yang bersangkutan. Untuk penyakit Kolera
ditetapkan menurut U.U.Karantina: 5 hari. Masa tunas penyakit diare dapat singkat
(beberapa jam) sampai beberapa hari, tergantung pada etiologinya.
g) Masa penularan
diare, terutama yang menyangkut cara cara penularan penyakit dan cara cara
pencegahannya.
k) Tatalaksana peristiwa KLB diare
Masa praKLB :
1) Meningkatkan kewaspadaan dengan surat edaran atau instruksi di setiap
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
tingkatan
Intensifikasi surveilens
Membentuk Tim Gerak Cepat
Mengintensifkan penyuluhan kesehatan masyarakat
Meningkatkan kegiatan laboratorium
Perbaikan dan evaluasi sanitasi
Menyiapkan logistic
Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektoral
Masa KLB :
1) Pembentukan Pusat Rehidrasi misalnya dibalai desa, sekolahan dan sebagainya
asal bangunan tersebut tidak menjadi satu dengan bangunan keluarga. Pusat
Rehidrasi ini memberikan tatalaksana kepada pasien yang perlu dirawat serta
memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien, mengatur logistic, mencatat
kunjungan pasien dan jumlah yang dirawat di Pusat ini.
2) Meningkatkan peran Tim Gerak Cepat, setiap saat siap bergerak ke tempat
tempat yang terjangkit sesuai dengan data pasien dari Puskesmas atau Pusat
Rehidrasi dan data penyelidikan epidemiologi.
Masa Pasca KLB :
Setelah KLB mereda, pengamat intensif masih dilakukan selama 2 minggu
berturutturut untuk menjaga kemungkinan timbulnya KLB susulan.
f) Pemeriksaan Penunjang
(intermediate
strength).
Bila
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux 5mm sudah dinilai positif.
Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak
terinfeksi
Mycobacterium
tuberculosis.
Namun
hasil
positif
tidak
Indurasi 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau
tidak
Roentgen dada yang mana akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk
TB. Gambaran roentgen paling umum adalah memutihnya ( hiperopaque )
suatu area di paru paru dalam jangka waktu yang lama (persistent
opacification) dengan pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paru-paru
(hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara (subcarinal). Gambaran perubahan
di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum ditemukan dibanding di
bagian bawah. Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak membaik setelah
pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut. Gambaran
11
Tes bakteriologis
Tujuan pemeriksaan mikroskopis adalah:
Menegakkan diagnosis TB
Pengambilan spesimen :
Sputum adalah hasil sekresi mekanisme pembersihan dari trakea dan bronki
serta dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Sputum yang kemungkinan besar
mengandung kuman BTA adalah yang berasal dari lesi paru terbuka. Sputum
tersebut dapat berupa mukopurulen, purulen atau serosa.
Dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB secara
mikroskopis. Spesimen dahak paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari
berturut-turut (pagi-pagi-pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan
dahak dilakukan : Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari.
1.
Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan
dahak pada hari berikutnya.
2.
Pasien mengeluarkan dahak spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah
bangun tidur dan membawa spesimen ke laboratorium.
12
3.
Cara pengambilan bahan harus pada ruangan terbuka dengan sinar matahari langsung
serta ventilasi yang baik. Cara pengumpulan sputum :
1. Dalam melakukan pengambilan, hindari pemeriksa berdiri di depan pasien .
2. Pastika pasien mengkumur atau membersihkan terlebih dahulu dengan
menggunakan air sebelum dahak dikeluarkan.
3. Apabila sputum sulit dikeluarkan pasien bisa diedukasi untuk minum air pada
malam harinya sebelum, atau memberikan obat ekspektoran berupa 1 tablet
gliseril guayakolat.
4. Kemudian arahkan pasien untuk menarik nafas 2-3 kali sebelum mengeluarkan
sputum dengan cara membatukkan.
5. Setelah itu batukan secara keras agar dahak dapat keluar
6. Kemudian masukan dahak ke dalam pot kemudian tutup rapat. Sputum
dimasukan ke dalam pot bermulut lebar , dimana pada umunya dengan diameter
6cm, bertutup rapat dan tidak mudah pecah.
Bila perlu hal di atas dapat diulang sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik
dan volume yang cukup (3-5 ml)
13
Berbentuk spiral-spiral kecil berulang (coil type), yang tersebar merata, ukuran
2 x 3 cm.
14
Cara kerja
1. Sedian sputum yang telah direkat, dituang larutan fuksin karbol selama 5 menit
sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak boleh mendidih).
2. Cuci dengan air
3. Tuangi larutan H2SO4 5% selama 2 detik (untuk M.leprae : H2SO4 1% )
4. Cuci dengan alkohol 60% sampai tidak ada lagi warna merah yang mengalir dari
sediaan.
5. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan air metilen biru selama 2 menit.
6. Cuci dengan air lalu keringkan.
2. Pewarnaan Kinyoun-Gabbett (Tan)
Cara kerja :
1. Pada sediaan sputum yang telah direkat, tuangkan larutan Kinyoun (fuksin karbol
4%) dan biarkan selama 3 menit.
2. Cuci dengan air.
3. Tuangkan larutan Gabbett.
4. Cuci dengan air lalu keringkan dengan kertas saring.
Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak
1. Letakkan mikroskop di meja yang permukaannya datar, tidak licin, dan dekat
sumber cahaya.
2. Bila mengggunakan sumber cahaya lampu:
a. Atur tegangan lampu ke minimum
b. Nyalakan mikroskop memakai tombol ON
c. Sesuaikan dengan elan-pelan sampai intensitas cahaya yang diinginkan
tercapai.
3. Bila menggunakan cermin, arahkan cermin ke sumber cahaya
15
pandang (dalam waktu 10 menit) dengan cara menggeser sediaan menurut arah dari
16
kiri ke kanan, ke bawah, ke kiri dan seterusnya. Skema pelaporan ini mengacu pada
skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD).
Hasil pemeriksaan
Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang
1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
Interpretasi pemeriksaan
BTA negatif
Tuliskan
jumlah
BTA
yang
lapang pandang
Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa
+3
BTA yang ditemukan menegakkan diagnosis TB dan jumlah BTA yang ditemukan
menunjukkan beratnya penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mencatat dengan benar
apa yang terlihat 5,9
Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan cairan
(aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening. Pemeriksaan
bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:
Kecurigaan resistensi terhadap obat
Infeksi HIV
Kasus yang kompleks atau parah
Diagnosis yang tidak pasti
Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak 10 tahun.
Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar akan
menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak membutuhkan 3
sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan pada kunjungan
berikutnya. Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari
hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau
mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.
17
Tes lain
Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle
g) Pengobatan
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan
walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin
ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
18
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat
sekunder :
Exionamid,
Paraaminosalisilat,
Sikloserin,
Amikasin,
Dosis harian
Dosis 2x/minggu
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
INH
Rifampisin
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
50 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin
tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
19
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
TB tidak berat
INH
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison
20
Mencegah resistensi
Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh Pasien berobat jalan.
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang
secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah
PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa
kemungkinan yang dapat menjadi PMO:
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
21
Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.
Tugas PMO
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat.
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB.
Penyuluhan
22
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di
unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok
keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll
Cara memberikan penyuluhan
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau
perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS
o Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
o Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
o DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan
strategi DOTS
o Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
H. PENYAKIT MENULAR PENTING LAIN
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
a) Definisi
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta adenaksanya (Depkes RI,
1993).
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai
14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga
alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
23
Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma
ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut
yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta
saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk
menentukan batas akut dari penyakit tersebut.
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhankeluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan
(Depkes RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak di
diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah
mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup
gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. (Suprajitno, 2004)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan
oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan
suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur
saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisioliginya
meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya
sekresi mukus, dan perubahan dan struktur fungsi siliare (Behrman, 1999).
b) Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90%
untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil.
Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir
24
50% diakibatkan oleh bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan
lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986).WHO
(1986), juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus
dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan distribusi
lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA
bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV),
adenovirus, parainfluenza, dan virus influenza A & B.
c) Masa Inkubasi dan Penularan ISPA
1. Masa inkubasi
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari,
dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
berlangsungnya proses akut.
2. Penularan
Pada umumnya ISPA termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan
melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan kuman ke
udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara
terpenting masuknya kuman penyebab ISPA kedalam saluran pernapasan yaitu
bersama udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung
yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan
berbicara kepada orang di sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui
ciuman, memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita (Azwar, 1985).
d) Gejala dan Tanda Penyakit ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx), trachea,
bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam
seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga
(Depkes RI, 1993).
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian
25
anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan anti biotik akan menyebabkan kematian (Depkes RI, 1993).
o
Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan (Depkes RI, 1993)
1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis/meronta).
b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk umur 2
bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau lebih, untuk
umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali permenit atau lebih.
c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan umur kurang dari
2 bulan yaitu 60 kali permenit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.
26
a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan
kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk
umur 2 <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan
<5 tahun.
b) Suhu lebih dari 39C (diukur dengan termometer).
c) Tenggorokan berwarna merah.
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejalgejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f) Tenggorokan berwarna merah.
e) Cara Diagnosis
Diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000). Diagnosis etiologi pnemonia pada
balita sulit untuk ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan
prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk
menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen
fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan
untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis
bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang
berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk tujuan
penelitian). Dengan pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi
balita di Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO),
27
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Colman, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. (Colman, 1992).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang
saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan
bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Colman, 1992).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran
pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah.
29
Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam
dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
h) Pengobatan ISPA
ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul persoalan
pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus
antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional
dengan mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab. Untuk itu,
kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material
pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, baru setelah
itu diberikan antimikroba yang sesuai (Halim, 2000).
Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan memperoleh
material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru diketahui dalam
waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman komensal, tidak ditemukan
kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan yang digunakan adalah pengobatan secara
empirik lebih dahulu, setelah diketahui kuman penyebab beserta anti mikroba yang
sesuai, terapi selanjutnya disesuaikan.
Di dalam referensi yang lain berikut ini disebutkan macm-macam pengobatan
untuk para penderita Pneumonia.
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
30
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau toksinnya,
yang berasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/ ditansmisikan kepada
pejamu (host) yang rentan. Pencegahan penyakit menular adalah upaya yang ditujukan untuk
mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit menular yang tidak
atau menyebabkan kecacatan dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yg telah
dibuktikan efektif.
B. Saran
Diharapkan kepada pembaca agar lebih banyak lagi mempelajari tentang bagaimana
pemberantasan penyakit menular dari sumber-sunber media lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Kapita
Selekta
epidemiologi
penyakit
menular.
Available
on:
32
5. Noer HMS, Waspdji S, Rachman AM, dkk. Buku aja Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996.
6. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam :
Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini
Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press, 2002. p.34 40.
7. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung
B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi
Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK
USU, 2003. p.67-7.
8. Kee JL. Hemoglobin (Hb)(darah). Dalam: Kurnianingsih S, Widyastuti P, Cahyaningrum
R, Rahayu S (editor). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta:
EGC; 2007. p.234-6
9. Donowitz M, Fordtran JS. What I Need To Know About Diarrhea. Available at:
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/diarrhea_ez/#treated. Last update April
2011. Accessed December 13th, 2014.
10. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam: Wahab, A. Samik (editor). Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000 .p.
891-2.
11. Subagyo B, Santoso NB.Diare akut. Dalam : Juffrie M, Soenarto S.S, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani N. S (Editor). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2011.p.103.
12. Guandalini
S.
Diarrhea.
Updated
April
2010.
Available
at:
16. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-9.
17. Hasan, Helmia. Tuberkulosis Paru. In: Wibisono MJ, Winarni, Hariadi S (editors). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2010.p.9-24
18. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso AP, Hudoyo A, Sjarurrahman A, Yuwono A, et al.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Dalam: Aditama TY, Kamso S,
Basri C, Surya A, editors. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. Available at:
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf.
Accessed
di
Available
at: