PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tumbuh kembang anak mulai dari bayi (1 bulan-2 tahun), usia pra sekolah (26 tahun), hingga usia sekolah (6-12 tahun) dapat ditemui di bangsal anak. Setiap
rentang usia memiliki keunikan tersendiri dalam menghadapi dunia tetapi memiliki
kebutuhan yang sama dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan yang holistik dan
komprehensif.
perawatan di rumah sakit seringkali memberikan tekanan psikologis baik bagi klien
maupun bagi keluarganya. Dampak negatif hospitalisasi yang menyerang tidak hanya
klien melainkan juga keluarga klien sangat menghambat efektivitas dan juga efisiensi
pemberian asuhan keperawatan terhadap klien.
Efek traumatik dari intervensi medis maupun keperawatan juga menimbulkan
perasaan stress pada para klien dan keluarganya. Klien menjadi takut terhadap segala
bentuk intervensi. Hal tersebut merupakan fenomena yang terjadi di bangsal anak.
Oleh karena itu program bermain berbasis Atraumatic care ini diaplikasikan.
Atraumatic care yang bertujuan menekan dan mencegah efek trauma fisik dan
psikologis akibat intervensi medis dan keperawatan ini akan sangat membantu
memperbaiki persepsi klien dan keluarga mengenai pelayanan yang holistik dan
terapeutik.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengefektifkan dan mengefisiensikan proses keperawatan di institusi rumah
sakit.
Tujuan Khusus
1. Memberikan perspektif baru bagi institusi pelayanan kesehatan terkait
minimalisasi trauma psikologis akibat hospitalisasi dengan menggunakan
modifikasi lingkungan dan ruangan berbasis Atraumatic care.
PROGRAM BERMAIN
MOZAIK
Disusun Oleh :
HUSNUL KHOTIMAH
BAB II
DESKRIPSI KASUS
A. KARAKTERISTIK SASARAN
Permainan diterapkan kepada klien anak usia pra sekolah (3-5 tahun)
dengan pertimbangan. Tahun ketiga berada pada fase pereptual,anak cenderung
egosentrik dalam berfikir dan berperilaku, mulai memahami waktu, mengalami
perbaikan konsep tentang ruang,dan mulai dapat memandang konsep dari
perspektif yang berbeda.
Tahun keempat anak berada pada fase inisiatif, memahami waktu lebih
baik, menilai sesuatu menurut dimensinya, penilaian muncul berdasarkan
persepsi, egosentris mulai berkurang, kesadaran social lebih tinggi, mereka patuh
kepada orang tua karena mempunyai batasan bukan karena memahami hal benar
atau salah.
dan
kecemasannya
dengan
menangis,
akan
tetapi
klien
(Wong, 2000). Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya. Bermain adalah kegiatan yang
dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan memperoleh kesenangan.
Ada enam macam teori bermain yaitu :
1. Teori Rekreasi.
Teori ini dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus
pada tahun 1884 yang menyebutkan bahwa Permainan adalah suatu
kesibukan untuk menenangkan pikiran dan atau untuk beristirahat. Misalnya
pada orang sibuk bekerja maka ia perlu bermain untuk mengembalikan
energinya yang hilang dan kesegaran badannya
2. Teori Kelebihan tenaga / Teori Pelepasan
Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer dari Inggris tahun 1968,
bahwa Kegiatan bermain pada anak karena ada kelebihan tenaga.Dengan
adanya tenaga yang berlebihan pada diri anak dapat dilepaskan melalui
kegiatan bermain sehingga dalam diri anak tetap terjaga.
3. Teori Atavistis
Seorang psikolog dari Amerika yang bernama Stanley Hall pada tahun
1970 menyebutkan bahwa Didalam permainan akan timbul bentuk-bentuk
perlaku seperti bentuk kehidupan yang pernah dialami oleh nenek
moyang.Contohnya bermain kelereng yang telah dilakukan sejak jaman
Yunani kuno, tatap dilakukan sampai sekarang.
4. Teori Biolagis
Tokoh teori ini Karl Gross dari Jerman pada tahun 1905 yang
kemudian dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori pada tahun1907 dari
Italia, teori ini mengatakan bahwa Permainan mempunyai tugas-tugas
biologis untuk melatih bermacam-macam fungsi jasmani dan rohani.
5. Teori Psikologi Dalam
Orang yang merupakan tokoh dalam teori ini adalah Sigmund Freud
tahun1961 dan Adler pada tahun1967. Menurut FreudPermainan merupakan
pada
tahun
pertama
kehidupannya.(
Soetjiningsih,
1995)
mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktivitas
bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagaimana berikut ini :
a. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi
anak
Bermain yang
membedakan
Merangsang daya imajinasi
Menumbuhkan sportivitas, kreativitas, dan kepercayaan diri
Memperkenalkan ilmu pengetahuan, suasana gotong royong, dan kompetisi.
Mengembangkan koordinasi motorik, sosialisasi, dan kemampuan untuk
mengendalikan emosi.
belum berstruktur
dapat menggabungkan perintah lisan ke dalam kegiatan bermain
memahami urutan kejadian/peristiwa
berbicara tentang hubungan sebab-akibat dengan menggunakan kata hubung
lebih kritis mengenai lingkungan, sering menggunakan kata tanya; apa,
h.
i.
j.
k.
l.
BAB III
METODOLOGI BERMAIN
A. JUDUL PERMAINAN
Mozaik
B. DESKRIPSI PERMAINAN
Permainan ini dapat dimainkan oleh perorangan maupun berkelompok.
Klien diberikan kertas bergambar bunga maupun hewan dan disediakan kertas
minyak warna warni yang sudah digunting kecil-kecil. Klien menempelkan
kertas minyak warna-warni pada gambar sesuai dengan kreativitas klien.
C. TUJUAN PERMAINAN
Tujuan Umum
Permainan ini bertujuan memberikan efek atraumatic care yaitu menekan
distress psikologis pada klien akibat hospitalisasi serta melatih kreativitas
klien.
Tujuan Khusus
1. Memancing ketertarikan klien terhadap permainan sehingga klien tidak
terfokus pada penyakitnya.
2. Memberikan kenyamanan dan keceriaan pada klien dan keluarganya.
3. Mendorong klien dan keluarga lebih terbuka kepada perawat.
4. Membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dan
keluarganya.
terbatas tetapi tidak mengurangi unsur hiburan dan rekreasinya. Selain itu,
karena permainan mozaik tidak memerlukan banyak tempat dalam
pelaksanaannya, maka klien maupun keluarga dapat melakukannya dengan
mudah.
F. ALAT YANG DIPERLUKAN
Alat yang diperlukan dalam permainan ini yaitu :
1. Kertas gambar
2. Kertas minyak warna-warni yang digunting kecil-kecil
3. Lem
G. WAKTU PELAKSANAAN
Permainan dilakukan pada waktu klien sedang tidak tidur maupun
ketika klien sedang tidak menjalani pemeriksaan medis.
Waktu yang
direncanakan adalah sekitar pagi hari Pkl.10.00 saat klien sudah selesai
menerima kunjungan dokter, sudah sarapan, dan sudah cukup segar.
H. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI
Hal-hal yang perlu diwaspadai diantaranya :
1. Tetesan infus macet jika klien cenderung menggunakan kedua tangannya
dalam permainan.
2. Resiko klien rendah diri jika gambar yang dimozaik tidak sebagus
harapannya.
I. ANTISIPASI MEMINIMALKAN HAMBATAN
Hambatan dapat diantisipasi dengan jalan mengajarkan pada anak bagaimana
menjalankan permainan dengan sebelah tangan.
3. HASIL
a. Setelah permainan selesai, klien lebih ceria dibandingkan sebelum
permainan dilakukan dan ditunjukkan dengan klien dapat tersenyum
spontan.
b. Tercipta keakraban antara perawat, klien, dan keluarga yang
ditunjukkan dengan percakapan yang komunikatif.
c. Keluarga klien sebagai evaluator sekunder mengatakan klien menjadi
lebih ceria setelah dilakukan permainan.
KEPUSTAKAAN
Marat, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Refika
Aditama.
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakrta: Rineka Cipta
Sadiman,
dkk.
2003.
Media
Pendidikan:
Pengertian,
Pengembangan,
dan
BAB IV
PELAKSANAAN PROGRAM BERMAIN
Permainan yang dilakukan yaitu mozaik kertas.
pelaksanaan, mahasiswa sudah melakukan kontrak waktu dengan anak dan ibunya
agar bersedia mengikuti program bermain pada keesokan harinya yaitu 19 Maret
2013 Pkl.09.00 WIB. Saat kontrak waktu, ibu dan anak juga diberikan penjelasan
mengenai prosedur permainan dan tujuan dilakukannya program bermain.
Keesokan harinya, An.M dan ibunyadatang ke ruang bermain sesuai kontrak
waktu yaitu Pkl.09.00 WIB.
Selain itu, anak banyak tertawa dan tidak tampak takut, murung,
maupun cemas.
Permainan berlangsung selama 30 menit dan anak berhasil menempel mozaik
pada 3 gambar buah. Permainan berakhir karena mendekati waktu kunjungan dokter.
Gambar kemudian dipajang di kamar klien dan klien tampak bersemangat diakhir
permainan. Mahasiswa menutup program bermain dengan mengevaluasi perasaan
anak, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan salam penutup.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hospitalisasi memberikan dampak yang traumatis bagi klien terutama
anak-anak. Klien An.M yang menderita Thypoid mengalami tekanan psikologis
karena tidak dapat lagi berkumpul dan bermain dengan teman-teman sekolahnya
karena penyakit yang dideritanya mengharuskan klien terpisah dari orang lain.
Program
bermain
menggunakan
media
mozaik
ini
diterapkan
untuk
meminimalisir trauma psikologis yang dialami klien atau oleh Wong (2000)
diistilahkan sebagai atraumatic care. Evaluasi setelah permainan klien menjadi
lebih ceria. Program tersebut terbukti efektif dalam menekan trauma psikologis
klien.
B. SARAN
Program permainan sebaiknya diterapkan secara massal sesuai level usia
dan dilaksanakan secara berkala di rumah sakit sehingga trauma psikologis dapat
ditekan.