Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

TERAPI BERMAIN ULAR TAANGGA SEBAGAI MEDIA


PENGENALAN CUCI TANGAN DENGAN SABUN DI RUANG
BOUGENVILLE (ANAK) RSUD dr. HARYOTO
LUMAJANG

Oleh :
Kelompok IV

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROOFESI NERS
Jl Kalimantan No 37 Kampus Bumi Tegal Boto Jember Telp/Fax (0331) 323450

PRAKATA

Puji syukur dan sembah sujud kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pertanggungjawaban
terapi bermain

di

Ruang Anak (Boegenvile) Rumah Sakit Daerah dr. Haryoto

Lumajang. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan pertanggungjawaban ini tidak


akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai
pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tidak terhingga kepada:
1. Pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga
proposal ini dapat tersusun dengan baik;
2. Dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan
sehingga proposal ini dapat tersusun dengan baik;
3. Jajaran perawat dan karyawan Ruang Anak (Boegenvile) RSD dr. Haryoto
Lumajang;
4. teman-teman Program Pendidikan Profesi Ners PSIK Unej, yang selalu kompak
dan membantu kami.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan laporan pertanggungjawaban ini. Penulis berharap, semoga proposal
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Lumajang, Desember 2014

Penulis

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun telah menjadi salah satu gerakan yang
dicanangkan oleh pemerintah. World Health Organization (WHO) dalam Departemen
kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) (2011) dan surat edaran Menteri
Kesehatan No.132 tahun 2013 menyatakan bahwa mencuci tangan pakai sabun
merupakan pilar kedua dalam Sanitasi Total berbasis Masyarakat (STBM) yang
mampu untuk mengurangi angka diare sebanyak 45%. Mencuci tangan pakai
sabun juga mampu menurunkan kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) serta
flu burung hingga 50%. Menurut Depkes RI (2011) cuci tangan pakai sabun adalah
kegiatan yang sederhana, murah dan mudah dilakukan tetapi memberikan manfaat
besar bagi kesehatan.
Survey Health Service Program pada tahun 2006 tentang persepsi dan perilaku
terhadap kebiasaan mencuci tangan menunjukkan bahwa sabun telah sampai
kehampir setiap rumah di Indonesia. Pemakaian sabun untuk cuci tangan hanya
mencapai sekitar 3% dari seluruh masyarakat yang menggunakan sabun untuk cuci
tangan (Putri, 2012). Hasil studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun
2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan setelah buang air besar 12%, setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum member
makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6%. Hal ini menandakan bahwa
perilaku mencuci tangan pakai sabun pada masyarakat masih sangat rendah.
Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun pada masyarakat dapat
menimbulkan resiko penyebaran penyakit menular seperti diare, ISPA, thypoid,
kolera, disentri, polio, hepatitis A, leprospirosis, dan cacingan. Penyebaran penyakit
menular terjadi karena tangan adalah jalan dari transmisi kuman masuk pada tubuh
(WHO, 2009). Mencuci tangan menggunakan sabun tidak hanya tindakan
membersihkan kotoran, debu, lemak dan minyak dari permukaan tubuh tetapi juga
dapat menghilangkan dan membunuh kuman pada permukaan kulit (Puspitaningrum,
2012). Kelompok masyarakat yang paling mudah untuk terserang peyakit infeksi
adalah anak prasekolah (Rachmayanti, 2013).

Usia prasekolah merupakan masa keemasan (golden age), pada periode ini
anak-anak sangat berkembang pesat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Anak
prasekolah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, suka bermain, memiliki daya
imajinasi yang tinggi (Hartati, 2005). Anak prasekolah memiliki keaktifan yang luar
biasa dan minat terhadap eksplorasi hal-hal baru cukup tinggi. Anak usia prasekolah
memilikiti pepemikiran praoperasional (Piaget dalam Potter & Perry, 2005). Mereka
lebih yakin dengan pemahaman dan pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang
mereka alami, lihat dan mereka rasakan tanpa menggunakan pemikiran rasional
(Ferlinsia, 2011). Pada usia ini, anak akan terlihat sangat aktif dan memiliki inisiatif
untuk melakukan apa yang diinginkannya. Hal ini dapat mengakibatkan anak
prasekolah berisiko terkena penyakit infeksi apabila mereka bermain pada tempat
yang terdapat mikroorganisme penyebab infeksi atau pada tempat yang kebersihannya
tidak terjaga (Ferlinsia, 2011). Anak prasekolah memiliki karakter yang khas dan unik
sehingga anak usia prasekolah membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari
lingkungan

agar aspek perkembangannya berkembang secara optimal (Hartanti,

2005).
Penyakit infeksi merupakan proses invasif oleh mikroorganisme dan
berpoliferasi di dalam tubuh yang menyababkan sakit (Potter dan Perry,
2005).Penyakit infeksi disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Faktor lingkungan
juga menjadi salah satu faktor penularan penyakit infeksi karena pada umumnya
mikroorgaisme bertahan hidup dan berkembang dalam air, tanah, makanan, lantai
jaringan tubuh dan benda mati (Utomo, 2012).
Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) (2001) menyatakan
penyakit infeksi di Indonesia yang menjadi penyebab utama kematian balita umur 1-4
tahun adalah pneumonia (23%), diare (13%), penyakit syaraf (12%), thypoid (11%)
dan penyakit saluran cerna (6%).Penyebab kematian utama anak umur 5-14 tahun
adalah thypoid, diare dan pneumonia. Data dari Dinas Kesehatan Jember menyatakan
ada empat kasus penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak di daerah Jember
yaitu diare, tifus, difteri dan cacingan. Kasus diare di Kabupaten Jember mencapai
angka 18.710 kasus yang terjadi di seluruh wilayah kerja puskesmas di Kabupaten
Jember. Kasus thypoid tercatat 135 kasus pada tahun 2007, kasus difteri mengalami
peningkatan yaitu 6 kasus pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 19 kasus pada

tahun 2011, kasus cacingan tercatat 125 kasus pada tahun 2010 dan meningkat
menjadi 150 kasus pada tahun 2011 (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2012).
Diare menjadi salah satu penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Diperkirakan anak-anak balita dan prasekolah
mengalami 203 episode diare per tahunnya. Umumnya diare dianggap sebagai
penyakit yang tidak berbahaya, tetapi kenyataanya sekitar empat juta balita dan anakanak di seluruh dunia meninggal akibat diare dan malnutrisi. Kematian akibat diare
pada anak biasanya disebabkan dehidrasi atau kehilangan cairan secara berlebihan
(IDAI, 2009). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa resiko penularan penyakit
infeksi dapat dikurangi dengan peningkatan perilaku kesehatan (Rachmayanti, 2013).
Salah satu perilaku kesehatan adalah kebersihan diri. Kebersihan diri merupakan
perilaku yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan. Tindakan kebersihan diri
yang mudah dilakukan adalah mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
(Potter dan Perry, 2005).
Mencuci tangan secara benar menggunakan sabun terbukti efektif untuk
mencegah berbagai macam penyakit yang sering terjadi pada anak-anak
(Puspitaningrum, 2012). Mencuci tangan merupakan salah satu upaya promosi
kesehatan yang dapat disampaikan melalui pendidikan kesehatan. Upaya promosi dan
pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatan pengetahuan tentang kesehatan
pada anak usia prasekolah. Pengetahuan adalah hasil dari pengindraan manusia
(Notoatmojo, 2010).
Upaya peningkatan pengetahuan anak prasekolah tentang mencuci tangan pakai
sabun dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan sangat penting diberikan kepada anak usia prasekolah untuk meningkatkan
pengetahuan anak terhadap kesehatan sehingga dapat menunjang status kesehatan
anak usia prasekolah. Pendidikan kesehatan ini disampaikan seperti proses belajar,
yaitu melalui proses input (subyek belajar) kemudian proses belajar itu sendiri dan
output yang merupakan hasil dari belajar (Notoadmojo, 2010).
Pemberian pendidikan kesehatan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan
kesehatan tentang cuci tangan pakai sabun adalah permainan simulasi (simulation
game). Permainan simulasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada pembelajar untuk meniru suatu kegiatan yang dialami sehari-hari

dengan diberikan secara menyenangkan melaui permainan sederhana agar membantu


proses simulasi. Proses simulasi ini secara aktif merangsang siswa untuk lebih fokus
memahami informasi yang diberikan, agar tingkatan pengetahuan siswa untuk
menjabarkan keseluruhan informasi yang diperoleh lebih terinci (Zulkifli, 2013).
Permainan dapat membuat belajar menjadi lebih menyenangkan sehingga siswa
dapat lebih menikmati materi pembelajaran (Siberman, 2007). Permainan ular tangga
dapat menjadi salah satu permainan edukatif karena permainan ular tangga dapat
melatih komunikasi, interaksi dan sosialisasi pada anak (Rohmadaningtyas,2013).
Permainan ular tangga yang digunakan mengandung pengetahuan tentang mencuci
tangan pakai sabun sehingga anak dapat bermain sambil belajar. Kelebihan yang
dimiliki apabila permainan ular tangga digunakan sebagai media untuk upaya promosi
kesehatan adalah permainan ular tangga sangat praktis dan mudah untuk dimainkan,
disukai anak-anak karena banyak gambar dan berwarna-warni (UNESCO, 2003)
Berdasarkan uraian sebelumnya, diare merupakan penyakit infeksi yang sering
sekali menyerang anak-anak. Jawa Timur merupakan provinsi tertinggi kedua
penemuan kasus diare pada tahun 2011 setelah provinsi Jawa Barat dengan banyaknya
temuan kasus sebesar 1.495.518 kasus (Depkes RI, 2011). Tahun 2012 kejadian diare
di Jawa Timur meningkat menjadi 1,563,976 jumlah perkiraan kasus (Dinkes Jatim,
2012).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis tertarik untuk
melakukan terapi bermain ular tangga untuk meningkatkan pengetahuan cuci tangan
pakai sabun dengan sabun pada pasien di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto
Lumajang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam proposal ini adalah adakah pengaruh terapi bermain
ular tangga untuk meningkatkan pengetahuan cuci tangan pakai sabun di Ruang
Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang?

1.3 Tujuan Terapi Bermain


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisa pengaruh terapi bermain ular tangga untuk meningkatkan
pengetahuan mencuci tangan pakai sabun di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto
Lumajang?
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari terapi bermain ini adalah:
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien di Ruang Bougenvile RSUD dr.
Haryoto Lumajang;
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien
di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang sebelum terapi
bermain ular tangga;
c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien
di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang setelah pemberian
terapi bermain ular tangga;
d. Menganalisis pengaruh pemberian terapi bermain terhadap tingkat
pengetahuan mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah terapi
bermain ular tangga.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengatahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan adalah domain penting
untuk membentuk perilaku seseorang (Notoatmojo, 2010). Pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak mengetahui bahwa api
itu panas setelah kaki atau tangannya terkena api (WHO dalam Notoatmojo, 2010).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda. Secara garis besar tingkatan ini dibagi menjadi 6 tigkat pengetahuan,
yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat kembali materi yang telah
dipelajari atau rangsanan yang telah diterima sebelumnya. Tahu termasuk
kedalam tingkat pengetahuan yang paling rendah. Cara mengukur bahwa
individu tersebut tahu tentang suatu materi atau rangsangan adalah dengan
menyebutkan, menguraikan, mengidefinisikan dari materi atau rangsangan
yang telah diterima sebelumnya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami berbeda dengan tahu. Individu pada tingkat memahami tidak
hanya menyebutkan, mendefinisikan atau menguraikan materi yang dia
peroleh sebelumnya, tetapi dia harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang obyek yang diketahuinya. Cara mengukur individu tersebut telah
memahami materi atau rangsangan yang diberikan, individu tersebut harus
bisa menjelaskan, memberikan contoh, menyimpulkan dan meramalkan obyek
yang dipelajarinya.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
diperoleh atau dipelajari pada suatu kondisi yang nyata (real).
4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan


dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat pada suatu
masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi bahwa seseorang sudah mencapai
tahap

analisis

apabila

dia

mampu

membedakan

atau

memisahkan,

mengelompokkan, dan membuat bagan dari pengetahuan yang telah dia


peroleh.
5. Sintesis (synthesis)
Seseorang pada tingkat sintesis dapat menunjukkan kemampuan untuk
merangkum atau menghubungkan bagian-bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya menjadi sebuah bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Merupakan kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi
atau objek yang telah dipelajari. Penilaian didasari pada kriteria yang
ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmojo,2010).
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarak et al (2007)
adalah:
1. Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Pertambahan umur akan menjadikan seseorang mengalami perubahan baik
perubahan fisik dan mental. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengembangan mental, sikap dan tingkah laku
dalam belajar menerima segala informasi. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, semakin tinggi pendidikan seorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak
pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
3. Pekerjaan
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas
yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang;
4. Kebudayaan dan lingkungan

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dapat membentuk


sebuah pengetahuan dan sikap masyarakat secara tidak langsung. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadikarena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak yang akandirespon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu;
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu;
6. Sumber informasi
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayan orang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sebuah
pengetahuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah umur, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan dan lingkungan, pengalaman dan
yang terakhir adalah sumber informasi yang didapat.
2.2 Tugas Perkembangan Anak
Menurut Havighurst (1998), tugas perkembangan adalah tugastugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode
kehidupan

tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka

akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan


kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya

juga

akan

mengalami

kesulitan.

Adapun

tugas

perkembangan yang harus dicapai anak sesuai tahap tumbuh


kembangnya adalah sebagai berikut:
1. Bayi (0-1)
Belajar menghayati berbagai objek diluar diri sendiri, melatih fungsi fungsi
motorik.
2. Fase Todler (1 3 tahun)

Belajar mengenal dunia objektif diluar diri sendiri, disertai dengan penghayatan
yang bersifat subjektif. Misalnya anak bercakap cakap dengan bonekanya atau
berbincang bincang dan bergurau dengan binatang kesayangannya.
3. Menurut Elizabeth Hurlock (1999) tugas-tugas perkembangan anak usia 4 - 5
tahun adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum
b. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai mahluk yang
sedang tumbuh
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan
berhitung
f. Mengembangkan penngertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembagalembaga
i. Mencapai kebebasan pribadi
4. Masa Anak Sekolah (6-12 tahun)
a. Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
b. Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang
c.
d.
e.
f.

sedang tumbuh
Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
Belajar peranan jenis kelamin
Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan

kehidupan sehari-hari
g. Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
h. Belajar membebaskan ketergantungan diri
i. Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
5. Masa Remaja (13-18 Tahun)
a. Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
b. Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
c. Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
e. Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
f. Perkembangan skala nilai
g. Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat
h. Persiapan mandiri secara ekonomi
i. Pemilihan dan latihan jabatan
j. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

2.3 Konsep Mencuci Tangan Pakai Sabun


2.3.1 Definisi Cuci Tangan Pakai Sabun
Nadesul (2006) menyatakan bahwa tangan merupakan media utama bagi
penularan kuman-kuman penyebab penyakit. Akibat kurangnya kebiasaan cuci
tangan, anak-anak merupakan penderita tertinggi dari penyakit diare dan penyakit
pernapasan sehingga dapat menyebabkan kematian. Cuci tangan adalah proses
membuang kotoran dan debu pada kulit tangansecara mekanis dengan memakai sabun
dan air. Mencuci tangan juga dapatdiartikan menggosok dengan sabun secara bersama
seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas di bawah
air mengalir (Potter, 2005).Mencuci tangan merupakan kebiasaan yang sederhana,
yang membutuhkan pelatihan yang minim dan tidak membutuhkan peralatan.
Mencuci tangan merupakan cara terbaik untuk menghindari sakit. Kebiasaan
sederhana ini hanya membutuhkan sabun dan air (Nadesul, 2006).
2.3.2 Tujuan Cuci Tangan Pakai Sabun
Cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan sederhana yang paling efektif
untuk mengontrol infeksi. Cuci tangan pakai sabun dapat menghilangkan
mikroorganisme yang dapat menularkan penyakit melalui tangan (Kozier and Erbs,
2009). Cuci tangan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanik
dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikrobakteri penyebab penyakit
(Tietjen, 2004).

2.3.3 Manfaat Cuci Tangan Pakai Sabun


Beberapa penelitian membuktikan bahwa mencuci tangan pakai sabun efektif
untuk mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Cuci tangan pakai sabun juga
dapat mencegah berbagai penyakit seperti influenza, sakit mata, batuk, infeksi telinga,
sakit tenggorokan dan penyakit infeksi yang lainnya. Mencuci tangan menghilangkan
mikroorganisme penyebab penyakit sehingga tidak dapat masuk ke dalam tubuh
manusia (Nadesul, 2006).
2.3.4 Cara Mencuci Tangan Dengan Benar

Menurut WHO (2009) berikut langkah-langkah cuci tangan yang benar :


a.
b.
c.
d.

basahi terlebih dahulu kedua tangan dengan air mengalir;


tuangkan sabun secukupnya;
ratakan dengan kedua telapak tangan;
gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan

sebaliknya;
e. gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari;
f. jari-jari tangan dirapatkan sambil digosok ke telapak tangan, tangan kiri ke
kanan dan begitu sebaliknya;
g. gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya;
h. gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan lakukan sebaliknya;
i. bilas kedua tangan dengan air;
j. keringkan dengan handuk atau tissue sekali pakai sampai benar-benar kering;
k. gunakan handuk atau tissue tersebut untuk menutup kran;

2.3.5 Waktu Mencuci Tangan Pakai Sabun


Kebiasaan mencuci tangan dengan benar akan mencegah penularan penyakit
menular yang biasa terjadi pada anak-anak. Mencuci tangan sedikitnya 7 kali sehari
dapat menurunkan resiko sakit pada anak hingga 75%. Waktu kritis mencuci tangan
pakai sabun yaitu sebelum dan sesudah makan, sebelum memegang makanan,
sebelum memasukan jari-jari kedalam mulut, hidung atau mata, setelah bermain dan
berolahraga, setelah buang air besar dan buang air kecil, setelah mengusap hidung
atau bersin di tangan, setelah buang sampah, setelah menyentuh hewan peliharaan dan
sebelum mengobati luka (Ide, 2007).

2.3.6 Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Menurut Nadesul (2006) penyakit yang dapat disebabkan karena kurang
pedulinya terhadap kegiatan cuci tangan pakai sabun, diantaranya :
1. Diare
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait
menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat mengurangi angka penderita
diare hingga separuh. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air,
namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran
manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare
berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit
ketika kuman-kuman tersebut

masuk dalam mulut melalui tangan yang telah

menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan
makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya
yang kotor. Tingkat keefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan
angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah :
mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%),
pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%).
2. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).
ISPA adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita. Mencuci tangan
dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernafasan ini dengan dua langkah:
a)
Dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan yang terdapat pada
tangan dan permukaan telapak tangan.

b)

Dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama

virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala
penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktekpraktek menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan, mencuci tangan setelah buang air besar atau air kecil
dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen. Penelitian lain
menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi
saluran pernafasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita
hingga lebih dari 50 persen.
c)
Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit.
Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran
pernafasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk
ascariasis dan trichuriasis (Nadesul, 2006).
2.4 Konsep Permainan
2.4.1 Macam-Macam Terapi Bermain
1. Bermain Bebas dan Spontan
Bermain Bebas dan Spontan merupakan bentuk bermain aktif yang
merupakan wadah untuk melakukan apa, kapan, dan bagaimana mereka ingin
melakukannya. Anak-anak terus bermain selama kegiatan itu menimbulkan
kegembiraan dan kemudian berhenti bila perhatian dan kegembiraan dari
permainan itu berkurang.

Terdapat tiga alasan berkurangnya minat anak

dalam bermain bebas dan spontan. Pertama, kebanyakan permainan itu


bersifat menyendiri, anak berkurang minatnya pada saat timbul keinginan
mempunyai teman. Kedua, karena kegembiraan dari jenis bermain ini
terutama timbul dari eksplorasi, ketika rasa ingin tahu mereka telah terpenuhi
dengan apa yang tersedia. Ketiga, karena cepatnya pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan anak.
2. Permainan Drama
Permainan Drama adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui
prilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi seolaholah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang sebenarnya. Jenis

bermain ini dapat bersifat reproduktif atau produktif yang bentuknya sering
disebut kreatif. Dalam permainan drama reproduktif dan produktif, anak
sendiri yang memainkan peran penting, menirukan karakter yang dikaguminya
dalam kehidupan nyata atau dalam media massa, atau ingin menyerupainya.
3. Bermain Konstruktif
Bermain Konstruktif adalah bentuk bermain dimana anak-anak menggunakan
bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan yang bermanfaat
melainkan lebih ditujukan baqgi kegembiraannya yang diperolehnya dari
membuatnya. Kebanyakan bermain konstruktif adalah reproduktif, dimana
anak mereproduksi objek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari atau
dalam media massa ke dalam bentuk konstruksinya, misalnya kue dari tanah
liat untuk mewakili kue yang dilihatnya di rumah atau kemah Indian seperti
dilihatnya dalam buku atau melalui layar televisi.
4. Musik
Musik merupakan bermain aktif atau pasif, bergantung bagaimana
penggunaannya. Musik dapat berbentuk reproduktif atau produktif. Apabila
anak memproduksi kata-kata dan nada yang dihasilkan orang lain atau jika
mereka berdansa mengiringi irama musik seperti yang telah diajarkan,
bentuknya reproduktif. Sebaliknya bila menyusun sendiri kata-kata sebuah
lagu atau menghasilkan nada untuk kata-kata yang ditulis orang lain, atau
melakukan langkah dansa baru untuk menyertai musik, bentuknya menjadi
produktif dan karenanya merupakan bentuk kreativitas. Menyanyi merupakan
bentuk paling umum dari ekspresi musical karena tidak membutuhkan latihan
teknis.
5. Mengumpulkan
Mengumpulkan adalah kegiatan bermainn yang umum di kalangan anak-anak
dari semua latar belakang semua ras, agama dan sosioekonomis. Biasanya
dimulai pada tahun-tahun prasekolah, yakni pada anak usia 3 tahun. Pada
mulanya anak mengumpulkan segala sesuatu yang menarik perhatiaannya,
tanpa mempersoalkan kegunaannya. Sejak anak memasuki sekolah hingga
mencapai masa puber, mengumpulkan benda yang menarik perhatiannya pada
saat itu atau yang serupa dengan benda yang dikumpulkan temannya
merupakan salah satu bentuk bermain yang terpopuler bagi anak laki-laki dan
perempuan. Kegiatan ini memiliki rasa bangga karena memiliki koleksi yang

lebih banyak ketimbang temannya, dan mereka sering terlibat dalam musim
tukar-menukar atau barter yang panjang.
6. Mengeksplorasi
Mengeksplorasi seperti halnya bayi yang memperoleh kegenbiraan besar dari
mengeksplorasi apa saja yang baru atau berbeda, demikian pula halnya dengan
anak yang lebih besar. Akan tetapi, permaianan eksplorasi anak yang lebih
besar berbeda dari kegiatan eksplorasi bayi yang sifatnya bebas dan spontan.
7. Permainan dan Olah Raga
Permainan dan Olah Raga adalah perlombaan dengan serangkaian peraturan,
yang dilakukan sebagai hiburan atau taruhan. Bettelheim menjelaskan mereka
merupakan kegiatan yang dicirikan oleh peraturan yang disetujui dan
mempunyai persyaratan dan peraturan yang diadakan oleh luar untuk
memanfaatkan kegiatan tersebut dengan cara yang diinginkan, dan tidak untuk
kesenangan yang diperolehnya. Istilah olah raga biasanya dikaitkan dengan
pertandingan antar tim yang sangat terorganisasi, misalnya sepak bola, atau
bola basket.
8. Simulasi (Simulation Game)
Metode ini adalah merupakan gambaran antara role play dengan diskusi
kelompok.

Pesan-pesan

kesehatan

disajikan

dalam

beberapa

bentuk

permainan. Permainan ular tangga adalah salah satu bentuk permainan


simulasi. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan
menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah) dan papan main. Beberapa orang
menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai nama sumber.

9. Hiburan
Hiburan merupakan bentuk bermain pasif, tempat anak memperoleh
kegembiraan dengan usaha yang minimum dari kegiatan orang lain. Bentuk
hiburan yang paling umum di kalangan anak adalah sebagai berikut:
Membaca sebagai kesenangan tidak merupakan bentuk hiburan yang populer,
dan anak-anak meneruskan kegembiraan dibacakan, seperti ketika mereka
masih kecil. Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka
mampu mengerti arti setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin
dibacakan. Sampai mereka dapat membaca dengan usaha minimum dan bagi
kebanyakan anak hal ini tidak terjadi sebelum kelas tiga atau empat.
Membaca Komik merupakan cerita kartun yang unsur ceritanya kurang
penting ketimbang gambarnya. Kebanyakan komik yang dicetak sekarang
berkaitan dengan petualangan ketimbang komedi dan daya tariknya timbul
dari aspek emosional.
2.4.2 Simulasi (Simulation Game)
Metode ini adalah merupakan gambaran antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan.
Permainan ular tangga adalah salah satu bentuk permainan simulasi. Cara
memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco
(penunjuk arah) dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi
berperan sebagai nama sumber.
Langkah-langkah permainan ular tangga adalah sebagai berikut:
a. Permainan dimainkan oleh dua atau lebih dengan maksimal pemain 6-8 orang;
b. Setiap pemain memiliki bidak atau gaco yang berbeda-beda, bidak dapat
berupa batu, plastik, kertas warna, atau tutup botol. Tiap pemain memulai
permainan pada kotak nomor 1 yang bertuliskan START di pojok kiri bawah
dari papan permainan;
c. Untuk memulai urutan dalam permainan dilakukan pelemparan dadu atau hom
pim pa pada awal permainan.
d. Jika pemain berada pada kotak dengan buntut ular maka pemain tersebut harus
membaca kartu atau pesan yang terdapat pada kotak itu dan menurunkan bidak
atau gaconya pada kotak yang mengikuti badan ular hingga sampai pada kotak
kepala ular.

e. Jika pemain berada pada kotak dengan bagian bawah tangga maka pemain
tersebut harus membaca kartu atau pesan yang terdapat pada kotak tersebut
dan melakukan perintah yang ada didalamnya kemudian pemain dapat naik ke
kotak pada ujung tangga.
f. Permainan pertama yang sampai pada kotak terakhir atau kotak bertuliskan
FINISH adalah pemenang permainan.
Setiap pemain harus mengingat pesan dan perintah yang tertulis pada kartu
atau kotak ular dan tangga (UNESCO, 2003).
Kelebihan yang dimiliki permainan ular tangga yaitu dapat memotivasi siswa
dalam memahami suatu informasi yang diberikan dengan cara yang menyenangkan
dan mengasikkan sehingga siswa dapat dengan mudah mengingat pesan yang
disampaikan, permainan ular tangga dapat melatih motorik kasar dan motorik halus
pada siswa, media ular tangga sangat praktis dan mudah untuk digunakan, media
banyak disukai anak-anak karena banyak terdapat gambar dan penuh dengan warna.
Kekurangan pada media permainan ular tangga yaitu media ini membutuhkan
persiapan yang matang agar gambar pada kotak-kotak permainan sesuai dengan
materi yang akan diberikan(UNESCO, 2003)

BAB 3. RANCANGAN KEGIATAN


3.1 Pokok Bahasan

: Keperawatan Anak

3.2 Sub Pokok Bahasan

: Terapi Bermain

3.3 Waktu

: 09.00 WIB

3.4 Hari/Tanggal

: Senin, 10 November 2014

3.5 Tempat

: Ruang Bougenvil RSD dr. Haryoto

3.6 Sasaran

: Pasien Anak Usia Prasekolah

3.7 Pelaksana
a. Leader
: Riska O, S.Kep
b. Co Leader
: Akhmad Zainur Ridla, S.Kep Velina S, S.Kep
c. Fasilitator
:
Rozy Yudha Y, S.Kep
Velina S, S.Kep
Oktavia Candra, S.Kep
Rindi Erlinda, S.Kep
d. Evaluator
: Devi C P, S.Kep
3.8 Kriteria Pasien
a.
b.
c.
d.

Bersedia mengikuti terapi bermain


Pasien Anak dengan usia prasekolah
Memahami bahasa indonesia
Mampu berhitung sederhana

3.9 Tujuan Terapi Bermain


3.9.1 Tujuan Umum
Menganalisa pengaruh terapi bermain ular tangga untuk meningkatkan
pengetahuan mencuci tangan pakai sabun di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto
Lumajang?
3.9.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari terapi bermain ini adalah:
a. Mengidentifikasi karakteristik pasien di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto
Lumajang;
b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien di
Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang sebelum terapi bermain ular
tangga;

c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien di


Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang setelah pemberian terapi
bermain ular tangga;
d. Menganalisis pengaruh

pemberian

terapi

bermain

terhadap

tingkat

pengetahuan mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah terapi bermain
ular tangga.
3.10 Metode
Simulation Game ular tangga . Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa
bentuk permainan. Permainan ular tangga adalah salah satu bentuk permainan
simulasi. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan
dadu, gaco (penunjuk arah) dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan
sebagian lagi berperan sebagai nama sumber.
Langkah-langkah permainan ular tangga adalah sebagai berikut:
a. Permainan dimainkan oleh dua atau lebih dengan maksimal pemain 6-8 orang;
b. Setiap pemain memiliki bidak atau gaco yang berbeda-beda, bidak dapat
berupa batu, plastik, kertas warna, atau tutup botol. Tiap pemain memulai
permainan pada kotak nomor 1 yang bertuliskan START di pojok kiri bawah
dari papan permainan;
c. Untuk memulai urutan dalam permainan dilakukan pelemparan dadu atau hom
pim pa pada awal permainan.
d. Jika pemain berada pada kotak dengan buntut ular maka pemain tersebut harus
membaca kartu atau pesan yang terdapat pada kotak itu dan menurunkan bidak
atau gaconya pada kotak yang mengikuti badan ular hingga sampai pada kotak
kepala ular.
e. Jika pemain berada pada kotak dengan bagian bawah tangga maka pemain
tersebut harus membaca kartu atau pesan yang terdapat pada kotak tersebut
dan melakukan perintah yang ada didalamnya kemudian pemain dapat naik ke
kotak pada ujung tangga.
f. Permainan pertama yang sampai pada kotak terakhir atau kotak bertuliskan
FINISH adalah pemenang permainan.
Setiap pemain harus mengingat pesan dan perintah yang tertulis pada kartu
atau kotak ular dan tangga (UNESCO, 2003).
3.11 Media dan Alat

Media dan Alat yang diperlukan untuk terapi bermain ular tangga antara lain:
a.
b.
c.
d.

Papan ular tangga


Dadu
Bidak
Kartu petunjuk

3.12 Strategi Terapi Bermain


Waktu

Proses

Kegiatan
Perawat

Pendahuluan

Permainan

1. Memberi salam,
memperkenalkan diri
2. Menjelaskan TIU dan TIK
dari pemeriksaan
pertumbuhan dan
perkembangan yang akan
dilakukan
1. Menjelaskan aturan
bermain;
2. Menanyakan kepada anak
apakah sudah memahami
aturan bermain;

Penutup

Anak
Memperhatikan dan
menjawab salam
Memperhatikan
Memperhatikan

Mengikuti instruksi leader

Mengikuti instruksi leader

3. Memberikan contoh
permainan ular tangga

Memperhatikan leader

4. Mulai memberikan
instruksi

Memperhatikan leader

5. Memandu jalannya
permainan
1. Memberikan kesempatan
untuk orang tua dan anak
menanyakan hasil
permainan

Bermain

2. Menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh orang
tua dan anak

Memperhatikan

Bertanya

3. Mendiskusikan bersama
jawaban

Menanggapi dan mengajukan


pertanyaan umpan balik

4. Bersama orang tua dan


anak menyimpulkan
stimulus yang harus

Memperhatikan

dilakukan selanjutnya
5. Menutup pertemuan dan
memberi salam

3.13 Evaluasi
Menggunakan kuesioner terlampir

Menjawab salam

BAB 4. HASIL KEGIATAN


4.1 Analisa Evaluasi dan Hasil-Hasilnya
Pada saat terapi bermain, fasilitator menggunakan metode ceramah dan
demonstrasi disertai penggunaan media ular tangga. Peserta begitu antusias dalam
menjawab salam dan saat fasilitator menjelaskan materinya. Saat penyuluhan
berlangsung, peserta memperhatikan dengan seksama dan menirukan saat fasilitator
mendemonstrasikan 7 langkah cuci tangan pakai sabun yang baik dan benar. Sebagai
evaluasi apakah terapi bermain tersebut efektif, pemateri menunjuk salah satu pasien
untuk mendemonstrasikan 7 langkah cuci tangan. Pasien tersebut mampu melakukan
walaupun sedikit lupa atau terbalik-balik dalam runtutan langkahnya. Dan saat
fasilitator menanyakan kembali apa itu cuci tangan, kapan waktunya dan apa manfaat
dari cuci tangan tersebut para pasien mampu menyebutkan dan menjelaskan.
Tabel. 1Distribusi Frekuensi Nilai Pre Test dan Post Test Cuci Tangan
No

Nama

Nilai Pre Test


Nilai
Kategori
1 Sulton
50
Cukup
2 Cinta
50
Cukup
3 Wahyu
80
Cukup
4 Ikmal
50
Baik
5 Elvira
50
Cukup
*30-40=Kurang 50-60= Cukup 70Baik

Nilai Post Test


Nilai
Kategori
50
Cukup
80
Baik
100
Baik
80
Baik
90
Baik

Tabel. 2 Distribusi Pencapaian Tugas Perkembangan Menurut DDST


No
1
2
3
4
5

Nama
Sulton
Cinta
Wahyu
Ikmal
Elvira

Motorik Kasar
Delayed
Passed
Advance
refussed
Advance

Motorik Halus
Delayed
Advance
Advance
caution
Advance

Bahasa
Delayed
Advance
Advance
Passed
Advance

Perilaku Sosial
Delayed
Passed
Advance
Passed
Advance

Interpretasi
Suspect
Normal
Normal
Unstabel
Normal

4.2 Faktor Pendorong


Dalam sebuah kegiatan pasti ada faktor pendorong sehingga kegiatan tersebut
dapat terlaksana dengan baik. Pada terapi bermain ini terdapat faktor pendorongnya
yakni sebagai berikut:

a. pasien berada pada kelompok umur prasekolah yang minat belajarnya tinggi
sehingga antusiasmenya juga tinggi.
b. Metode yang dipakai adalah demonstrasi dengan mediaular tangga. Metodenya
tidak hanya ceramah akan tetapi diberikan demonstrasi. Terkadang seumuran
pasien cepat bosan apabila pemain kurang atraktif.
c. Pasien yang begitu antusiasme dalam mengikuti terapi bermain.
d. Pasien sudah cukup kooperatif dalam diajak kerjasama saat terapi bermain.
4.3 Faktor Penghambat
Selain adanya faktor pendukung ada juga faktor penghambat dalam sebuah
kegiatan. Adapun faktor penghambat tersebut yakni sebagai berikut:
a. pasien terkadang tidak bisa fokus lama-lama terhadap yang ada di depannya.
Anak-anak tetaplah anak-anak, terkadang gaduh dan tidak terkendali sehingga
harus mengulang kembali perkataan-perkataan yang perlu diketahui pasien.
b. Pemain memiliki ingatan dan kemampuannya dalam menangkap materi kurang
kuat sehingga sering lupa dengan peraturan permainan.
c. Keterbatasan waktu dalam terapi bermain. Waktu yang telah mendekati waktu
berkunjung dan visite dokter sehingga waktu yang tersedia dalam terapi bermain
sedikit sehingga terkesan terburu-buru saat melakukan evaluasi terhadap pasien.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
a. Karakteristik pasien di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang berada
pada usia 1 bulan sampai dengan 18 tahun, kelompok umur terbanyak pasien di
ruang anak berada pada kelompok umur prasekolah;
b. Tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien di Ruang Bougenvile
RSUD dr. Haryoto Lumajang sebelum terapi bermain ular tangga sebagian besar
80% berada pada kategori cukup;
c. Tingkat pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada pasien di Ruang Bougenvile
RSUD dr. Haryoto Lumajang setelah pemberian terapi bermain ular tangga
sebagian besar 80% berada pada kategori baik;
d. Terdapat pengaruh pemberian terapi bermain terhadap tingkat pengetahuan
mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah terapi bermain ular tangga
5.2 Saran
Beberapa hal yang disarankan untuk perawat di ruang anak, keluarga,
masyarakat, dan tenaga kesehatan yakni sebagai berikut:
a. Pemberian pelayanan keperawatan pada anak selama proses hospitalisasi
diharapkan menggunakan prinsip atraumatic care.
b. Orang tua yang khususnya bertanggung jawab terhadap kesehatan anaknya ikut
berperan dalam perawatan anak selama dalam hospitalisasi sehingga anak merasa
nyaman dan tidak mengalami trauma.
c. Tenaga kesehatan bisa meningkatkan lagi penggunaan terapi bermain untuk
memberi stimulus tumbuh kembang dan menurunkan kecemasan anak selama
hospitalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, B. 2003. Pelatihan Ketrampilan Melatih. Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi. Jakarta.
Behrmnan, R.E dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1.
Diterjemahkan Oleh A. Amik Wahab. Jakarta: EGC
Eka, Ni Luh P. 2013. Perbedaan Tingkat Prekembangan Anak Usia 23 Tahun Yang Tidak Mengikuti Aktivitas Bermain Dan Yang
Mengikuti Aktivitas Bermain Playgroup Di Kelurahan Sidoharjo
Kecamatan Lamongan. [serial online].
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/18026/1/Perbeda
an-tingkat-perkembangan-anak-usia-2--3-Tahun-yang-tidakmengikuti-aktivitas--bermain-dan-yang-mengikuti-aktivitasbermain-Play-Group-di-Kelurahan-Sidoharjo-KecamatanLamongan..pdf [diakses 13 Januari 2014]
Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Green, M. 2004. Storytelling in Teacing. The Association for
Psychological Science Volume 17. [serial online]
http://www.unc.edu/~mcgreen/MGreen_webCV.pdf [diakses 18
Maret 2013].
Hartati, S. 2005. Perkembangan Belajar pada Anak Usia Dini.
Jakarta: Depdiknas.
IDAI. 2009. Diare pada Anak, Bagaimana Menanganinya? [serial
online]
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?
q=1987415145752 [diakses 21 Mei 2013]
Ide, P. 2007. Inner Healing At Home. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Keshta, Awad S. 2013. Using Storytelling in Teaching English in
Palestinian Schools: Perceptions and Difficulties, Education
Journal. Vol. 2, No. 2.
Kozier & Erbs. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta:
EGC
Lestari, A. P. 2012. Pengaruh Kegiatan Rutin Mencuci Tangan di
Sekolah dengan Perilaku Mencuci Tangan Anak Prasekolah
Usia 4-6 tahun di TK Islam Terpadu As-Salam Kota Malang.
[serial
online].

http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/Asri
%20Puji%20Lestari.pdf [diakses 14 Januari 2014]
Mubarak, W. I. dkk. 2007. Promosi Kesehatan, Sebuah Pengantar
Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Nadesul, H. 2006. Sehat Itu Murah. Jakarta: Kompas
National Literacy Trust. 2010. Storytelling Tips. [serial online].
http://www.literacytrust.org.uk/assets/0000/0865/Storytelling_t
ips.pdf [diakses, 25 Oktober 2013]
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka cipta.
Notoatmodjo, S 2007, Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Potter

& Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental


Terjemahan oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Keperawatan.

Putri, Cahyarina. 2013. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan


Storytelling dan Permainan Ular Tangga Terhadap Tingkat Pengetahuan
Mencuci Tangan Pakai Sabun Di TK al Hidayah Ajung Kabupaten Jember
[Sripsi]
UNESCO.
1984.
Snakes
and
Ladders.
[serial
online].
http://www.unesco.org/education/educprog/ste/pdf_files/games/
snakes.pdf [diakses 25 September 2013]
WHO.

2008.
Global
Handwashing
Day.
[serial
online].
http://www.who.int/gpsc/events/2008/15_10_08/en/index.html
[diakses 30 Juli 2013].

WHO. 2009. Hand Hygiene: Why, How & When?.Tidak diterbitkan


[serial
online].
http://www.who.int/gpsc/5may/Hand_Hygiene_Why_How_and_
When_Brochure.pdf [diakses tanggal 18 Maret 2013].
Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Zulkifli, A. 2013. Pengaruh Metode Simulasi Permainan Dan


Brainstorming Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pengurus
Pik-R Sma Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kota
Makassar. [serial online].
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0
CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.unhas.ac.id
%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F6097%2FJURNAL
%25202.docx%3Fsequence
%3D1&ei=5BGVUvKLJYjrAfJk4DwBw&usg=AFQjCNGlVFz3fGgX530MmtGH9bHZIlgGw&bvm=bv.57155469,d.bmk
[diakses 19 Agustus 2013]

Lampiran 1. Lembar SOP Cuci Tangan Pakai Sabun

JUDUL SOP:

PSIK

CUCI TANGAN PAKAI SABUN

UNIVERSITAS
JEMBER

PROSEDUR TETAP

1.

PENGERTIAN

2.

TUJUAN

NO DOKUMEN:

NO REVISI:

TANGGAL TERBIT:

DITETAPKAN OLEH:

HALAMAN:

Mencuci tangan bersih adalah membersihkan


tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
atau yang disiramkan.
1. Menghilangkan mikroorganisme
2. Mencegah terjadinya infeksi silang

3.

INDIKASI

1.
2.
3.
4.
5.

Sebelum makan dan sesudah makan,


Setelah dari toilet/kamar mandi
Setelah bermain
Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di

Rumah Sakit
4.

KONTRAINDIKASI

5.

PERSIAPAN KLIEN

Berikan penjelasan pada anak dengan tunagrahita


langkah-langkah mencuci tangan bersih.

6.

PERSIAPAN ALAT

1. Kran/Bak air dan timba.


2. Sabun batang/cair.
3. Tisu/handuk.

7.

TAHAP KERJA
l.

basahi terlebih dahulu kedua tangan dengan air mengalir;

m. tuangkan sabun secukupnya;

n. ratakan dengan kedua telapak tangan;

o. gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya;

p. gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari;

q. jari-jari tangan dirapatkan sambil digosok ke telapak tangan, tangan kiri ke kanan dan
begitu sebaliknya;

r.

gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya;

s.

gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan lakukan
sebaliknya;

t.

bilas kedua tangan dengan air;

u. keringkan dengan handuk atau tissue sekali pakai sampai benar-benar kering;

v. gunakan handuk atau tissue tersebut untuk menutup kran;

w. tangan sudah aman dari kuman

8.

HASIL
Tangan bersih

9.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Periksa adanya luka pada tangan.
2. Tanyakan kemungkinan alergi menggunakan sabun batang/cair tertentu.
3. Lepaskan asesoris pada jari tangan seperti: jam tangan dan cincin

sumber: (WHO, 2009)

Kode Responden:
Lampiran 2. Lembar kuesioner

KUESIONER TERAPI BERMAIN


ULAR TANGGA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
MENCUCI TANGAN PAKAI SABUN

1. A. DATA ANAK
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Kelas
e. Suku

(RESPONDEN)
: ..
: .....tahun
: Laki-laki
Perempuan
: A1
A2
B
: ..............................................................

B. DATA ORANG TUA


a. Nama
b. Pekerjaan
c. Pendidikan

: ..............................................................
: ..............................................................
:
SD
SMP
SMA
S1
S2
Lain-lain: ..............

2. Kuisioner Pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun


Berilah tanda checklist () pada gambar yang merupakan jawaban yang
menurut anda paling benar pada kolom benar atau salah.
Contoh:
1. Sakit perut bisa sembuh dengan cuci tangan

No.
1.

Benar
Pernyataan
Cuci tangan adalah menggosok dengan
sabun seluruh kulit permukaan tangan
kemudian dicelupkan di baskom

Salah
Benar

Salah

2.

Cuci tangan adalah menggosok dengan sabun


seluruh permukaan tangan dengan dibilas di
bawah air mengalir

3.

Cuci tangan pakai sabun menghilangkan telur


cacing yang menempel pada kuku jari

4.

Cuci tangan setelah makan saja

5.

Sesudah cebok kita harus cuci tangan pakai


sabun

6.

Cuci tangan pakai sabun dilakukan sebelum


dan sesudah makan

7.

Sebelum bermain diluar harus cuci tangan


dulu

8.

Sabun yang dipakai cuci tangan harus


banyak agar kuman cepat mati

9.

Cuci tangan adalah menggosok telapak


tangan, punggung tangan, sela-sela jari, ibu
jari kiri dan kanan secara bergantian hingga
bersih menggunakan sabun dan dibilas
dibawah air mengalir
Punggung tangan tidak usah digosok dengan
sabun karena punggung tangan tidak
menyentuh makanan

10.

11.

Tuangkan sabun secukupnya pada telapak


tangan kemudiann ratakan

12.

13.

Cuci tangan pakai sabun adalah cara yang


mudah untuk menjaga kesehatan dan
mencegah penularan penyakit yang berasal
dari kuman di tangan
Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan
dengan handuk atau tisue kering

14.

Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan


bisa menggunakan baju yang dipakai

15.

Cuci tangan dapat dilakukan dengan air saja


sudah cukup

Lampiran 3. SOP Permainan Ular Tangga


JUDUL SOP:
PERMAINAN ULAR TANGGA

PSIK

UNIVERSITAS
JEMBER

PROSEDUR TETAP

1.

PENGERTIAN

2.

TUJUAN

NO DOKUMEN:

NO REVISI:

TANGGAL TERBIT:

DITETAPKAN OLEH:

HALAMAN:

Permainan ular tangga adalah permainan


permainan papan yang dapat dimainkan oleh 2
orang atau lebih, terbagi dari kotak-kotak kecil
dan pada beberapa kotak digambarkan ular atau
tangga untuk menghubungkan kotak satu dengan
kotak lain.
3. Melatih motorik kasar dan motorik halus anak
4. Meningkatkan perkembangan kognitif anak
5. Meningkatkan tingkat pengetahuan anak

3.

INDIKASI

4.

KONTRAINDIKASI

5.

PERSIAPAN KLIEN

6.

PERSIAPAN ALAT

7.

TAHAP KERJA

1. Berikan pengenalan cuci tangan pakai sabun


secara singkat pada anak-anak
2. Berikan penjelasan pada anak langkah-langkah
permainan ular tangga.
3. Berikan penjelasan tentang aturan permainan
sebelum permainan dimulai
1. Papan permainan.
2. dadu.
3. Tanda bintang
4. Kartu permainan (kartu ular dan kartu tangga)

x. persiapan ruang kelas dan alat


y. Berikan pengenalan singkat pada anak tentang cuci tangan pakai sabun sebelum
permainan dimulai;
z. bagi siswa menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 3-4 orang;
aa. tentukan urutan bermain pada anak di setiap kelompok dengan melakukan hom pim pa;
ab. jelaskan aturan permainan;
ac. acak kartu yang telah disiapkan yaitu kartu ular dan kartu tangga;

8.

ad. lempar dadu untuk menentukan banyaknya langkah yang harus diambil;
ae. turun ketika menempati kotak dengan ekor ular menuju kotak dengan kepala ular;
af. berikan kartu ular dan lakukan perintah yang tertulis pada kartu ular;
ag. naik ketika menempati kotak dengan tangga menuju kotak yang terhubung dengan tangga;
ah. berikan kartu tangga dan lakukan perintah yang tertulis di dalamnya;
ai. pemain yang mencapai garis finish terlebih dahulu adalah pemenang;
aj. beri tanda bintang pada pemenang permainan.
HASIL
Anak-anak mengeti tentang cuci tangan pakai sabun

9.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. suasana ruang kelas yang kondusif;
2. waktu pelaksanaan 30-60 menit.

Anda mungkin juga menyukai