Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pemotongan dengan Bubut
Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara
memotong. Selain itu Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar
yang dilakukan pada industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan
komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan
dimensi tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat defenisikan sebagai sebuah aksi
dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk
membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun
definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat
komplek.
Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam
adalah proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda
kerja dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada
sebuah sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja
sehingga terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris
dengan sumbu putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses
bubut dimana N adalah putaran poros utama, f adalah laju pemakanan, dan a
adalah kedalaman potong. Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat
potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius

Universitas Sumatera Utara

pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) dan
berpengaruh terhadap umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir.

a
n

Gambar 2.1 Proses bubut

(a)

(b)
Gambar 2.2. Penamaan (nomenclature) pahat kanan

Ada tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong,


peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda kerja yang
dihasilkan. Ketiga parameter itu adalah laju pemotongan (V), laju pemakanan (f),

Universitas Sumatera Utara

dan kedalaman potong (a). Laju pemotongan adalah kecepatan keliling benda
kerja dengan satuan (m/min), laju pemakanan adalah perpindahan atau jarak
tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja dengan satuan (mm/rev), kedalaman
potong adalah tebal material terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).
Beberap proses dasar yang dimaksud merupakan elemen penting dalam
menghitung setiap proses pemesinan, namun dalam hal ini ada beberapa
penambahan persamaan untuk mengetahui beberapa parameter parameternya
yaitu gaya-gaya pemotongan dan temperatur pemotongan.
Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen
dasar yang perlu dipahami, yaitu:
a. Laju pemotongan (cutting speed ): V (m/min)
b. Kecepatan makan (feeding speed): Vf (mm/min)
c. Kedalaman potong (depth of cut): a (mm)
d. Waktu pemotongan (cutting time): tc (min)
e. Laju pembuangan geram (material removal rate): MRR (cm3/min)
Pada proses pembubutan memiliki beberapa elemen dasar yang dapat
dihitung secara teori menggunakan beberapa persamaan sehingga dapat diketahui
parameter yang berkaitan dengan laju pemotongan, kedalaman potong, waktu
pemotongan, kedalaman potong dan laju pembuangan geram.

Elemen dasar pada proses bubut dapat diketahui menggunakan rumus


yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3. berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Proses Bubut


Geometri benda kerja : do = diameter awal (mm)
dm = diameter akhir (mm)
lt = panjang pemesinan (mm)
Geometri pahat :

kr = sudut potong utama (o)

o = sudut geram (o)

Kondisi pemesinan
a=

a = kedalaman potong
(mm)..(2.1)
f = laju pemakanan (mm/putaran)
N = putaran poros utama (rpm)

Dengan

diketahuinya

besaran-besaran

di

atas

sehingga

kondisi

pemotongan dapat diperoleh sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Laju pemotongan

.....(2.2)

Dimana

d = diameter rata-rata

(mm)...(2.3)

d=
2. Laju laju pemakanan

vf = f .N (mm/min).(2.4)

3. Waktu pemotongan

tc =

4. Laju pembuangan geram

MRR = A.V (cm3/min)(2.6)

Dimana

(min)...(2.5)

A = penampang geram sebelum terpotong


A = f.a (mm2).................(2.7)

Maka

MRR = V.f.a (cm3/min)....(2.8)

Sudut potong utama (principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara
mata potong utama dengan laju laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut
ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk
nilai laju pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan
mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h)
sebagai berikut:
1. Lebar pemotongan

b=

2. Tebal geram sebelum terpotong h =

(mm)(2.9)
(mm).(2.10)

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah:


A

f.a

=b.h

(mm)...(2.11)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Material Pahat


Proses pembentukan geram denagn cara pemesinan berlangsung, denagn
cara mempertemukan dua jenis material. Untuk menjamin kelangsungan proses
ini maka jelas diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material
benda kerja. Keunggulan tersebut dapat dicapai karena pahat dibuat dengan
memperhatikan berbagai segi yaitu:
1. Kekerasan: kekerasan yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja
tidak saja pada temperatur ruang melainkan juga pada temperatur tinggi
pada saat proses pembentukan geram berlangsung.
2. Keuletan: Keuletan yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang
terjadi sewaktu pemesinan dengan interupsi maupun sewaktu memotong
benda kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras (hard spot).
3. Ketahanan beban kejut thermal: diperlukan bila terjadi perubahan
temperature yang cukup besar yang cukup besar secara besar secara
berkala/periodik.
4. Sifat adhesi yang rendah: Untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap
pahat mengurangi laju keausan, serta penurunan gaya pemotongan.
5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah: dibutuhkan
demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.
Kekerasan yang rendah dan daya adhesi yang tinggi tidak diinginkan
sebab mata potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan keausan kawah
yang besar. Keuletan yang rendah serta ketahanan beban kejut termal yang kecil
mengakibatkan rusaknya mata potong maupun retak mikro yang menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

kerusakan fatal. Pada umumnya kekerasan dan daya tahan termal yang di
pertinggi selalu diikuti oleh penurunan keuletan. Berbagai penelitian dilakukan
untuk mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya keuletan tidak terlalu rendah
sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan tinggi. Hal ini dapat
dimaklumi karena peninggian laju pemotongan berarti menaikkan produktivitas.
Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon tinggi sebagai
bahan perkakas potong dimana laju pemotongan pada waktu itu hanya boleh
mencapai sekitar 10m/menit. Berkat kemajuan teknologi, laju pemotongan ini
dapat

dinaikkan

sehingga

mencapai

sekitar

700m/menit

yaitu

dengan

menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride) selain itu (taufiq rohim, 1993) pahat
karbida dan keramik juga berfungsi dengan baik untuk laju pemotongan dan
temperature kerja yang tinggi. Jenis-jenis pahat yang di pakai pada proses
pemesinan adalah:
1. Baja Karbon (High Carbon Steels)
2. HSS (High Speed Steels)
3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys)
4. Karbida (Cemented Carbides)
5. Keramik (Ceramics)
6. CBN (Cubic Boron Nitride)
7. Intan (Sinteran Diamonds and Natural Diamonds)
Dalam hal ini pahat di fokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk
proses pemesinan dengan laju pemotongan yang tinggi. CBN termasuk jenis

Universitas Sumatera Utara

keramik. Diperkenalkan oleh GE (Borazon, 1957). Dibuat dengan

perlkuan

penekanan panas
(HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit putih Nitride Boron dengan
struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Pahat sisipan CBN
dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material pengikut
Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini sangat tinggi, CBN ini dapat
digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan
(Hardeneed Steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen. Afinitas terhadap baja
sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai dengan
temperature pemotongan 13000C (laju pemotongan yang tinggi).
2.3 Konsep Pemesinan Terkini
2.3.1 Pemesinan Laju Tinggi
Meningkatnya permintaan untuk memperbesar produktivitas dengan biaya
produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka
dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi
pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan produktivitas. Dengan laju pemotongan yang tinggi, maka
volume pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan
diperoleh penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu
pemesinan

kecepatan

tinggi

mampu

menghasilkan

produk

yang

halus

permukaannya serta ukuran yang lebih presisi.


Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed
machining) yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat

Universitas Sumatera Utara

perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa laju pemotongan merupakan


variable penentu terhadap pendefenisian tersebut seperti yang dikemukakan oleh
Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi
adalah proses pemesinan dengan laju pemotongan sebesar 5 10 kali lebih besar
daripada proses konvensional (Schulz, 1999), dan (Schulz et.al., 1992) mengatakan
bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan

yang digunakan.

Gambar 2.4 Laju pemotongan pada Proses Laju Tinggi


Sumber : Schultz dan Moriwaki 1992
2.3.2 Pemesinan Keras
Proses Pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses
pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan
lebih besar dari 40 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya
diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan
karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong.
Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young

Universitas Sumatera Utara

modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras
dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive
dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap
berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan
(bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja
tuang yang dikeraskan (Baggio,1996).
Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat
digunakan

dan

tanpa

membutuhkan

tambahan

sebuah

mesin

gerinda.

Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang
lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil
untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi.
Keuntungan yang sangat signifikan dari pahat potong bermata tunggal (single
point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat
digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian
halnya dengan proses gerinda.
Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras
adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan
terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui
sebagai material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk
pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat

Universitas Sumatera Utara

dengan mudah mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat
mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang
khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN),
Keramik, dan cermet (Dawson, 1999). CBN adalah material yang paling keras
selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Insert CBN
mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi
CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat
menjadi lima kali (Baggio, 1996).
2.3.3 Pemesinan Kering
Pada umumnya pemesinan untuk

memfabrikasi komponenkomponen

mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith dan
Ngoi, 2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan
pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan
dan melumasi bagian-bagian pemesinan

sehingga diharapkan permukaan

pemesinan memiliki suatu integritas permukaan (surface integrity) yang baik.


Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah
satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya
yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan,
ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat
(Ginting A, 2003).
(Sreejith dan Ngoi, 2000) melaporkan bahwa umumnya cairan
pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah.
Selain itu, masih banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas

Universitas Sumatera Utara

langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang
undang lingkungan hidup yang berlaku mencegah hal tersebut (Sreejith & Ngoi,
2000). Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah
merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk
pemesinan yaitu 0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory
Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003).
Oleh karena itu pemesinan laju tinggi perlu di perhatikan dengan menggunakan
pemesinan kering, pemesinan kering di akui mampu mengatasi masalah pada
dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah
adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam
junlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan
pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan
tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering
mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda
kerja dan pahat potong, kecepatan keluar serpihan, serta temperatur potong yang
tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.
Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan
kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang
dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al., (1995) secara kuantitatif
menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan
kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak
menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Oleh sebab itu perlu diketahui

Universitas Sumatera Utara

pentingnya pemesinan kering dilakukan dalam proses. pertimbangan hal diatas


pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan
alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang
dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining)
merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering
diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos
produksi.
2.4 Bahan Logam dan Bahan Rekayasa
Bahan Logam ini terdiri dari logam ferro dan nonferro:
2.4.1 Bahan logam Ferro
Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi
(ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan

untuk

mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya.


Bahan logam ferro diantaranya adalah:
1. Besi Tempa (Wrought Iron)
2. Baja Tarbon (Carbon Steel)
3. Baja Paduan
4. Baja dan Besi Tuang
2.4.2 Bahan logam Non Ferro
Bahan logam Non Ferro adalah bahan yang memiliki unsure logam tetapi
tidak ada unsur besi (ferrous).
Bahan logam non ferro diantaranya adalah:
1. Aluminium

Universitas Sumatera Utara

2. Magnesium dan paduannya


3. Tembaga dan paduannya
4. Nilel dan paduannya
5. Seng dan paduannya
6. Titanium dan paduannya
7. Timah hitam dan paduannya (Pb)
8. Timah putih dan paduannya (Tin)
2.4.3 Sifat dan karakteristik logam
Berbagai macam Sifat Logam. Logam mempunyai beberapa sifat antara
lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis
adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban yang diberikan pada logam
tersebut. Pembebanan yang diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan
arahnya tetap), ataupun pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang
termasuk sifat mekanis pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength),
kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat
kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material
untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur,
besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang
hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesermya kira-kira dua pertiga kekuatan
tariknya. Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya
terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui
kekuatan suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser.
Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan

Universitas Sumatera Utara

yang dapat berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan


suatu material untuk menahan takik atau kikisan. Untuk mengetahui kekerasan
suatu material digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu
bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban.
Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang
berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan.
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula
setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas
merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah
gaya dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami
beban yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi.
Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan
bentuk tetap tanpa ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan
ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik.
Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah sebagai berikut: Titik lebur, Kepadatan,
Daya hantar panas, dan daya hantar listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu
logam dalam mengalami peristiwa korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia
antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam
korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan reaksi kimia langsung. Berbagai
macam

Sifat

Logam.

Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat
kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk
menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan

Universitas Sumatera Utara

dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan
dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam,
antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas,
kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength)
adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa
material seperti baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai
kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesermya
kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya. Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan
maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa
patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat dilakukan dengan
pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu
bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau penekanan.
Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau
kikisan. Untuk mengetahui kekerasan suatu material digunakan uji Brinell.
Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan
bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan
suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan
maksimum diberikan pada setiap pembebanan. Elastisitas adalah kemampuan
suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima beban yang
mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas merupakan kemampuan suatu
material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar dilepas. Elastisitas
ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang berubah-ubah
terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas adalah kemampuan

Universitas Sumatera Utara

suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada kerusakan.
Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika
seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah
sebagai berikut: Titik lebur, Kepadatan, Daya hantar panas, dan daya hantar
listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa
korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan
lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek
galvanis dan reaksi kimia langsung.
2.5 Pemilihan Bahan
Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan
kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau
lebih unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel) unsur paduan utama adalah:
Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molibdenum (Mo), dan Tungsten
(W), unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja (Alamsyah,
1993). Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui
perlakuan panas (Heat treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah
kekerasannya melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang dapat
dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas adalah kelompok baja perkakas
(tool material).
Landing gear pada pesawat terbang adalah komponen peralatan pada
pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas. Kekerasan komponen ini
basanya berkisar antara 54 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin,
stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan

Universitas Sumatera Utara

kekerasan permukaan yang tinggi. Pada proses perlakuan panas temperatur adalah
variabel utama yang sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanik bahan,
dimana masing-masing bahan memiliki level temperatur dan menggunakan media
pendingin spesifik saat dilakukan proses perlakuan panas.
2.6 Pemesinan Optimum
Pada penelitian ini ada 3 variabel yang perlu ditentukan harganya yaitu
Laju pemotongan, laju pemakanan dan kedalaman potong. Sesuai dengan urutan
proses yang telah direncanakan Variabel tersebut diatas harus dipilih sehingga
kecepatan penghasil geram dapat di capai. Pengoptimalan yang dilakukan dengan
memvariasikan ketiga variabel dengan mengkoleksi beberapa data sehingga
dihasilkan data laju pemotongan yang berkaitan dengan umur pahat dan besarnya
volume geram yang terbuang.
Didasarkan pada metoda klasik optimasi maka setiap rumus matematik
dapat dideprensir terhadap salah satu variable proses dalam hal ini laju
pemotongan karena merupakan variable terakhir yang ditentukan sehingga
diperoleh harga variable optimum toritik. Pada pelaksanaannya bahwa kondisi
pemotongan optimum yang diperoleh secara matematik belum tentu dapat
diterapkan, hal ini disebabkan adanya beberapa kendala dalam proses pemesinan
yaitu pada proses bentukan geram dan system pemotongan (Rochim, 1993).
Dalam penelitian kemampuan mesin, rancangan percobaan statistik sangat
umum di gunakan dan data yang tepat dapat di analisis dengan metoda statistik
hingga menghasilkan kesimpulan yang sah dan objektif. Dewasa ini rancangan
factorial, Response surface metodologi (RSM) dan Metode taguchi umum di

Universitas Sumatera Utara

gunakan menggantikan percobaan satu faktor yang memakan waktu dan ongkos
yang mahal.
Untuk memperoleh pemotongan optimum metode RSM di gunakan karena
merupakan bagian dari teknik matematika dan statistik yang berfungsi untuk
pemodelan dan analisis

dari masalah dimana response yang diteliti dan

menentukan korelasi antara satu response atau lebih yang diukur adaalah
merupakan faktor yang sangat penting (Noordin et. al. 2004).
Untuk menentukan apakah ada hubungan antara faktor dan variabel
response yang diteliti, data yang dikumpulkan harus dianalisis denagan cara yang
tepat secara statistik menggunakan regresi. Regresi dilakukan untuk menjelaskan
data dikumpulkan dan dengan cara demikian variabel empiris yang diamati
(response) di aproksidasi berdasarkan hubungan fungsional antara taksiran
variabel yest dan satu atau lebih variabel regresor atau input X 1 , X 2 ,X k
dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan fungsional antara taksiran variabel
yest dan variabel input X 1 , X 2 , X 3, X 4 dan X 5 (Noordin et.al, 2004). Digunakan
teknik kuadrat untuk mencocokkan persamaan model yang mengandung regresor
atau variabel input yang disebut dengan meminimalkan error residual yang
diukur dengan jumlah deviasi kuadrat antara sambutan actual dan taksiran. Ini
melibatkan perhitungan taksiran koefisien regresi yaitu koefisien variabel model
termasuk titik potong dan suku konstanta dalam persamaan regresi multiple
liniar (Montogomery, 2001).
y=
o+ 1 X 1 + 2 X 2 +.k x k+...(2.12)

Universitas Sumatera Utara

dimana y = Variabel terikat


= Konstanta
= Galat
x = Variabel yang dikendalikan
2.7 Response Surface Methodology (RSM)
Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik
matematik dan statistik yang digunakan untuk modeling dan analisis
permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan
memperoleh optimasi respon (Montgomery, 2001). Kecocokan model orde dua
Central Composite Design (CCD) banyak digunakan. Secara umum, CCD
mempunyai faktorial 2k dengan banyak data (nf), sumbu (2k), dan pusat (nc). CCD
sangat efisien untuk kecocokan model orde dua. Dua parameter spesifik dalam
CCD adalah jarak sumbu yang dijalankan dari pusat desain dan jumlah titik
pusat nc (Montgomery, 2001).
Pada penelitian ini rancangan percobaan menggunakan kecocokan model
CCD dengan 3 faktor, masing-masing faktor terdiri dari 3 level dan 6 titik pusat,
percobaan dilakukan dengan 1 kali ulangan. Rancangan percobaan penelitian
dengan tanpa pengkodean menggunakan kecocokan model CCD.
Perhitungan optimasi pengaruh laju pemotongan (V), laju pemakanan (f),
dan kedalaman potong (a) terhadap umur Pahat (Tc) menggunakan RSM dengan
kecocokan model CCD.
Y = o +

i 1

ixi +

i 1

ii x i2 +

ij x i x j +..........................(2.13)

ij

Universitas Sumatera Utara

Dimana Y adalah respon umur pahat (Tc) o adalah konstanta. i ii ij


adalah koefesien dari faktor atau variabel bebas X dengan tanpa kode. X1 adalah
laju pemotongan (V) dengan level 200 m/min, 225 m/min dan 250 m/min; X2
adalah laju pemakanan (f) dengan level 0,1 mm/rev,0,125 mm/rev dan 0.15
mm/rev, X3 adalah kedalaman potong a=0.3 mm, 0.7 mm dan 1mm.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai