Anda di halaman 1dari 6

Tugas: Smart Risk Taker

Bacalah keempat kisah perjalanan berusaha yang diambil dari pengalaman


nyata. Nama pengirim tidak saya sertakan dan tulisannya saya biarkan apa
adanya sebagaimana yang dikirimkan ke saya. Dari keempat kisah itu,
cobalah amati, masalah-masalah apa yang terjadi dan risiko apa yang
dihadapi. Buatlah ulasan tentang hal itu serta apa saja yang perlu dilakukan
untuk mengantisipasi atau solusi apa yang bisa Anda berikan. Kirimkan
dengan mensubmit tugas ini.

KISAH 1:
Setelh 4 tahun lulus dari bangku sekolah,saya mencoba menjalankan usaha
jual beli tv bekas, dengan modal satu tv dan satu vcd, dengan sistem dari
rumah kerumah, dalam arti saya tidak punya tempat atau toko, cuman di
rumah kediaman saja. Dan dengan berjalannya waktu, saya juga mencoba
untuk mereparasi tv,vcd dan sejenisnya, dengan usaha jual beli tv yang
sekaligus reparasi, usaha saya semakin maju danrame. Maklum waktu itu
masih jarang reparasi dan tv pin masih mahal, tidak seperti sekarang. Jadi
keuntu gan untuk satu tv rata rata 50,000.
Dengan ramenya usaha yang saya rintis itu, saya mecoba untuk
memperbesar usaha saya, deggan menyewa toko, dengan menyewa toko
hati saya berdebar debar terus waktu itu, karena takut tak bisa bayar
sewanya alias rugi, dengan kesabaran dan berusaha berbuat baik pada
pelanggan, usaha saya semakin rame dan lebihmaju, terutama
penjualannya. Aduh rame baget sampai sampai kualahan mencari tv
bekasnya.
Pada suatu ketika, ada orang yang memperkenalkan saya untuk join atau
kerjasama,dia nawarin tv bekas yg di dapat dari penggadaian, lalu saya
terima dan mulai saat itu saya mengambil tv darinya.dan usaha semakin
maju da lancar,, dari omzet 150,000 per minggu usah di awal, sekarang bisa
mencapai 1,500,000,. Dengan omset segitu saya amat lega karena udah
lepas untuk bayar sewa.. Pada saat usaha inilah saya udah merasa puas dg
usaha yang saya rintis selama 2 setengah tahun.
Setelah usaha saya 2 setengah tahun berjalan usaha saya menurun di
sebabkan ada pesaing dengan modal yang lebih besar, pelanggan mulai
hilang satu persatu, pelnggan lebih beralih karena di pesaibg lebih lengkap
dan barang baru pun sedia, dan menerima kredit. Pada saat itulah saya tak
1

bisa berkutik, mau di buat bagaimana usaha saya bisa rame kembali, aku
bingung dan bingung waktu itu,, stok barang banyak,, servispun ikut ikutan
sepi. Setelh saya 6 bulan menunggu dengan kesepian, barang dagangan
saya, saya titipkan di kawan sya untuk di jualkan. Sebelum terjual habis saya
pamit pada temen saya itu,, klo saya mau pergi merantau buat cari modal
ung lebih besar.

KISAH 2:
Untuk Pengalaman dalam startup, saya memang ada beberapa macam
usaha yang pernah saya mulai. Akan tetapi dari kesemuanya hingga kini
belum ada yang berhasil. Mulai dari Sablon, jual pulsa, jual air Oxygen, usaha
ayam BRONIK (Broiler Organik), travel Umrah & Haji dan sekarang mau
memulai usaha sabun curah cair (cuci piring,hand shop,cuci pakaian,dll).
Dari kegagalan itu salah satu faktornya saya merasa kurang bisa leluasa
dalam berkomunikasi/menggaet orang seperti dalam bisnis jaringan, karena
saya lebih cenderung untuk selalu bereksperimen/berproduksi.
Namun dari sekian usaha yang pernah saya mulai, yang paling berkesan
adalah ketika budidaya ayam BRONIK (Broiler Organik).
Berawal dari facebook bertemu dengan seorang mentor dari Malang yang
lagi menginspirasi banyak orang untuk back to organik. Saat itu usaha
beliau yang lagi dikembangkan adalah usaha ayam BRONIK. Yang
membedakan antara ayam Broiler biasa dengan BRONIK adalah hanya cara
budidayanya, sehingga menghasilkan produk daging yang berbeda juga.
Ayam BRONIK dalam budidayanya sama sekali tidak memakai vaksin sebagai
daya tahan tubuh, akan tetapi hanya memakai cairan organik dari HCS
(Hidup Cerah Sejahtera) yang jenis SOC (Suplemen Organik Cair) dengan
cara mencampur SOC dalam air minum dan makanannya dengan cara di
vermentasi. Dengan tidak adanya vaksinasi pada ayam membuat tekstur
daging ayam menjadi keset hampir sama dengan daging ayam kampung,
karena dagingnya tidak banyak mengandung lemak/gajih. Budidaya ayam
BRONIK juga ramah lingkungan karena saya hanya mempunyai tempat dekat
dapur dan itupun baunya tidak menyengat, bahkan mentor saya kandangnya
digarasi mobil dekat dapur.
Hanya belajar dari dunia maya, saya mencoba action untuk budidaya 100
ekor ayam dulu. Konsultasipun juga hanya melalui media FB dan HP. Setelah
mencoba 1 kali panen hasilnya pun lumayan untuk tahap pemula karena
minimnya tingkat kematian hanya 2 % (Standar Maksimal 5 %). Dan laba
2

dari hasil panen pertama ini sekitar 300.000.


Dalam hal penjualan awalnya butuh perjuangan ekstra karena memang
belum mempunyai pasar. Setelah adanya promo kepada tetangga-tetangga
dengan membuat brand ayam potong rasa ayam jawa 60 ekor ayam
terjual. Adapun sisa sekitar 40 ekor ayam, saya coba tawarkan ke tempat
pemotongan ayam. Awalnya saya ditolak karena lantaran ditempat dia sudah
ada suplier ayam dari PT. Jadi dia tidak berani mencoba barang baru.
Setelah saya meyakinkan dengan kelebihan-kelebihan dari ayam BRONIK,
akhirnya seorang ibu setengah baya itu mau menerima. Bahkan dari sisa
semua ayam mau dia ambil karena penasarannya dengan ayam saya.
Alasannya para penjual dipasaran belum pernah ada yang jual seperti ayam
saya. Dengan banyaknya pesaing dipasaran hanya kualitas ayam yang bisa
diajak bersaing. Semua ayam yang ada di pasaran rata-rata untuk harga dan
kualitas sama karena cara budidayanya memakai vaksin, akan tetapi ayam
BRONIK saya mampu bersaing dengan mempunyai tekstur daging yang
keset dan harga yang sama dengan ayam Broiler lainnya.
Dari dua tempat pemotongan ayam yang saya masuki tanggapannya bagus
sekali. Bahkan setiap saya panen, 2 tempat tersebut siap menerima ayam
BRONIK saya.
Gonjang ganjingnya usaha saya baru kelihatan di masa ke-2. Saya mencoba
budidaya lagi 100 ekor karena memang faktor modal dan tempat yang
belum bisa mengembangkan usaha tersebut. Setelah masuk minggu ke dua
mulai timbul penyakit Flu/Pilek yang menyebabkan ayam tidak mempunyai
mood untuk makan sehingga ayam menjadi kerdil dan ada pula yang mati.
Biasanya kalau untuk penyakit seperti itu cukup saya kasih minum cairan
organik yang banyak bisa sembuh, tapi saat itu ayam malah justru mati. Hati
mulai bingung, gelisah. Sehari full hanya ngurusi kandang dan ayam. Karena
faktor utamanya adalah kandang yang tidak bersih. Saat itu kandang saya
tidak sistem panggung tapi postal (ditanah tapi diberi sekam padi). Saat
musim hujan datang, sekam padi yang kena kotoran tadi tidak segera kering
sehingga menimbulkan bau amoniak/bakteri yang akhirnya ayam-ayam pada
kena flu karena ayam Broiler memang sensitif sekali terhadap penyakit.
Sampai tiba saat panen yang tinggal sekitar 70 ekor karena hampir tiap hari
ada yang mati, permasalahannya pun belum bisa diatasi. Dan ditambah lagi
ada ancaman bahaya dari lingkungan yang tidak bersahabat, ayam saya
dicuri sekitar 10 ekor. Hati saya semakin GALAU. Akhirnya sebagian ayam
saya berikan cuma-cuma kepada tetangga saudara daripada MATI NGENESS.
Sisa ayam yang masih sehat dibeli tetangga. Akhirnya tempat pemotongan
ayam tadi tidak kebagian ayamnya. Padahal saya selalu dihubungi untuk
mengirim ayam BRONIK.
3

Ya di situlah kegagalan saya Pak Nur.... dipanen ke-2 ini saya rugi. Belum bisa
mengembalikan modal dari semua usaha saya.
Dan dari usaha itu saya menemui titik kejenuhan juga karena setiap hari
saya harus bertatap muka dengan ayam-ayam saya. Sehingga tiada waktu
yang banyak untuk kegiatan diluar maupun untuk belajar. Merasa GAPTEK.....
Dari pengalaman saya itu mohon dikoreksi, mohon dikasih masukan Pak Nur.
Sehingga tidak terjadi di usaha saya kedepan.

KISAH 3:
Saya lupa kapan persisnya usaha yg dijalankan ortu, seingat saya waktu itu
masih sekolah di SLTP.
Dikampung saya banyak orang yg bikin kerupuk dari ketela pohon, karena
didaeah-daerah hutan milik pemerintah yg digarap warga berlimpah ketela
pohon. Untuk membuat kerupuk dari ketela pohon sampai bisa dikonsumsi
memerlukan waktu sekitar 4 hari klo ada sinar matahari, tapi klo tak ada bisa
lebih lama dan jamuran. Karena tidak mau ribet akhirnya ortu pilih bikin
keripik dari ketela pohon, karena masih jarang yg bikin dan jual keripik
ketela. Awal percobaan memakai ketela pohon yang ditanam dikebun sendiri.
Dengan mencoba berbagai macam jenis ketela pohon, akhirnya ditemukan
jenis yang bisa dibuat keripik renyah dan tidak pait. Dan memerlukan teknik
tersendiri untuk mengoreng agar renyah dan tidak lengket satu sama lain.
Setelah produk jadi, kita coba tawarkan ke sekolah-sekolah terdekat,
termasuk disekolahku juga. Sistim yang dipakai disekolah2 itu dengan titip,
jadi jika habis baru bayar. Keuntungan yg kami berikan kepada kantin
sekolah adalah jika penjualan per bendel isi 12bungkus kecil keripik, maka
dibayar dengan harga 10 bungkus saja. Selain itu juga ditawarkan ke Tokotoko besar di sekitar dengan packing yang lebih besar lagi, dan untuk
keuntungan, mereka yang menentukan sendiri setelah kita kasih harga.
Diawal-awal saha ini ada 2 rasa yaitu asin/gurih dan satunya manis. Seiring
berjalannya waktu usaha ini mulai diminati pelanggan, kadang mereka
datang sendiri kerumah untuk membeli. Kita juga bikin produk stick talas dan
popcorn manis. Tapi sayang sampai saat itu belum ada pembukuan/ cash
flow nya. Baru setelah saya sekolah di SMEA saya coba bikin pembukuaan
tentang keluar masuknya uang, tapi tak terlalu membantu karena uang
pribadi dan usaha tetap bercampur.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi saat itu antara lain:
4

1. Keripik tidak bisa bertahan lama karena kita tidak memakai bahan
penggawet dan pengepakan yang hanya pake manual.
2. Pemasaran hanya area satu kecamatan saja tidak bisa keluar daerah
karena tidak punya target yang ingin dicapai
3. Karena semakin banyak permintaan, semakin sulit mencari ketela pohon
yang sesuai kriteria.
4. Setelah dua atau tiga tahun berjalan mulai muncul pesaing-pesaing baru,
dan akhirnya perlahan-lahan ortu berhenti berproduksi karena saya setelah
lulus SMEA kerja diluar.

KISAH 4:
Dulu waktu SLTA aku butuh uang untuk biaya sekolah karena ibuku gak
punya uang untuk biaya sedang ayahku sudah meninggal sejak aq berusia
9,5th. Makanya aku bekerja pada tetangga, dia memintaku mengelola
tokonya yang sudah lama ditutup dengan barang dagangan yang hampir
habits. Maka dia memberiku uang modal sebesar Rp 25 000 waktu itu th
1992, jadi dengan uang Rp 25 000 aku belanjakan seperti jamu-jamu, rokok,
dan lain lainnya krn toko itu memang sebuah toko jamu jago. Hari pertama
aku rada canggung tapi aku coba seperti berhadapan berkomunikasi dengan
teman sehingga membuatku merasa nyaman dan gak canggung lagi. Dari
hari ke hari toko yang aku kelola jadi semakin berkembang dan akhirnya
hampir mirip toko kelontong hampir semua ada bukan hanya sekedar toko
jamu biasa. Dan kebetulan tempatnya sangat strategies tepat dipinggir jalan
raya, serta lingkungan yang waktu itu belum banyak toko jamu jago yang
lengkap seperti tokoku. Juga lokasinya berdekatan dengan pabrik
penggergajian kayu, jadi semua factor itu membuat toko yang aku kelola jadi
semakin berkembang. Da untuk menarik pelanggan kususnya penghuni
pabrik aku perbolehkan mereka ngutang karena mereka gajian tiap hari
sabtu, jadi tiap sehabis gajian sabtu malam mereka membayarnya. Akhirnya
tambah hari tambah banyak barang daganganku, karena banyak anak kecil
maka juga tambahkan makanan - makanan kecil seperti chiki, koka dan lain
lain semacamnya karena itu yang populer waktu itu. Juga aku tambahkan
dengan dagangan lotre dengan premen cicak yang berhadiah macem macem seperti jam dinding, selimut dan lain lain karena yang populer waktu.
Dan tiap hari aku haruskan menyisihkan uang dari penjualan sebanyak Rp
300 kedalam celengan bambu. Dan setelah 1th toko jadi lebih besar
dibanding pertama aku kelola tapi ada kejadian pencurian pintu toko itu
5

dicongkel maling, sehingga semua barang dagangan amblas diambil oleh


maling cuma disisain makanan kecil. Untung dan alhamdulilah celengan
bambuku gak diambil yang sembunyikan diruangan belakang. Keesokan
harinya terpaksa celengan bambuku aku pecah dan aku buat belanja kulakan
lagi dan memulainya lagi seperti diawal aku mengelola toko itu. Aku sudah
merasa seperti tokoku sendiri sehingga aku curahkan perhatian dan
konsentrasi penuh pada toko itu sehingga dari hari ke hari berkembang lagi
toko itu. Tapi setelah 2th kemudian aku lulus SLTA sedangkan kedua adikku
membutuhkan banyak biaya sedangkan gajiku tidak mencukupi maka
terpaksa aku putuskan mundur dari mengelola toko dan pergi ke luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai