Anda di halaman 1dari 10

RESUM MATA KULIAH ANALISA HASIL PERTANIAN

PERTEMUAN KE - 4

Analisis Sifat Fisiko-Kimia Lemak/Minyak

OLEH :
FATIMATUZ ZAHRA
101710101063

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

Analisis Sifat Fisiko-Kimia Lemak/Minyak


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu dan tingkat kerusakan
minyak selama penanganan, penyimpanan, maupun aplikasi minyak dalam pross pengolahan.
Parameter untuk menentukan sifat fisik lemak/minyak antara lain adalah titik leleh, berat
jenis, turbidity point.
1. Titik Leleh
Titik leleh adalah suhu dimana lemak/minyak berubah wujud dari padat menjadi cair. Data
titik leleh ini berguna untuk lemak hewani dan lemak olahan, sedangkan untuk minyak nabati
tidak terlalu berguna karena pada suhu ruang umumnya berbentuk padat.
Titik leleh minyak/lemak ditentukan oleh ada tidaknya ikatan rangkap asam lemak
penyusunnya. Asam lemak jenuh memiliki titik leleh lebih tinggi dibandingkan dengan asam
lemak tidak jenuh.
Penentuan titik leleh ini menggunakan tabung kapiler dengan prinsip titik leleh minyak
diukur dengan memasukkan lemak ke tabung kapiler. Tabung didinginkan kemudian
dipanaskan secara bertahap. Suhu pada saat lemak bersifat transparan adalah titik leleh
lemak.
Prosedur dalam menentukan titik leleh lemak/minyak adalah sebagai berikut :
1)

Masukkan lemak cair yang sudah disaring ke dalam tabung kapiler terpanjang 10
mm.

2)

Rapatkan/tutup ujung tabung kapiler dengan cara memanaskan pada api kecil
(bunsen). Jaga jangan sampai lemak terbakar.

3)

Masukkan tabung kapiler dalam refrigerator 4-100C, biarkan selama 16-24 jam.

4)

Gabungkan tabung kapiler dengan termometer air raksa sehingga ujung tabung terisi
lemak sejajar dengan termometer (bisa dengan cara mengikatnya menjadi satu).

5)

Rendam dalam gelas piala 500 ml yang berisi air setengah penuh sehingga
termometer dan tabung kapiler terendam sepanjang 30 ml.

6)

Panaskan gelas piala dengan kecepatan 0,50C/menit, agitasi air dengan stirer
perlahan-lahan.

7)

Catat suhu pada saat lemak mulai terlihat transparan, gunakan kaca pembesar untuk
melihatnya bila perlu. Suhu yang terbaca merupakan titik leleh lemak.

2. Berat Jenis

Berat jenis lemak/minyak ditentukan melalui perbandingan berat contoh minyak dengan
berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (biasanya 25 0C). Peralatan yang biasanya
digunakan adalah piknometer. Untuk prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1) Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.
2) Isi piknometer dengan akuades bersuhu 20-300C. Pengisian dilakukan sampai air
dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya.
3) Setelah ditutup, botol direndam dalam penangas air yang bersuhu 25 0C dengan
toleransi 0,20C selama 30 menit.
4) Botol diangkat dari bak dan dikeringkan.
5) Timbang berat botol dengan isinya.
6) Contoh minyak/lemak cair yang akan ditentukan berat jenisnya terlebih dahulu
disaring dengan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk membuang benda-benda asing
dan kandungan air. Selanjutnya contoh minyak diperlakukan seperti langkah 1 sampai
dengan 5.
Perhitungan dari berat jenis:
Berat jenis minyak pada suhu 25/250C= berat piknometer dan minyak berat piknometer
Berat air pada suhu 25oC
Berat jenis minyak pada suhu tertentu lainnya menggunakan rumus:
G = G + 0,00064 (T-250C)
dimana: G

= berat jenis pada suhu 250C

= berat jenis pada T0C/250C

= suhu minyak yang ditentukan berat jenisnya

0,00064

= koreksi rata-rata untuk 10C

Gambar piknometer
3. Turbidity Point

Pengujian turbidity point dilakukan untuk mengetahui adanya pengotoran oleh bahan
asing atau pencampuran lemak. Turbidity point suatu contoh minyak dapaty ditentukan
dengan mengukur suhu minyak pada saat minyak atau lemak cair berubah menjadi padat.
Pengujian ini disebut Crismer atau Valenta. Prosedur pengukuran turbidity point adalah
sebagai berikut :
1) Contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam asetat atau alkohol.
2) Panaskan contoh minyak melarut sempurna yaitu ditandai dengan larutan menjadi
jernih.
3) Larutan kemudian didinginkan perlahan-lahan sampai mulai menghablur.
4) Suhu dimana terlihat addanya kristal-kristal halus lemak dicatat dan dinyatakan
sebagaiturbidity point atau biasa disebut titik kritis.
Sifat kimia lemak/minyak dientukan berdasarkan reaksi spesifik antara komponen
lemak/minyak dengan pereaksi tertentu. Parameter sifat kimia lemak/minyak adalah bilangan
iod, bilangan asam (FFA/free fatty acid), bilangan peroksida, bilangan TBA(thio barbituric
acid). Bilangan asam. Bilangan peroksida, bilangan TBA (thio barbituric acid) dapat
mengidentifikasi kerusakan lemak/minyak. Berikut adalah penjelasan mengenai parameter
sifat kimia minyak/lemak.
1. Bilangan Iod
Asam lemak yang menyusun lemak/minyak umumnya berupa campuran antara asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
menyusun lemak/minyak dapat ditentukan berdasarkan reaksi adisi antara asam lemak
dengan iod (I2). Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh dapat diadisi oleh
senyawa iod sehingga menghasilkan senyawa dengan ikatan jenuh.
Struktur kimia asam lemak jenuh dan tidak jenuh adalah seperti gambar berikut :

Reaksi adisi ikatan rangkap asam lemak oleh suatu iod dibantu dengan suatu carrier
seperti iodin-klorida atau iodin bromida. Reaksi adisi asam lemak oleh senyawa iod
sebagai berikut:
nI2 + -n(CH=CH)- -(CH-CH)-

Bilangan iod ini menyatakan jumlah gram iod yang digunakan untuk mengadisi 100
gram lemak/minyak. Semakin tinggi bilangan iod maka semakin banyak ikatan rangkap yang
diadisi dan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan lemak/miyak. Kelebihan iod dititrasi
dengan natrium tiosulfat sehingga iod yang digunakan untuk mengadisi lemak/minyak dapat
diketahui jumlahnya. Reaksi antara I2 dengan Nna2S2O3 terjadi melalui reaksi reduksi
oksidasi sebagai berikut:
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Metode yang banyak digunakan dalam menetapkan bilangan iod adalah meode Hanus
(pereaksi berisi iodin-bromida) dan metode Wijs (pereaksi berisi iodin-klorida). Prosedur
dalam metode Hanus adalah sebagai berikut :
1) Masukkan sebanyak 0,50 gram contoh lemak/minyak ke dalam erlenmeyer bertutup.
2) Tambahkan ke dalam erlenmeyer 10 ml kloroform untuk melarutkan contoh.
3) Tambahkan juga 25 ml pereaksi Hanus dan biarkan 30 menit di temmpat gelap.
Kocok sekali-kali. Sesudah reaksi sempurna diharapkan terdapat kelebihan iod yang
mencapai minimum 60%.

4) Setelah reaksi sempurna, tambahkan ke dalam erlenmeyer 10 ml larutan KI 15%.


Kocok sampai homogen.
5) Tambahkan sebanyak 100 ml air destilata. Gunakan sebagian air untuk membilas
I2 yang mungkin terdapat pada tutup atau erlenmeyer.
6) Titrasi contoh dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning larutan
hampir hilang.
7) Tambahkan 2 tetes larutan indikator pati sebelum titik akhir titrasi. Lanjutkan titrasi
sampai warna biruu hampir hilang.
8) Goyang-goyang erlenmeyer dengan cepat sehingga iod yang masih tnggal dalam
klorofrom akan pibdah ke lautan KI.
9) Lanjtkan titrasi sampai titik akhir titrasi tercapai (sampai warna biru hilang).
10) Lakukan juga penetapan bilangan iod untuk blanko.
Perhitungan Metode Hanus:
Bilangan iod

= (Vb-Vs) x N x 12,69
W

Dimana:
Bilangan iod

= jumlah gram iod yang mengoadisi 100 gram lipid

Vb

= volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko

Vs

= volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh

= normalitas Na2S2O3

= berat contoh (g)

2. Bilangan Asam
Bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam
lemak/minyak yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis lemak/minyak. Hidrolisis
lemak/minyak oleh air dengan katalis enzim/panas pada ikatan ester trigliserida akan
menghasilkan asam lemak bebas (ALB).
Keberadaan ALB adalah untuk indikator awal terjadinya kerusakan asam/lemak karena
proses hidrolisis. Pembentukan ALB mempercepat kerusakan oksidatif lemak/minyak
dibandingkan dalam bentuk ester. Jumlah ALB ditunjukkan dengan bilangan asam. Bilangan
asam ini dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan ALB yang terdaat dalam 1 gram minyak/lemak. Bilangan asam ditentukan
dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan lemak/minyak dengan basa (seperti
KOH atau NaOH).

Analisis bilangan asam dan ALB (AOAC Official Method 940.28) adalah sebagai
berikut :
1) Masukkan ebanyak 5 gram contoh minyak ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2) Tambahkan sebanyak 100 ml etanol 95% netral.
3) Tambahkan 2 ml indikator phenolftalein. Goyang-goyang agar tercampur homogen.
4) Titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N (gunakan larutan NaOH yang sudah
distandardisasi) sambil digoyang kuat sampai warna pink permanen selama 30 detik.
Perhitungan:
Bilangan asam (mg NaOH/g minyak) = V x N x 40
W
Kadar asam lemak bebas/ALB (%)

= VxNxM
10. W

Dimana:
V

= volume NaOH (ml)

= normalitas NaOH hasil standardisasi

= berat molekul contoh (sesuai dengan jenis lemak dominan contoh)

= berat contoh (g)

Sumber Minyak

Asam Lemak Terbanyak

Bobot Molekul

Kelapa sawit

Palmitat C16H32O2

256

Kelapa, inti sawit

Laurat C12H24O2

200

Susu

Oleat C18H34O2

282

Jagung, kedelai

Linoleat C18H32O2

278

3. Bilangan Peroksida
ALB dalam minyak/lemak mudah mengalami reaksi oksidasi. Stabilitas oksidasi ALB
bergantung pada jumlah ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap pada AL maka
stabilitas oksidatif semakin rendah. Stabilitas AL juga dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi
oksigen, cahaya, logam, proksidan, antioksidan, katalis.

Reaksi oksidasi meliputi tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Radikal bebas yang
terbentuk di tahap awal reaksi (tahap inisiasi) dapat bereaksi dengan oksigen dan
menghasilkan senyawa peroksida.
Keberadaan

senyawa

peroksida

adalah

sebagai

indikator

terjadinya

oksidasi

lemak/minyak. Keberadaan senyawa peroksida ditentukan dengan metode spektofotometri


dan titrimetri. Penentuan peroksida metode titrimetri adalah dengan mengukur sejumlah iod
yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida di dalam pelarut asam
asetat/kloroform. Iod yang dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan menggunakan larutan
Na2S2O3.
Jumlah peroksida dalam contoh dinyatakan dengan bilangan (miliequivalen peroksida per
kg) setara dengan jumlah Na2S2O3 yang beraksi dengan I2 yang berhasil dibebaskan oleh
peroksida. Penentuan peroksida dengan metode spektrofotometri dilakukan berdasarkan
pengukuran senyawa berwarna hasil reaksi senyawa peroksida dengan senyawa tertentu.
Semakin tinggi bilangan peroksida (jumlah peroksida banyak) maka tingkat reaksi oksidasi
semakin tinggi. Berikut adalah prosedur dari analisis bilangan peroksida-titrimetri
(AOAC Official Method 965.33) :
1) Timbang sebanyak 5 gram contoh lemak atau 0,5 gram contoh minyak. Tuangkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml.
2) Tambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 30 ml pelarut asam asetat-kloroform. Kocok
sampai semua minyak terlarut.
3) Tambahkan sebanyak 0,5 ml larutan KI jenuh. Diamkan selama 1 menit sambil sesekali
digoyang.
4) Tambahkan air destilata sebanyak 30 ml.
5) Titrasi contoh dengan larutan Na2S2O3 0,1 N secara perlahan sambil digoyang dengan
kuat sampai warna kuning hampir hilang.
6) Tambahkan 0,5 ml indikator larutan pati 1%.
7) Teruskan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sambil digoyang dengankuat untuk
melepaskan I2 dari lapisan kloroform.
8) Hentikan titrasi pada saat warna biru menghjilnag.
9) Ulangi titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N jika volume sodium tiosulfat yang
digunakan < 0,5 ml
10) Lakukan penetapan bilangan peroksida untuk blanko dengan cara yang sama dengan
contoh. Jumlah Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi blanko harus 0,1ml.
Perhitungan:

Bilangan peroksida = (Vs-Vb) x N x 1000


W
Dimana:
BP = bilangan peroksida (meq peroxide/kg contoh)
Vs = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (ml)
Vb = volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko (ml)
N = konsentrasi Na2S2O3 (N)
W = berat contoh (g)
Dalam analisis bilangan peroksida dapat menggunakan metode Ferric Thiocyanate
Spektrofotometer, bilangan peroksida diukur secara kolorimetroi didasarkan pada oksidasi
fero ke feri oleh peroksida akan menimbulkan reaksi dengan amonium tiosianat. Feritiosianat
akan membentuk warna merah lalu diukur menggunakan spektrofotometer pada =500 nm.
Intensitas warna merah tinggi maka peroksida tinggi pada minyak/lemak. Hal ini
mengakibatkan tingkat kerusakan (oksidasi) tinggi. Angka peroksida dihitung dengan rumus
Lambert-Beer (A= b c) menggunakan koefisien extinction molar ferric thiocyanate 58 440
M-1cm-1.
Perhitungan:
Mmol peroksida/kg = A x 1000 x 1000 gr/kg
58440 x gr bahan x 1000
4. Bilangan Thio Barbituric Acid (TBA)
Senyawa peroksida bersifat tidak stabil dan dapat terdekompposisi menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti malonaldehid. Keberadaan malonaldehid pada contoh
minyak/lemak

menunjukkan

contoh

telah

mengalami

oksdasi

lanjut.

Kandungan

malonaldehid ditentukan dengan metode spektofotometer. Senyawa malonaldehid yang


direaksikan dengan pereaksi TBA akan membentuk komplek berwarna merah yang
absorbansnya dapat diukur pada =530 nm. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai bilangan
TBA yang nilainya setara dengan jumlah malonaldehid pada contoh. Semakin tinggi bilangan
TBA (kandungan malonaldehid) maka tingkat oksidasi lemak/minyak semakin tinggi.
Pengukuran kandungan malonaldehid (MDA) dilakukan mengikuti prosdur Buege dan
Aust (1978) dengan modifikasi. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi TBA (asam
tiobarbiturat) yang dibuat dengan melrarutkan TCA (1,5 g) menggunakan aquades lalu
ditambahkan TBA (0,375 g) dan 1 N HCl (25 ml). Volume campuran ditera sampai 100 ml
dengan aquades.

Sampel maupun standar TMP (1,1,3,3-tetrametoksipropana) yang dibuat dalam beberapa


seri konsentrasi dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan pereaksi TBA. Campuran
dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 990C selama 15 menit. Setelah
didinginkan, ditambahkan etanol lalu divortek dan diukur absorbansnya pada panjang
gelombang 535 nm. Konsentrasi malonaldehid dihitung dari kurva standar hubungan antara
konsentrasi standar TMP yang dibuat dari beberapa seri konsentrasi dan nilai pembacaan
absorbans.

Anda mungkin juga menyukai