About Me
Contact Me
Macrofag Television
Sahabat Macrofag
PESAN SEGERA
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi atas segala nikmat dan karunia-NYA, kami
dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ANAK, makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu komponen tugas pada mata kuliah anak di program Studi S1 Keperawatan Dharma Husada
Bandung.
Makalah
ini
mencoba
memaparkan
tentang
pennatalaksanaan
anak
dengan
penyakit
bronchopneumonia.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan
penambahan wawasan kami di masa yang akan dating.
Demikian akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada
umumnya, terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan baik itu
pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah yang bersifat akut maupun kronis. Infeksi saluran
nafas atas (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi disertai tempat disepanjang saluran nafas dan
adneksi selnya (telinga tengah, cavum pleura, dan paranalisis) (Ngastiyah, 1997).
Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran nafas bagian bawah yang biasanya didahului dengan
infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai dengan gejala awal batuk, demam, dyspnea.
Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga didukung oleh kondisi lingkungan dan gizi
anak. Salah satu penyebab bronchopneumonia pada anak adalah karena kebiasaan yang kurang
bersih pada anak, contohnya anak tidak mencuci tangan sebelum makan, suka memasukkan benda ke
dalam mulut dan kurang pengetahuan keluarga tentang kebersihan (Ngastiyah, 1997).
Infeksi saluran nafas bawah yang didalamnya termasuk bronchopneumonia masih menjadi masalah
kesehatan di Negara berkembang maupun maju.
Dengan meningkatnya presentasi dari tahun ke tahun ini jelaslah bahwa bronchopneumonia sangat
memerlukan penanganan dan perawatan yang lebih intensif, cepat dan tepat dengan didukung
penggunaan tekhnologi yang lebih menitik beratkan askepnya pada pembebasan jalan nafas dari
kotoran, pemberian O2, pemenuhan nutrisi dan hidrasi, mencegah komplikasi serta masalah-masalah
yang meliputi bio-psiko dan spiritual dengan kerjasama sesame teman maupun kolaborasi dengan
intalasi kesehatan lain dalam mengatasi segala masalah kesehatan klien serta menekan terjadinya
akibat yang lebih buruk. (Badan litbang kesehatan, 2001).
Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan utama
dalam menghadapi pasien bronchopneumonia untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal dan
diharapkan pasien dapat segera sembuh kembali. Intervensi keperawatan utama adalah mencegah
ketidak efektifan jalan nafas. Agar keperawatan berjalan lancar maka diperlukan kerja sama yang baik
dengan tim kesehatan lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan keluarganya. Berhubungan
dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan
bronchopneumonia dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan.
II.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
i.
Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada klien anak dengan bronchopneumonia
ii.
Tujuan khusus
i.i.
i.ii.
i.iii.
i.iv.
i.v.
i.vi.
i.vii.
Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini diantaranya melalui media literature,
perpustakaan dan elektonik
IV.
Sistematika penulisan
Secara umum makalah ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
i.
ii.
iii.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Definisi
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada
bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik
pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak,
teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut
juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal.
Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di
lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan
atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan
Imam Supardi, 1998)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
II.
Etiologi
i.
Bakteri :
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza,
Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
ii.
Virus :
Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
iii. Jamur
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalahaspirasi benda asing, dan daya
tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Sehingga menimbulkan :
i.
ii.
sebagian
besar/seluruh
lobus
paru-paru), pneumonia
lobularis
bronchopneumonia (radang pada paru-paru yang mengenai satu / beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate), dan pneumonia interstitialis / bronkiolitis (radang
pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular).
III.
Patofisiologis
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi
yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis
bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga
paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema
proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya
infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
IV.
Manifestasi klinis
Gejala Klinis :
i.
ii.
Suhu dapat naik secara mendadak (38 40 C), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Gejala khas :
i.
ii.
Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
iii.
iv.
v.
V.
Akibat / komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan :
i.
Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke
dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan
hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
ii.
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
iii.
Efusi pleura.
iv.
Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat disatu
tempat atau seluruh rongga pleura .
v.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
vi.
vii.
Abses otak.
Osteomielitis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
i.
Analisis gas darah (AGD) tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada., pO2 turun (ada hipoksia), dapat asidosis (respiratorik).
ii.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,
bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
iii.
JDL : leukositosis biasanya ada dan meningkat pada pneumonia bakteri, meski sel darah putih rendah
terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
iv.
LED : meningkat
v.
vi.
vii.
viii. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan
nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
ix.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999).
Pemeriksaan Radiologi
i.
VII.
Penatalaksanaan medis
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap
(penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan
umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
i.
Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara
praktis dipakai :
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24
jam IV/oral, 4 kali sehari.
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).
ii.
Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau Entero
bacteriaceae.
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 23 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita
immunocompromized.
iii.
Streptokokus pneumonia :
o Penisilin prokain IM atau
o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
o Eritromisin (dosis sda) atau
o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
ii.
Sianosis
ii.
i.
Postural drainase.
ii.
Penatalaksanaan keperawatan
i.
Pengkajian
i)
Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP,
penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak
sempurna.
ii)
Riwayat Keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare,
tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa
hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti morbili, pertusis,
malnutrisi, imunosupresi
Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada
anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim
semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan
infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG
(pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B IIII (pada usia 0-9 bulan), dan campak (pada usia 9-11 bulan).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
vii). Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak
teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan
tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian
makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak
menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering
Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
ii.
Diagnosa keperawatan
i)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, peningkatan sputum.
ii)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau
hipoventilasi
iii) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan cairan dalam
alveoli.
iv) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam,
berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
v)
Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) berhubungan dengan
hipoventilasi, dehidrasi
iii.
Rencana keperawatan
i)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial, peningkatan
produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara dapat keluar masuk tanpa
hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan
cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi)
dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme
Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit,
frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami
penurunan saturasi oksigen
iv) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam,
berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
Tujuan : pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan hidrasi yang adekuat
Intervensi keperawatan / rasional :
o Pertahankan infus iv pada kecepatan yang tepat
Rasional : terapi cairan akan meningkatkan pengenceran secret (jalur iv biasanya merupakan dua
pertiga atau tiga perempat dari terapi rumatan (kecuali jika terjadi dehidrasi) untuk meminimalkan risiko
edema pulmonal akibat tekanan inspirasi yang terlalu tinggi
o Anjurkan cairan oral
o Tawarkan cairan jika gawat nafas akut sudah berkurang
Rasional : untuk menurunkan resiko aspirasi
o Hindari cairan yang dingin
Rasional : karena dapat mencetuskan reflex bronkospasme
o Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : untuk menghindari distensi abdomen yang dapat mempengaruhi ekskursi diafragmatik
o Gunakan tekhnik bermain yang sesuai dengan usia anak
Rasional : untuk meningkatkan asupan cairan
o Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi dehidrasi secara perlahan
Rasional : karena hidrasi berlebih dapat meningkatkan akumulasi cairan pulmonal interstitial, yang
akan menyebabkan peningkatan obstruksi jalan nafas
v)
Risiko cedera / injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) berhubungan dengan
hipoventilasi, dehidrasi
Tujuan : pasien tidak mengalami asdosis, elektrolir serum normal
Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak menunjukkan elektrolit
serum normal.
Intervensi / implementasi :
Rasional : karena pH kurang dari 7,25 akan mengganggu aliran darah sistemik, paru dan koronaria,
selain pH normal akan meningkatkan efek bronkhodilator
o Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi asidosis
o Pertahankan infus IV
Rasional : untuk pemberian obat-obat darurat untuk mencegah dehidrasi
o Cegah muntah dan dehidrasi
Rasional : awalnya anak akan mengalami alkalosis, namun jika muntah semakin parah atau tidak
terkendali, dapat menyebabkan asidosi
o Implementasikan tindakan-tindakan untuk memperbaiki ventilasi
Rasional : karena hipoventilasi dapat menyebabkan akumulasi karbon dioksida, yang akan
menurunkan pH
o Pantau ketat elektrolit serum
Rasional : karena dehidrasi dan obat dapat mengubah elektroolit serum normal
o Cegah dehidrasi dan muntah
Rasional : karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paruparu yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada
bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik
pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Etiologi terjadinya bronchopneumonia diantaranya adalah bakteri, virus, jamur dan faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat
malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya
infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan OMA, atelectasis, efusi pleura, emfisema, abses
paru, meningitis, abses otak, endocarditis, dan osteomyelitis.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap
(penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan
umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan selain pengkajian secara spesifik dimulai dari riwayat keperawatan yang
didalamnya terdapat keluhan utama, riwayat penyakiit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwwayat
kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, imunisasi, riwayat tumbang, nutrisi dan
pemeriksaan persistem.
Diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan bronchopneumonia adaalh bersihan
jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, gangguan pola nafas, resty injury dan resti
kekurangan volume cairan tubuh
II.
Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka diperlukan saran-saran
1.
2.
Mamapu dan mau mempelajari penyakit bronchopneumonia untuk menambah pengetahuan dibidang
ilmu keperawatan khususnya dan dibidang pelayanan pada umumnya
Demikian saran dari kami, semoga bermanfaat untuk kita semua
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kepustakaan Ngastiah. (2008). Perawatan anak sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Speirs, A.L. (1992). Pediatrics for nurses. (Terj. Dr, Sidhartani Zain). Semarang: IKIP Semarang Press.
2.
3.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta
4.
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:
www.Us.Elsevierhealth.com
5.
6.
7.
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia
USA