Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Kabupaten Merauke

Catatan sejarah yang ada tentang Irian dimulai pada abad VII. Pada abad tersebut
diberitakan bahwa pedagang Sriwijaya telah sampai di daerah ini dan menyatakan
Irian Jaya termasuk wilayah Kerajaan Sriwijaya yang mereka beri nama Jenggi .
Keterangan tersebut dapat dipahami mengingat pada waktu itu kerajaan Sriwijaya
merupakan pusat perdagangan dan pusat agama Budha yang berhubungan dengan
Bangsa Cina dan India. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku
dan Irian Jaya untuk memperdagangkan rempah-rempah, wangi-wangian, mutiara
dan bulu-bulu burung Cenderawasih.
Buku tahunan Cina menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya yang bernama Maharaja Sri
Indrawarman telah mengirimkan utusannya ke Kaisar Cina dan mempersembahkan
bulu-bulu burung yang indah dan Dr. Krom mengemukakan pada tahun 724 utusan

Sejarah Kabupaten Merauke


Sriwijaya telah menghadiahkan kepada istana Tiongkok seorang Sengki ( Gadis Zangge
atau Yangge adalah nama yang diberikan kepada Negro di Kepulauan Nusantara ). Jadi
kesimpulannya bahwa pada tahun 724 kemungkinan besar Istana Tiongkok telah
didatangi oleh suku bangsa Papua.
Sementara itu seorang musafir Cina Chon You Kwa menulis, bahwa di Kepulauan
Indonesia sekarang terdapat suatu daerah yang bernama Tungki dan merupakan
bagian dari Maluku. Nama Tungki itu dipakai untuk menyebut nama Jenggi, maka hal
tersebut memperkuat keterangan tentang adanya hubungan Irian Jaya dengan
Kerajaan Sriwijaya.
Setelah Sriwijaya runtuh, muncullah Kerajaan Majapahit di bawah Patih Gajah Mada,
seorang militer yang ulung dan negarawan yang bijak, Majapahit mencapai puncak

Sejarah Kabupaten Merauke


kejayaannya. Pada tahun 1365, Mpu Prapanca seorang pujangga Majapahit dalam
buku Negara Kertagama menggambarkan daerah Majapahit saat itu.
Hal ini dapat ditemukan dalam buku Negara Kertagama pada bagian XIV ayat 4,
dalam syairnya didapati kata-kata :
Daerah pertuanan Kerajaan Jawa Timur ( Majapahit ) diantaranya disebut Ewanin
adalah nama lain dari Onim daerah dekat Fak-Fak dan Seran adalah nama lain
dari Kowiai daerah dekat Kaimana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Irian
merupakan bagian dari Wilayah Majapahit atau Wilayah Majapahit yang kedelapan,
karena daerah ini mempunyai daya tarik berupa rempah-rempah, bulu burung yang
indah seperti Cendrawasih, Nuri, Kasuari dan Kakatua.
Suku-suku bangsa di Irian Jaya sudah sejak dahulu mempunyai hubungan dengan

Sejarah Kabupaten Merauke


suku-suku bangsa di bagian Barat yaitu Kerajaan di Maluku. Pada Abad XV Seluruh
Pantai Utara Irian Jaya sampai perbatasan dengan PNG Irian Jaya dan Pantai Barat
Namatota disebelah Selatan serta pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan
Sultan Tidore.
Bangsa Barat yang mula-mula melihat pantai Utara Irian adalah 2 ( dua ) orang Pelaut
Portugis Antonio dAbrau dan Francisco Serreno pada tahun 1511 dalam pelayarannya
mencari rempah-rempah, melihat pertama kali Nieuw Guinea, mereka tidak
mendarat di pantai itu.
Don Jorge de Menezes seorang pelaut Portugis merupakan orang Barat pertama yang
mendarat, dia menamakan pulau dengan Papua. Kata Papua berasal dari bahasa
Melayu Kuno
Papuwah yang artinya orang berambut keriting.

Sejarah Kabupaten Merauke


Pada tanggal 20 Juni 1545 merupakan tahun yang penting dalam sejarah Nieuw
Guinea , dimana orang yang pertama memberi nama Nieuw Guinea pada pulau Irian
adalah Inigo Ortiz de Retes ( Orang Spanyol ) dengan kapal San Juan , ketika
berlabuh di muara sungai Mamberamo di Pantai Utara Irian. Inigo Ortiz de Retes
menamakan dengan Nueva Guinea , karena melihat penduduknya berkulit hitam
seperti penduduk pantai Afrika Barat ( Guinea Afrika ).
Sebutan yang diberikan oleh de Retes tersebut ditulis dalam peta abad XVI dalam
bentuk latinnya yaitu Nova Guinea dan dalam peta Belanda Nieuw Guinea atau
New Guinea .
Adapun nama Irian baru diperkenalkan oleh Markus Kasiepo dalam suatu artikelnya
yang dimuat dalam Surat Kabar Penyuluh, terbitan hari Sabtu tanggal 8 September

Sejarah Kabupaten Merauke


1945 di Brisbane, Australia. Selanjutnya nama Irian dipopulerkan oleh Kakaknya Frans
Kasiepo
( Gubernur Kepala Daerah Propinsi Irian Jaya tahun 1969 1973 )
dalam konperensi Malino tanggal : 18 Juli 1945, dimana konperensi itu sendiri
berlangsung pada tanggal 16 22 Juli 1945.
Menyimak arti kata Irian, terdapat beberapa arti menurut bahasa-bahasa penduduk
Irian, misalnya dalam bahasa Biak Numfor berarti Tanah Panas ( Iri =Tanah, An =
Panas ); dalam bahasa Serui berarti tanah Air ( Iri = Tiang, Pokok, An = Bangsa );
dalam satu bahasa suku di Merauke, Irian berarti Bangsa Utama ( Iri = Angkat,
Junjung, An = Bagsa ). Sementara itu, pada masa perjuangan pembebasan Irian Barat
dari tangan penjajah Belanda, kata Irian diartikan sebagai : Ikut Republik Indonesia
Anti Nederland.

Sejarah Kabupaten Merauke


Sedangkan nama Irian Jaya, baru digunakan sejak 1 Maret 1973 berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1973, sebelum daerah ini dikenal dengan nama
Irian Barat sebagai terjemahan langsung dari kata West Irian.
Diantara sekian banyak bangsa-bangsa yang pernah datang ke Irian, bangsa
Belandalah yang kemudian berhasil menguasainya. Usaha Belanda untuk mengusai
wilayah Irian Barat pertama kali dapat dilihat ketika diresmikannya benteng Fort de
Bus di teluk Triton dikaki gunung Lumenciri pada tahun 1828.
Dimana pada tanggal 28 Agustus 1828 Komisaris Pemerintah Belanda A.J. van Delden
membacakan suatu pernyataan bahwa daerah Nieuw Guinea dengan daerah
pedalamannya di mulai pada garis 1410 BT di Pantai Selatan terus kearah Barat, Barat
Daya dan Utara sampai kesemenanjung Goode Hoop di pantai Utara dinyatakan milik

Sejarah Kabupaten Merauke


Belanda, kecuali daerah Mansari, Korondefer, Ambarpura dan Amberom dimiliki
Sultan Tidore.
Berdasarkan keputusan Pemerintah Belanda tanggal 30 Juli 1884 daerah dibawah
kekuasaan Sultan Tidore diambil alih oleh Belanda dan pada tahun 1900 hak atas
daerah Selatan dibeli oleh Belanda seharga F. 6.000 dari Tidore.
Sekalipun sejak tahun 1828, Irian Barat sudah dianggap sebagai daerah jajahan
Belanda, namun kekuasaan Belanda yang sesungguhnya baru terwujud pada akhir
abad XIX, tepatnya pada tanggal 16 Mei 1895 melalui perjanjian di Den Haaq ( The
Treat of The Haque ), secara resmi pulau New Guinea dibagi menjadi New Guinea
Barat dan New Guinea Timur. Bagian Timur dibagi lagi yaitu bagian dari Inggris
disebelah Selatan dengan luas 23.500 Km2 serta bagian Utara adalah bagian dari

Sejarah Kabupaten Merauke


Jerman seluas 24.100 Km2.
Belanda mulai sedikit mengembangkan pengaruhnya di Irian terutama di bagian
Utara dan Barat Pulau Irian dan masih terbatas pada daerah pesisir pantai saja,
sedangkan di daerah pedalaman sama sekali belum terjangkau. Hal ini disebabkan
karena terbatasnya biaya dan tidak memperoleh keuntungan bagi pihak Belanda.
Pada tahun 1898 setelah mendirikan pos Pemerintahan di Manokwari dan Fak-Fak,
Belanda baru mengeluarkan biaya secara resmi untuk pulau Irian. Belanda lebih
mementingkan pembangunan di luar Pulau Irian yang lebih mengutungkan bagi
dirinya, sehingga Raja Bone pernah menyebut bahwa Irian jajahan Belanda sebagai
anak tiri Hidia Belanda, daerah terlupa yang hanya berguna sebagai benteng
terhadap gangguan asing, suatu tempat tamasya untuk hukuman tugas bagi pegawai

Sejarah Kabupaten Merauke


sipil yang melanggar disiplin dan sebagai tempat pengasingan para pejuang
kemerdekaan.
Pelayaran yang dilakukan oleh Bangsa Eropah maupun Amerika ke pantai Selatan
lebih sedikit dilakukan apabila dibandingkan dengan pelayaran-pelayaran ke pantai
Barat dan Utara pulau Irian, dimana laut dan pantai Selatan mempunyai faktor
kesulitan tersendiri dengan air lautnya yang kabur dan agak dangkal serta pantainya
yang berlumpur dan tidak mendatangkan keuntungan yang cukup. Hal ini dapat
diketahui dari catatan-catatan sejarah yang ada, antara lain :
Pada tahun 1600, Kapten Willem Jansz berlayar dengan kapal layarnya Duyken
sepanjang pantai Barat Daya New Guinea dan Willem Jansz menamakan pulau Fredrik
Hendrik sebagai pulau Tuyre dan melihat pantai sungai Digul serta menyebut pulau

Sejarah Kabupaten Merauke


yang ada di muaranya sebagai Modder Eiland ( Pulau Lumpur ).
Kurang lebih 23 tahun kemudian, tepatnya tanggal 01 Maret 1623, Jan Carstensz
dengan kapal Pera dan Arnhen mencapai bagian Barat Laut pulau Fredrik Hendrik
dan kemudian berlayar sepanjang pantai Barat Daya yang kemudian memberikan
nama Valsch Caep, mereka mendarat di pulau Habe.
Pada Tahun 1644, Abel Tasman dan anak buahnya melewati Selat Mariana dan Sungai
Bian. Mereka juga melihat sungai besar yang kemudian dinamakan River d Orangie
( Sungai Orange ) yang kemungkinan besar adalah sungai Maro.
Pelayaran James Cook pada tahun 1770, melewati selat Torres dan mendarat di dekat
Teluk Cook sebelah Utara Sungai Digul atau Pantai Kasuari.
Pada tahun 1826, D.H. Kolff melayari pantai Barat Daya Nieuw Guinea dengan kapal

Sejarah Kabupaten Merauke


Dourga, melewati Kaap Valsch dan ujung Barat Laut pulau Fredrik Hendrik dan
menamakan bagian itu dengan Kaap Kolff.
Tahun 1835, kapal Belanda masing-masing Postillon dan Sireen melewati selat
Mariana dari sebelah Selatan, pada saat itu bertepatan dengan hari lahirnya Putri
Mariana anak perempuan Raja Willem I dari Belanda, kemudian selat itu diberi nama
Selat Mariana dan Pulau Fredrik Hendrik berasal dari nama cucu laki-laki Raja
Willem I.
Sampai dengan tahun 1890, Belanda belum dapat menguasai daerah jajahannya di
Pantai Selatan pulau Irian, dimana masih terjadi perang antar kampung dan bahkan
antar suku. Pada waktu-waktu tertentu penduduk daerah yang satu menyerbu ke
daerah yang lain untuk pemenggalan kepala manusia (pengayauan) untuk dijadikan

Sejarah Kabupaten Merauke


jimat atau alat kepercayaan animisme. Dalam hal ini Orang Marind yang juga disebut
Tugeri sering menyerbu ke wilayah Irian Timur milik Inggris dan hal ini berlangsung
sampai tahun 1890, yang menimbulkan reaksi keras dari pejabat Inggris ( Mc. Gregor )
terhadap Pemerintah Belanda.
Pihak Belanda menjawab reaksi tersebut dengan mengadakan kontrak pelayaran
dengan KPM yaitu Maskapai Pelayaran Kerajaan Belanda, maka pada bulan
Nopember 1891 berlayarlah kapal Ms. Van Galen ke pantai Selatan, membawa
calon Kepala Pos Pemerintah bersama Pastor van der Heyden S.J. untuk membuka Pos
Pemerintah dalam upaya mengawasi dan mengakhiri pengayauan Suku Marind ke
wilayah Irian milik Inggris. Nampaknya sulit untuk membuka Pos Pemerintah karena
kondisi daerah dan penduduk yang masih asing.

Sejarah Kabupaten Merauke


Pada bulan Oktober 1892, Pemerintah Belanda mengirin lagi kapal Camphuijs, dan
membawa kembali Pastor van der Heyden S.J. dan beberapa petugas pemerintah,
mereka tiba di Sarira atau Salerika, dimana Sarira terletak diantara Kampung Nasem
dan Kambapi disebelah Timur Kota Merauke.
Pada bulan Nopember 1892, kapal de Zwal membawa Resident Ternate dan Calon
Kepala Pos Sarira yaitu van Ahee bersama 10 anggota Polisi, 10 pegawai Pertanian
dan orang Narapina datang ke Sarira dan membangun rumah berpagar untuk tempat
perlindungan. Sedangkan Residen Ternate dan Pastor van der Heyden kembali dengan
kapal de Zwal ke Maluku.
Keadaan ini tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 20 Desember 1892 Pos
Sarira diserang Orang Tugeri ( Marind ) pada malam hari, dimana 10 orang cedera dan

Sejarah Kabupaten Merauke


seorang terbunuh serta semua barang dicuri habis. Kepala Pos van Ahee gagal dalam
upayanya mendirikan Pos Pemerintah di Sarira, sehingga pada tanggal 6 Januari 1893
mereka terpaksa harus meninggalkan Sarira dengan kapal Camphuijs pulang ke
Maluku.
Setelah van Ahee melaporkan kejadian di Sarira, Pemerintah Belanda tidak tinggal
diam, tetapi justru sebaliknya, Belanda mengirim kapal-kapalnya menyusuri pantai
Selatan Irian untuk mencari dan mendapatkan tempat baru dalam usaha pembuatan
Pos Pemerintah. Diantaranya pada bulan Desember 1899, kapal api Pel melakuan
pendaratan didekat Yobar, mereka diserang oleh Orang Marind dan menewaskan 3
orang perwira kapal. Dikemudian hari peristiwa ini diceritakan kepada Pastor
Guertjens bahwa mereka membunuh orang-orang tersebut sebagai balas dendam

Sejarah Kabupaten Merauke


atas perlakuan mereka karena membawa lari beberapa Orang Marind.
Peristiwa ini mengundang reaksi keras dari pihak Belanda dengan mengirim suatu
ekspedisi hukuman ( straf expeditie ) pada bulan Desember 1900 dengan Her Majesty
Ship Serdang untuk menyerang Orang Marind dan berlayar sejauh 25 mil
kepedalaman Sungai Kumbe dan kemudian sejauh 42 mil kepedalaman sungai Maro.
Pada tahun 1901, Her Majesty Ship Java, kembali berlayar sejauh 60 mil
kepedalaman sungai Maro dan kemudian dengan Slop kecil ( belang ) sejauh 130 mil
kepedalaman untuk mencari tempat yang cocok bagi pendirian Pos Pemerintah.
Setelah kembali ke Maluku, maka pada tanggal 21 Januari 1902 dengan Keputusan
Pemerintah Hindia Belanda Nomor 27, untuk membangun suatu Pos Militer di
Merauke. Pos itu akan diisi oleh 4 orang Perwira, 160 orang Serdadu, satu tenaga

Sejarah Kabupaten Merauke


Administrasi dan satu orang tenaga Medis.
Untuk merealisasi keputusan tersebut, maka pada tanggal 12 Pebruari 1902, kapal api van Goens
tiba di sungai Maro bersama Assistant Resident J.A. Kroesen dan berlabuh didekat pelabuhan
sekarang. Beberapa hari sebelumnya kapal api Nias dan van Swoll telah tiba lebih dahulu.
Dua hari kemudian yaitu pada tanggal 14 Pebruari 1902, telah dibuka sebuah tempat dan untuk
pertama kalinya Bendera Belanda dikibarkan di Merauke.
Dari pos Pemerintahan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya Kota Merauke dan mulai
berkembang sedikit demi sedikit hingga sekarang.
Nama sebenarnya dari Merauke adalah Ermasu yang artinya Tikungan Sungai sedangkan Kota
Merauke berasal dari kata Maro-Eke yang artinya: Itu Sungai Maro yang ditelinga orang Belanda
saat itu didengar Merauke maka mulai dari saat itu hingga sekarang nama tempat dimana kapal itu
berlabuh disebut Merauke.

Anda mungkin juga menyukai