Perkembangan Kota DKI Jakarta yang semakin pesat, ditambah dengan perkembangan kota-kota penyangga di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah membuat sistem transportasi jalan raya mengalami tingkat kompleksitas yang tinggi. Jumlah kendaraan yang semakin hari terus bertambah, sementara pembangunan infrastruktur berupa jalan dan fasilitasnya seperti terminal, persimpangan, petunjukpengatur lalu lintas, dan pengembangan jaringan jalan tidak bisa mengimbanginya, ditambah mobilitas warga yang semakin tinggi, menjadikan banyak persoalan dalam sistem transportasi. Persoalan transportasi ini selanjutnya menimbulkan masalah berupa tidak terpeliharanya ketertiban, keamanan, dan kesehatan. Di Jakarta, lalu lintas di jalan-jalan utama pada jam sibuk pagi dan sore hari hanya bergerak 12 km/jam. Dampak yang ditimbulkan fantastis, kerugian sosial yang diderita masyarakat lebih dari 17,2 triliun rupiah per tahun akibat pemborosan nilai waktu dan biaya operasi kendaraan (terutama bahan bakar). Belum lagi emisi gas buang diperkirakan sekitar 25.000 ton per tahun (PDAT, 2004). Dampak pada tahap selanjutnya adalah menurunnya produktivitas ekonomi kota dan merosotnya kualitas hidup warga kota akibat emisi transportasi kendaraan bermotor. Pemantauan kualitas udara yang telah dilakukan oleh KLH di Jakarta menunjukkan 70% dari total emisi yang dibuang ke udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor (KLH, 2002). Hal tersebut menjadi wajar jika melihat jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sampai akhir tahun 2007 mencapai 5,798,002 unit yang terdiri dari 1,547,336 unit mobil penumpang; 256,766 unit bus; 414,278 unit truk beban; dan 3,579,622 unit sepeda motor (Polda Metro Jaya, 2008). Kenaikan jumlah kendaraan tersebut tidak hanya menimbulkan permasalahan lalu lintas yang serius, tetapi menambah intensitas emisi bahan pencemar ke udara. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah berupaya untuk mengurangi laju pencemaran udara yang ditimbulkan akibat transportasi kendaraan bermotor di Jakarta. Upaya-upaya tersebut antara lain penerapan hari bebas kendaraan bermotor sekali dalam
setiap bulan dan pelaksanaan proyek koridor
Trans-Jakarta yang tertuang sebagai usulan pola transportasi makro 2010. Sebagai upaya untuk mengetahui penyebaran konsentrasi polutan dari sektor transportasi, maka diperlukan analisa lebih lanjut mengenai tingkat emisi pencemar dari kendaraan bermotor. Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan penyebaran konsentrasi polutan adalah melalui model matematika. Pemodelan jenis ini menggunakan pendekatan teori berdasarkan pengamatan di lapang. Sehingga model matematis dinilai lebih baik dalam menjelaskan dan memisahkan proses dinamika atmosfer berdasarkan skala spasial dan temporal (Seinfeld dan Pandis, 2006). Salah satu pemodelan matematis penyebaran polutan sumber garis (transportasi) adalah model Finite Length Line Source (FLLS). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memprediksi kualitas udara ambien menggunakan model FLLS. 2. Membandingkan konsentrasi pencemar hasil permodelan terhadap pemantauan kualitas udara roadside. 3. Mengidentifikasi konsentrasi polutan sumber garis pada berbagai kondisi stabilitas dan kecepatan angin menggunakan solusi analitik persamaan dispersi bentuk Gaussian. 1.4 Ruang lingkup Penelitian ini membatasi persoalan dengan ruang lingkup: 1. Studi kasus pemodelan dispersi polutan dilakukan sepanjang Jl. M.H. Thamrin 2. Parameter pencemar yang digunakan dalam pemodelan dan pemantauan adalah CO dan NOx.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pencemaran Udara
Seinfeld (1986) mendefinisikan pencemaran udara sebagai kondisi atmosfer ketika suatu substansi konsentrasi pencemar melebihi batas konsentrasi udara ambien normal yang menyebabkan dampak terukur pada manusia, hewan, tumbuhan dan material. Lebih lanjut, substansi tersebut dapat berasal dari sifat alami atau aktivitas manusia maupun campuran diantara keduanya. Arya (1999) menambahkan bahwa pencemaran udara selain berdampak