Anda di halaman 1dari 11

1.

DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan
perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium
mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan
berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan
dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri karakteristikk tersebut dapat bervariasi pada
pasien individual. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium
diketahui mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar
penyebab delirium terletak di luar sistem saraf pusat- contoh, gagal ginjal atau hati. 1,6
Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang
didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai nama
lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati
metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut. 1,6
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifiaksi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah
perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut
adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan
koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin
bangsal adalah merupakan masalah yang terutama mengganggu pada unit nonpsikiatrik,
seperti pada unit perawatan intensif dan bangsal medis dan bedah umum.

Epidemiologi
Delirium adalah sindrom neuropsikiatrik yang sering dialami oleh pasien rawat
inap paliatif 7. Usia lanjut adalah factor risiko untuk perkembangan delirium. Kira-kira 30
sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia lebih dari 65 tahun
mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan
delirium adalah cedera otak yang
telah ada sebelumnya, riwayat delirium,
ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya
delirium merupakan tanda prognostik yang buruk. 1,6
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi
maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmiter utama yang
dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis
utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa
berbagai faktor yang menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas asetilkolin
di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak
sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi
retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan
jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar

dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Mekanisme patologi lain
telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang berhubungan dengan putus
alkohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron
nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yangberperan adalah serotonin dan glutamat. 1,6
Penyebab Delirium:
Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).
4. Neoplasma.
5. Gangguan vaskular
Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan
Obat antikolinergik, antikonvulsan, antihipertensi, antiparkinson. Obat
antipsikotik, cimetidine, klonidine. Disulfiram, insulin, opiat, fensiklidine,
fenitoin, ranitidin, sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik, steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, pankreas, adrenal, paratiroid, tiroid.
4. Penyakit organ nonendokrin.
Hati (ensefalopati hepatik), ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),
paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), sistem kardiovaskular (gagal
jantung, aritmia, hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4
Diagnosis
Perbandingan kriteria diagnosis delirium DSM-5 dan DSM-IV8

Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat


a. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan)
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau
mengalihkan perhatian.
b. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang
telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung berfluktiasi
selama perjalanan hari.
d. Terdapt bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera
setelah suatu sindrom pututs.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan


Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang itdak memenuhi
kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi media
umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk
menegakkan suatu penyebab spesifik
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini missal pemutusan
sensorik

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium


Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset gejala
yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti-Mini Mental State
Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan petunjuk adanya
penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau
ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis. 1,6
Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk testes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada
delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada aktivitas dan dapat
berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien
yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang,
mungkin sulit membedakan delirium yang berhubungan dengan epilepsi dari delirium yang
berhubungan dengan penyebab lain. 1,6
Gambaran Klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium
mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan. Selain itu.
Pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang sama. 1,6
1. Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan
delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan
peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan
delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang
hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit
pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntahdan hipertermia. Pasien
dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik,
atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan
hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis. 1,6

2. Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan.
Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga
terganggu pada kasus yang berat. Pasein delirium jarang kehilangan orientasi
terhadap dirinya sendiri. 1,6
3. Bahasa dan kognisi

Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa.


Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan
(inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan. 1,6
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adah
fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan,
dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh
mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan
memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik,
kadang paranoid. 1,6
4. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan
pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh stimuli yang
yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga informasi baru.
Halusinasi juga relative sering pada pasein delirium. Halusinansi yang paling sering
adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga taktil atau olfaktoris.
Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometric sederhana atau pola
berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan pemandangan. Ilusi visual dan
auditoris adalah sering pada delirium. 1,6
5. Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood.
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak
beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah
apatis, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara
emosi tersebut dalam perjalanan sehari. 1,6
Gejala Penyerta
Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien sering kali
mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien
delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun
pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala
delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang
pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga
sebagai pengalaman halusinasi. 1,6
Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala neurologis
yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia urin.
Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan delirium. 1,6
Diagnosa Banding
1. Delirium vs demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaran klinis
membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset

demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan kognitif,


perubahan dementia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi
selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi pada pesien yang menderita
demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded
dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitif tentang
demensia yang ada sebelumnya. 1,6
2. Delirium vs Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien
dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala delirium. Pasien
dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang
depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik lain yang dapat
dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat,
gejala skizofreniform, dan gangguan disosiatif. 1,6
Perjalanan dan Prognosis
Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal dapat terjadi pada
hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor
penyebab yang relevan ditemukan , walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari
satu mingggu. Setelah identifkasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium
biasanya menghilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun beberapa gejala
mungkin memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin
lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Apakah delirium berkembang menjadi demensia
belum ditunjukkan dalam penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis
yang telah di sahkan oleh suatu penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang
diikuti oleh depresi atau gangguan stress pasca traumatic. 1,6
Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium.
Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine salicylate
(Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis ulang dalam 15
sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya dalah
memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan
sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami
kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik
atau dengan stimulasi yang berlebihan. Delirium kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia
dengan penutup mata setelah pembedahan katarak. (black-patch delirium) 1,6
Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah
haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada
usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10
mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien
tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua

pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis
oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total
dari haloperidol mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien
delirium. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik
diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan
hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang
dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari
pengobatan untuk gangguan dasar.1,6
1. GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan
daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan. Diagnosis dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan
kognitif. Gangguan amnestik ini dibedakan dari gangguan dissosiatif. 1,6
Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestik ini, bebrapa penelitian
melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan
alkohol dan cedera kepala. 1,6
Etiologi
Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguan
amnestik adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal dibanding
hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan amnestik
memiliki bnyak penyebab. Berikut tabel penyebab gangguan amnestik 1,6

Penyebab utama gangguan amnestik


a. Kondisi medis sistemik
Defisiensi tiamin, hipoglikemia
b. Kondisi otak primer
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur bedah pada
otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi elektrokonvulsif, sklerosis
multipel.
c. Penyebab berhubungan dengan zat
Gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepine,

Dignostic
Berikut tabel diagnosis berdasarkan DSM-IV
Kriteria Diagnostic Untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum

a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan


kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau
suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum termasuk
trauma fisik
Gambaran Klinis dan Subtipe
Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada kemampuan
untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan ketidakmampuan untuk
mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograde) gejala harus
menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi sosial dan pekerjaannya. Daya
ingat jangka pendek dan daya ingat baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh untuk
informasi atau yang dipelajari secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat untuk
peristiwa yang kurang lama adalah terganggu. 1,6
Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi singkat atau
lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi jika pasien mempunyai
gangguan kognitif lainnya, diagnosa demensia atau delirium adalah lebih tepat dibandingkan
diagnosa gangguan amnestik. Pasien dengan gangguan amnestik mungkin apatik, tidak
memiliki inisiatif, mengalami episode agitasi tanda provokasi, atau tampak sangat bersahabat
dan mudah setuju. Pasien dengan gangguan amnestik mungkin juga tampak kebingungan dan
berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban konfabulasi terhadap pertanyaan. 1,6
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai arteri
serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah jarang
terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis dan
parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler di daerah
tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas penglihatan atau
sensorik. Penyakit serebrovaskular yang mengenai thalamus medial secara bilateral,
khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala gangguan amnestik. 1,6
2. Sklerosis Multipel
Proses patologis dari sclerosis multiple adalah pembentukan plak yang
tampaknya terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di lobus
temporalis dan daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat terjadi. 1,6
3. Sindrom Korsakoff
Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi
tiamin, yang paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang buruk dari

seseorang dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain nutrisi yagn bururk,
karsinoma lambung, hemodialysis, hyperemesis gravidarum, hiperalimentasi
intravena berkepanjangan dan pelipatan lambung juga dapat mengakibatkan
defisiensi tiamin. Penyakit ini sering disertai dengan ensefalopati Wernicke yang
merupakan sindrom penyerta berupa konfusi, ataksia, dan oftalmoplegia. 9 Temuan
neurofisiologi pada penyakit ini menggambarkan adanya perubahan samar pada
akson neuronal. Walaupun delirium menghilang dalam dalam sebulan atau lebih,
sindrom amnestik menyertai atau mengikuti ensefalopati Wernicke. 1,6
4. Blackout Alkoholik
Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alkohol, keadaan ini dapat
terjadi dimana pasien akan terbangun di pagi hari dan tidak mampu mengingat
kejadian pada malam sebelumnya saat terintoksikasi. 1,6
5. Tetapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard
selama beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard setelah
pengobatan. Deficit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua bulan setelah
siklus pengobatan. 1,6
6. Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk
demensia, depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestik. Gangguan
amnestik yang disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan suatu
periode amnesia retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia teerhadap
kecelakaan traumatis sendiri. Beratnya cedera otak agak berhubungan dengan
lamanya danberatnya sindrom amnestik, tetapi yang berhubungan paling baik dengan
perbaikan akhir adalah derajat perbaikan klinis amnesia selama minngu pertama
setelah pasien mencapai kesadraran. 1,6
Diagnosis Banding
1. Demensia dan Delirium
Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi disertai denga
deficit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat jugaseing ditemukan pada deliiumtetapi
tejadi pada keadaan gangguan atensi dan kesadaran. 1,6
2. Penuaan normal
Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyetai penuaan nomal. DSM-IV
mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi social dan pekerjaan haus
menyingkian psien yang mengalami penuaan nomal dai diagnosis. 1,6
3. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dai gangguan amnestik. Tetapi
pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami kehilangan
orientasi pada dirinya sendiri dan mungkin menderita deficit daya ingat yang lebih

selektif dibandingkan pasien dengan gangguan manestik. Gangguan disosiatif juga


sering disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera emosional menyebabkan
stress yang elibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang terganggu. 1,6
4. Gangguan buatan
Pasien dengan gangguan buatan yang menyerupai suatu gangguan amnestik sering
kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten dan tidak mempunyai
bukti-bukti suatu penyebabyang dapapt diidentifikasi. 1,6
Perjalanan dan Prognosis
Penyebab spesifik gangguan amnestic menentukan perjalanan dan prognosisnya bagi
psien. Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap; dan hasil
akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap. Gangguan amnestik
sementara dengan pemulihan lengkap adalah sering pada epilepsy lobus temporalis, ECT,
penggunaan obat tertentu seperti benzodiazepine dan barbiturate dan resusitasi dari henti
jantung. Sindrom amnestik permanen dapat mengikuti suatu cdedera kepala, keracunan
monoksida, infarks serebral, perdarahan subarachnoid, dan ensefalitis herpes simpleks. 1,6
Pengobatan
Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestik. Setelah
resolusi episode amnestik, suat jenis psikoterapi dapat membantu pasien menerima
pengalaman ke dalam kehidupannya. 1,6
1. Faktor psikodinamika
Intervensi psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang
menderita gangguan amnestik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.
Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yagn terjadi
karenapertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego
penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi
danmemberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat realisasi
tentang kejdian cedera timbul, pasienmungkin menjadi marah. Pemulihan fase ketiga
adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan yang hilang merupakan ciri
penting fase ini.
Sebagian
besar pasien yang amnestik akibat cedera otak terlibat dalam
penyangkalan. Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yagn sensitive kepada
pasien. Selain itu diperlukanjuga suatu pemeriksaan gangguan kepribadian
sebelumnya, dimana ciri kepribadian tersebut dapat menjadi bagian penting dari
psikoterapi psikodinamika. 1,6

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri


Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam,
cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995.

3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001.
4. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim.1993.
5. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University
Press, Surabaya 1992.
6. Kaplan. H. I, Sadock B.J. phsychiatry text book
7. Hosie. A, Davidson. PM, Agar. M, et al, Delirium prevalence, incidence, and
implications for screening in specialist palliative care inpatient settings: A systematic
review. Palliat Med. 2013.
8. Meagher. DJ, Morrandi. A, et al, Concordance between DSM-IV and DSM-5 criteria
for delirium diagnosis in a pooled database of 768 prospectively evaluated patients
using the delirium rating scale-revised-98. BMC Med. 2014.
9. Sullivan. EV, Fama. R, Wernickes Encephalopathy (WE) and Korsakoffs Syndrome
(KS): Brief History and Linkage. Neuropsychology Review. 2012.

Anda mungkin juga menyukai