Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Andika Heriyandi
Revi Naldi
Vanny Syafitri
0810312097
0910313258
1010312118
Preseptor :
dr. Nirza Warto, Sp.THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut pada sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anakanak. Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media
menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir
sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.1
Penyakit ini lebih sering pada anak-anak Indian, Amerika dan Eskimo
dibandingkan dengan anak kulit putih dan paling jarang pada anak kulit hitam.
Keadaan ini lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Delapan
serotipe S.pneumoniae bertanggung jawab atas lebih dari 75 persen episode otitis
media akut. Maka, pengembangan suatu vaksin pneumokokok dapat merupakan
suatu langkah penting dalam mengendalikan episode berulangnya suatu otitis
media akut.2
Menurut Donaldson, anak-anak berusia 6-11 bulan sangat rentan terhadap
OMA dan kerentanan ini menurun pada anak usia 18-20 bulan. Insiden sedikit
lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Sebagian kecil akan
rekuren pada tahun keempaat dan kelima awal. Setelah erupsi gigi pertama,
kekambuha penyakit ini akan menurun secara dramatis, walaupun beberapa orang
dengan otitis tetap akan rekuren hingga dewasa.3
Prevalensi OMA di setiap negara bervariasi, berkisar antara 2,3 - 20%.
Berbagai studi epidemiologi di Amerika Serikat (AS), dilaporkan prevalensi
terjadinya OMA sekitar 17-20% pada 2 tahun pertama kehidupan. Prevalensi otitis
media di negara-negara maju lainnya hampir sama dengan di AS. Studi
epidemiologi OMA di negara-negara berkembang sangat jarang. Di Thailand,
Prasansuk melaporkan bahwa prevalensi OMA pada anak-anak yang berumur
kurang dari 16 tahun pada tahun 1986 sampai 1991 sebesar 0,8%. Berdasarkan
survei kesehatan Indera Pendengaran tahun 1994-1996 pada 7 provinsi di
Indonesia didapatkan prevalensi penyakit telinga tengah populasi segala umur di
2
Indonesia sebesar 3.9 %. Di Indonesia belum ada data nasional baku yang
melaporkan angka kejadian OMA.4
Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan
berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke
penitipan anak, variasi musim dimana OMA lebih sering terjadi pada musim
gugur dan musim dingin, predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu,
imunodefisiensi, gangguan anatomi seperti celah palatum dan anomali
kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur
tengkurap.1
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini hanya terbatas pada definisi, epidemiologi etiologi, patogenesis,
diagnosis, talaksana dan komplikasi Otitis Media Akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani mempunyai
tiga lapisan yaitu :6
a)
b)
c)
a.
Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b.
2.
Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Kavum timpani terdiri dari :5,6
a.
b.
Processus mastoideus
Tuba eustachius.2,5,6
Tuba eustachius, disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani,
Tuba eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua per tiga kearah
nasofaring dan sepertiga atas terdiri dari tulang. Pada anak tuba lebih pendek,
lebih lebar dan kedudukanya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang
tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 5
Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka saat oksigen
diperlukan masuk ketelinga tengah atau saan mengunyah, menelan dan menguap.
Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor palatini apabila perbedaan tekanan 20-40
mmHg.5
2.3. Epidemiologi
Otitis media dapat mengenai segala usia, namun otitis media lebih sering
pada bayi dan anak-anak dan sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak
berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga
kali atau lebih. di Indonesia (1994-1996) insidensi otitis media dilaporkan sekitar
3,8%. 7
2.4
Etiologi8
Peradangan pada telinga tengah biasanya disebabkan oleh adanya kelainan pada
nasofaring, yaitu :
a. waktu
pilek
mukosa
nasofaring
mengalami
peradangan
dan
Beberapa
mikroorganisme
lain
yang
jarang
ditemukan
adalah
Persentase strain
Streptococcus pneumoniae
35-40
Haemophillus influenza
30-35
Moraxella catharralis
15-18
Streptococcus pyogenes
2-4
Steril
20
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan
terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang
sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa
disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus,
adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu
sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri
atau kombinasi dengan bakteri lain.
2.5
Patogenesis1,2,5,8,9,12
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya otitis media. Pada
keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka
bila
kita
menelan.
Tuba
Eustachius
ini
berfungsi
untuk
Gambar 2.5. Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya
penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan
terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya
tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga
supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Patogenesis dari otitis media akut sebagian besar diawali oleh infeksi virus
yang menyebabkan gangguan pada apparatus mukosiliaris dan disfungsi dari tuba
Eustachius pada anak. Insiden tertinggi dari otitis media akut terjadi pada usia 324 bulan yang juga merupakan usia dengan insiden tertinggi dari infeksi viral
pada anak.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1) morfologi tuba
eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2) sistem kekebalan
tubuh masih dalam perkembangan; 3) adenoid pada anak relatif lebih besar
10
dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke
telinga tengah.
Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit
telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan
kelainan sistem imun.
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, stadium OMA dapat dibagi atas 5
stadium:
1. Stadium radang tuba Eustacius (oklusi)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya
absorbsi udara. Kadang kadang membran timpani sendiri tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa
tersumbat (oklusi tuba), kurang dengar, dan seperti mendengar suara sendiri
(otofoni). Penderita belum mengeluhkan ada rasa otalgia.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani
mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini
penderita merasakan otalgia karena kulit di membran timpani tampak
meregang.
3. Stadium supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani,
menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga
luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak - anak sering disertai
11
kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di
cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada
kapiler kapiler, serta terjadi tromboflebitis pada vena vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan
terjadi ruptur. Sehingga bila tidak dilakukan insisi membran timpani
(miringitomi) maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
discharge keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyang. Keadaan ini disebut dengan otits media akut stadium
supurasi.
5. Stadium resolusi
Pada stadium resolusi dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu membran
timpani utuh (tidak terjadi perforasi) dan membran timpani perforasi. Pada
membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan membran
timpani perlahan lahan akan normal kembali. Sedangkan pada membran
timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut menjadi
Glue Ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan insisi pada membran timpani
(miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan. Pada membran
timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan dan menutup maka
akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak menutup maka akan
menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering). Sedangkan bila tidak
terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis Media Supuratif
Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus menerus atau hilang
timbul.
12
2.6
Diagnosis5,8,10,12
Diagnosis OMA ditegakkan dengan ditemukannya gejala gejala dan tanda
klinik yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada telinga tengah
terutama membran timpani, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
bakteriologik dan radiologik.
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada
usia anak anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam.
Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja
atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan
telinga terasa nyeri. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh
tinggi dapat sampai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur,
tiba-tiba anak menjerit pada waktu tidur dan memegang telinganya, diare, kejangkejang dan sering memegang telinga yang sakit. Bila terdapat ruptur membran
timpani makan sekret mengalir ke liang telinga, suhu badan turun dan anak
tertidur tenang.
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:
1.
2.
3.
Gejala yang timbul kadang ringan atau dapat bersamaan dengan gejala infeksi
saluran pernafasan atas. Membran timpani dapat tertutup oleh serumen dan sulit
untuk diinspeksi. Faktor-faktor lain yang dapat mempersulit diagnosis diantaranya
keadaan anak yang tidak kooperatif, peralatan diagnosis yang tidak lengkap
13
termasuk lampu kepala, instrumen untuk membersihkan serumen dari liang teling
luar yang tidak adekuat, kurangnya bantuan untuk menahan posisi anak, serta
kurangnya
pengalaman
dalam
membersihkan
serumen
dan
melakukan
pemeriksaan otoskopi.
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
OMA, seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis.
Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.
14
lebih jelas dan manubrium tampak memendek karena perubahan posisi di dalam
telinga tengah.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik.
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat
dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis
OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.
Gambaran yang dapat terlihat pada otoskopi pneumatik dapat dikelompokkan
berdasarkan warna, posisi, serta mobilitas dari membran timpani.
a. Warna
mengkonfirmasi
penemuan
otoskopi
pneumatik
dilakukan
15
Gambar 2.8. Spuit tuberculin (kiri); instrument Storz yang dipasangkan jarum
(kanan)
Menurut beratnya gejala, OMA dapat diklasifikasi menjadi OMA berat dan
tidak berat. OMA berat apabila terdapat otalgia sedang sampai berat, atau demam
dengan suhu lebih atau sama dengan 39oC oral atau 39,5oC rektal, atau keduanya.
Sedangkan OMA tidak berat apabila terdapat otalgia ringan dan demam dengan
suhu kurang dari 39oC oral atau 39,5oC rektal, atau tidak demam.
Diagnosis otitis media akut pada bayi dan anak-anak dapat menyulitkan.
Gejala yang timbul kadang ringan atau dapat bersamaan dengan gejala infeksi
saluran pernafasan atas. Membran timpani dapat tertutup oleh serumen dan sulit
untuk diinspeksi. Faktor-faktor lain yang dapat mempersulit diagnosis diantaranya
keadaan anak yang tidak kooperatif, peralatan diagnosis yang tidak lengkap
termasuk lampu kepala, instrumen untuk membersihkan serumen dari liang teling
luar yang tidak adekuat, kurangnya bantuan untuk menahan posisi anak, serta
kurangnya
pengalaman
dalam
membersihkan
serumen
dan
melakukan
pemeriksaan otoskopi.
Diagnosis banding paling sering dari otitis media akut adalah otitis media
eksterna. Otitis media eksterna dapat muncul sebagai lanjutan dari episode otitis
media akut atau sebagai konsekuensi dari disfungsi tuba Eustachius yang
16
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas. Namun otitis media eksterna
dapat juga merupakan predisposisi terhadap munculnya otitis media akut.
Untuk membedakan antara otitis media akut dan otitis media eksterna harus
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda inflamasi akut pada membran timpani. Tanda
yang paling jeas dari otitis media akut adalah adanya bulging pada membran
timpani. Pada otitis media eksterna didapatkan cairan yang steril pada telinga.
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada otitis eksterna.
1.7.
Tatalaksana1,5,8
Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan rekurensi.
rekomendasi ini ditujukan pada anak usia 6 bulan sampai 12 bulan. Pada petunjuk
ini direkomendasikan bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat antibiotik dan
pada anak usia 6-23 bulan observasi merupakan pilihan pertama pada penyakit
yang tidak berat atau diagnosis tidak pasti, antibiotika diberikan bila diagnosis
pasti atau penyakit berat. Pada anak diatas 2 tahun mendapat antibiotika jika
penyakit berat. Jika diagnosis tidak pasti atau penyakit tidak berat dengan
diagnosis pasti observasi sebagai pilihan terapi.
Terapi Bedah
Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan
pendekatan
pertama
dalam
terapi
OMA,
terapi
pembedahan
perlu
dipertimbangkan pada anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau
komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah
yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis,
miringotomi, dan adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh
karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik atau
demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di unit
perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan
antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi
supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik.
Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus.
Walaupun timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA,
tapi tidak memberikan keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
18
1.8.
Komplikasi5,11
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
yaitu mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi
19
1.9.
Prognosis3
Kematian akibat Otitis Media Akut telah jarang ditemukan sejak zaman
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut adalah suatu peradangan akut pada telinga tengah. Telinga
tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan farng. Secara
fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke telinga tengah
oleh silia mukosa tuba eustacius, enzim dan antibodi. OMA terjadi karena faktor
pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan pada tuba eustachius merupakan faktor
penyebab yang utama. Salah satu keadaan yang menyebabkan terjadinya
sumbatan tuba eustacius adalah infeksi saluran napas atas berulang.
OMA dapat dibagi menjadi 5 stadium yaitu stadium oklusi tuba estacius,
stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.
Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui
liang telinga luar.
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara, keluahan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga dan didapatkan suhu tubuh yang tinggi. Sedangkan pada orang dewasa
selain rasa nyeri juga terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga dan rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas nya
adalah suhu tubuh tinggi yang dapat mencapai 39,50 C (pada stadium supurasi),
anak gelisah, tiba-tiba menjerit karena sakitnya serta kadang anak memegang
telinga yang sakit. Jika terjadi ruptur membrana timpani, sekret akan mengalir ke
liang teling, suhu tubuh turun dan anak kembali menjadi tenang.
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pilihan
terapi OMA berupa observasi dengan menghilangkan nyeri (menggunakan
asetaminofen atau ibuprofen), dan / atau antibiotik. Di Amerika Serikat
kebanyakan anak dengan OMA secara rutin mendapat antibiotik.
Jika OMA tidak mendapat pengobatan yang adekuat, maka OMA dapat
berkomplikasi ke intratemporal atau intrakranial, namun komplikasi seperti ini
21
sudah jarang terjadi sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi yang sering terjadi
saat ini biasanya didapatkan dari komplikasi akibat OMSK. Prognosis dari
penyakit ini pun baik sejak ditemukan nya antibiotik sebagai pengobatan yang
efektif.
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.
2.
Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta: EGC;88-119.
3.
Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed December 22, 2014.
4.
Umar S. Prevalensi dan Faktor Risiko Otitis Media Akut pada Anak-anak di
Kotamadya Jakarta Timur [Tesis]. Jakarta: FKUI; 2013
5.
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah, dalam Soepardi Efiyanti A, dkk. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 7.
Jakarta : FKUI. 2012. Hal. 57-78
6.
7.
Epidemiology
of
acute
otitis
media.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
8.
9.
10.
11.
12.
Wald ER. 2011. Acute Otitis Media and Acute Bacterial Sinusitis. Available
from: http://cid.oxfordjournals.org/ (Accessed at January 3rd, 2015)
Diunduh
dari
23