TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan
darah. Tekanan darah (TD) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung
dan resistensi perifer. Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi
sekuncup. Besar ini sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard dan
alir balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada pembuluh
darah
ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding
pembuluh darah (Ganiswara,1995:50).
Diagnosis
hipertensi
tidak
boleh
ditegakan
berdasarkan
sekali
pengukuran, kecuali bila tekanan darah diastolik (TDD) 120 mmHg dan atau
tekanan darah sistolik (TDS) 210 mmHg.
dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam waktu satu sampai
beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut). Diagnosis
hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai
rata-rata TDD 90 mmHg dan atau TDS 140 mmHg (Ganiswara, 1995:316).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National
Committee on Prevention Detection Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (JNC7).
KLASIFIKASI
SISTOLIK (mmHg)
Normal
< 120
Prehipertensi
120-139
Hipertensi tingkat 1
140-159
Hipertensi tingkat 2
160
(Sumber : Dipiro et al, 2006).
DIASTOLIK (mmHg)
< 80
80-89
90-99
100
2. Etiologi Hipertensi
4
b.
c.
d.
4. Manifestasi klinik
a.
Gejala hipertensi
Peninggian tekanan darah kadang kadang merupakan satu-satunya
gejala (Mansjoer, 2001). Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru
setelah beberapa tahun adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari
sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun (Tan dan
Raharja, 2001). Pada survai hipertensi di Indonesia tercatat berbagai
keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah,
telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah,
sakit kepala, dan mata berkunang-kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh
komplikasi hipertensi seperti : gangguan penglihatan, gangguan neurologi,
gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Timbulnya
gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera
diturunkan (Susalit et al, 2001:453-472).
b.
Menilai
adanya
kerusakan
organ
target
dan
penyakit
6. Terapi Hipertensi
Terapi pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi, ini berarti tekanan darah
harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi, ginjal, otak,
jantung maupun kualitas hidup.
Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi Non
farmakologi (tanpa obat) dan terapi farmakologi (dengan obat)
a.
b.
484-485).
7. Obat-Obat Antihipertensi
Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih dari empat
tempat kontrol
Diuretik
Khasiat hipertensi diuretik berawal dari efeknya meningkatkan
ekskresi natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan
cairan ekstrasel. Tekanan darah turun akibat berkurangnya curah jantung,
sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. pada pemberian
kronik, vo lume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5% dibawah nilai
sebelum pengobatan curah jantung kembali mendekati normal. Tekanan
darah tetap turun karena sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi
perifer yang terjadi kemudian ini tampaknya bukan efek langsung tetapi
karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan
volume plasma yang
beta bloker dapat diperkirakan selain itu juga terdapat banyak pilihan
sehingga beta bloker sering digunakan sebagai obat pilihan pertama.
Khususnya pada kasus hipertensi dengan aritmia atau ischaemia heart
disease. Kontra indikasi pemakaian beta bloker adalah obstruksi saluran
nafas (asma bronkhial), penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal jantung
(Raharjo, 2001).
c.
- Bloker (Alfa-bloker).
Antagonis adrenoreseptorm memblok reseptor adrenergic
dipembuluh darah sehingga vasodilatasi. obat ini tidak menimbulkan
toleransi pada penggunaan janka panjang sebagai antihipertensi. Alfa bloker
merupakan satu-satunya golongan antihipertensi yang memberikan efek
positif terhadap lipid darah (menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida
dan meningkatkan kolesterol HDL). Alfa bloker juga dapat menurunkan
resistensi insulin (disamping penghambat ACE), memberikan sedikit efek
bronkodilatasi dan mengurangi serangan asma akibat latihan fisik, dan tidak
berinteraksi dengan AINS. Karena itu, alfa bloker dianjurkan penggunaanya
pada penderita hipertensi yang disertai diabetes, dislipidemia, obesitas,
gangguan resistensi perifer, asma, dan perokok. Merokok meningkatkan
trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL dalam darah. Alfa bloker juga
dapat dianjurkan untuk penderita muda yang aktif secara fisik, dan mereka
yang menggunakan AINS (Ganiswara,1995:321).
d. Antagonis kalsium
Pada otot jantung ada otot vaskuler, ion kalsium terutama berperan
dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol
akan meningkatkan kontraksi. Masuknya ion kalsium dalam ruang ekstrasel
kedalam ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar
(kadar kalsium
ekstrasel 10. 000 kali lebih tinggi disbanding kadar ion kalsium intrasel
sewaktu diastole). Obat antihipertensi golongan antagonis kalsium bekerja
dengan jalan memblok kanal kalsium yang terletak pada otot polos sehingga
mencegah terjadinya vasokonstriksi (Ganiswara, 1995:325).
Antagonis
kalsium
makin
banyak
digunakan
karena
efek
kerja
penghambat
ACE
adalah
mengurangi
akibat
oleh
penghambat
ACE
meningkatkan
bradikinin
dan
f.
Beberapa contoh obat anti hipertensi dari tiap golongan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel: 2 Golongan obat Antihipertensi
No
Obat Antihipertensi
1. Diuretik
- Diuretik kuat
- Diuretik hemat kalium
- Diuretik Thiazid
2.
3.
4.
5.
6.
Beta Bloker
Alfa Bloker
Antagonis Kalsium
ACE inhibitor
Obat Antihipertensi kerja
sentral
7. Antagonis reseptor
Angiotensin II
8. Vasodilator
Spinorolakton
Hidroklortiazid,Indapamid,
Metolazol.
Propanolol,Atenolol,Bisoprolol
Doxazosin, Prazosin,Terazosin
Amlodipin,Diltiazem, Nifedipin
Kaptropil,Enalapril,Lisinopril
Klonidin,Metildopa
Losartan Kalium,Valsartan
Hidralazin,Dihidralazin
Minoksidil
(Tatro, 2006)
Obat Antihipertensi
Interaksi obat yang terjadi
dengan Antihipertensi
Golongan -Bloker X Reaksi kardiovaskuler
Golongan Loop Diuretik
Propanolol lebih tinggi
2.
3.
4.
Golongan -Bloker X
Golongan antihipertensi
Kerja sentral ( klonidin)
Golongan Loop Diuretik X
ACE Inhibitor
Golongan Diuretik
Diuretik Tiazid
Berpotensi mempertinggi
pada Ancaman jiwa
Tekanan darah
Efek diuretik dapat dikurangi
Oleh ACE inhibitor sehingga
Terjadi hipotensi mendadak
X Kedua kelompok mempunyai
Kelompok sinergetis dan dapat
Menghasilkan dieresis pro dan
Menghasilkan elektrolitis
Abnormali yang serius.
2.
3.
4.
Golongan ACE-Inhibitor X
golongan
5.
8. Komplikasi Hipertensi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika
tekanan darah (TD) diastolik 130 mmHg atau kenaikan tekanan darah (TD)
yang terjadi mendadak dan tinggi. Pada hipertensi ringan dan
sedang komplikasi yang sering terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung, dan
otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering dijumpai pada
hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard. pada otak sering
terjadi pendarahan yang disebabkan pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibatkan
kematian.
Kelainan
lain
yang
terjadi
adalah
proses
B. Penggunaan Obat.
Dampak negatif pemakaian obat yang tidak rasional sangat luas dan
kompleks seperti halnya faktor-faktor pendorong atau penyebab terjadinya. Tetapi
secara ringkas dampak tersebut dapat digambarkan seperti berikut:
1. Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan.
2. Dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan.
3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping obat.
4. Dampak psikososial.
Suatu pengobatan dikatakan rasional bila memenuhi beberapa criteria tertentu.
Kriteria ini mungkin akan bervariasi tergantung interpretasi masing-masing, Tetapi
paling tidak akan mencangkup hal-hal berikut:
1. Ketepatan indikasi
Indikasi pemakaiann obat secara khusus adalah indikasi medik dimana
intervensi dengan obat (farmakoterapi) memang diperlukan dan telah diketahui
memberikan manfaat terapetik. Pada banyak keadaan, Ketidak-rasionalan
pemakaian obat terjadi oleh karena keperluan intervensi farmakoterapi dan
kemanfaatanya tidak jelas.
b.
Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan imbang
dengan manfaat yang akan diperoleh.
c.
Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat dengan manfaat dan
keamanan yang sama dan paling terjangkau oleh pasien (affordable).
d.
e.
f.
terdiri dari aktual DRPs, yaitu masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi
yang sedang diberikan pada penderita dan potensial DRPs, yaitu masalah yang
diperkirakan akan terjadi berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada
penderita.
(Strand, et al, 1998)
Ketika DRPs aktual terjadi, farmasis sebaiknya mengambil suatu tindakan
untuk memecahkan masalah yang terjadi. Bila DRPs potensial terjadi maka farmasis
sebaiknya mengambil tindakan seperlunya saja untuk mencegah masalah-masalah
yang akan muncul (Roverse dkk, 2003:20).
Masalah-masalah dalam kajian DRPs dapat ditunjukan oleh kemungkinan
penyebab DRPs dibawah ini:
1. Butuh obat (need for additional drug)
Jika pasien dengan kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, kondisi
kronis membutuhkan kelanjutan terapi obat, kondisi baru yang membutuhkan
obat, dan kondisi yang berisiko sehingga membutuhkan obat untuk
mencegahnya. Pasien akan mendapat risiko tinggi bila tidak mendappatkan
terapi tambahan (Strand, et al, 1998).
2. Tidak perlu obat (unnecessary drug)
Jika tidak ada indikasi pada saat itu, pemakaian multiple drug yang
seharusnya cukup dengan single drug terapi, dan pasien minum obat untuk
mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan. Pasien
akan mengalami komplikasi akibat akan mendapatkan obat yang tidak
dibutuhkan ( Strand, et al , 1998).
resisten terhadap infeksi pasien, dan adanya kombinasi obat yang tidak perlu (
Strand, et al , 1998)
4. Dosis kurang (inadequate dosage)
Jika dosis yang diberikan terlalu rendah untuk memberikan efek dan
konsentraso obat dibawah jendela terapi ( Strand, et al, 1998)
5. Dosis berlebih (over dosage)
Jika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk memberikan efek dan
konsentrasi obbat diatas jendela terapi ( Strand, et al , 1998)
6. Interaksi obat ( adverse drug reaction)
Jika ada reaksi alergi terhadap obat, ada faktor risiko yang
membahayakan bagi pasien, dan ada interaksi dengan obat lain, dan hasil
laboratorium berubah akibat penggunaan obat ( Strand, et al , 1998)
7. Ketidaktaatan pasien (uncomplience)
Jika pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error
(peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), tidak taat pada intruksi,
pasien tidak membeli obat yangdisarankan karena mahal, tidak mengambil obat
karena tidak memahami pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena
tidak kepercayaan dengan obat yang dianjurkan ( Strand, et al , 1998).
Penyebab DRPs
1. Kondisi baru membutuhkan terapi obat
2. Kondisi butuh kelanjutan terapi obat
3. Kondisi yang membutuhkan kombinasi obat
4. Kondisi dengan resiko tertentu dan butuh obat
untuk mencegahnya
Obat salah
Dosis rendah
Interaksi Obat
Dosis tinggi
Ketidaktaatan pasien
D. Geriatri
Geriatri berasal dari kata-kata geros (usia lanjut) dan iatreia (mengobati).
Geriatri merupakan cabang Gerontologi. Gerantologi ini dibagi menjadi tiga yaitu
Biology of aging, social gerontology, dan geriatri medicine, yang mengupas problem
klinik orang-orang lanjut usia
(Darmojo dan pranaka, 2001).
Menua (menjadi tua=aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan kerusakan yang diderita (Darmojo dan
Martono, 2006).
Prinsip dan tujuan terapi pada usia lanjut antara lain:
1. Menghindari obat yang tidak perlu, misalnya pada pasien hipertensi yang belum
begitu parah mungkin bisa diberi tanpa obat yang telah terbukti efikasinya.
Penggunaan obat golongan sedative hipnotik sebaiknya dihindari.
2. Tujuan terapi dari para pasien usia lanjut antara lain tidak hanya memperpanjang
umurnya tetapi juga mengubah kualitas hidupnya.
3. Terapi sebaiknya ditujukan pada penyebab penyakit, bukan terhadap gejala yang
timbul.
4. Riwayat penggunaan obat, untuk memastikan bahwa pasien tidak alergi terhadap
obat tersebut.
5. Sejarah penyakit dan komplikasi yang ada.
6. Pemilihan obat, obat yang diberikan pada usia lanjut hendaknya yang sudah
terbukti efikasinya dan mungkin terjadinya Adverse Drug Reactions kecil atau
tidak ada.
7. Titrasi dosis (walker dan Edwards, 2003).
E. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khususnya dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam magsud yang sama, untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik
( Siregar, Lia 2003).
Klasifikasi Rumah Sakit Umum pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah
sakit kelas A,B,C,dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan
ketenagaan fisik dan peralatan.
1. Rumah sakit umum
Jenis Perawatan
1. Perawatan penderita rawat tinggal
Dalam perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsure tahap
pelayanan yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
2) Instalasi Farmasi
3) Instalasi Radiologi
4) Instalasi Sterilisasi Sentral
5) Instalasi Security dan Tranportasi
6) Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Aset
7) Instalasi Pemasaran, Customer servise dan Promosi
8) Instalasi Teknologi Informatika
9) Instalasi Rekam Medis
F. Rekam Medik.
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik
dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun
penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan,
segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving) dan
lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari
kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik.
Definisi rekam medik menurut surat keputusan Direktur jendral pelayanan
medik
adalah
Berkas
yang
berisikan
catatan
dan
dokumen
tentang