Anda di halaman 1dari 23

AUDITING

Perencanaan Audit dan Jenis Pengujian Audit

Nama

: Ryan Al Rachmat

NIM

: 0102-26-81318-009

Prodi

: Ilmu Ekonomi/BKU Akuntansi

Dosen

: Dr. Saadah Siddik, M.Si., Ak., CA

Program Pascasarjana
Ilmu Ekonomi-BKU Akuntansi
Universitas Sriwijaya
Palembang
2014

PERENCANAAN AUDIT
A. PENILAIAN RESIKO.
Perencanaan audit harus disusun dengan mempertimbangkan resiko yang dihadapi organisasi
yang akan diauditnya. Dalam hal ini, auditor internal harus memanfaatkan output dari hasil
penilaian resiko dalam perancangan program audit. Oleh karena itu, auditor perlu memahami
proses berikut alat yang digunakan dalam penilaian resiko tersebut.
Yang dimaksud dengan penilaian resiko adalah kegiatan identifikasi dan analisis terhadap resiko
yang relevan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sebagai dasar untuk menentukan cara
pengelolaan resiko tersebut. Penilaian resiko tersebut penting untuk dilakukan sebab kondisi
perekonomian, industri, regulasi, dan operasional organisasi terus berubah, perubahan tersebut
meliputi:
1. Adanya regulasi yang baru pada bidang perpajakan, ketenaga-kerjaan, ekspor-import,
2. Masuknya kompetitor baru ke industri dimana perusahaan berada,
3. Kompetitor mengenalkan produk baru, dan
4. Penggunaan teknologi baru.
Lebih spesifik, dalam konteks audit keuangan, penilaian risiko berguna untuk menentukan resiko
audit. Resiko audit diartikan sebagai tingkat ketidakpastian tertentu yang dapat diterima auditor
dalam pelaksanaan auditnya, seperti ketidakpastian validitas dan reliabilitas bukti audit dan
ketidakpastian mengenai efektivitas pengendalian internal. Umumnya resiko tersebut sulit
diukur, sehingga perlu ketelitian dan kehati-hatian. Resiko audit terdiri atas resiko inheren/
bawaan, resiko pengendalian, dan pendeteksian.
1. Resiko Inheren
Resiko inheren berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam segmen audit yang
melampaui batas toleransi sebelum memper-hitungkan faktor efektivitas pengendalian internal.
Resiko inheren adalah faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material
dengan asumsi tidak adanya pengendalian internal. Oleh karena itu bila risiko inheren tinggi,
maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
Faktor-faktor yang perlu ditelaah auditor dalam menetapkan risiko inheren adalah sifat bidang
usaha organisasi, integritas manajemen, motivasi manajemen, hasil audit sebelumnya, hubungan

istimewa, transaksi non rutin, dan kerentanan terhadap fraud.


2. Resiko Pengendalian
Risiko pengendalian berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam segmen audit
yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tidak dapat dicegah oleh pengendalian
internal. Resiko pengendalian dipengaruhi oleh faktor efektivitas pengendalian internal, dan
keandalan penetapan risiko yang direncanakan (penetapan di bawah 100%), oleh karena itu bila
resiko pengendalian ditetapkan tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih
banyak.
3. Resiko Pendeteksian
Resiko pendeteksian berkenaan dengan kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam segmen audit
yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi karena pengujian menggunakan uji petik,
prosedur audit yang tidak tepat/ salah aplikasi, kekeliruan interpretasi atas hasil implementasi
prosedur audit. Guna meminimalkan risiko pendeteksian, auditor harus mengembangkan
perencanaan audit secara tepat, dan melakukan supervisi atas pelaksanaan audit.
Konsep audit berbasis risiko menempatkan kegiatan observasi dan analisis terhadap
pengendalian sebagai starting point, kemudian mengembangkan auditnya pada bidang/ area yang
memerlukan pengujian dan evaluasi lebih lanjut. Bila pengendalian internal lemah (artinya risiko
pengendalian tinggi), maka auditor cenderung untuk memperluas ruang lingkup auditnya,
sehingga dia memperoleh kayakinan bahwa tanggungjawab auditnya dapat dilaksanakan sesuai
dengan standar profesional yang berlaku.

B. PERENCANAAN AUDIT
1. Fungsi Perencana Audit
Sebelum melaksanakan pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal harus menyusun rencana
audit secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi sebagai:
a. Pedoman pelaksanaan audit,
b. Dasar untuk menyusun anggaran,
c. Alat untuk memperoleh partisipasi manajemen,

d. Alat untuk menetapkan standar,


e. Alat pengendalian, dan
f. Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh perusahaan.
2. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah:
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana satuan usaha
tsb beroperasi didalamnya,
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut,
c. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi akuntansi,
d. Penetapan tingkta resiko pengendalian yang direncanakan,
e. Pertimbangan awal tentang materialitas untuk tujuan audit,
f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian.
g. kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, dan
h. Sifat audit yang dilaporkan akan diserahkan kepada pemberi tugas.
3. Isi Perencanaan Audit
Isi audit plan (perencanaan audit) meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:
a. Hal-hal mengenai client,
b. Hal-hal yang mempengaruhi client, dan
c. Rencana kerja Auditor.
4. Metode Dalam Perencanaan Audit
Secara umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan. Yang dimaksud dengan auditee
adalah entitas organisasi, atau bagian/ unit organisasi, atau operasi dan program termasuk proses,
aktivitas dan kondisi tertentu yang diaudit. Penyeleksian auditee dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
metode, yaitu:

a. Systematic selection
Bagian audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan yang berkenaan dengan audit yang
diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal jadwal tersebut dikembangkan dengan
mempertimbangkan risiko. Auditee potensial yang menunjukkan tingkat risiko yang tinggi
mendapat prioritas untuk dipilih.
b. Ad Hoc Audits
Metode ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi tidak selalu berjalan tepat
seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris sering menugaskan auditor internal
untuk mengaudit bidang/ area fungsional tertentu yang dipandang bermasalah. Dengan demikian
manajemen dan dewan komisaris memilih auditee bagi auditor internal.
c. Auditee Requests
Beberapa manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari auditor internal untuk
mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian internal serta pengaruhnya terhadap
operasi yang berada di bawah supervisinya. Oleh karena itu, mereka mengajukan permintaan
untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini auditor internal tetap harus mempertimbangkan risiko dan
prioritasnya.
5. Kegiatan Dalam Perencanaan Audit
Rencana audit harus disusun dan didokumentasikan dengan baik dan meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Penetapan tujuan dan ruang lingkup audit
Secara umum tujuan fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam mencapai
akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk memperbaiki pengendalian manajemen.
Secara individual, tujuan audit internal dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) kategori
aktivitas audit.
b. Review atas file audit
Review ini dilakukan dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan informasi dari file
audit yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini bermanfaat untuk mengenal sifat operasi
sebagai bahan untuk melaksanakan survai pendahuluan.

c. Menyeleksi tim audit


Kegiatan ini dilakukan dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang akan dipikul oleh
masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan untuk mengaudit bidang-bidang
tertentu.
d. Komunikasi pendahuluan dengan auditee dan pihak lain yang berkepentingan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan
yang akan dilakukan. Mengakomodasikan akses terhadap fasilitas, catatan dan personal, serta
untuk memperoleh informasi dari auditee atau pihak lain yang terkait.
e. Mempersiapkan program audit pendahuluan
Program audit pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan, serta ruang lingkup
audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab selama audit dilaksanakan, prosedur
audit yang akan digunakan, dan bukti-bukti yang akan diuji.
f. Merencanakan laporan audit
Laporan audit merupakan media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dlam organisasi. Konsekuensinya, auditor harus mulai berfikir mengenai
bagaimana laporan akan disusun, kapan akan diberikan/ dikirimkan, dan siapa yang akan
menerima laporan tersebut. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi detail (rincian) yang akan
disajikan dalam laporan dan untuk mengembangkan beberapa parameter dasar.
g. Persetujuan atas program audit dari kepala bagian audit internal
Hal ini dilakukan untuk membantu memastikan bahwa prosedur kerja mendukung tujuan,
sasaran, dan ruang lingkup audit.

JENIS-JENIS PENGUJIAN
Dalam mengembangkan keseluruhan rencana audit, Auditor memiliki lima jenis
pengujian (testing) yang dapat digunakan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar. Auditor menggunakan prosedur pengukuran risiko untuk menilai risiko
salah saji material. Empat jenis pengujian audit lainnya menggambarkan prosedur audit lanjutan
yang dilakukan untuk menghadapi risiko-risiko yang teridentifikasi.

Prosedur Pengukuran Risiko


Standar pekerjaan lapangan kedua adalah mengharuskan auditor untuk mendapatkan pemahaman
atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk mengukur risiko salah
saji material dalam laporan keuangan klien. Dalam Prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk
menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Auditor melakukan pengujian
pengendalian, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, serta pengujian atas perincian
saldo dalam melakukan penilaian terhadap salah saji material sebagaimana diharuskan dalam
PSA 26 (SA 350).
Pengujian Pengendalian
Pengujian pengandalian adalah prosedur audit yang digunakan untuk menentukan efektivitas
kebijakan dan operasi pengendalian intern atau prosedur pengendalian yang diterapkan untuk
menilai control risk (risiko pengendalian) Pengujian tersebut meliputi jenis prosedur audit
sebagai berikut :

Meminta keterangan dari personil klien


Menguji dokumen, arsip, dan laporan
Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian
Melaksanakan kembali prosedur klien
Dua prosedur yang pertama sama dengan jenis bahan bukti yang diperoleh dalam memahami
struktur pengendalian intern. Sehingga, penetapan resiko pengendalian dan pengujian atas
pengendalian dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari prosedur audit yang digunakan untuk
memperoleh pemahaman struktur pengendalian intern. Perbedaan utama adalah bahwa dengan
pengujian atas pengendalian tersebut, tujuan menjadi lebih spesifik dan pengujian menjadi
ekstensif.
Pengujian Substantif Transaksi
Pengujian substantif (Substantive Test) adalah perosedur yang digunakan untuk menguji
kekeliruan atau ketidakberesan dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi kebenaran
saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut sering disebut dengan salah saji moneter (dalam
satuan mata uang) yang merupakan indikasi yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo laporan
keuangan. Tujuan pengujian substantive atas transaksi adalah untuk menentukan apakah

transaksi akuntansi klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diiktisarkan dalam jurnal
dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar.
Prosedur Analitis
Prosedur analitis meliputi perbandingan dari jumlah yang tercatat dengan dengan angka tertentu
yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur ini biasanya menggunakan kalkulasi rasio yang
dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya atau rasio perusahaan sejenis atau rasio average
industry. Tujuan utama dari prosedur analitis dalam tahap perencanaan ini adalah :
a. Menunjukkan kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan
b. Mengurangi pengujian audit yang lebih rinci
Pengujian Terinci atas Saldo
Pengujian Terinci atas Saldo merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji salah saji
moneter (monetary misstatement) untuk menentukan apakah 9 balance-related audit objective
(tujuan audit terkait dengan saldo) telah terpenuhi. DTOB berfokus pada saldo akhir buku besar,
baik untuk neraca maupun laba-rugi, dengan penekanan utama pada angka-angka di neraca
saldo. Pengujian terinci atas saldo akhir tersebut penting dalam pelaksanaan audit, karena bahan
bukti diperoleh dari sumber yang independen dari klien sehingga dinilai berkualitas tinggi.
MEMILIH JENIS PENGUJIAN YANG TEPAT UNTUK DILAKUKAN
Biasanya auditor menggunakan kelima jenis pengujian ketika melakukan audit atas
laporan keuangan, namun beberapa jenis pengujian mendapatkan penekanan yang lebih
dibandingkan dengan yang lain, bergantung pada kondisi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pilihan auditor terhadap jenis pengujian yang dipilih, termasuk ketersediaan kedelapan bukti,
biaya relatif untuk setiap pengujian, efektivitas pengendalian internal serta risiko bawaan. Hanya
dua faktor pertama yang akan dibahas lebih lanjut karena dua sisanya telah dibahas pada bab
sebelumnya.

Ketersediaan Jenis Bukti Prosedur Audit Lanjutan

Masing-masing dari empat jenis prosedur audit lanjutan hanya melibatkan jenis bukti audit
(konfirmasi, dokumentasi, dan seterusnya)

Makin banyak jenis bukti, yang jumlah totalnya adalah enam.


Hanya pengujian terperinci saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan konfirmasi.
Tanya jawab dengan klien dilakukan untuk setiap jenis pengujian.
Dokumentasi digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis.
Pengerjaan ulang digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis, dengan

satu pengecualian.
Penghitungan ulang digunakan untuk memverifikasi akurasi matematis atas transaksi
ketika melakukan pengujian substantif transaksi dan saldo akun ketika melakukan
pengujian atas perincian saldo.
Biaya-Biaya Relatif
Ketika auditor harus memutuskan jenis pengujian apakah yang harus dipilih untuk mendapatkan
bukti yang tepat, biaya bukti tersebut penting untuk dipertimbangkan. Jenis pengujian yang
disusun dalam daftar berikut berdasarkan urutan biaya dari yang terendah sampai ke yang
tertinggi:
Prosedur analitis
Prosedur penilaian resiko termasuk prosedur untuk mendapat pemahaman atas pengendalian
internal.
Pengujian pengendalian.
Pengujian substantif transaksi.
Pengujian terperinci saldo.
Prosedur analitis memakan biaya yang paling rendah karena relatif lebih mudah sedangkan
prosedur penilian resiko tidak semahal pengujian audit lainnya karena auditor dapat dengan
mudah melakukan tanya jawab dan pengamatan serta melakukan perencanaan prosedur analitis.
Namun demikian pengujian pengendalian juga lebih mahal dibandingkan dengan prosedur
penilaian resiko karena lebih luas daripada pengujian yang dihariskan utuk mendapatkan bukti
bahwa pengendalian telah berjalan dengan efektif, khususnya ketika pengujian pengendalian
internal tersebut melibatkan pengerjaan ulang. Pengujian substantif transaksi lebih mahal
dibandingkan dengan pengujian pengendalian yang tidak melibatlkan pengerjaan ulang, karena
yang sebelumnya sering kali melibatkan penghitungan ulang dan penelusuran. Pengujian
terperinci saldo hampir selalu lebih mahal dibandingkan dengan jenis prosedur lainnya karena
biaya prosedur seperti pengiriman konfirmasi dan penghitungan persediaan

Hubungan Pengujian Pengendalian dengan Pengujian Substantif


Suatu pengecualian dalam pegujian pengendalian hanya mengindikasikan kemungkinan salah
saji yang mempengarihui nilai rupiah dari laporan keuangan, sedangkan suatu pengecualian
dalam pengjuian substantif transaksi atau pengujian terperinci saldo merupakan suatu salah saji
dalam laporan keuangan. Pengecualian dalam pengujian pengendalian dinamakan deviasi uji
pengendalian. Karena kebutuhan untuk menyelesaikan beberpa pengujian pengerjaan dan
penghitungan ulang, banyak auditor yang melakukannya sebagai bagian dari pengujian atas
pengendalian awal. Auditor-auditor lainnya akan menunggu hingga mereka mengetahui hasil dari
pengujian pengendalian dan kemudian menentukan ukuran sampel total yang diperlukan.
Hubungan Prosedur Analitis dan Pengujian Substantif
Seperti halnya pengujian pengendalian, prosedur analitis hanya mengindikasikan kemungkinan
salah saji yang berpengaruh pada nilai rupiah laporan keuangan. Ketika prosedur analitis
mengidentifikasikan fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus melakukan pengujian substanif
transaksi atau pengujian terperinci saldo untuk menentukan apakah salah saji rupiah benar-benar
telah terjadi. Jika auditor melakukan prosedur analitis substantif dan meyakini bahwa
kemungkinan terjadinya salah saji itu kecil, pengujian substantif lainnya dapat dikurangi.
Dilema Antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
Auditor membuat keputusan selama perencanaan apakah akan menetapkan risiko pengendalian
dibawah maksimum. Pengujian atas pengendalian harus dilakukan untuk menentukan apakah
risiko pengendalian yang ditetapkan akan dibenarkan. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan
dibawah maksimum, resiko penemuan yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan
sehingga pengujian substantif yang direncanakan dapat dikurangi.

Dampak Tekonologi Informasi Terhadap Pengujian Audit


Standar audit mengakui bahwa ketika sejumlah besar bukti audit muncul dalam bentuk
elektronik, akan tidak praktis atau tidak mungkin untuk mengurangi resiko deteksi hingga ke
tingkat yang dapat diterima dengan melakukan pengujian subtantif. Contoh, kemungkinan
pemasukan atas perubahan informasi yang tidak tepat dapat menjadi lebih besar jika informasi

hanya disimpan dalam bentuk elektronik. Dalam kondisi itu, auditor harus melakukan pengujian
pengendalian untukmendapatkan bukti yang mendukung tingkat resiko pengendalian yang dinilai
berada dibawah tingkat maksimum untuk asersi-asersi laporan keuangan yang terpengaruhi.
Meskipun beberapa pengujian substantif masih dibutuhkan, auditor dapat secara signifikan
mengurangi pengujian substantif jika hasil pengujian pengendalian mendukung efektivitas
pengendalian. Dalam audit atas sesuatu perusahaan publik, pengendalian yang dilakukan
komputer (pengendalian otomatis) harus diuji auditor jika auditor menganggapnya sebagai
pengendalian kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji material dalam laporan keuangan.
Karena konsistensi bawaan dalam pemrosesan yang berdasarkan teknologi informasi, auditor
mungkin dapat mengurangi pengujian pengendalian otomatis. Sebagai contoh, pengendalian
yang berbasis perangkat lunak hampir dipastikan berfungsi secara konsisten kecuali jika
programnya diubah.

Bukti Gabungan
Untuk mendapatkan bukti yang tepat dalam memadai untuk menghadapi resiko-resiko
yang teridentifikasi melalui prosedur penilaian resiko, auditor menggunakan kombinasi antara
keempat jenis pengujian lainnya.
Analisis audit 1
Klien ini merupakan sebuah perusahaan besar dengan pengendalian internal yang rumit dan
resiko bawaan rendah. Sehingga, auditor melakukan pengujian pengendalian yang luas dan
sangat mengandalkan pada pengendalian internal klien untuk mengurangi pengujian subtanstif
lainnya. Hal ini menyebabkan pengujian substantif transaksi dan pengujian terperinci saldo
diminimalkan. Audit ini kemungkinan menghadirkan gabungan bukti yang digunakan dala audit
terintegrasi laporan keuangan dan pengendalian internal laporan keuangan perusahaan publik.
Analisi audit 2
Perusahaan ini berukuran sedang, dengan beberapa pengendalian dan beberapa resiko bawaan.
Auditor telah memutuskan untuk melakukan pengujian atas semua jenis pengujian sedang,
kecuali untuk prosedur analitis substantif yang kemungkinan akan dilakukan secara meluas.
Lebih banyak pengujian yang luas yang akan dibutuhka jika resiko bawaan yang khusus
ditemukan.
Analisi audit 3
Perusahaan ini berukuran sedang, namun memiliki beberapa pengendalian yang efektif dan
beberapa resiko bawaan yang signifikan. Karena kurangnya pengendalian internal yang efektif,
kita dapat menganggap perusahaan ini kemungkinan bukan perusahaan publik. Tidak ada
pengujian atas pengendalian yang dilakukan karena bergantung pada pengendalian internal tidak
tepat ketika pengendaliannya tidak efektif untuk suatu perusahaan non publik. Auditor
menekankan pada pengujian terperinci saldo dan pengujian substantif transaksi, namun beberapa
prosedur analitis substantif juga dilakukan. Jika auditor sudah memperkirakan akan menemukan

salah saji material dalam saldo akun, prosedur analitis tambahan menjadi tidak murah karena
jumlah pengujian substantif yang lebih terperinci.
Analisi audit 4
Rencana awal untuk audit ini adalah mengikuti pendekatan yang digunakan dalam audit 2.
Namun, auditor kemungkinan menemukan deviasi uji pengendalian yang luas, dan salah saji
yang signifikan ketika melakukan pengujian substantif transaksi dan prosedur analitis substantif.
Sehingga, auditor menyimplkan bahwa pengendalian internalnya tidak efektif. Pengujian
terperinci saldo yang meluas dilakukan untuk menutupi hasil pengujian lainnya yang tidak dapat
diterima.
Perancangan Program Audit
Perancangan program audit untuk memenuhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan yang
berkaitan dengan transaksi. Auditor juga merancang audit untuk memenuhi tujuan audit yang
berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan. Program audit berisi prosedur penilaian resiko
yang dilaksanakan selama tahap perencanaan, program audit bagi kebanyakan audit juga
dirancang dalam tiga bagian tambahan: pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi, prosedur analitis substansif, dan pengujian rincian saldo.
a. Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif atas transaksi
Program audit pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi biasanya
meliputi bagian deskriptif yang mendokumentasikan pemahaman atas pengendalian
internal yang diperoleh selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko. Auditor
menggunakan

informasi

ini

untuk

mengembangkan

program

audit

pengujian

pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi. Prosedur audit tersebut meliputi
pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, yang bervariasi
tergantung pada penilaian risiko pengendalian. Apabila pengendalian sudah efektif dan
risiko pengendalian dinilai rendah, auditor sangat menekankan pada pengujian
pengendalian. Jika risiko pengendalian dinilai maksimum, hanya pengujian substantif
atas transaksi yang akan digunakan, dengan asumsi audit itu dilakukan atas perusahaan
nonpublik.
Prosedur Audit
Auditor mengikuti pendekatan empat langkah untuk mengurangi risiko pengendalian
yang diperkirakan

1. Memberlakukan tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi pada kelas transaksi
yang diuji.
2. Mengidentifikasi pengendalian kunci yang dapat mengurangi risiko pengendalian
untuk setiap tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi.
3. Mengembangkan pengujian pengendalian yang tepat bagi semua pengendalian
internal yang digunakan untuk mengurangi penilaian pendahuluan atas risiko
pengendalian bawah maksimum.
4. Merancang pengujian substantif atas transaksi yang tepat dengan mempertimbangkan
defisiensi dalam pengendalian internal
b. Prosedur Analitis
Prosedur analitis dilaksanakan selama pengujian substantif, seperti audit piutang usaha,
biasanya lebih terfokus dan lebih ekstensif ketimbang yang dilakukan sebagai bagian dari
perencanaan. Selama tahap perencanaan, auditor dapat mengkalkulasi persentasi marjin
kotor untuk total penjualan, sementara selama pengujian substantif atas piutang usaha,
auditor mengkalkulasi

presentase marjin kotor per bulan atau per lini bisnis, atau

keduanya.
1. Mengidentifikasi risiko bisnis klien yang mempengaruhi piutang usaha
2. Menetapkan salah saji yang dapat ditoleransi dan menilai risiko inheren piutang
usaha.
3. Menilai risiko pengendalian untuk siklus penjualan dan penagihan
4. Merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian serta pengujian substantif atas
transaksi untuk siklus penjualan dan penagihan.
5. Merancang dan melaksanakan prosedur analitis untuk saldo piutang usaha.
6. Merancang pengujian rincian saldo piutang usaha untuk memenuhi tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo.

c. Program audit ilustratif


Program audit ilustratif dikembangkan setelah mempertimbangkan semua faktor yang
mempengaruhi pengujian rincian saldo dan didasarkan pada beberapa asumsi tentang
risiko inheren, risiko pengendalian, dan hasil dari pengujian pengendalian, pengujian
substantif atas transaksi, serta prosedur analitis substantif.
d. Hubungan tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi dan tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo serta penyajian dan pengungkapan.
Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo:
1. Nilai yang dapat direalisasikan
2. Hak dan kewajiban
Hubungan antara prosedur audit yang dilaksanakan untuk memenuhi tujuan audit yang
berkaitan dengan transaksi dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Auditor
melaksanakan prosedur audit untuk mendapatkan assurance atau keyakinan tentang
empat tujuan audit yang berkaitan dengan penyaian dan pengungkapan.

REVIEW JURNAL
1. The Impact of Management Integrity on Audit Planning and Evidence
This study uses archival data from 60 audits conducted by a Big 5 accounting frm to
examine the association between the external auditors assessment of management
integrity, and the auditors assessment of misstatement risk, audit planning and the
discovery of fnancial statement misstatements. Prior archival research provides mixed
support for the linkage between risk assessments and audit-related judgments (Mock and
Wright 1993, 1999). Our study is a
more direct test than prior archival studies because we use data taken directly from the
working papers, employ a key internal control characteristic (i.e. management integrity) and
1
focus on a combined measure of audit risk. We also go a step further than prior archival
research by linking the management integrity assessment through the audit process to the
discovery of fnancial statement misstatements
The linkage of an auditors assessment of management integrity to auditor assessed
misstatement risk (MR), audit planning and to misstatement detection is important for three
reasons :
First, management integrity is a key determinant of the clients risk structure.
Second, auditors rely on management to provide a great deal of evidence during the
course of the audit.
Finally, the recent enactment of Sarbanes-Oxley and related section 404 requirement
that auditors evaluate and report on client internal controls increase the need for us to
understand the linkages between management integrity and audit risk and evidence
even more important.
Based on the audit risk model we hypothesize that the auditors assessment of management
integrity directly impacts the auditors assessment of misstatement risk (MR). Misstatement
risk is the combination of inherent (IR) and control risk (CR). We do not attempt to separate
2
IR and CR as management integrity is expected to influence both.
After establishing a link
between management integrity and MR, we extend further to see if management integrity
impacts audit planning
Hypothesize
Management integrity and Risk Assessments
H1:The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
misstatement risk assessment.
Audit Planning
H2 n: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
nature
of audit procedures.
H2 t: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
timing of audit procedures.
H2 e: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
extent of audit procedures
Source Credibility
H3 n: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
nature
of audit procedures incremental to the misstatement risk assessment.
H3 t: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the
timing of audit procedures incremental to the misstatement risk assessment.

H3 e: The auditors assessment of management integrity will be negatively related to the


extent of audit procedures incremental to the misstatement risk assessment.
Misstatements.
H4: The auditors assessment of management integrity will be negatively associated
to the magnitude of detected misstatements.
Results
Descriptive Statistics
Table 1 provides descriptive statistics on our dependent and independent
variables. Mean MI is 1.40 suggesting auditors assessed their clients in our sample to
have high integrity. This result is consistent with fndings from the client acceptance
literature that suggests auditors screen out very high risk clients (Johnstone and Bedard
2003). The mean MR of 1.5 also suggests that auditors assessed the misstatement risk
of these clients as low.
The mean of Nature (1.62) suggests that on average auditors sought information
from a mix of internal and external sources, but relied more heavily on internal sources.
On average a majority of the procedures were performed at year-end as suggested by
the mean of Timing (79.67). Auditors identifed an average of 180,973 in audit
differences, but over half the clients did not have any audit differences.
Table 2 presents the correlation between all the variables. The signifcant correlation
between MI and MR supports H1. The signifcant correlation between MI and Nature and
Timing support H2n and H2t, but there is no correlation between MI and Extent suggesting
no evidence to support H2e. Interestingly, the correlations between either Nature or Timing
and Extent are also weak. Finally, as expected the negative correlation between MI and Diff
supports H4. Extent are also weak. Finally, as expected the negative correlation between MI
and Diff supports H4.

2. The Effect of Source Integrity and Consistency of Evidence on Auditors


Judgement
Background And Prior Research
Audit Evidence
A number of researchers have attempted to develop a general theory of
audit evidence. These theories range from mathematical mod els of probability or
belief functions (for ex ample, Toba 1975; Kissinger 1977; Dutta and Srivastava
1993; Srivastava 1995a, 1995b) to more conceptual theories such as those devel
oped by Mautz and Sharaf (1961) and, more recently, C&P. The latter work is
based on Bentham's (1827) theory of persuasiveness of Goodwill
Source Credibility
Numerous studies have examined the issue of source credibility.
Some
researchers
have at tempted to identify the factors that underlie cred ibility by
decomposing the term into different constructs or attributes (for example, Birnbaum
and Stegner 1979; Schum 1989; Ohanian 1991). The two most commonly discussed
constructs are competence
and trustworthiness
(O'Keefe 1990). Rogers and
Shoemaker ( 1971,244-245), for example, state that "credibility is the degree to which
a communication source or channel is perceived as trustworthy and competent by
the receiver." These two dimensions of credibility have been generally accepted in
the auditing lit erature, with trustworthiness being operational ized as independence
or objectivity.
Evidence Consistency
Auditing standards note that evidence can come from sources within the
client (internal evidence) or from outside the client (external evidence) (IF A 1994,
para. 15). The standards stress that "audit evidence is more persuasive when items
of evidence from different sources or of a different nature are consistent" IF A 1994,
para. 16). Researchers have explored how au ditors deal with both consistent and
inconsis tent evidence in the context of belief revision (for example, Ashton and
Ashton 1988; Tubbs et al. 1990; Asare 1992; Pei et al. 1992; Messier 1992; Messier and
Tubbs 1994). These studies have found that, while judgments are influenced by the
order in which items of inconsistent evi dence are received. auditors'
beliefs are
strengthened
on recei ving a second piece of consistent evidence. While some
studies have used an evidence set comprising both internal and external evidence
(e.g., Messier and Tubbs 1994), most studies have used only internal evidence and
source has not been an issue.
Theoretical Framework And Hypothesis Development
A theoretical
framework
that can assist in making predictions
regarding
source in tegrity and evidence consistency
is the Elabo ration Likelihood
Model
(ELM), a descrip tive persuasion
model developed by Petty and Cacioppo
(1981.
1986). This model suggests that there
are two ways that a person
can be
persuaded
to accept the content of a mes sage.
The frst, described
as the central route to persuasion,
involves careful
thinking (i.e., "cognitive
elaboration")
about the relevant information

The second, known as the peripheral


route, involves
less cognitive
ef
fort and the use of simple cues to reach a decision. The model argues
that a person will use the central
route when he/she is both motivated
by direct personal involvement
and also has the ability to think the issues
through carefully.
This is consistent with prior research fndings that audit evidence be comes
more persuasi ve as source reliability in creases (Srivastava
1996). Accordingly,
it

is predicted
that, when the auditor
is concerned that the source
may be
motivated to provide evidence which is favorable to the client and the evidence
provided is not easily verifable, the auditor will be sensitive to the integrity of the
source of evidence. This will be the case both when the source is an external
party and when the source is client management.
Thus, the following hypotheses
are advanced:
HI: When auditors receive evidence that is favorable to the client from an
external source acting for the client, auditors will be more (less) willing
to rely
on that evidence when the external party has a high (low) level of integrity.
H2: When auditors receive evidence that is fa vorable to the client from client
manage ment, auditors will be more (less) willing to rely on that evidence when
client man agement has a high (low) level of integrity
H3: When auditors receive evidence that is fa vorable to the client from an external
source acting for the client, auditors will be more (less) willing to rely on that
evidence when it is consistent (inconsistent) with evidence obtained from
within the client.
H4: When auditors receive evidence that is favorable to the client from client
man agement, auditors will be more (less) will ing to rely on that evidence when
it is consistent (inconsistent) with other evi dence obtained from within the
client.
H5: When auditors receive evidence
that is favorable to the client from an
external source acting for the client, source integ rity will have a greater effect on
auditors' judgments
when the evidence
is incon sistent with other evidence
obtained from within the client than when the evidence pieces are consistent.
H6: When auditors receive evidence that is fa vorable to the client from client
manage ment, management
integrity will have a greater effect on auditors'
judgments when the evidence is inconsistent with other evi dence obtained from
within the client than when the evidence pieces are consistent
The results suggest that auditors are sensi tive both to the integrity of an
external party and to the integrity of client management. The study also found that
auditors are more willing to rely on evidence from an external party when that
evidence is consistent with evidence ob tained from within the client. A signifcant
in teraction between source integrity and consis tency of evidence in Scenario One
suggests that auditors are more concerned with source integ rity when evidence is
inconsistent with other evidence from a different source. Neither the consistency
factor nor the interaction was found to be significant in Scenario Two and further
research is needed to determine the reasons for this result.
There are a number of limitations of the study that should be borne in
mind. Results should be interpreted in light of possible design weaknesses, In spite of
its limitations, the study extends our understanding
of the importance of source
credibility in auditing by examining the integ rity of the source. It provides further
evidence on auditors'
sensitivity to client integrity. The research also provides
insights into the effect of consistency of evidence from different sources and the
interaction
between
this factor and source integrity. The results suggest that the
relationship between the factors is a complex one and appears to be influenced by
the impact of the judgment
on audit risk and the percei ved independence
of the
sources. This has practical implications for the development of decision support aids
and expert systems concerning evi dence evaluation.
In addition to those stemming from the limitations of the study. the findings
provide a number
of opportunities
for further
research. Rebele et al. (J 988)
suggest that auditors may be more sensitive to source expertise than to source
independence. Future studies could ex amine the relative importance of expertise,
in dependence
and integrity as different dimen sions of source reliability.'? Other

attributes
studied

of evidence

and their relationship

with source re liability could also be

3. Pengaruh Pertimbangan Profesional. Integritas Manajemen, Kepemilikan Publik


Versus Terbatas dan Kondisi Keuangan Terhadap Kelayakan Bukti Audit pada KAP
di Kota Palembang. Forum Bisnis dan Kewirausahaan
Kantor Akuntan Publik merupakan lembaga yang bergerak di bidang jasa yang
memberikan jasa terhadap perusahaan yang membutuhkan suatu proses auditing atau
pemeriksaan terhadap perusahaannya. Manajemen perusahaan membutuhkan pihak ketiga
yaitu akuntan publik agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan perusahaan
kepada pihak luar perusahaan dapat dipercaya, sedangkan pihak oleh manajemen
perusahaan dalam laporan keuangan. Oleh sebab itu, akuntan publik dituntut untuk bekerja
secara profesional. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai macam jasa bagi
masyarakat, yang dapat digolongkan ke dalam dua kelompok : jasa asurrance, jasa atestasi
dan jasa non asurrance. Dan jasa yang paling sering dibutuhkan oleh masyarakat adalah
jasa auditing atau pemeriksaan.
Untuk menghasilkan pelaporan audit yang kompeten, auditor memerlukan bukti
audit sebelum melakukan proses audit. Bukti audit inilah merupakan hal penting yang harus
dipertimbangkan auditor dalam proses audit sebagaimana yang telah tertulis pada Standar
Pekerjaan Lapangan yaitu: Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfrmasi sebagai dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Menurut Mulyadi (2010:79) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertimbangan
auditor tentang kelayakan bukit audit, antara lain: Pertimbangan Profesional, Integritas
Manajemen, Kepemilikan publik versus terbatas, Kondisi Keuangan. Layak atau tidaknya
suatu bukti audit, sangat berpengaruh besar terhadap proses audit yangakan dilakukan
oleh auditor yang pada akhirnya akan menghasilkan laporan audit yang akan digunakan
oleh manajemen dalam mengambil keputusan.
Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan pada dua Kantor Akuntan Publik yaitu
KAP Drs. Achmad Djunaidi. B dan KAP Drs. Charles Panggabean & Rekan melalui wawancara
awal dengan pertanyaan yang belum terstruktur. Diketahui bahwa auditor tidak dapat
menentukan apakah ke empat faktor tersebut mempengaruhi secara keseluruhan atau
hanya sebagian dari faktor tersebut mempengaruhi kelayakan bukti audit. Padahal, hal
demikian sangat penting dan memiliki pengaruh besar dalam proses audit yang dilakukan
oleh akuntan publik untuk menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan berkompeten.
Karena bukti audit merupakan syarat utama dalam melakukan auditing
Pertimbangan Profesional
Pertimbangan Professional (Professional Judgement) adalah probabilitas seorang
auditior untuk dapat menemukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien. Probabilitas auditor untuk melaporkan penyelewengan yang terjadi
dalam system akuntansi klien tergantung pada independensi auditor. Seorang auditor
dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, karena auditor
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat. Tidak hanya
bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifkasi
untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (Balance, 2004).
Integritas Manajemen
Integritas Manejemen (Management Integrity) adalah sikap kejujuran dari pihak
manajemen perusahaan dalam menghasilkan laporan keuangan. Salah satu fungsi
laporan keuangan adalah sebagai media pertanggungjawaban yaitu pertanggungjawaban
pihak
manajemen
perusahaan
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan
(AllBestEssays.com)

Kepemilikan Publik Versus Terbatas


Kepemilikan publik versus terbatas adalah suatu jenis perusahaan apakah
perusahaan yang diaudit adalah termasuk jenis perusahaan terbuka (go public) atau
perusahaan terbatas (private). Kepemilikan publik (go public) berarti menjual saham
perusahaan ke para investor dan membiarkan saham tersebut diperdagangkan di
pasar saham. Setiap perusahaan yang go public secara periodik harus membuat laporan
kepada Bursa Efek Indonesia, bisa saja per kuartal atau tahunan. Semua perusahaan go
public harus transparan dan sangat mudah diketahui oleh para pemiliknya dari segi data
dan managementnya serta memiliki banyak tanggung jawab karena banyak pihak yang
berkepentingan (Reinhart, 1999).
Kondisi Keuangan
Kondisi keuangan (Financial Condition) adalah kondisi keuangan yang dialami oleh
perusahaan apakah mendapatkan laba (surplus) atau dalam kondisi merugi (defsit).
Defisit secara harfiah berarti adalah kekurangan dalam kas keuangan dan defisit dalam
bidang
keuangan artinya ketidakseimbangan neraca keuangan dikarenakan besarnya
pengeluaran dibandingkan dengan pemasukan. Defsit merupakan sumber dari hampir
seluruh masalah keuangan. Defisit biasa terjadi ketika suatu organisasi memiliki
pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan. Lawan dari defisit adalah surplus.
Sedangkan surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban selama satu periode
pelaporan atau penghasilan perusahaan lebih besar daripada pengeluaran
sehingga
perusahaan mendapatkan laba atau keuntungan (PSAP 12).
Bukti Audit
Bukti audit (audit evidence) adalah seluruh informasi yang digunakan oleh auditor
dalam mencapai kesimpulan yang menjadi dasar pendapat audit,
dan
mencakup
informasi yang terdapat dalam catatan-catatan akuntansi yang mendasarilaporan
keuangan serta informasi lainnya. (Messier, 2006:156)
Bukti audit adalah segala
informasi yang mendukung angka-angka informasi lain yang disajikan dalam laporan
keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapatnya. (Mulyadi,2010: 74).
Bukti
audit
merupakan suatu konsep yang
fundamental di dalam audit. Hal ini dinyatakan secara jelas dalam standar pekerjaan
lapangan ketiga. (Abdul, 2001: 117) Bukti audit adalah setiap informasi yang dapat
digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. (Arens,2003: 242)
Keputusan Auditor dalam Pengumpulan Bahan Bukit
Ketika merencanakan audit, auditor harus membuat keputusan penting tentang
bukti audit. Keputusan tersebut meliputi: 1) Sifat (nature) pengujian audit mengacu pada
sifat dan efektivitas pengujian audit yang akan dilaksanakan. 2) Saat pengujian audit :
Auditor juga harus membuat keputusan tentang kapan audit tersebut dilaksanakan. Saat
(timing) mengacu pada kapan auditor akan melaksanakan pengujian audit serta menarik
kesimpulan audit. 3) Luas pengujian audit
: Luas (extent) prosedur audit berkaitan dengan keputusan auditor tentang berapa
banyak bukti
audit yang harus diperoleh. 4) Penetapan staf audit
: Keputusan terakhir yang dapat mempengaruhi lingkup dan pelaksanaan audit adalah
penetapan staf audit (staffing) dan keputusan audit tentang penugasan
dan
supervisi
personel (Boynton,
2003:227).
Hasil

secara simultan pertimbangan professional, integritas manajemen, kepemilikan


public versus terbtas dan kondisi keuangan memiliki pengaruh yang sangat kuat dan
signifkan sebesar 99,6% terhadap kelayakan bukti audit dan dimana Fhitung>Ftabel

(1758.236>2,714 Secara parsial pertimbangan professional sebesar 99,5% dan Thitung


> Ttabel (33,264 > 2,048), integritas manajemen sebesar 91,6% dan Thitung > Ttabel
(18,327 > 2,048), kepemilikan publik versus terbatas 78,9% dan Thitung > Ttabel (18,637
> 2,048) memiliki pengaruh yang positif dan signifkan terhadap kelayakan bukti audit.
Sedangkan kondisi keuangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dimana Thitung <
Ttabel (-2,490 < 2,048) sehingga tidak memberikan pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kelayakan bukti audit.

REFERENCES
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik.
Jakarta: Salemba Empat
Goodwin, Jenny. The Effect of Source Integrity and Consistency of Evidence on Auditors
Judgement. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 18, No. 2, pp 1-16. Tersedia
dari URL: www.search.proquest.com diakses 20 September 2014
Sirajudin, B. 2012. Pengaruh Pertimbangan Profesional. Integritas Manajemen, Kepemilikan
Publik Versus Terbatas dan Kondisi Keuangan Terhadap Kelayakan Bukti Audit pada
KAP di Kota Palembang. Forum Bisnis dan Kewirausahaan, Vol. 2, No. 1, pp. 24-38.
Tersedia dari URL: www.eprint.mdp.ac.id diakses 21 September 2014
Sneathen, l. D. Jr., Kizirian, T., Mayhew, B. W. 2005. The Impact of Management Integrity on
Audit Planning and Evidence. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 24, No. 2,
pp. 49-67. Tersedia dari URL: www.aaahq.org diakses 20 September 2014

Anda mungkin juga menyukai