I.
Pemakaian Huruf........................................................................................
A. Huruf Abjad ..........................................................................................
B. Huruf Vokal ..........................................................................................
C. Huruf Konsonan....................................................................................
D. Huruf Diftong .......................................................................................
E. Gabungan Huruf Konsonan ..................................................................
F. Huruf Kapital........................................................................................
G. Huruf Miring ........................................................................................
H. Huruf Tebal
II.
Penulisan Kata............................................................................................
A. Kata Dasar.............................................................................................
B. Kata Turunan ........................................................................................
C. Bentuk Ulang........................................................................................
D. Gabungan Kata .....................................................................................
E. Suku Kata .............................................................................................
F. Kata Depan ...........................................................................................
G. Partikel..................................................................................................
H. Singkatan dan Akronim ........................................................................
I. Angka dan Bilangan..............................................................................
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan nya..............................................
K. Kata si dan sang ....................................................................................
III.
IV.
V.
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
No. 0543a/U/1987
tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,
Membaca
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Pertama: Menyempurnakan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 no. 0196/U/1975 menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua:
Hal-hal lain yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.
Ketiga:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Fuad Hassan
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2009
TENTANG
PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : a. bahwa sebagai akibat perkembangan kehidupan masyarakat, Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987, perlu
disempurnakan kembali;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan;
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 20 Tahun 2008;
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 77/M Tahun 2007;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG
DISEMPURNAKAN.
Pasal 1
1. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dipergunakan bagi
instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
2. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Juli 2009
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
BAMBANG SUDIBYO
I. PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut.
Nama tiap huruf disertakan di kolom ketiga.
Huruf
Kapital Kecil
A
a
B
b
C
c
D
d
E
e
F
f
G
g
H
h
I
i
J
j
K
k
L
l
M
m
N
n
O
o
P
p
Q
q
R
r
S
s
T
t
U
u
V
v
W
w
X
x
Y
y
Z
z
Nama
a
be
ce
de
e
ef
ge
ha
i
je
ka
el
em
en
o
pe
ki
er
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,
dan u.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Vokal Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a
api
padi
lusa
e*
enak
petak
sore
emas
kena
tipe
i
itu
simpan
murni
o
oleh
kota
radio
u
ulang
bumi
ibu
Keterangan:
* Untuk keperluan pelafalan kata yang benar, tanda aksen (') dapat digunakan jika
ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (tras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras Bank Indonesia.
Kami menonton film seri (sri).
Pertandingan itu berakhir seri.
Di mana kcap itu dibuat?
Coba kecap dulu makanan itu.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf huruf
b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
b
bahasa
sebut
adab
c
cakap
kaca
d
dua
ada
Abad
f
fakir
kafan
maaf
g
guna
tiga
gudeg
h
hari
saham
tuah
j
jalan
manja
mikraj
k
kami
paksa
politik
rakyat*
bapak*
l
lekas
alas
akal
m
maka
kami
diam
n
nama
tanah
daun
p
pasang
apa
siap
q**
Quran
status quo
Taufiq
r
raih
bara
putar
s
sampai
asli
tangkas
t
tali
mata
rapat
v
varia
lava
w
wanita
hawa
x**
xerox
sinar-x
y
yakin
payung
z
zeni
lazim
juz
Keterangan:
* Huruf k melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x khusus dipakai untuk nama diri (seperti Taufiq dan Xerox) dan
keperluan ilmu (seperti status quo dan sinar x).
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Diftong Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai
ain
malaikat
pandai
au
aula
saudara
harimau
oi
boikot
amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing masing melambangkan satu
bunyi konsonan.
Gabungan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Konsonan Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
kh
khusus
akhir
tarikh
ng
ngilu
bangun
senang
ny
nyata
banyak
sy
syarat
isyarat
arasy
Catatan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain ditulis sesuai dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
F. Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.
Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang
berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk
Tuhan.
Misalnya:
Islam
Quran
Kristen
Alkitab
Hindu
Weda
Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini dia pergi naik haji.
Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti kiai.
5. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti
nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti
nama orang tertentu.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Jawa Tengah
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi
yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
Misalnya:
Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu dipimpin Presiden.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang
tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Misalnya:
Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap departemen terdapat seorang inspektur jenderal.
6. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Catatan:
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der
(dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal).
Misalnya:
J.J de Hollander
J.P. van Bruggen
H. van der Giessen
Otto von Bismarck
Vasco da Gama
(2) Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf
pertama kata bin atau binti.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Ibrahim bin Adham
Siti Fatimah binti Salim
Zaitun binti Zainal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
pascal second
Pas
J/K atau JK-1
joule per Kelvin
N
Newton
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Eskimo
suku Sunda
bahasa Indonesia
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa
yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
8. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari
raya.
Misalnya:
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Agustus
bulan Maulid
hari Jumat
hari Galungan
hari Lebaran
hari Natal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
digunakan sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama diri geografi.
Misalnya:
Banyuwangi
Asia Tenggara
Cirebon
Amerika Serikat
Eropa
Jawa Barat
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama geografi yang
diikuti nama diri geografi.
Misalnya:
Bukit Barisan
Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng
Gunung Semeru
Jalan Diponegoro
Jazirah Arab
Ngarai Sianok
Lembah Baliem
Selat Lombok
Pegunungan Jayawijaya
Sungai Musi
Tanjung Harapan
Teluk Benggala
Terusan Suez
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi
jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
Misalnya:
ukiran Jepara
pempek Palembang
tari Melayu
sarung Mandar
asinan Bogor
d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak
diikuti oleh nama diri geografi.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di sungai
menyeberangi selat
berenang di danau
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang
digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Misalnya:
nangka belanda
kunci inggris
petai cina
pisang ambon
10. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara,
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,
kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi
negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen
resmi.
Misalnya:
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah republik
menurut undang-undang yang berlaku
Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan dokumen resmi pemerintah dari
negara tertentu, misalnya Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan
huruf kapital.
Misalnya:
Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan,
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam
penyapaan.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.
16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan,
dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan
yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu. (Lihat contoh pada I B, I C, I E,
dan II F15).
G. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
Berita itu muncul dalam surat kabar Suara Merdeka.
Catatan:
Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan dirujuk dalam
tulisan tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi diapit dengan tanda petik.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, melainkan ditipu.
Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan berlepas tangan.
3. a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang
bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Orang tua harus bersikap tut wuri handayani terhadap anak.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan dunia'.
b. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya
diperlakukan sebagai kata Indonesia.
Misalnya:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak
miring digarisbawahi.
H. Huruf Tebal
1. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab,
daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Misalnya:
Judul
: HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
Bab
: BAB I PENDAHULUAN
Bagian bab : 1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan
Daftar, indeks, dan lampiran:
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMBANG
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN
2. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf
miring.
Misalnya:
Akhiran i tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu.
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
Akhiran i tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu.
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
3. Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan sublema serta
untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi.
Misalnya:
kalah v 1 tidak menang ...; 2 kehilangan atau merugi ...; 3 tidak lulus ...; 4
tidak menyamai
mengalah v mengaku kalah
mengalahkan v 1 menjadikan kalah ...; 2 menaklukkan ...; 3 menganggap
kalah ...
terkalahkan v dapat dikalahkan ...
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau kata yang akan dicetak
di-upgrade
me-recall
2. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang
tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5.)
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata
itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati
dwiwarna
paripurna
aerodinamika
ekawarna
poligami
antarkota
ekstrakurikuler
pramuniaga
antibiotik
infrastruktur
prasangka
anumerta
inkonvensional
purnawirawan
audiogram
kosponsor
saptakrida
awahama
mahasiswa
semiprofesional
bikarbonat
mancanegara
subseksi
biokimia
monoteisme
swadaya
caturtunggal
multilateral
telepon
dasawarsa
narapidana
transmigrasi
dekameter
nonkolaborasi
tritunggal
demoralisasi
pascasarjana
ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda
hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.
Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh
kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai
dengan huruf kapital.
Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
(3) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh
kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
Mudah mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
(4) Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.
(5) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan
bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk
berimbuhan.
Misalnya:
taklaik terbang
taktembus cahaya
tak bersuara
tak terpisahkan
C. Bentuk Ulang
1. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-anak
mata-mata
berjalan-jalan menulis-nulis
biri-biri
mondar-mandir
buku-buku ramah-tamah
hati-hati
sayur-mayur
kuda-kuda
serba-serbi
kupu-kupu terus-menerus
lauk-pauk
tukar-menukar
Catatan:
(1) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama
saja.
Misalnya:
surat kabar surat-surat kabar
kapal barang kapal-kapal barang
rak buku
rak-rak buku
(2) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis
Misalnya:
acapkali
adakalanya
akhirulkalam
alhamdulillah
apalagi
astagfirullah
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bismillah
bumiputra
daripada
darmabakti
darmasiswa puspawarna
darmawisata radioaktif
dukacita
saptamarga
halalbihalal saputangan
hulubalang saripati
kacamata
sebagaimana
kasatmata sediakala
kepada
segitiga
kilometer sekalipun
manakala sukacita
manasuka sukarela
matahari
sukaria
padahal
syahbandar
peribahasa waralaba
perilaku
wiraswata
E. Suku Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di
antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
am-boi
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf
konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum
huruf konsonan itu.
Misalnya:
ba-pak
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing
melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan
yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
Catatan:
(1) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak
dipenggal.
Misalnya:
bang-krut
bang-sa
ba-nyak
ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf
(vokal) di awal atau akhir baris.
Misalnya:
itu i-tu
setia se-ti-a
2. Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk
dasar dan imbuhan atau partikel itu.
Misalnya:
ber-jalan
mem-bantu
di-ambil
ter-bawa
per-buat
makan-an
letak-kan
me-rasa-kan
pergi-lah
apa-kah
per-buat-an
ke-kuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami
perubahan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada
dan daripada. (Lihat juga Bab II, Huruf D, Butir 3.)
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
G. Partikel
1. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
jml.
kpd.
tgl.
hlm.
yg.
dl.
No.
jumlah
kepada
tanggal
halaman
yang
dalam
nomor
2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda
titik.
Misalnya:
dll. dan lain lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat
Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus, seperti dalam
pembuatan catatan rapat dan kuliah.
d. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam
surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
e. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda dengan titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kg kilogram
kVA kilovolt ampere
l
liter
Rp rupiah
TNT Trinitrotoluene
2. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah
kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
2. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan
kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada
pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan
usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
4. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b)
satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram
17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter
pukul 15.00
Rp5.000,00
10 persen
US$3,50*
27 orang
5,10*
100
2.000 rupiah
Catatan:
(1) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, , dan tidak diakhiri
dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka
yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau
kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
7. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah
(1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen
(1%)
satu permil
(1)
Catatan:
(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan
di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan
dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 2/3 (dua puluh dua-pertiga)
22 30
/
(dua-puluh-dua pertiga puluh)
15
20 /17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3 (seratus lima puluh dua-pertiga)
152
/3
(seratus-lima-puluh-dua pertiga)
8. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
a. pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b. kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
9. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti cara berikut. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5).
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an
(tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
uang 5.000-an
(uang lima-ribuan)
10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali
di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus
ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas
harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu
dolar).
Catatan:
(1) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam
terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum
Bab I dalam naskah dan buku.
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu,
dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kau baca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila
digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf
kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
K. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Pendidikan Nasional
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
2.1 ...
2.2 ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan
atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam
deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20
detik)
Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
(1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi
dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
Misalnya:
pukul 9.00 pagi
pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan
keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang
tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar,
Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang
bersangkutan.
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima
surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal
surat.
Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,
sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Misalnya:
Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar
di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi
bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada siapapun.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada
awal paragraf.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan
kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas
dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)
Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
7. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
8. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c)
tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6,
Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya
Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga cara baru ....
Sebagaimana kata peribahasa, tak ada gading yang takretak.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau
akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa.
Senjata ini merupakan sarana pertahanan yang canggih.
3. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
4. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf
dalam kata yang dieja satu-satu.
Misalnya:
8-4-2008
p-a-n-i-t-i-a
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata
atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua-puluh ribuan (20 x 1.000)
tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial (tanggung jawab sosial dan
kesetiakawanan sosial)
Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara pertemuan besok.
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-ribuan (1 x 20.000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan social
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
b. ke- dengan angka,
c. angka dengan -an,
d. kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
(2) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung
tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan dia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
asar
saat
manfaat
rakyat
makna
rukuk
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
octaaf
pal
bal
oktaf
aerob
aerodinamika
haemoglobin
haematite
hemoglobin
hematit
ai tetap ai
trailer
caisson
trailer
kaison
au tetap au
audiogram
autotroph
tautomer
hydraulic
caustic
audiogram
autotrof
tautomer
hidraulik
kaustik
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
akumulasi
aklamasi
aksen
aksesori
vaksin
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
eselon
mesin
cip
vocer
Cina
ck menjadi k
check
ticket
cek
tiket
(Sanskerta) menjadi s
abda
astra
sabda
sastra
d (Arab) menjadi d
darurat
fardu
hadir
darurat
fardu
hadir
e tetap e
effect
description
synthesis
efek
deskripsi
sintesis
ea tetap ea
idealist
habeas
ee (Belanda) menjadi e
idealis
habeas
stratosfeer
systeem
stratosfer
sistem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eikosan
eidetik
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
stereo
geometri
zeolit
eu tetap eu
neutron
eugenol
europium
neutron
eugenol
europium
f (Arab) menjadi f
faqr
mafhum
saf
fakir
mafhum
saf
f tetap f
fanatic
factor
fossil
fanatik
faktor
fosil
gh menjadi g
sorghum
sorgum
gue menjadi ge
igue
gigue
ige
gige
h (Arab) menjadi h
hakim
tahmid
ruh
hakim
tahmid
roh
iambus
ion
iota
politik
rim
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
kontingen
kongres
linguistik
estrogen
enologi
fetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
kompor
provos
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
oo (vokal ganda) tetap oo
kartun
pruf
pul
zoology
coordination
zoologi
koordinasi
gubernur
kupon
kontur
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
fase
fisiologi
spektograf
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychic
psychosomatic
pseudo
psikiatri
psikis
psikosomatik
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
pterosaur
pteridologi
ptialin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
akuarium
frekuensi
ekuator
q (Arab) menjadi k
qalbu
haqiqah
haqq
kalbu
hakikah
hak
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
s (Arab) menjadi s
salj
asiri
hadis
salju
asiri
hadis
s (Arab) menjadi s
subh
musibah
khusus
subuh
musibah
khusus
skandium
skotopia
skutela
sklerosis
skripsi
senografi
sintilasi
sifistoma
skema
skizofrenia
skolastisisme
rasio
aksi
pasien
t (Arab) menjadi t
ta'ah
mutlaq
Lut
taat
mutlak
Lut
th menjadi t
theocracy
teokrasi
orthography
thiopental
thrombosis
methode (Belanda)
ortografi
tiopental
trombosis
metode
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
unit
nukleolus
struktur
institut
ua tetap ua
dualisme
aquarium
dualisme
akuarium
ue tetap ue
suede
duet
sued
duet
ui tetap ui
equinox
conduite
ekuinoks
konduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota
fluoresein
kuorum
kuota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
prematur
vakum
v tetap v
vitamin
television
cavalry
vitamin
televisi
kavaleri
w (Arab) tetap w
jadwal
jadwal
marwa
taqwa
marwa
takwa
xantat
xenon
xilofon
eksekutif
taksi
eksudasi
lateks
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
yakitori
yangonin
yen
yuan
itrium
dinamo
propil
psikologi
z tetap z
zenith
zenit
zirconium
zodiac
zygote
zirkonium
zodiak
zigot
z (Arab) menjadi z
zalim
hafiz
zalim
hafiz
gabro
aki
efek
komisi
ferum
salfegio
umat
tamat
mass
massa
Tetapi:
Catatan:
1. Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak
perlu lagi diubah.
Misalnya:
bengkel, kabar, nalar, paham, perlu, sirsak
2. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian
abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan
menurut kaidah yang dipaparkan di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam
penggunaan tertentu saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, di bawah ini didaftarkan
juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap
sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap
secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat advokat
-age menjadi -ase
percentage
persentase
etalage
etalase
-al (Inggris), -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
struktural
formal, formeel
formal
normal, normaal
normal
-ant menjadi -an
accountant
akuntan
informant
informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie
anarki
oligarchy, oligarchie
oligarki
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary, complementair
komplementer
primary, primair
primer
secondary, secundair
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si
action, actie
aksi
publication, publicatie
publikasi
-eel (Belanda) menjadi -el
ideel
ideel
materieel
materiel
moreel
morel
-ein tetap -ein
casein
kasein
protein
protein
-i (Arab) tetap -i
haqiqi
hakiki
insani
insani
jasmani
jasmani
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
logika
phonetics, phonetiek
fonetik
physics, physica
fisika
dialectics, dialektica
dialektika
technique, techniek
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, elektronisch
elektronik
mechanic, mechanisch
mekanik
ballistic, ballistisch
balistik
-ical, -isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
ekonomis
practical, practisch
praktis
logical, logisch
logis
-ile, -iel menjadi -il
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, -isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
communism, communisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief
-iyyah, -iyyat (Arab) menjadi -iah
alamiyyah
aliyyah
ilmiyyah
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trotoir
repertoire
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directeur
inspector, inspecteur
amateur
formateur
-or tetap -or
dictator
corrector
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
persentil
mobil
modernisme
komunisme
publisis
egois
deskriptif
demonstratif
alamiah
aliah
ilmiah
catalog
dialog
teknologi
fisiologi
analogi
analog
epilog
hominoid
antropoid
trotoar
repertoar
direktur
inspektur
amatir
formatur
diktator
korektor
universitas
kualitas
struktur
prematur
V.
PEDOMAN UMUM
PEMBENTUKAN ISTILAH
Edisi Ketiga
Cetakan Keempat
PUSAT BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2007
KATA PENGANTAR
EDISI KETIGA
Sejak dikumandangkan sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia, penggunaan bahasa
Indonesia makin luas ke berbagai bidang kehidupan, bahkan berpeluang menjadi bahasa ilmu
pengetahuan. Peluang itu makin nyata setelah bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa
Negara (UUD 1945, Pasal 36) yang menepatkan bahasa itu sebagai bahasa resmi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan bahasa pengantar pendidikan serta bahasa dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itulah, diprlukan pengembangan
perisfilahan bahasa Indonesia dalam berbagai bidang ilmu, terutama untuk kepentingan
pendidikan anak-anak bangsa.
Kekayaan peristilahan suatu bahasa dapat menjadi indikasi kemajuan peradaban bangsa
pemilik bahasa itu karena kosakata, termasuk istilah, merupakan sarana pengungkap ilmu dan
teknologi serta seni. Sejalan dengn perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dari waktu ke waktu, perkembangan kosakata/istilah trus menunjukkan kemajuan.
Ke majuan itu makin dipacu ketika kerja sama pengembangan bahasa kebangsaan bersama
Malaysia diarahkan pada pengembangan perisfilahan. Dalam upaya member panduan dalam
pengembangan peristilahan itulah disusun Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang
pertama terbit tahun 1975. Setelah digunakan sekitar 14 tahun, pedoman itu disempurnakan
kembali dan diterbitkan sebagai edisi kedua dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0389/0/1988 tanggal 11 Agustus 1988. Di dalam prakata Pedoman
Umum Pembentukan Istilah edisi pertama berdasarkan pada Lembaran UNESCO: ISO/TC
32, International Organization for Standardization, Draft ISO Recommendation, No. 781,
l/ocabulary of Terminology. Dalam edisi ini perlu dikemukakan bahwa yang menangani
peristilahan internasional bukan ISO/TC 32, melainkan ISO/TC 37.
Perubahan tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, telah mengubah pola pikir dan
perilaku masyarakat. Seluruh sendi kehidupan masyarakat mengalami perubahan, terutama
mengarah pada persiapan memasuki tatanan baru tersebut. Penggunaan bahasa asing,
terutama bahasa Inggris, memasuki berbagai sendi kehidupan, terutama dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan itu mewarnai perkembangan kosakata/isfilah
bahasa Indonesia. Kosakata/istilah bahasa asing masuk ke dalam bahasa Indonesia bersama
masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan kebudayaan ke dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Berbagai perubahan itu perlu ditampung dalam proses pengalihan
kosakata, khususnya istilah bahasa asing, ke dalam bahasa Indonesia. Untuk itu, pedoman
pembentukan istilah yang telah digunakan selama 30 tahun perlu difinjau kembali agar
menampung berbagai perubahan tersebut.
Dalam merealisasikan peninjauan kernbali oedoman tersebut, pihak Indonesia membentuk
tim yang terdiri atas Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A. Rifai, dan Drs. Fairul
Zabadi (sekretaris) dengan penanggung jawab Dr. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa)
yang bertugas menyiapkan bahan penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
yang dipaparkan dalam siding ke-15 Pakar Majelis Bahasa Brunei Darussalam-IndonesiaMalaysia (Mabbim) yang diselenggarakan tanggal 10--14 September di Denpasar. Ihwal
peninjauan kernbali pedoman tersebut dibahas dalam Sidang ke-41 Mabbim yang diadakn di
Makassar pada tanggal 13--15 Maret 2002 dan pihak Mabbim Indonesia diberi kepercayaan
untuk melakukan revisi pedoman tersebut. atas dasar itu, pihak Indonesia melanjutkan
pembahasan hasil revisi pedoman tersebut dalam rapat-rapat khusus di Pusat Bahasa Jakarta.
hasil revisi pihak Indonesia itu dibahas dalam sidang ke-42 Mabbim di Brunei Darussalam.
Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang telah dibahas tersebut disempurnakan kernbali
oleh pihak Indonesia berdasarkan hasil pembahasan dalam sidang tersebut dan selanjutnya
dibahas dalam Musyawarah Sekretariat Mabbim di Jakarta dengan wakil ketiga Negara
anggota Mabbim, yaitu Dr. Dendy Sugono, Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Prof. Dr. Mien A.
Rifai (Indonesia), Prof. Dr. DAto Hajah Asmah Haji Omar (Malaysia), dan Dr. Mataim bin
Bakar (Brunei Darussalam). Pembahasan terutama ditekankan pada bagan prosedur
pembentukan istilah dan masing-masing negara anggota menyempurnakan pedoman tersebut.
hasil penyempurnaan pedoman itu dibahas oleh Kelompok Khusus yang dihadiri oleh wakil
keiga negara anggota tersebut dalam Sidang Ke-17 Pakar Mabbim di pulau Langkawi,
Malaysia pada tanggal 8--12 September 2003, Indonesia diwakili oleh Prof. Dr. Anton M.
Moeliono. Akhirnya, hasil penyempurnaan pedoman tersebut diterima sebagai hasil putusan
Sidang Ke-43 Mabbim di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 9--11 Maret 2004 untuk
diberlakukan di negara anggota Mabbinm dan diterbitkan sesuai dengan gaya dan tata cara
penerbitan yang berlaku di Negara masing-masing. Pihak Mabbim Indonesia telah
menerbitkan hasil putusan Mabbim tersebut sebagai Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Edisi Ketiga dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 146/U/2004 dan
diluncurkan pada acara pembukaan Sidang Ke-44 Mabbim di Mataram, Indonesia pada
tanggal 7 Maret 2005. Untuk itu, kepada anggota tim revisi dan semua pihak yang membantu
penyempumaan dan penerbitan pedoman edisi kefiga ini saya menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang tulus.
Penerbitan Pedoman Umum Pembentukan Istilah ini diharapkan dapat mempercepat laju
perkembangan istilaj bahasa Indonesia karena masyarakat dapat menciptakan istilah sendiri
berdasarkan tata cara pembentukan istilah yang dimuat dalam buku pedoman ini.
Jakarta, 28 Oktober 2005
Dendy Sugono
Kepala Pusat
Bahasa
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
No. 146/U/2004
TENTANG
PENYEMPURNAAN
PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH
MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL
ttd
Bambang Sudibyo
PRAKATA
EDISI PERTAMA
Kerja sama dan komunikasi di antara para ahli dan sarjana di lapangan pengetahuan dan
teknologi tambah lama perlu untuk menjamin kemajuan hidup yang dewasa ini dicirikan oleh
besarnya pengaruh ilmu dan teknologi di segala kehidupan dan kegiatan manusia.
Agar pertukaran informasi memperoleh hasil yang baik, istilah khusus, yang merupakan
sendi penting di dalam sistem ilmu pengetahuan, harus mempunyai makna yang sama bagi
semua orang yang menggunakannya. Kesepakatan umum tentang makna nama dan istilah
khusus serta penggunaannya secara konsisten akan menghasilkan keseragaman suatu
kosakata khusus yang memuat konsep, isfilah, dan definisinya yang baku. Pembakuan tata
nama dan tata istilah khusus itu akan mempermudah pemahaman bersama dan memperlancar
komunikasi ilmiah, baik pada taraf nasional maupun pada taraf intemasional, serta
mengurangi kekacauan, kemaknagandaan, dan kesalahpahaman.
Di dalam pedoman umum ini, yang berdasar pada lembaran UNESCO: ISO/TC 32,
International for Standardization, Draft ISO Recommendation, No. 781, Vocabulary of
Terminology, diberikan sekumpulan patokan dan saran yang dapat dipakai sebagai penuntun
dalam usaha pembentukan istilah. Pedoman khusus yang isfimewa berlaku bagi suatu cabang
ilmu atau bidang tertentu sebaiknya dijabarkan dari pedoman umum ini dan diperlengkapi
dengan peraturan tambahan yang perlu diterapkan.
Konsep pedoman ini disusun oleh Profesor H. Johannes dan Anton M. Moeliono. Naskahnya
kemudian dibahas lebih lanjut di dalam Sanggar Kerja Peristilahan (Jakarta, 29--30 Juni
1973) yang dihadiri oleh empat puluh ahli terkemuka dari berbagai bidang ilmu. Naskah yang
direvisi, setelah itu, berulang-ulang diolah oleh Komisi Tata Istilah, Panitia Pengembangan
Bahasa Indonesia ( Profesor Andi Hakim Nasution, Ketua) dan Majelis Bahasa IndonesiaMalaysia (Amran Halim dan Haji Suja bin Rahiman, Ketua).
Penyusunan Pedoman Umum Pembentukan Istilah ini telah dimungkinkan oleh tersedianya
biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S. W. Rujiati Mulyadi, Ketua).
Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah memungkinkan
tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih. Jakarta,
Agustus 1975 Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
K : konsonan
V : vocal
D : dasar
DAFTAR ISI
1 I. Ketentuan Umum
o 1.1 I.1 Istilah dan Tata Istilah
o 1.2 I.2 Istilah Umum dan Istilah Khusus
o 1.3 I.3 Persyaratan Istilah yang Baik
o 1.4 I.4 Nama dan Tata Nama
2 II. Proses Pembentukan Istilah
o 2.1 II.1 Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya
o 2.2 II.2 Bahan Baku Istilah Indonesia
o 2.3 II.3 Pemantapan Istilah Nusantara
o 2.4 II.4 Pemadanan Istilah
2.4.1 II.4.1 Penerjemahan
2.4.1.1 II.4.1.1 Penerjemahan Langsung
2.4.1.2 II.4.1.2 Penerjemahan dengan Perekaan
2.4.2 II.4.2 Penyerapan
2.4.2.1 II.4.2.1 Penyerapan Istilah
2.4.2.2 II.4.2.2 Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah
Asing
2.4.2.2.1 a. Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk
Terikat
2.4.2.2.2 b. Penyesuaian Ejaan Sufiks
2.4.3 II.4.3 Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan
o 2.5 II.5 Perekaciptaan Istilah
o 2.6 II.6 Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
o 2.7 II.7 Bagan Prosedur Pembakuan Istilah
3 III. Aspek Tata Bahasa Peristilahan
o 3.1 III.1 Istilah Bentuk Dasar
o 3.2 III.2 Istilah Bentuk Berafiks
3.2.1 III.2.1 Paradigma Bentuk Berafiks ber 3.2.2 III.2.2 Paradigma Bentuk Berafiks meng-
I. Ketentuan Umum
I.1 Istilah dan Tata Istilah
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan
cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan
ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya.
Misalnya:
Anabolisme
Demokrasi
Laik terbang
pasar modal
pemerataan
perangkap elektron
Anggaran belanja
Daya
Nikah
penilaian
radio
takwa
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Misalnya:
Apendektomi
Bipatride
kurtosis
pleistosen
aldehida
natrium klorida
Primat
oryza sativa
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak
memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang
kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan
dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari
seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai
sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia,
termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun,
termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian makna tetapi
bentuknya tidak sepadan.
Misalnya:
Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan istilah baru.
Istilah factoring, misalnya, sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah
kosakata bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang menggambarkan
pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai padanan istilah
factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadi rekacipta
diperoleh lewat perekaan.
II.4.2 Penyerapan
II.4.2.1 Penyerapan Istilah
Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal
berikut.
1. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing
dan bahasa Indonesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat
keperluan masa depan.
2. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing
oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.
3. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan
terjemahan Indonesianya.
4. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar
jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
5. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak
mengandung konotasi buruk.
Proses penyerapn istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan
cara yang berikut.
dilakukan jika ejaan dan lafal istilah asing itu tidak berubah dalam
banyak bahasa modern, istilah itu dicetak dengan huruf miring.
Misalnya:
Allegro moderato
Aufklarung
Status quo
Esprit de corps
divide et impera
dulce et utile
in vitro
vis--vis
2. Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika
istilah itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu
tidak ditulis dengan huruf miring (dicetak dengan huruf tegak).
Misalnya:
Golf - golf
Internet - internet
Lift - lift
Orbit - orbit
Sonar (sound navigation and ranging)- sonar
II.4.2.2 Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing
a. Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat
Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya
di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain,
ialah sebagai berikut.
a-, ab-, abs- ('dari', 'menyimpang dari', 'menjauhkan dari') tetap a-, ab-, absamoral abnormal abstract - amoral abnormal abstrak
ad-, ac- 'ke', 'berdekatan dengan', 'melekat pada', menjadi ad-, akadhesion acculturation - adhesi akulturasi
am-, amb- 'sekeliling', 'keduanya' tetap am-, ambambivalence amputation - ambivalensi amputasi
ana-, an- 'ke atas', 'ke belakang', 'terbalik' tetap ana-, ananabolism anatropous - anabolisme anatrop
anti-, ant- 'bertentangan dengan' tetap anti-, antanticatalyst anticlinal antacid - antikatalis antiklinal antacid
apo- 'lepas, terpisah', 'berhubungan dengan' tetap apoapochromatic apomorphine - apokromatik apomorfin
aut-, auto- 'sendiri', 'bertindak sendiri' tetap aut-, autoautarky autostrada - autarki autostrada
bi- 'pada kedua sisi', 'dua' tetap bibiconvex bisexual - bikonveks biseksual
co-, com-, con- 'dengan', 'bersama-sama', 'berhubungan dengan' menjadi ko-, kom-, koncoordination commission concentrate - komisi konsentrat koordinasi
di- 'dua kali', 'mengandung dua' tetap didichloride diklorida - dichromatic dikromatik
em-, en- 'dalam', 'di dalam' tetap em-, enempathy encenphalitis - empati ensenfalitis
exo-, ex- 'sebelah luar', 'mengeluarkan' menjadi eksoeksexoergic exogamy - eksoergik eksogami
hyper- 'di atas', 'lewat', 'super' menjadi hiperhyperemia hypersensitive - hiperemia hipersensitif
im-, in-, il- 'tidak', 'di dalam', 'ke dalam' tetap im-, in-, ilimmigration induction illegal induksi ilegal imigrasi
infra- 'bawah', 'di bawah', 'di dalam' tetap infrainfrasonic infraspecific - infrasonik infraspesifik
intra- 'di dalam', 'di antara' tetap intraintradermal intracell - intradermal intrasel
pan-, pant/panto- 'semua', 'keseluruhan' tetap pan-, pant-, pantopanacea pantisocracy pantograph - panasea pantisokrasi pantograf
para- 'di samping', 'erat berhubungan dengan', 'hampir' tetap paraparaldehyde parathyroid - paraldehida paratiroid
pre- 'sebelum', 'sebelumnya', 'di muka' tetap prepreabdomen premature - preabdomen prematur
pro- 'sebelum', 'di depan' tetap proprothalamion prothorax - protalamion protoraks
retro- 'ke belakang', 'terletak di belakang' tetap retroretroflex retroperitoneal - retrofleks retroperitoneal
semi- 'separuhnya', 'sedikit banyak', 'sebagian' tetap semisemifinal semipermanent - semifinal semipermanen
sub- 'bawah', 'di bawah', 'agak', 'hampir' tetap subsubfossil submucosa - subfosil submukosa
super-, sur- 'lebih dari', 'berada di atas' tetap super-, sursuperlunar supersonic surrealism - superlunar supersonik surealisme
syn- 'dengan', 'bersama-sama', 'pada waktu' menjadi sinsyndesmosis synesthesia - sindesmosis sinestesia
trans- 'ke/di seberang', 'lewat', 'mengalihkan' tetap transtranscontinental transliteration - transkontinental transliterasi
Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh. Kata
seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar,
implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks tersebut.
-aat (Belanda) menjadi -at
Advocaat Plaat Tractaat - advokat pelat traktat
-anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi anda, -en, -andum, -endum
Propaganda Divindend Memorandum Referendum - propaganda dividen
memorandum referendum
-eel (Belanda) yang tidak ada padanan dalam bahasa Inggris menjadi -el
Materieel Moreel Principieel - materiel morel prinsipiel
director
Inspecteur,
inspector
symbolical
descriptive
Depressief,
naturalization
Socialisatie,
socialization
naturalisasi
-y (Inggris) menjadi -i
Monarchy philosophy - monarki filosofi
II.4.3 Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing
sekaligus.
Misalnya:
kaidah - rule
busur - bow
cahaya - light
Verba:
keluar - out
Uji - test
Tekan - press
Adjektiva:
kenyal - elastic
Acak - random
Cemas - anxious
Numeralia:
Istilah berafiks petani, pelajar, peubah yang mengacu kepada pelaku atau alat, dan pertanian,
pelajaran, perubahan yang mengacu ke hal, keadaan, atau tempat dibentuk dari verba bertani,
belajar, berubah yang berasal dari bentuk dasar tani, ajar, dan ubah.
III.2.2 Paradigma Bentuk Berafiks meng men-tulis menulis penulis penulisan tulisan
meng-ubah mengubah pengubah pengubahan ubahan
mem-besarkan membesarkan pembesar pembesaran besaran
meng-ajari mengajari pengajar pengajaran ajaran
Istilah berafiks penulis, pengubah, pembesar, pengajar, yang mengacu kepada pelaku atau
alat, dan penulisan, pngubahan, pengajaran yang mengacu ke proses atau perbuatan serta
tulisan, ubahan, besaran, ajaran yang mengacu ke hasil dijabarkan dari verba menulis,
mengubah, membesarkan, mengajar yang berasal dari bentuk dasar tulis, ubah, besar, dan
ajar.
Istilah berafiks pemberdaya, pemberhenti, pembelajar yang mengacu kepada pelaku dan
pemberdayaan, pemberhentian, pembelajaran yang mengacu ke perbuatan dibentuk dari
verba memberdayakan, memberhentikan, membelajarkan yang dibentuk dari berdaya,
berhenti, belajar yang berasal dari bentuk dasar daya, henti, dan ajar.
Istilah berafiks pemersatu, pemeroleh, pemelajar yang mengacu kepada pelaku dan
pemersatuan, pemerolehan, pemelajaran yang mengacu ke perbuatan atau proses serta
persatuan, perolehan, pelajaran yang mengacu ke hasil dibentuk dari verba mempersatukan,
memperoleh, mempelajari yang dibentuk dari bersatu, beroleh, belajar yang berasal dari
bentuk dasar satu, oleh, ajar.
III.2.3 Paradigma Bentuk Berkonfiks kean
kean saksi kesaksian
kean bermakna kebermaknaan
kean terpuruk keterpurukan
kean seragam keseragaman
Istilah berkonfiks kean yang mengacu ke hal atau keadaan dibentuk dari pangkal yang
berupa bentuk dasar atau bentuk yang berprefiks ber-, ter-, se-, seperti saksi, bermakna,
terpuruk,dan seragam.
III.2.4 Paradigma Bentuk Berinfiks er-, -el-, -em-, in Sabut - serabut
Tunjuk - telunjuk
Kelut - kemelut
Kerja - kinerja
gigi - gerigi
gembung - gelembung
getar - gemetar
sambung - sinambung
Istilah berinfiks er-, -el-, -em-, -in- seperti serabut, gerigi, telunjuk, gelembung, kemelut,
gemetar, kinerja, sinambung yang mengacu ke jumlah, kemiripan, atau hasil dibentuk dari
dasar sabut, gigi, tunjuk, gembung, kelut, getar, kerja dan sambung.
Istilah bentuk ulang utuh yag mengacu ke kemiripan dapat dilihat pada contoh berikut
Ubur-ubur
paru-paru
anal-anal
kunang-kunang
Undur-undur
kanak-kanak
langit-langit
kuda-kuda
Istilah bentuk ulang suku awal (dwipurwa) yang dibentuk melalui pengulangan konsonan
awal dengan penambahan pepet dapat dilihat pada contoh berikut:
Laki - lelaki
Tangga - tetangga
Jaring - jejaring
buku - bebuku
rata - merata
tikus - tetikus
Daun - dedaunan
Pohon - pepohonan
Rumput - rerumputan
Istilah bentuk ulang dedaunan, pepohonan, rerumputan yang mengacu ke berbagai macam,
keanekaan dibentuk dari dasar daun, pohon, dan rumput yang mengalami perulangan.
III.3.4 Bentuk Ulang Salin Suara
Istilah bentuk ulang salin suara dibentuk melalui pengulangan dengan perubahan bunyi.
Perhatikan contoh berikut.
Sayur - sayur-mayur
Beras - beras-petas
Serta - serta-merta
warna - warna-warni
teka - teka-teki
balik - bolak-balik
Dari segi makna, perulangan dengan cara itu mengandung makna bermacam-macam.
Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih, yang
unsurunsurnya dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas meliputi
gabungan (a) bentuk dasar dengan bentuk dasar, (b) bentuk dasar dengan bentuk berafiks atau
sebaliknya, dan (c) bentuk berafiks dengan bentuk berafiks.
III.4.1.1 Gabungan Bentuk Dasar
Istilah majemuk gabungan bentuk dasar merupakan penggabungan dua bentuk dasar atau
lebih.
Garis lintang
Masa depan
Rawat jalan
kereta api listrik
rumah sangat sederhana
Proses berdaur
Sistem pencernaan
menembak jatuh
tertangkap tangan
Kesehatan lingkungan
Perawatan kecelakaan
Pembangunan berkelanjutan
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua bentuk, atau lebih, yang
salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat
digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu.
Misalnya:
adi
adikarya - masterpiece
adikuasa - superpower
aneka
anekabahasa - multilingual
anekawarna - multicolored
antar
antarkota - intercity
antarbangsa - international
awa
awaair - dewater
awalengas - dehumidity
catur
caturwulan - quarter
caturlarik - quatrain
dasa
dasawarsa - decade
dasalomba - decathlon
dur
durhaka - rebellious
dursila - unethical
dwi
eka-
dwimingguan - biweekly
dwibahasa - bilingual
ekamatra - unidimension
ekasuku - monosyllable
lajak
lajaklaku - overaction
lajakaktif - overactive
lewah
lewahumur - overage
lewahbanyak - abundant
lirintan - diamondike
lirruang - spacelike
lir-
maha
mahatahu - omniscient
maharatu - empress
Mahakuasa - omnipotent
nirlaba - non-profit
nirgelar - nondegree
nir-
panca
pancamuka - multifaceted
pancaragam - variegated
pasca
pascapanen - postharvest
pascasarjana - postgraduate
pra
prasejarah - prehistory
prasangka - prejudice
pramu
purba-
pramugari - stewardess
pramuniaga - salesperson
pramuwisata - touristguide
purna
purnawaktu - full-time
purnabakti - retirement
su-
swa
swasembada - self-reliance
swalayan - self-service
tak
taksa - ambiguous
takadil - unjust
tan
tansuara - soundless
tanwarna - colorless
trilipat - threefold
triunsur - triadic
tri-
tuna
tunahargadiri - inferiority
tunakarya - unemployed
Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat, dengan beberapa
perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh
gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai berikut:
Globalization - globalisasi
Modernization - modernisasi
Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti wan dan wati dapat dilihat pada contih
berikut:
Ilmuwan - scientist
Seniwati - woman artist
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk terikat, dan bentuk
terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung. Misalnya:
Dasawarsa - decade
Swatantra - selfgovernment
Pegolf (golfer)
Tata graha (housekeeping)
Juru masak (cook)
Pramuniaga (salesperson)
peselancar (surfer)
tata kelola (governance)
juru bicara (spokesman)
pramusiwi (baby-sitter)
o
o
o
o
o
F - gaya
N - nitrogen
Hg - raksa (kimia)
m - meter
NaCl - natrium klorida
Rp - rupiah
$ - dolar
- kongruen (matematika)
- identik (matematika)
- jumlah beruntun (matematika)
~ - setara (matematika)
- jantan (biologi)
- betina (biologi)
- disilangkan dengan; hibrida (biologi)
- menunjukkan endapan zat (kimia)
- cincin benzena (kimia)
- bintang (astronomi)
- matahari; Ahad (atau) bulan; Senin (astronomi)
- dram; 3.887 gram (farmasi)
f - folio (ukuran kertas)
4 - kuarto (ukuran kertas)
U - pon (dagang)
Lamba
ng
Satuan
Dasar
ampere
cd
kandela
mol
kg
m
mol
kilogram
meter
kelvin
sekon,
detik
Satuan
Lamba Besar
Suplementer
ng
Dasar
sudut datar
rad
radian
waktu
Lambang satuan yang didasarkan pada nama orang dinyatakan dengan huruf kapital. Bentuk
lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan nama pribadi
orang. Misalnya:
hukum
Ampere
muatan
3 hukum
3C
coulomb
Coulomb
hukum
6N gaya 6 newton
Newton
293 suhu
293 skala
suhu
K
kelvin
Kelvin
aktivitas
8
8Ci
suhu curie
curie
5A
arus 5 ampere
Bentuk
Terikat
Contoh
1012
109
106
103
102
101
10-1
10-2
10-3
T
G
M
k
h
da
d
c
m
teragigamegakilohektodekadesisentimili-
10-6
mikro-
10-9 n
10-12 p
nanopiko-
10-15 f
femto-
10-18 a
ato-
terahertz
gigawatt
megaton
kiloliter
hektoliter
dekaliter
desigram
sentimeter
milivolt
mikromete
r
nanogram
pikofarad
femtoampe
re
atogram
109 biliun
101
2
101
5
101
8
102
1
102
4
102
7
103
0
103
3
nol
nol
nol
nol
nol
nol
nol
nol
nol
Sistem yang tersebut di atas antara lain juga digunakan di Amerika Serikat, Rusia, dan
Prancis. Di samping itu, masih ada sistem bilangan besar yang berlaku di Inggris, Jerman,
dan Belanda seperti dibawah ini.
109 miliar
101
2
101
8
biliun
triliun
jumlah nol
9
jumlah nol
12
jumlah nol
18
102 kuadrili
4
un
3
10 kuintiliu
0
n
jumlah nol
24
jumlah nol
30
3.52
123.45
15.000.000
,00
Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai dengan angka.
Misalnya:
0,5
2
0.5
2
buka
n
buka
n
,
52
.
52
Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari peraturan
tersebut di atas. Misalnya:
,550
234
,552
76
,554
051
ata
u
ata
u
ata
u
ata
,556 1
u
.550
234
.552
76
.554
051
.556 1
Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi menjadi
kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda desimal.
Misalnya:
buka
n
buka
5 075 442
n
17
081 buka
500
n
158 777 buka
543
n
3 105 724
ata
u
ata
5,075,442
u
17,081,50 ata
0
u
158,777,5 ata
43
u
3,105,724
3.105.724
5.075.442
17.081.50
0
158.777.5
43
666 123
buka
666,123
n
ata
666.123
u
Catatan: dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan
tanda koma atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana yang
diikutinya.
Kata gaya yang mempunyai makna 'kekuatan' dipersempit maknanya menjadi 'dorongan atau
tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak terikat)' dan menjadi istilah baru untuk
padanan istilah inggris force. Kata kendala yang mempunyai makna 'penghalang', 'perintang'
dipersempit maknanya menjadi 'pembatas keleluasaan gerak', yang tidak perlu menghalangi
atau merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan istilah Inggris
constraint. Kata tenaga yang mempunyai makna 'kekuatan untuk menggerakkan sesuatu'
dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan istilah energy dan kata
daya menjadi padanan istilah power. Kata ranah dalam bahasa Minang, yang mempunyai
makna 'tanah rata, dataran rendah' dipersempit maknanya menjadi 'lingkungan yang
memungkinkan terjadinya percakapan yang merupakan kombinasi antara partisipan, topic,
dan tempat' sebagai padanan istilah domain.
IV.1.2 Perluasan Makna
Kata garam yang semula bermakna 'garam dapur' (NaCl) diperluas maknanya sehingga
mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata canggih yang semula bermakna
'banyak cakap, bawel, ceretwet' diperluas maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang
berarti 'kehilangan kesedarhanaan asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)'. Kata
pesawat yang semula bermakna 'alat, perkakas, mesin' diperluas maknanya di bidang teknik
menjadi 'kapal terbang'. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna '(1) rasa
mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)', mengalami perluasan makna menjadi
'volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun waktu'. Kata pamer yang semula
dalam bahasa Jawa bermakna 'beraga, berlagak' bergeser maknanya dalam bahasa Indonesia
menjadi 'menunjukkan (mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan
maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan'.
Meskipun begitu, istilah sinonim dapat dipakai di samping istilah baku yang diutamakan.
Misalnya:
Istilah
asing
absorb
accelerati
on
diameter
frequency
relative
temperat
ure
Istilah yang
diutamakan
serap
Istilah
sinonim
absorb
percepatan
akselerasi
garis tengah
frekuensi
relatif
diameter
kekerapan
nisbi
suhu
temperatur
Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan
Misalnya:
Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia. Misalnya:
Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang
berlainan. Misalnya:
axiom - aksioma
law - hukum
postulate - postulat
rule - kaidah
IV.3.1 Homograf
Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya. Misalnya:
IV.3.2 Homofon
Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Misalnya:
Bakteri
hewan
o mamalia
anjing
pudel
herder
sapi
burung
unggas
itik
ayam
manuk
o ikan
teri
tongkol
o serangga
semut
capung
tumbuhan
o
yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam bagan di atas
ialah hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, damn tumbuhan atau hubungan hewan
dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara itu, hubungan kelas bawahan dan
kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan
mamalia, burung, ikan, dan serangga dengan hewan.
kepala
o rambu
o dahi
o mata
o hidung
o telinga
o mulut
lidah
gigi
bibir
bibir atas
bibir bawah
leher
dada
lengan
tungkai
bagan di atas memperlihatkan kata yang mengandung makna keseluruhan yang memiliki
kedudukan lebih tinggi daripada kata bagiannya atau makna keseluruhan dianggap meliputi
makna bagian. Kata tubuh mengandung makna keseluruhan yang mencakupi makna dada,
lengan, dan tungkai. Hubungan antara tubuh dan bagiannya disebut hubungan kemeroniman.
Hubungan kemeroniman dibedakan atas hubungan tubuh dengan bagiannya, hubungan
kumpulan dengan anggotanya, serta hubungan antara massa dengan unsurnya tubuh adalah
keseluruhan yang terjadi dari keutuhan seluruh bagiannya; kumpulan adalah keseluruhan
yang terjadi dari gabungan seluruh anggotanya; massa merupakan keseluruhan yang terjadi
dari peleburan seluruh unsurnya.