Anda di halaman 1dari 130

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEK HIPERGLIKEMIA POSTPRANDIAL TERHADAP


KEMAMPUAN MEMORI JANGKA PENDEK PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS CIPONDOH
TANGERANG

TESIS

RINNELYA AGUSTIEN
1006833956

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK, JANUARI 2013

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEK HIPERGLIKEMIA POSTPRANDIAL TERHADAP


KEMAMPUAN MEMORI JANGKA PENDEK PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS CIPONDOH
TANGERANG

TESIS
Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Magister
Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah

RINNELYA AGUSTIEN
1006833956

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK, JANUARI 2013

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

ii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

iii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas anugerah, rahmat
dan nikmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya menucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dewi Irawati, M.A., Ph. D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan saya selama
proses pembelajaran dan penyusunan tesis ini
2. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N sebagai Ketua Program Studi
Magister dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang telah memberikan kemudahan saya selama proses pembelajaran dan
penyusunan tesis ini
3. Bapak Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D selaku pembimbing 1 dan
pembimbing akademik yang telah membimbing saya dengan penuh
perhatian selama proses kuliah dan penyusunan tesis ini
4. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS selaku pembimbing 2 yang telah
membimbing dengan penuh perhatian sampai tersusunnya tesis ini
5. Direktur STIKES Muhammadiyah Samarinda yang telah mendukung saya
untuk menyelesaikan tesis ini
6. Kepala Dinas Kesehatan Tangerang yang telah memberikan kesempatan
saya melakukan penelitian.
7. Kepala Puskesmas Cipondoh Tangerang yang telah mendukung dan
memberikan kesempatan saya meneliti ditempatnya
8. Dr Liani dan Ibu Ayu yang telah memudahkan proses pengumpulan
responden sehingga penelitian ini mudah dan cepat terlaksana.
9. Perawat dan seluruh staf Puskesmas Cipondoh, Tangerang yang telah
memudahkan proses pengambilan data sehingga penelitian ini mudah dan
cepat terlaksana.
iv

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

10. Bapak Rahmat yang penelitiannya menjadi inspirasi judul penelitian ini
11. Kedua orangtua saya tercinta, bapak dan mama. Terimakasih untuk doa,
dukungan dan cintanya. Tesis ini bisa selesai dengan baik berkat doa dan
ridhomu, Ma. Tesis ini kupersembahkan untuk mama. Adik saya tercinta,
Achmad Ryan yang telah memberikan semangat dan doa.
12. Ibu mertua saya yang telah memberikan dorongan dan semangat.
13. Suami saya Muhammad Wahdini yang telah memberikan semangat, cinta,
doa dan segalanya sehingga memperlancar penyelesaian tesis ini.
14. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
15. Teman-teman seangkatan Program Keperawatan Medikal Bedah angkatan
2010, yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan
tesis ini
16. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan tesis ini
Saya menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, waktu
yang penulis miliki masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Untuk
itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Tangerang, Januari 2013


Penulis

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

vi

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul

: Rinnelya Agustien
: Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
: Efek Hiperglikemia Postprandial Terhadap Kemampuan
Memori Jangka Pendek Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 Di Puskesmas Cipondoh, Tangerang.

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek hiperglikemia postprandial terhadap


kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan desain quasy experiment post test group.Jumlah
sampel sebanyak 35 responden. Hasil penelitian ini menyatakan ada perbedaan
kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek antara satu jam dan dua
jam setelah makan. Saran penelitian ini adalah perlu dilakukan skrining kognitif
sejak dini kepada pasien DM, edukasi pasien DM diberikan dua jam setelah
makan dan perlu ada penelitian lanjutan yang melibatkan jumlah sampel yang
besar dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kognitif pasien
DM.
Kata kunci : gula darah, hiperglikemia postprandial, kemampuan memori jangka
pendek

vii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Abstract

Name
Study Program
Title

: Rinnelya Agustien
: Magister of Nursing, Faculty of Nursing
: Postprandial Hyperglycemia Effects On Short-Term
Memory Ability In Patients with Diabetes Mellitus Type 2
In Puskesmas Cipondoh, Tangerang.

This study aims to determine the effects of postprandial hyperglycemia on the


ability of short-term memory in patients with type 2 diabetes. This research is a
quantitative research with quasy experiment posttest design. Number of
respondents were 35 people. The results there are differences in blood sugar level
and short term memory ability one hour and two hour after meal. Suggestion
study was conducted in early cognitive screening for diabetic patients, education
were given two hours after a meal and there needs to be further research
involving a large number of samples and the factors that contribute to cognitive
decline.
Keywords : blood glucose, postprandial hyperglicemia, short-term memory
ability.

viii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...................................................... ... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
1. PENDAHULUAN .....................................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................

1
1
7
8
8
8
9

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................


2.1 Definisi DM ..........................................................................................
2.2 Angka Kejadian DM..............................................................................
2.3 Etiologi dan Klasifikasi DM..................................................................
2.4 Pemeriksaan Diagnostik DM.................................................................
2.5 Komplikasi DM ..................................................................................
2.6 Penurunan Fungsi Kognitif...............................................................
2.7 Efek Hiperglikemia Postprandial Terhadap Penurunan Fungsi Kognitif
..........................................................................................................
2.8 Memori Jangka Pendek .......................................................................
2.9 MiniCog ...............................................................................................
2.10 Digit span forward dan backward .....................................................
2.11 Penatalaksanaan Terapi Diabetes .......................................................
2.12 Asuhan Keperawatan Pada Diabetes Melitus .....................................
2.13 Kerangka Teori ...................................................................................

10
10
10
11
14
15
17

3. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN


DEFINISI OPERASIONAL.....................................................................
3.1 Kerangka Konseptual ..........................................................................
3.2 Hipotesis ..............................................................................................
3.3 Definisi operasional ............................................................................

24
27
32
35
36
47
52

53
53
54
54

4. METODE PENELITIAN .......................................................................... 57


4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 57
ix

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

4.2 Populasi dan Sampel ..........................................................................


4.3 Tempat Penelitian ................................................................................
4.4 Waktu Penelitian .................................................................................
4.5 Etika Penelitian ....................................................................................
4.6 Alat Pengumpul Data ..........................................................................
4.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ....................................................
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...............................................................
4.9 Pengolahan Data ..................................................................................
4.10 Analisis Data .......................................................................................

57
59
60
60
61
62
63
65
66

5. HASIL PENELITIAN .......................................................................


5.1 Gambaran Responden ..........................................................................
5.2 Hasil Pengumpulan Data .....................................................................

68
68
68

6. PEMBAHASAN .................................................................................
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian ............................................
6.2 Keterbatasan Penelitian .......................................................................
6.3 Implikasi Hasil Penelitian ...................................................................

78
78
91
92

7. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................


7.1 Kesimpulan ..........................................................................................
7.2 Saran ....................................................................................................

93
93
93

Daftar Pustaka ...........................................................................................

95

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 5.1

Tabel 5.2
Tabel 5.3

Tabel 5.4

Tabel 5.5

Tabel 5.6

Perubahan dalam kapasitas working memory sesuai umur .........


Klasifikasi IMT ...........................................................................
Kebutuhan kalori penyandang diabetes ......................................
Daftar penukar makanan karbohidrat ..........................................
Tabel indeks glikemik .................................................................
Standar diet diabetes mellitus .....................................................
Contoh menu diabetes mellitus 1700 kalori ................................
Kriteria pengendalian diabetes mellitus menurut konsensus
PERKENI ..................................................................................
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Tekanan
Darah, Gula Darah Satu Jam Setelah Makan, Gula Darah Dua
Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Satu Jam Setelah
Makan, Memori Jangka Pendek Dua Jam Setelah Makan di
Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 ...
Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di
Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 ..
Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori
jangka pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah
makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di
Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 .............
Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka
pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok
perlakuan dan kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7
Desember 2012 ...........................................................................
Analisis korelasi umur dan tekanan darah terhadap kemampuan
memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan
pada kelompok perlakuan dan kontrol di Puskesmas Cipondoh
26 November-7 Desember tahun 2012. ......................................
Analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka
pendek satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas
Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 .................................

xi

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

31
37
38
40
41
42
43
46

69
72

73

74

75

76

DAFTAR SKEMA
Skema 3.1
Skema 4.1
Skema 4.2

Kerangka konsep penelitian ....................................................


53
Desain penelitian ......................................................................... 57
Desain prosedur penelitian ......................................................
65

xii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme penurunan kognitif pada pasien DM .................... 19

xiii

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

DAFTAR SINGKATAN
ADA
ATP
A1C
AGE
CDT
DM
HLA
IG
IL
IMT
NADPH
NO
OHO
ROS
PKC
WHO

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

American Diabetes Association


Adenosine Tri Phosphate
Hemoglobin Glikosilasi
Advanced glycation end products
Clock Drawing Test
Diabetes Mellitus
Human Leukocyte Antigen
Indeks Glikemik
Interleukin
Indeks Massa Tubuh
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphat
Nitrit Oksida
Obat Hipoglikemik Oral
Reactive Oxygen Species
Protein Kinase C
World Health Organization

xiv

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10

Penjelasan penelitian
Lembar persetujuan
Data responden
Prosedur pengukuran tekanan darah digital
Prosedur pengukuran kadar glukosa darah
Prosedur pengukuran miniCog
Lembar jawaban recall 9 kata
Lebar jawaban CDT
Prosedur digit span forward and backward
Curriculum vitae

xv

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia.
DM sudah mulai dikenal di Mesir 1550 tahun SM. Nama Diabetes berasal
dari Yunani yang berarti mengalir terus menerus sedangkan, mellitus berarti
madu atau manis. DM merupakan penyakit metabolik (kebanyakan herediter)
sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya
kerusakan sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau
keduanya (pada DM tipe-2), atau kurangnya insulin absolut (DM tipe-1)
(Tjokroprawiro, 2007).

Jumlah penderita DM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah


penderita DM di dunia mencapai 346 juta orang. Pada tahun 2004, 3.4 juta
orang meninggal akibat dari diabetes mellitus (WHO, 2011). Wild, Roglic,
Green, Sicree, dan King (2004) menyatakan prevalensi DM di seluruh dunia
pada tahun 2000 mencapai 2,8%. Angka ini akan meningkat menjadi 4,4%
pada tahun 2030.

Indonesia menjadi urutan keempat dalam jumlah penderita DM terbanyak di


dunia pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlah
penderita DM diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004).
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita DM di Indonesia
pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan diperkirakan akan mencapai
20,1 juta orang pada tahun 2030 dengan tingkat prevalensi 14,7% untuk
daerah urban dan 7,2% di rural (Pdpersi, 2011).

Di Kota Tangerang, menurut data dari Dinas Kesehatan tahun 2010 DM


merupakan penyakit terbanyak ke dua (6,83%) setelah hipertensi (12,44%)
yang diderita pasien umur lebih dari 60 tahun. Sedangkan pada umur 5-60
tahun prevalensinya 3,89%. Jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Kota Tangerang pada tahun 2010 sebanyak 14.062 orang, jumlah ini
meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 7.359 orang.
Sementara itu jumlah penderita DM di Rumah Sakit berdasarkan laporan dari
23 Rumah Sakit dan Rumah Sakit Ibu dan Anak yang ada di Kota Tangerang
sebanyak 8.485 orang (3,39%), dengan rincian 5.312 orang menderita DM
tidak bergantung pada insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan
3.173 orang DM yang tidak ditentukan (Dinkes Banten, 2010).

DM merupakan penyakit kronis yang dialami pasien seumur hidup sehingga


progresifitas penyakit ini akan terus berjalan. Perjalanan penyakit ini biasanya
berjalan lambat dengan banyak komplikasi ringan hingga berat dan tak jarang
menimbulkan kematian. Penyulit kronik pada DM terjadi pada semua
pembuluh darah di seluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan
diagnosa, angiopati diabetik terbagi menjadi dua yakni makrovaskuler
(makroangiopati) dan mikrovaskuler (mikroangiopati) (Soegondo, 2009).

Kondisi hiperglikemia kronis menyebabkan banyak komplikasi salah satunya


terjadi penurunan kognitif. Nooyen, Baan, Spijkerman, dan Verschuren
(2010) menyatakan bahwa

penderita DM mengalami penurunan fungsi

kognitif global 2,6 kali lebih besar dari non diabetes. Sedangkan pada
individu lebih dari 60 tahun yang terkena diabetes menunjukkan 2,5-3,6 kali
lebih besar penurunan kognitif daripada individu yang tidak diabetes.

Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM meliputi kemampuan


memori, konsentrasi dan kecepatan pemahaman. Kemampuan memori terbagi
menjadi dua yakni memori jangka pendek dan memori jangka panjang
(Sousa, 2012). Menurut Stewart dan Liolitsa (1999) terdapat hubungan antara
DM tipe 2 dengan kerusakan kognitif terutama memori dan fungsi eksekutif.
Yeung, Fischer dan Dixon (2009) menyatakan bahwa kemampuan kognitif
pasien diabetes tipe 2 menurun pada kemampuan fungsi eksekutif. Fungsi
eksekutif merupakan memori jangka pendek, proses dan perilaku kognitif
secara luas yang merupakan gambaran apa yang dilakukan oleh lobus frontal

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

(Sousa, 2012). Greenwood, Kaplan, Hebblethwaite dan Jenkins (2003)


menyatakan penderita DM tipe 2 mengalami penurunan pada memori
deklaratif. Memori deklaratif merupakan bagian dari memori jangka panjang
yang menggambarkan bagaimana indivu mengingat nama, musik, dan objek
(Sousa, 2012).

Penelitian lainnya dari Arvanitakis, Wilson, Li, Aggarwal

dan Bennett (2005) mengatakan pada pasien diabetes mengalami penurunan


memori semantik dan proses pemahaman. Memori semantik merupakan
bagian dari memori deklaratif (Sousa, 2012). Kodl dan Seaquist (2008) juga
berpendapat sama bahwa pada penderita DM terjadi penurunan kemampuan
fungsi eksekutif,

kemampuan mengingat jangka pendek, kelancaran

berbicara, penurunan konsentrasi dan kemampuan psikomotor.

Menurut penelitian Saczynski et al. (2008), pasien DM yang lebih dari 15


tahun mengalami perburukan yang signifikan dalam kecepatan menyelesaikan
tugas dan fungsi eksekutif. Pernyataan yang sama dari penelitian Gatlin
(2012) yang menyatakan bahwa semakin lama durasi seseorang menderita
DM maka kemampuan working memory semakin menurun. Fungsi eksekutif
adalah bagian dari working memory. Namun, sebenarnya penurunan kognitif
sudah dimulai sejak pasien terdiagnosa DM (Ruis et al., 2009). Bahkan
menurut Dey, Misra, Desai, Mahapatra, dan Padma (1997) pasien DM tipe 2
yang usia muda dengan rata-rata usia

46 tahun telah terjadi penurunan

konsentrasi dan daya ingat.

Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia


kronis regulasi insulin inadekuat dan fluktuatif gula darah sepanjang waktu
(Rizzo et al., 2010). Hiperglikemia kronis merusak pembuluh darah dan
degenerasi neuron melalui 3 jalur metabolik utama yakni

pembentukan

AGEs (advanced glycation end products), aktivasi protein kinase C (PKC)


dan hiperglikemi inraseluler karena kerusakan jalur polyol (Kodl & Seaquist,
2007). Produk akhir dari tiga jalur ini adalah peningkatan Reactive Oxygen
Species (ROS), yang menyebabkan stress oksidatif kronis (Robertson, 2004).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Stress oksidatif akan mengakibatkan kerusakan sel syaraf sehingga


menurunkan kemampuan kognitif (Rizzo et al., 2010).

Selain itu, penurunan fungsi kognitif juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif
kadar gula darah yang berlangsung setiap hari. Fluktuatif gula darah ini
dipicu oleh perubahan gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi pada
kondisi setelah makan (postprandial) (Node & Inoue, 2009). Menurut
penelitian Rizzo et al. (2010) yang melibatkan 121 pasien DM tipe 2 lanjut
usia bahwa rata-rata kadar gula darah puasa 153 mg/dl kemudian meningkat
pada kondisi 2 jam setelah makan menjadi 198 mg/dl. Penelitian yang
dilakukan Bonora (2001) dalam Kovatchev, Cox, Summers, GonderFrederick, dan Clarke (2003) yang melibatkan 800 responden DM tipe 2
menyatakan bahwa setelah makan terjadi peningkatan gula darah lebih dari
160 mg/dl. Waspadji (2002) menyatakan pada responden yang diberikan 50
gram glukosa terjadi peningkatan dari kadar gula darah puasa 117,6 mg/dl
menjadi 286 mg/dl setelah 60 menit dan turun menjadi 218,4 mg/dl.

Peningkatan gula darah sendiri baru terjadi

2,5-3 jam setelah makan

(Kovatchev et al., 2003). Namun, Rizza (2010) menyatakan pada DM type 2


gula darah mencapai puncak setelah 1 jam makan dan menurun pada 2 jam
setelah makan. Waspadji (2002) juga menyatakan, kadar gula darah pada DM
tipe 2 mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan kemudian turun
kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi dari kadar gula
darah puasa.

Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel,


reaksi inflamasi dan stres oksidatif (Node & Inoue, 2009). Disfungsi endotel
merupakan awal dari terbentuknya aterosklerotik.

Pada pasien DM

komplikasi tersering adalah aterosklerotik arteri koroner dan stroke, yang


biasanya mengenai pembuluh darah karotid. Reaksi inflamasi ditandai dengan
peningkatan produksi IL-6, tumor necrosis factor-, dan IL-18 yang akan
memperburuk keadaan aterosklerotik (Node & Inoue, 2009).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Fluktuatif gula darah yang berlangsung kronis memiliki efek pemicu stress
oksidatif lebih kuat dari keadaan hiperglikemi kronis (Rizzo et al., 2010).
Pada kondisi ini terjadi penurunan aliran darah ke otak sehingga terjadi
iskemik di serebral. Kondisi iskemik mengakibatkan otak kekurangan
oksigen dan glukosa, yang merupakan substrat penting untuk metabolisme
otak. Keadaaan ini akan mengakibatkan kematian sel syaraf dan penurunan
neurotransmitter, sehingga terjadi penurunan fungsi kognitif (Vijayakumar,
Sirisha, Begam, & Dhanaraju, 2012).

Hasil penelitian Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi


peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir
setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah
makan. Sommerfield, Deary, dan Frier (2004) mengatakan selama kondisi
hiperglikemia akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada
proses kecepatan pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi.
Cox et al. (2007) juga mengatakan bahwa satu jam setelah sarapan terjadi
gejala penurunan kognitif berupa sulit konsentrasi dan lamban berpikir.
Greenwood et al. (2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien DM
yang diberikan asupan karbohidrat 50 gram terjadi peningkatan memori
jangka pendek ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan. Namun tidak
memiliki efek ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.

Penurunan kemampuan kognitif pada pasien DM diperantarai di lobus frontal.


Area

ini

adalah

tempat

fungsi

eksekutif,

mencakup

kemampuan

menyelesaikan masalah, merencanakan, mengatur dan konsentrasi. Akibat


dari hiperglikemia kronis maka pasien DM mengalami penurunan fungsi
memori. Fungsi ini berada di hipokampus, area belajar dan mengingat
(Vijayakumar et al., 2012).

Pemberian penyuluhan merupakan satu dari empat pilar utama pengelolan


DM Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan proses yang
berlangsung secara terus menerus yang kemajuannya diamati oleh petugas

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

kesehatan. Sasaran langsung penyuluhan DM adalah penyandang diabetes.


Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan dasar diabetes, pemantauan
mandiri, sebab tingginya kadar glukosa darah, penggunaan obat hipoglikemia
oral, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan jasmani, tanda-tanda
hipoglemik dan komplikasi DM (Soegondo, 2009).

Informasi yang diberikan saat penyuluhan

akan masuk ke otak sebagai

register sensorik. Setelah itu, akan berpindah ke memori segera yang


selanjutnya ke working memory untuk pemrosesan secara sadar. Dari working
memory, pesan tersebut mungkin akan disimpan ke memori jangka panjang.
Memori segera dan working memory adalah memori jangka pendek. Pintu
masuk penerimaan informasi ada di memori jangka pendek, dimana informasi
disimpan dalam waktu kurang dari satu detik kemudian berpindah ke area
pemrosesan sensorik pada korteks (Sousa, 2012).

Gatlin (2012) mengatakan bahwa fungsi eksekutif yang merupakan bagian


dari working memory berhubungan dengan tingkat keparahan DM tipe 2 dan
kemampuan manajemen diri pasien DM tipe 2. Penurunan fungsi working
memory sebanding dengan penurunan kemampuan pasien DM tipe 2 dalam
manajemen diri.

Gatlin (2012) menggunakan Working Memory Index dari Wechsler Adult


Intelligence Scale edisi ketiga (WAIS-III) untuk mengukur working memory.
Working memory index terdiri dari pengukuran Letter-Number Sequencing,
Digit Span, dan tes Aritmatika. Jika hasil dari ketiga pengukuran tersebut
digabungkan akan menggambarkan kemampuan konsentrasi tinggi terhadap
tugas, kemampuan menerima informasi, mengelola informasi dan merespons
informasi. Sedangkan Arvanitakis et al. (2006) menggunakan hanya Digit
Span Backward dan Forward untuk mengukur kemampuan working memory.

Perawat adalah profesi kesehatan yang sangat sering berinteraksi dengan


pasien memiliki peran sebagai edukator

dan juga sebagai fasilitator.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Penyuluhan ke pasien DM dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu, penting


bagi perawat untuk mendeteksi penurunan kognitif pasien DM tipe 2 melalui
skrining rutin disfungsi kognitif, terutama pada pasien usia lanjut ( Mc
Donald & Gray-Miceli, 2007).

Instrumen untuk menilai penurunan kemampuan kognitif yakni MiniCog.


MiniCog adalah instrumen yang digunakan untuk skrining demensia secara
mudah, cepat dan memiliki nilai sensitivitas tinggi. Mini Cog terdiri dari uji
mengingat 3 kata dan menggambar jam (Doerflinger, 2007). Institute of
Diabetes for Older People (IDOP) menggunakan miniCog secara rutin pada
pasien DM tipe 1 dan 2 untuk mendeteksi awal penurunan kemampuan
kognitif (IDOP, n.d). Di Indonesia belum ada penelitian mengenai miniCog
digunakan sebagai instrumen menilai kemampuan kognitif pada pasien DM
tipe 2.

Berdasarkan dari pengamatan peneliti terhadap fenomena pemberian


penyuluhan pasien DM oleh perawat, waktu pemberian penyuluhan
umumnya dilakukan setelah makan/sarapan. Namun, belum ada penjadwalan
waktu penyuluhan yang tepat pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan pada
literatur bahwa pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi,
kesulitan berbicara, kelambanan berpikir 1 jam setelah makan kemudian
setelah 2-3 jam

kemampuan tersebut menjadi lebih baik. Sehingga,

penentuan waktu yang tepat pemberian penyuluhan setelah makan/sarapan


perlu dilakukan penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui
fenomena tersebut, yakni mengenai perbedaan kemampuan mengingat jangka
pendek antara 60 menit dan 120 menit setelah makan pada pasien DM tipe 2.

1.2 Rumusan Masalah


Kondisi hiperglikemia kronis menyebabkan banyak komplikasi salah satunya
terjadi penurunan kognitif. Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM
meliputi kemampuan memori, konsentrasi dan kecepatan pemahaman.
Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

kronis dan regulasi insulin inadekuat Selain itu, penurunan fungsi kognitif
juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif kadar gula darah yang berlangsung
setiap hari. Fluktuatif gula darah ini dipicu oleh perubahan gula darah yang
cepat dari rendah ke tinggi pada kondisi setelah makan (postprandial).
Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel,
reaksi inflamasi dan stres oksidatif. Hal ini akan menyebabkan kematian sel
syaraf sehingga terjadi penurunan kognitif. Hasil penelitian menyatakan
bahwa terjadi peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara,
kelambanan berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada
2-3 jam setelah makan. Fenomena ini harus diperhatikan dengan cara
melakukan skrining rutin kemampuan kognitif pada pasien DM terutama
lanjut usia. Namun belum semua RS, poliklinik, dan puskesmas melakukan
skrining rutin kemampuan kognitif pada pasien DM tipe 2. Selain itu,
berdasarkan dari pengamatan peneliti pada umumnya perawat memberikan
penyuluhan setelah makan. Namun, penentuan waktu yang tepat pemberian
penyuluhan belum pernah dilakukan penelitian. Berdasarkan fenomena yang
telah dipaparkan di atas yakni pada pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan
kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir 1 jam setelah
makan kemudian setelah 2-3 jam kemampuan tersebut menjadi lebih baik.
Namun belum ada penelitian mengenai kemampuan mengingat jangka
pendek setelah makan pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengingat jangka pendek antara
satu jam dan dua jam setelah makan pada pasien DM tipe 2.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan
memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2.
1.3.2 Tujuan khusus
Penelitian ini untuk :
1.

Mengidentifikasi karakteristik pasien DM tipe 2 di Puskesmas


Cipondoh Tangerang.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

2.

Mengidentifikasi perbedaan kadar gula darah satu jam dan dua jam
setelah makan di kelompok perlakuan dan kontrol.

3.

Mengidentifikasi perbedaan kemampuan memori jangka pendek


satu jam dan dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan
kontrol.

4.

Mengidentifikasi perbedaan kadar gula darah menit satu jam dan


dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.

5.

Mengidentifikasi perbedaan kemampuan memori jangka pendek


satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan
dan kontrol.

6.

Menjelaskan kontribusi variabel perancu (usia, tekanan darah dan


aktifitas fisik) terhadap kemampuan memori jangka pendek satu
jam dan dua jam setelah makan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan.
Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai kemampuan
memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai model
intervensi keperawatan yang perlu dikembangkan terkait dengan
kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2.
1.4.2 Pelayanan dan masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi
terkait pemberian edukasi kepada pasien DM tipe 2 diberikan dua jam
setelah makan agar proses belajar optimal dan diberikan kontinyu.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DM
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Schteingart 2003). Gangguan metabolik ini disebabkan karena
adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer
atau keduanya pada diabetes tipe 2, atau kurang nya insulin pada diabetes tipe
1 (Tjokroprawiro, 2007).

Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka DM ditandai dengan


hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya
sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit
vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan
glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko
mengalami komplikasi metabolik diabetes (Schteingart, 2003).

2.2 Angka kejadian DM


Jumlah penderita DM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah
penderita DM di dunia mencapai 346 juta orang. Pada tahun 2004, 3.4 juta
orang meninggal akibat dari diabetes mellitus (WHO, 2011).

Wild et al

(2004) menyatakan prevalensi DM di seluruh dunia pada tahun 2000


mencapai 2,8%. Angka ini akan meningkat menjadi 4,4% pada tahun 2030.
Jumlah keseluruhan penderita DM diperkirakan akan mencapai 366 juta pada
tahun 2030 dari 171 juta di tahun 2000. Pada negara berkembang, angka ini
meningkat dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2030.

Indonesia menjadi urutan ke 4 dalam jumlah penderita DM terbanyak di dunia


pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlah
penderita DM diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004).
10

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

11

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita DM di Indonesia


pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan diperkirakan akan mencapai
20,1 juta orang pada tahun 2030 dengan

tingkat prevalensi 14,7% untuk

daerah urban dan 7,2% di rural (Pdpersi, 2011).

Di kota Tangerang, menurut data dari Dinas Kesehatan tahun 2010

DM

merupakan penyakit terbanyak ke dua (6,83%) setelah hipertensi (12,44%)


yang diderita pasien umur lebih dari 60 tahun. Sedangkan pada umur 5-60
tahun prevalensinya 3,89%. Jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas
Kota Tangerang pada tahun 2010 sebanyak 14.062 orang, jumlah ini meningkat
jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 7.359 orang. Sementara itu jumlah
penderita DM di Rumah Sakit berdasarkan laporan dari 23 Rumah Sakit dan
Rumah Sakit Ibu dan Anak yang ada di Kota Tangerang sebanyak 8.485 orang
(3,39%), dengan rincian 5.312 orang menderita DM tidak bergantung pada
insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan 3.173 orang DM yang
tidak ditentukan (Dinkes Banten, 2010).

2.3 Etiologi dan klasifikasi DM


American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan 4 tipe diabetes
yakni diabetes tipe I, diabetes tipe II, diabetes gestasional, dan diabetes tipe
lainnya (Michel,

2011). Pembahasan mengenai tipe diabetes dibahas di

bawah ini :
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasa dikenal juga diabetes tergantung insulin, diabetes saat
remaja. Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap
perusakan imunologik se-sel yang memproduksi insulin. Secara genetik
berhubungan dengan HLA (human leukocyte antigens)DR 3, HLA-DR 4.
Bukti

untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan

dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigen) spesifik.


Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1
adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

12

dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respons sel


T yang merupakan bagian normal dari respons imun. Jika terjadi kelainan,
fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis
perusakan sel-sel pulau Langerhan (Schteingart 2003). Pada diabetes tipe 1
sel beta yang dimiliki hanya berjumlah kurang dari 10 %. Normalnya sel
beta 60%-80% menempati pulau Langerhan (Tjokroprawiro, 2007).

2. Diabetes tipe 2
Terdapat 4 hal yang utama metabolisme abnormal yang berperan pada
perkembangan diabetes tipe 2 yakni ; Faktor pertama adalah resistensi
insulin pada metabolisme glukosa dan lemak yakni dimana reseptor insulin
di jaringan tidak berespon. Hampir kebanyakan reseptor insulin berada di
otot rangka, lemak dan sel hati. Ketika insulin tidak digunakan secara
tepat, maka glukosa yang masuk ke sel akan terhambat sehingga
menyebabkan hiperglikemia. Pada tahap awal resistensi insulin, pankreas
merespons gula darah tinggi dengan memproduksi sejumlah besar insulin
(berlaku jika fungsi sel beta normal). Hal ini menyebabkan fase
hiperinsulin bersamaan dengan kondisi hiperglikemi. Resistensi insulin
juga bisa disebabkan oleh cacat yang diwariskan pada resptor insulin. Hal
ini adalah hal paling umum yang ditemukan pada pasien diabetes tipe 2.
Resistensi insulin akan mengakibatkan peningkatan produksi insulin oleh
sel beta pankreas (Michel, 2011).

Faktor kedua adalah pada diabetes tipe 2 ditandai dengan penurunan


kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akibat sel beta menjadi
lelah karena insulin terlalu banyak diproduksi atau karena masa sel beta
berkurang. Penyebabnya dimungkinkan karena efek samping akibat
hiperglikemia kronis atau terlalu banyak asupan lemak. Faktor ketiga
adalah ketidaksesuaian produksi glukosa oleh hati. Hati memproduksi
banyak glukosa menyebabkan peningkatan hiperglikemia pada puasa dan
fase postprandial. Faktor keempat adalah perubahan produksi hormon
dan sitokin oleh jaringan adiposa (adipokin). Adipokin berperan dalam

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

13

merubah glukosa dan metabolisme lemak. Terdapat dua adipokin utama


yang dapat berpengaruh kepada sensitivitas insulin yakni adiponectin dan
lectin (Michel, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa etiologi penurunan fungsi sel beta pankreas


pada diabetes tipe 2 adalah (Soegondo, 2009) :
1. Umur, biasanya > 45 tahun
2. Genetik, memiliki faktor keturunan dari keluarga
3. Glukotoksisitas, kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1 dan NF-KB dengan
akibat peningkatan apoptosis sel beta
4. Lipotoksisitas, peningkatan asam lemak bebeas yang berasal dari
jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolisme
non oksidatif.
5. Penumpukan amiloid, kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa
darah

akan

meningkat,

karena

itu

sel

beta

akan

berusaha

mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin, hingga


terjadi insulinemia. Pada diabetes tipe 2 jumlah sel beta berkurang
sampai 50-60% dari normal.
6. Resistensi insulin, penyebab resistensi insulin dipengaruhi sebagian
besar karena faktor obesitas terutama pada bentuk tubuh apel (sentral),
diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan, faktor
keturunan (herediter).
Faktor yang dapat diperbaiki adalah resistensi insulin, glukotoksisitas,
lipotoksisitas dan penimbunan amiloid, sedangkan umur dan genetik tidak
dapat diubah.

3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor resiko terjadi diabetes gestasional adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, riwayat diabetes
gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

14

yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka


kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Kebanyakan perempuan
hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehailan 24
hingga 28 minggu (Schteingart, 2003).

4. Diabetes tipe lainnya


Kondisi yang dapat menyebabkan diabetes adalah sindrom cushing,
hipertiroid, pankreatitis berulang, cystic fibrosis, hemochromatosis dan
penggunaan nutrisi parenteral. Medikasi juga dapat menyebabkan diabetes
seperti kortikosterois, thiazides, phenytoin, antipsikotik (Michel, 2011).

2.4 Pemeriksaan diagnostik DM


Diagnosa diabetes ditegakkan melalui satu dari empat metode yaitu (Michel,
2011) :
1. A1C (hemoglobin glikosilasi) 6,5%
2. Gula darah puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Yang dimaksud puasa adalah
tidak ada kalori yang masuk selama minimal 8 jam
3. Gula darah 2 jam setelah makan, dengan asupan gula 75 g 200 mg/dl
(11,1 mmol/L)
4. Pasien dengan gejala klasik seperti hiperglikemia (poliuria, polidipsi, berat
badan turun tanpa alasan) atau krisis hiperglikemia. Nilai gula darah acak
200 mg/dl (11,1 mmol/L).

Pada 2010, ADA merekomendasikan bahwa A1C digunakan sebagai


pemeriksaan diagnostik dabetes.

Pemeriksaan AIC untuk mengukur

glikosilasi hemoglobin yang juga dikenal hemoglobin AIC, pemeriksaan ini


untuk mengukur jumlah glukosa yang terikat pada sel darah merah dalam
rentang waktu hidup sel darah merah (90-120 hari) (Michel, 2011).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

15

2.5 Komplikasi DM
Komplikasi

DM dapat dibagi menjadi dua yakni

komplikasi akut dan

komplikasi kronis :
1. Komplikasi akut
Komplikasi metabolik DM disebabkan oleh perubahan yang relatif akut
dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik akut yang sering
terjadi pada pasien DM tipe 2 adalah sindrom hiperosmolar hiperglikemik
(SHH). Penyebab dari SHH adalah infeksi saluran kemih, pneumonia,
sepsis, dan penyakit akut lainnya. Perbedaan utama antara SHH dengan
diabetes ketasidosis adalah pasien SHH memiliki insulin yang cukup
sehingga tidak terjadi ketoasidosis. Hiperglikemia dapat meningkatkan
osmolalitas serum yang dapat menyebabkan hipovolemia. Dampak dari
hipovolemia

adalah

penurunan

perfusi

ginjal,

hipotensi

dan

hemokonsentrasi. yang bermanifestasi klinis menjadi somnolen, koma,


kejang, aphasia, hemiparese. Nilai gula darah pada SHH adalah lebih dari
600mg/dl (33,33mmol/L) (Michel, 2011).

Komplikasi metabolik yang lebih banyak terjadi pada DM tipe 1 adalah


ketoasidosis diabetikum. Hal ini disebabkan karena defisiensi insulin
sehingga glukosa tidak bisa digunakan sebagai energi tubuh. Sumber
energi didapatkan dari pemecahan lemak yang menghasilkan keton. Keton
dapat merubah keseimbangan pH yang mengakibatkan asidosis metabolik.
Defisiensi insulin menstimulasi produksi glukosa dari asam amino
sehingga menambah hiperglikemia pada tubuh. Manifestasi klinis
ketoasidosis diabetikum adalah dehidrasi, turgor kulit buruk, mukosa
membran kering, hipotensi ortostatik, anorexia, muntah. Pada tahap yang
sudah lanjut muncul pernapasan Kussmaul, bau nafas seperti aseton. Nilai
gula darah lebih dari 250 mg/dl, pH arteri kurang dari 7,30, serum
bikarbonat kurang dari 15mEq/L (Michel, 2011).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

16

2. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis pada DM terbagi menjadi 3 yakni komplikasi
makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler dan neuropathy (komplikasi
pada syaraf). Komplikasi makrovaskuler menyerang ke pembuluh darah
sedang besar yakni pada jantung koroner, pembuluh darah kaki, pembuluh
darah otak. Hal ini merupakan hal tersering dan merupakan gejala awal
pada pasien DM. Makrovaskuler mencakup kepada pembuluh darah
kepala, pembuluh darah jantung, dan pembuluh darah perifer. Komplikasi
ini akan diperparah bila pasien mengalami obesitas, merokok, hipertensi,
makan banyak lemak. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran
histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia
yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis
penyakit vaskuler ini. Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol
dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan
darah. Pada akhirnaya makroangipati diabetik ini akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer maka dapat
mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer, jika terkena ke arteri serebral
maka menyebabkan stroke, jika terkena arteri koronaria dan aorta maka
menyebabkan angina dan infark miokardium (Schteingart, 2003).

Komplikasi mikrovaskuler merupakan lesi spesifik yang menyerang


kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal
(nephropaty diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot
serta kulit. Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan
berkembangnya

retinopati.

Manifestasi

dini

retinopati

berupa

mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina.


Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat
mengakibatkan kebutaan. Kerusakan pembuluh darah kecil yang
mensuplai ke glomerulus ginjal merupakan penyebab terjadi nefropati
diabetik. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika
hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi
ginjal dan uremia. Hipertensi dapat mempercepat nefropati diabetik

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

17

sehingga manajemen pengontrolan tekanan darah harus segera dilakukan


(Schteingart, 2003).

3. Komplikasi pada syaraf (neuropati diabetik)


Sekitar 60%-70% pasien DM mengalami neuropati dengan komplikasi
syaraf yang terjadi baik pada tipe 1 dan tipe 2. Sebuah teori menyatakan
bahwa keadaan hiperglikemia yang menetap dapat mengakumulasi sorbitol
dan fruktosa yang dapat merusak syaraf sehingga menyebabkan konduksi
syaraf berkurang dan demielinisasi (Schteingart, 2003). Pada pengelolaan
kadar gula darah yang buruk, neuropati diabetik terjadi melalui 4 cara
yakni pembentukan Advanced Glycation End-Product (AGE), mekanisme
jalur polyol, pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS), dan aktifasi
Protein Kinase C (PKC) (Soesilowati, 2003).

Iskemia pada pembuluh darah yang rusak akibat hiperglikemia kronis juga
turut menyebabkan neuropati diabetik. Neuropati diabetik ada dua yakni
neuropati sensori yang mengarah ke sistem syaraf perifer dan neuropati
otonom. Bentuk umum dari neuropati sensori adalah polineuropati simetris
distal yang mengenai tangan dan atau kaki secara bilateral. Manifestasi
klinis adalah kehilangan sensasi, abnormalitas sensasi, nyeri, parastesia.
Nyeri yang dideskripsikan sebagai terbakar dan seperti terobek biasanya di
waktu malam atau sewaktu. Sedangkan neuropati otonom dapat mengenai
seluruh sistem tubuh dan memicu hipoglikemik, inkontinensia bowel,
diare, retensi urine. Gastroparesis adalah komplikasi neuropati otonomik
yang dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah, reflux gastroesofageal
(Michel, 2011).

2.6 Penurunan fungsi kognitif


DM berhubungan dengan kerusakan organ yang berlangsung lambat di otak.
DM berhubungan terhadap resiko terjadinya penurunan kognitif ringan
(Luchsinger et al., 2007). Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara
sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

18

kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan,


pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan,
menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Sousa, 2012). Nooyen et al.
(2010) menyatakan bahwa

penderita DM mengalami penurunan fungsi

kognitif global 2,6 kali lebih besar dari non diabetes. Sedangkan pada
individu lebih dari 60 tahun yang terkena diabetes menunjukkan 2,5-3,6 kali
lebih besar penurunan kognitif daripada individu yang tidak diabetes.

Penurunan kognitif yang terjadi pada pasien DM tipe 2 meliputi kecepatan


psikomotor dan fungsi eksekutif termasuk kemampuan memori (Kawamura,
Umemura, & Hotta, 2012). Menurut Stewart dan Liolitsa (1999) terdapat
hubungan antara DM tipe 2 dengan kerusakan kognitif terutama memori dan
fungsi eksekutif. Greenwood et al. (2003) menyatakan penderita DM tipe 2
mengalami penurunan pada memori deklaratif.

Penelitian lainnya dari

Arvanitakis et al. (2005) mengatakan pada pasien diabetes mengalami


penurunan memori semantik dan proses pemahaman. Kodl dan Seaquist
(2008) juga berpendapat sama bahwa pada penderita DM terjadi penurunan
kemampuan fungsi eksekutif,

kemampuan mengingat jangka pendek,

kelancaran berbicara, penurunan konsentrasi dan kemampuan psikomotor.


Kemudian Yeung et al. (2009) menyatakan bahwa kemampuan kognitif
pasien diabetes tipe 2 menurun pada kemampuan fungsi eksekutif dan
memori episodik.

Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh kondisi hiperglikemia


kronis, regulasi insulin inadekuat dan fluktuatif gula darah sepanjang waktu
(Rizzo et al, 2010). Kawamura et al. (2012) menambahkan bahwa penurunan
kognitif pada pasien DM disebabkan karena hipertensi dan dislipidemia.
Selain itu terdapat faktor umum yang mempengaruhi yakni merokok, diet,
olahraga, stres, depresi, usia lanjut, dan faktor genetik.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

19

Hiperglikemia

Hipertensi
dislipidemia

Glikasi, stres oksidatif, disfungsi endotel,


peningkatan aktifitas mekanisme poliol
Faktor umum
Makroangiopati
(penyakit
serebrovaskuler)

mikroangiopati

Merokok
Diet
Olahraga
Stres
Depresi
Penuaan
Faktor
genetik

Penurunan kognitif
Resistensi insulin

Hipoglikemia

Insulin inadekuat
Defisiensi insulin

Gambar 2.1 Mekanisme penurunan kognitif pada pasien DM (Kawamura et al, 2012).

Menurut

Asimakopoulou

dan

Hampson

(2002)

faktor-faktor

yang

mempengaruhi fungsi kognitif pada pasien DM tipe 2 adalah usia, durasi DM,
kadar gula darah, dan tekanan darah. Grodstein, Chen, Wilson, dan Manson
(2001) menyatakan pada pasien lansia

DM tipe 2, usia mempengaruhi

penurunan memori verbal dan kelancaran verbal dua kali lebih buruk
daripada lansia non DM. Cukierman-Yaffe et al (2009) juga menyatakan hal
yang sama yakni peningkatan usia mempengaruhi penurunan kognitif pasien
DM tipe 2. Namun, menurut Ruis et al, 2009 penurunan kognitif sudah
dimulai sejak pasien terdiagnosa DM. Bahkan menurut Dey et al. (1997)
pasien DM tipe 2 yang usia muda dengan rata-rata usia 46 tahun telah terjadi
penurunan konsentrasi dan daya ingat. Pada hasil MRI (magnetic resonance
imaging) pasien DM tipe 2 ditemukan lesi white matter yang besar dan atropi
subkortikal, faktor usia turut mempercepat proses ini (Yeung et al, 2009).

Menurut penelitian Saczynski et al (2008), pasien DM yang lebih dari 15


tahun mengalami perburukan yang signifikan dalam kecepatan menyelesaikan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

20

tugas dan fungsi eksekutif. Pernyataan yang sama dari penelitian Gatlin
(2012) yang menyatakan bahwa semakin lama durasi seseorang menderita
DM maka kemampuan working memory semakin menurun. Fungsi eksekutif
adalah bagian dari working memory.

Kadar gula darah diidentifikasi dengan nilai gula darah puasa, gula darah 2
jam post prandial, gula darah sewaktu dan nilai A1C. Cukierman-Yaffe et al.
(2009) mengatakan bahwa peningkatan 1 % nilai AIC berhubungan secara
signifikan dengan penurunan 1,7 pada pengukuran DSST (Digit Simbol
Substitution Test), penurunan 0,2 pada pengukuran MMSE (Mini Mental
State Examination), penurunan 0,11 pada pengukuran mengingat. Sedangkan
pada penelitian Ruis et al. (2009) menyatakan bahwa AIC tidak berhubungan
terhadap kemampuan kognitif pasien DM tipe 2. Penelitian Ba-tin et al.
(2011) nilai A1C tidak signifikan berbeda antara kelompok DM tanpa
komplikasi dengan kelompok DM dengan komplikasi terhadap kemampuan
kognitif.

Tekanan darah berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis sehingga


asupan oksigen dan nutrisi ke otak inadekuat. Kondisi ini akan
mengakibatkan penurunan kognitif (Kumari, Brunner, & Fuhrer, 2000).
Menurut Grodstein et al. (2001) tekanan darah mempengaruhi kemampuan
memori verbal dan kelancaran verbal. Pasien dengan diabetes memiliki resiko
2-6 kali mengalami stroke trombosis dan penyakit vaskuler. Pada otak pasien
diabetes ditemukan penebalan membran dasar kapiler yang merupakan tanda
mikroangiopati. Penurunan volume amigdala dan hipokampus pada pasien
diabetes berkontribusi terhadap kemampuan belajar dan mengingat (Yeung et
al., 2009).

Aktifitas fisik mempengaruhi kemampuan kognitif dengan cara resistensi


insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat (Ilyas, 2009).
Aktifitas fisik memperbaiki regulasi insulin sehingga menurunkan kadar gula
darah (Watson etl., 2006). Menurut Watson et al (2006) aktifitas fisik yang

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

21

dilakukan satu jam rutin 3 kali seminggu selama 12 minggu dan diet
pengaturan lemak (<7% lemak jenuh) dapat memperbaiki kemampuan
memori. Hal ini disebabkan karena faktor neurotrophic dan plastisitas di otak
yang secara langsung mempengaruhi kemampuan mengingat.

Penelitian lainnya dari Maiorana et al. (2001) bahwa aktifitas fisik yang
dilakukan rutin selama 8 minggu dapat memperbaiki kadar gula darah,
toleransi latihan aerobik dan resistensi fungsi endotel pada pembuluh darah.
Sedangkan menurut penelitian Perisee (2009) efek akut dari latihan jalan
treadmill yang dilakukan 60 menit sebelum sarapan, 4 jam sebelum makan
siang dan 8 jam sebelum makan malam tidak memperbaiki glukosa plasma,
trigliserida, caroten, dan tanda inflamasi (C-reactive protein) dan stress
oksidasi. Hasil ini dirancukan dengan variabel jumlah kalori makan yang
berbeda, tingkat glukosa plasma dan tingkat trigliserida yang berbeda.

Faktor berat badan turut mempengaruhi penurunan kognitif. Menurut


penelitian Nooyens et al. (2010), IMT (indeks massa tubuh) pada pasien DM
tipe 2 ( 30,04,9) lebih tinggi daripada IMT pada kelompok tidak DM
(26,13,6). Penelitian Ruis et al (2009) menyatakan hal sama bahwa pada
pada pasien DM tipe 2 yang memiliki IMT lebih dari normal (30,45,3)
mengalami penurunan kognitif dibandingkan dengan kelompok tidak DM
yang juga memiliki IMT lebih dari normal (27,44,2). Penggunaan medikasi
juga mempengaruhi penurunan kognitif. Menurut Grodstein et al. (2001) pada
kelompok DM tipe 2 yang tidak patuh minum OHO memiliki kemampuan
kognitif buruk daripada kelompok DM tipe 2 yang patuh minum obat.

Kondisi hiperglikemia merubah fungsi kognitif melalui mekanisme aktivasi


jalur polyol, peningkatan pembentukan AGEs (advanced glycation end
products) intraseluler, pembentukan diacylglycerol pada protein kinase C dan
peningkatan glucose shunting pada jalur hexosamine

(Kodl & Seaquist,

2008). Kondisi hiperglikemia kronis akan meningkatkan mekanisme polyol


yang menyebabkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di syaraf sehingga

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

22

merusak sel syaraf. Kondisi ini memicu stress oksidatif intraseluler (Giacco
& Brownlee, 2010). Mekanisme polyol berfokus kepada enzim aldose
reduktase, yang berfungsi untuk menurunkan toxic aldehydes menjadi alkohol
inaktif dalam sel. Enzim aldose reduktase ditemukan di syaraf, retina, lensa,
glomerulus dan sel pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan glukosa
dalam sel, aldose reduktase juga berfungsi untuk menurunkan glukosa
menjadi sorbitol. Kemudian sorbitol akan dioksidasi menjadi fruktosa. Pada
saat proses penurunan glukosa dalam intrasel menjadi sorbitol, aldose
reduktase

mengkonsumsi

kofaktor

NADPH

(nicotinamide

adenine

dinucleotide phosphat). Pada saat yang bersamaan, NADPH juga menjadi


kofaktor penting dalam menghasilkan antioksidan intrasel sehingga terjadi
penurunan antioksidan intrasel. Hasil akhir dari mekanisme polyol adalah
peningkatan stress oksidatif intrasel (Brownlee, 2005).

Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk terjadinya stres oksidatif.


Stres oksidatif timbul bila pembentukan ROS (reactive oxygen species)
melebihi kemampuan sel dalam mengatasi radikal bebas. Stres oksidatif pada
DM disebabkan karena ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan
metabolisme karbohidrat dan lipid, sehingga terjadi penurunan antioksidan
(Sies, Stahl, & Sevanian, 2005).

Peningkatan stres oksidatif berkaitan

dengan adanya hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya


auto oksidasi glukosa sehingga terbentuk radikal bebas, glikosilasi autooksidatif dan meningkatnya jalur polyol yang akan menurunkan antioksidan.
Radikal bebas akan mempercepat pembentukan AGE yang pada gilirannya
akan mensuplai lebih banyak lagi radikal bebas, keadaan ini dinamakan
glikosilasi auto oksidatif (Wiyono, 2003). AGE adalah protein atau lipid yang
mengalami glikasi setelah terpapar glukosa. AGE menghambat aktifitas
Nitric Oxide (NO) pada sel endotel dan menghasilkan ROS (reactive oxygen
species). AGE terakumulasi di pembuluh darah yang merusak struktur dan
fungsi sel (Goldin, Beckman, Schmidt, & Creager, 2006). Selain itu,
hiperglikemia

yang berlangsung terus menerus akan meningkatkan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

23

pembentukan AGEs. AGEs sangat beracun dan dapat menghancurkan protein


termasuk serat syaraf (Soesilowati, 2003).

Kondisi hiperglikemia akan meningkatkan diacylglycerol yang akan


mengaktifkan protein kinase C (PKC) dan isoform dan . Aktifasi PKC
akan menurunkan NO sebagai vasodilator dan meningkatkan vasoconstrictor
endhotelin-1 sehingga terjadi abnormalitas pembuluh darah.

Selain itu

aktifasi PKC menyebabkan oklusi kapiler dan pembuluh darah (Brownlee,


2005).

Mekanisme penurunan kognitif juga disebabkan karena resistensi insulin.


Resistensi insulin adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak
memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot
dan sel hati. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 menyebabkan penurunan
kognitif melalui 3 mekanisme tidak langsung yakni :
1. Berhubungan dengan adanya penanda inflamasi yakni peningkatan Creactive

protein,

Interleukin

(IL)-6,

-1-antichymotripsin

dan

meningkatnya inflamasi. Pada sebuah penelitian pasien sindrom


metabolik

yang mengalami

peningkatan C-reactive protein

dan

peningkatan IL-6 mengalami penurunan kognitif sementara pasien


sindrom metabolik yang normal kadar C-reactive protein dan IL-6, fungsi
kognitifnya normal. Pasien DM tipe 2 diketahui memiliki peningkatan Creactive protein, IL-6, -1-antichymotripsin yang berpengaruh kepada
fungsi kognitif (Kodl & Seaquist, 2008).
2. Mekanisme kedua karena terganggunya jalur hipotalamus-pituitariadrenal-axis yang menyebabkan hiperkortisolemia. Pada pasien DM tipe
2 yang mengalami stres sehingga kortisol nya meningkat akan mengalami
penurunan memori (Kodl & Seaquist, 2008). Hormon kortikosteroid
merupakan mediator yang menyebabkan kerusakan plastisitas sinaps
hipokampus dan neurogenesis yang berhubungan dengan penurunan
kognitif pada diabetes. Glukokortikoid menghambat penggunaan glukosa
di sel syaraf (Stranahan et al, 2008).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

24

3. Mekanisme ketiga yakni terjadi pembentukan plak senil yang juga


ditemukan pada pasien Alzheimer. Serabut syaraf yang kusut dan plak
senil ekstrasel disusun oleh -amyloid, yang merupakan tanda patologis
dari penyakit Alzheimer (Kodl & Seaquist, 2008). -amyloid terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. amyloid

dibentuk dari pembelahan APP (Amyloid precursor protein)

yang dihasilkan di sel syaraf. Dalam keadaan normal -amyloid melekat


pada membran neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease dan salah
satu fragmen adalah -amyloid

yang berkembang menjadi gumpalan

yang terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari


neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah
beberapa waktu, campuran -amyloid

membeku menjadi fibril-fibril

yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut dan meracuni
neuron yang utuh. -amyloid mengganggu hubungan interseluler dan
menurunkan respons pembuluh darah sehingga menyebabkan makin
rentannya neuron-neuron terhadap stressor (iskemik). Adanya mikroglia
dalam plak menunjukkan bahwa peradangan masih berjalan terlibat dalam
menyebabkan kerusakan neuronal (Hartwig, 2003).

2.7 Efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan kognitif.


Penurunan fungsi kognitif juga lebih sering dipicu oleh fluktuatif kadar gula
darah yang berlangsung setiap hari. Fluktuatif gula darah ini dipicu oleh
perubahan gula darah yang cepat dari rendah ke tinggi pada kondisi setelah
makan (postprandial) ( Node & Inoue, 2009).

Mekanisme yang terjadi setelah makan pada orang normal adalah terjadi
peningkatan konsentrasi insulin sebelum peningkatan kadar gula darah di
arteri. Peningkatan konsentrasi insulin ini untuk mencegah hiperglikemia.
Namun, pada pasien DM terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin
sehingga terjadi hiperglikemia postprandial (Giugliano, Ceriello, & Esposito,
2008).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

25

Hiperglikemia postprandial ditentukan oleh banyak faktor yakni waktu,


jumlah, komposisi asupan makanan dan jumlah karbohidrat di makanan
(Giugliano et al, 2008). Pada sampel yang diberikan diabetasol 200 Kcal,
kadar gula darah 60 menit setelah makan meningkat dari 108,1 mg/dl (gula
darah puasa) menjadi 202,4 mg/dl. Kemudian menurun pada 120 menit
setelah makan menjadi 145,2 mg/dl. Sedangkan, pada sampel yang diberikan
glukosa 200 Kcal kadar gula darah 60 menit setelah makan meningkat dari
117,6 mg/dl (gula darah puasa) menjadi 286 mg/dl. Kemudian menurun pada
120 menit setelah makan menjadi 218,4 mg/dl (Waspadji, 2002).

Kadar gula darah mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan
kemudian turun kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi
dari kadar gula darah puasa (Waspadji, 2002). Pernyataan sama dari
Giugliano, et al. (2008) bahwa peningkatan kadar gula darah mencapai
puncak antara 30-60 menit setelah makan.

Hiperglikemia postprandial memicu produksi berebih superoxide, yang akan


bereaksi dengan NO (Nitrit Oksida) menghasilkan nitrosative dan hasil
metabolik turunannya yakni peroxynitrite dan nitrotyrosine. Unsur-unsur ini
yang akan memicu terjadi kerusakan endotel (Giugliano et al, 2008).
Hiperglikemia postprandial merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
aterosklerosis (Node & Inoue, 2009). Aterosklerosis adalah suatu penyakit
arteri degeneratif progresif yang menyebabkan oklusi pembuluh yang terkena,
sehingga aliran darah melalui pembuluh tersebut berkurang (Sheerwood,
2001).

Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel,


reaksi inflamasi dan stres oksidatif. Disfungsi endotel merupakan awal dari
terbentuknya aterosklerotik Disfungsi endotel mengakibatkan penurunan
produksi dan kemampuan NO yang akan mengubah kemampuan vasodilatasi
endotel (Node & Inoue, 2009).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

26

Endotel adalah lapisan tunggal sel epitel khusus yang membatasi lumen
semua pembuluh darah, mengeluarkan mediator-mediator kimiawi yang
berperan penting dalam pengaturan lokal arteriol. Fungsi sel endotel adalah
(Sheerwood, 2001) :
1.

Melapisi bagian dalam pembuluh darah dan ruang-ruang jantung


berfungsi sebagai sawar fisik antara darah dan bagian dinding pembuluh
lainnya

2.

Mengeluarkan zat-zat vasoaktif misalnya endothelial derived relaxing


factor (EDRF) sebagai respons terhadap perubahan kimiawi atau fisik
lokal, zat-zat ini menyebabkan relaksasi (vasodilatasi) atau kontraksi
(vasokontriksi) otot polos di bawahnya. EDRF diidentifikasi sebagai
nitrit oksida (NO). NO menyebabkan relaksasi otot polos arteriol. NO
berperan dalam perubahan-perubahan yang mendasari kemampuan
mengingat, yakni sebagai sistem perantara untuk meningkatkan sistem
transmiter dalam awal pembentukan memori deklaratif (memori jangka
panjang).

3.

Mengeluarkan zat-zat yang merangsang pertumbuhan pembuluh baru dan


proliferasi sel-sel otot polos di dinding pembuluh

4.

Berperan serta dalam pertukaran bahan antara darah dan jaringan di


sekitarnya menembus kapiler melalui transportasi vesikuler

5.

Berpengaruh dalam pembentukan sumbat trombosit, pembekuan dan


disolusi bekuan

6.

Berperan dalam penentuan permeabilitas kapiler dengan berkontraksi


untuk mengubah-ubah ukuran pori-pori antara sel-sel endotel yang
berdekatan.

Pada pasien DM, kondisi hiperglikemia ikut memicu terjadinya inflamasi


yang ditandai dengan peningkatan high-sensitivity C reactive protein
(hsCRP).

Reaksi inflamasi juga ditandai dengan peningkatan produksi

interleukin-6, tumor necrosis factor-, dan interleukin-18 yang

akan

memperburuk keadaan aterosklerotik (Node & Inoue, 2009). Pada pasien


DM komplikasi tersering adalah aterosklerotik arteri koroner dan stroke, yang
biasanya mengenai pembuluh darah karotid (Schteingart, 2003).
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

27

Keadaan peningkatan gula darah yang cepat setelah makan pada pasien DM
berlangsung kronis. Kondisi ini memicu produksi berlebih superoksidasi oleh
rantai transport mitokondria elektron. Superoksidasi juga dibarengi dengan
peningkatan NO yang akan merusak DNA. Kerusakan DNA akan
memperlambat glikolisis, transport elektron dan pembentukan ATP. Kondisi
ini akan mengakibatkan disfungsi endotel akut pada pembuluh darah pasien
DM (Ceriello, 2006).
Penderita diabetes pada umumnya mengalami fluktuasi gula darah, yang akan
merusak hubungan sinaps antar sel syaraf yakni neurotransmitter sehingga
tidak terjadi sinyal-sinyal dari sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Kondisi ini
akan mengakibatkan penurunan fungsi hipokampus yang berdampak kepada
kesulitan konsentrasi, penurunan kemampuan berhitung, ketidakmampuan
mengingat hal baru dalam jangka panjang dan penurunan kemampuan
mengingat jangka pendek ( Vijayakumar et al, 2012).
Hasil penelitian Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi
peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan berpikir
setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam setelah
makan. Sommerfield et al. (2004) mengatakan selama kondisi hiperglikemia
akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada proses kecepatan
pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi. Cox et al. (2007)
juga mengatakan bahwa satu jam setelah sarapan terjadi gejala penurunan
kognitif berupa sulit konsentrasi dan lamban berpikir. Greenwood et al.
(2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien DM yang diberikan
asupan karbohidrat

50 gram terjadi peningkatan memori jangka pendek

ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan. Namun tidak memiliki efek
ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.

2.8 Memori jangka pendek


Pembelajaran

(learning)

adalah

sebuah

proses

dimana

individu

menghasilkan/mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dan memori

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

28

adalah proses menyimpan pengetahuan tersebut, untuk kepentingan masa


mendatang (Sousa, 2012).

Stimulus berupa informasi masuk ke otak melalui impuls-impuls saraf.


Impuls kemudian menjalar dari akson menuju sinapsis, dimana zat-zat kimia
neurotransmitter dilepaskan. Zat-zat kimia ini, menyeberangi sinapsis menuju
dendrit neuron berikutnya. Saat pesan-pesan kimiawi memasuki neuron
lainnya,

zat-zat

kimia

ini

menimbulkan

serangkaian

reaksi

yang

menyebabkan neuron kedua menghasilkan sinyal. Reaksi ini berlanjut


memicu reseptor pada neuron-neuron lainnya juga untuk memberikan sinyal.
Urutan proses ini membentuk pola koneksi-koneksi neuronal yang saling
memberi sinyal satu sama lain secara bersamaan (Sousa, 2012).

Memori tidak disimpan utuh tetapi dalam bentuk kepingan-kepingan dan


didistribusikan dalam beberapa area pada cerebrum. Misalnya bentuk, warna,
dan aroma buah jeruk dikategorikan dan disimpan dalam rangkaian-rangkaian
neuron berbeda. Mengaktifkan area-area ini secara simultan membangkitkan
semua ingatan dan pengalaman yang berhubungan dengan jeruk (Sousa,
2012).

Menurut Sheerwood (2001) belajar adalah akuisisi pengetahuan atau


keterampilan sebagai konsekuensi dari pengalaman, instruksi atau keduanya.
Ingatan adalah simpanan pengetahuan yang didapat sewaktu-waktu dipanggil
kembali. Belajar dan ingatan membentuk dasar individu pada keadaan
lingkungan tertentu.

Menurut Gamon dan Bragdon (1998) ingatan adalah mitra dalam


mengembangkan semua keterampilan mental lain. Kunci untuk belajar adalah
kemampuan otak untuk mengubah pengalaman yang ada sekarang menjadi
sandi dan menyimpannya agar, di kemudian hari pengalaman tersebut dapat
dipanggil kembali.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

29

Penyimpanan informasi yang didapat dilaksanakan paling sedikit dua tahap


yakni ingatan jangka pendek, yang berlangsung beberapa detik sampai jam
dan ingatan jangka panjang tersimpan berhari-hari sampai bertahun-tahun
(Sheerwood, 2001).

Tahap-tahap memori adalah memori sensoris segera, memori kerja (working


memory) dan memori jangka panjang. Memori sensoris segera dan memori
kerja merupakan memori jangka pendek. Pintu masuk penerimaan informasi
ada di memori jangka pendek, dimana informasi disimpan dalam waktu
kurang dari satu detik kemudian berpindah ke area pemrosesan sensorik pada
korteks (Sousa, 2012).

Memori jangka pendek merupakan gerbang masuk informasi. Semua


informasi sensoris (kecuali bau) pertama kali dikirimkan ke thalamus, yang
secara singkat memonitor sifat dan kekuatan impuls-impuls sensoris untuk
mengetahui daya tahan konten informasi yang dibawanya dan hanya dalam
waktu milidetik (seperseribu detik), menggunakan pengalaman yang
sebelumnya dimiliki individu, menentukan tingkat kepentingan data (Sousa,
2012).

Data sensoris yang tidak hilang atau tidak dibuang, berpindah dari thalamus
menuju area pemrosesan sensoris pada korteks dan melewati memori
temporer pertama yang disebut memori segera (immediate memory). Memori
segera beroperasi secara sadar dan bawah sadar menyimpan data selama
sekitar 30 detik (Sousa, 2012).

Informasi akan masuk ke otak sebagai register sensorik. Setelah itu, akan
berpindah ke memori segera yang selanjutnya ke working memory untuk
pemrosesan secara sadar. Working memory adalah tempat dimana
pemrosesan-pemrosesan secara sadar terjadi. Model pemrosesan informasi
mempresentasikan working memory sebagai meja kerja, tempat dengan
kapasitas terbatas dimana individu dapat membentuk, mengambil sebagian,

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

30

atau mengubah ide-ide yang akhirnya akan disimpan di satu tempat lain.
Informasi yang berada dalam working memory berasal dari memori-memori
sensoris ataupun memori-memori segera ataupun diambil dari memori jangka
panjang (Sousa, 2012). Kemampuan kapasitas memori kerja menangani
informasi pada dewasa rata-rata lima sampai sembilan dengan rata-rata tujuh
informasi (Sousa, 2012)

Hubungan antara kapasitas working memory dengan fungsi eksekutif


sangatlah kuat (r=0,97). Keduanya merupakan prediktor yang kuat untuk
memprediksi kemampuan kognisi ( McCabe, Roediger, McDaniel, Balota, &
Hambrick, 2010)

Fungsi eksekutif adalah proses dan perilaku kognitif secara luas. Fungsi
eksekutif menggambarkan apa yang dilakukan oleh lobus frontal. Lobus
frontal berhubungan dengan kemampuan merencanakan dan berpikir. Bagian
ini meliputi pusat kontrol eksekutif dan rasional otak, tempat terjadinya
proses berpikir tingkat tinggi, mengarahkan pemecahan masalah, dan
meregulasi sisa-sisa sistem emosional. Lobus frontal juga menentukan
kepribadian. Di lobus frontal, hampir semua memori kerja berlokasi disini.
Pada beberapa kemampuan fungsi eksekutif berada di luar lobus frontal,
seperti lobus parietal atau basal ganglia (Sousa, 2012)

Fungsi eksekutif adalah kemampuan menentukan informasi, stimulus yang


sesuai, bekerja dengan informasi tersebut dan kemudian merencanakan apa
yang akan dilakukan. Secara luas fungsi eksekutif adalah perencanaan,
pengaturan, kemampuan mengenali pola dan belajar, namun juga memiliki
fleksibilitas untuk merespons perubahan yang terjadi. Fungsi eksekutif juga
mencakup kemampuan memilih respon yang sesuai pada saat yang bersamaan
menghambat respons yang tidak sesuai (Tanner, 2009). Fungsi eksekutif
memiliki fungsi yang luas sehingga banyak pengukuran dikembangkan untuk
mengkaji kemampuan fungsi eksekutif yakni Wisconsin Cart Sort Test,
Stroop Color-Word Task, clock drawing test. Meskipun demikian skor dari

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

31

tiap uji tidak selalu berkaitan satu sama lain. Uji-uji ini mengukur aspek yang
berbeda dari fungsi eksekutif (Tanner, 2009).

Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa sebagian besar aktifitas working


memory terjadi pada lobus frontal, walaupun bagian otak lainnya sering ikut
dilibatkan. Working memory memiliki batas fungsional, dimana angka atau
jumlah sebenarnya bervariasi tergantung dari usia individu dan tipe input
(informasi faktual, visual)

Tabel 2.1 Perubahan-perubahan dalam kapasitas working memory sesuai


umur (Sousa, 2012)

Kisaran umur (tahun)

Kapasitas memori kerja dalam satuan tertentu


Minimum

Maksimum

Antara 5 tahun dan remaja 3

Dewasa

Di bawah 5 tahun

Working memory bersifat temporer dan memiliki keterbatasan waktu yakni


sebelum 45 menit sebelum kelelahan. Yang bermakna bahwa individu dapat
memroses item-item dengan sadar dalam memori kerja sebelum 45 menit
(Sousa, 2012).

Pada umumnya individu yang lebih tua menunjukkan penurunan yang nyata
dalam kemampuan working memory (Gamon & Bragdon, 2005). Maineri,
Xavier, Berleze, & Moriguchi (2007) menyatakan bahwa merokok, diabetes,
tekanan darah dan usia berpengaruh terhadap penurunan kemampuan kognitif
terutama pada penurunan fungsi memori.

Informasi yang tersimpan dalam memori jangka pendek berupa informasi


auditorik, visual atau semantik, tergantung jenis informasi atau jenis tugas
yang dialami seseorang. Memori jangka pendek tampaknya beroperasi
menggunakan sandi auditorik, bahkan sekalipun informasi tersebut dihasilkan
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

32

dari sandi nonauditorik seperti stimulus visual. Informasi juga disajikan


dalam stimulus visual dan semantik. Semantik adalah sandi yang
berhubungan dengan makna. Penelitian mengenai

semantik berdasarkan

konsep inhibisi proaktif. Inhibisi proaktif adalah sebuah fenomena ketika


kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan semantik antara
daftar yang sedang diingat dengan daftar sebelumnya (Solso, Maclin, &
Maclin, 2002).

Lobus temporalis dan sistem limbik penting memindahkan ingatan baru ke


simpanan jangka panjang. Hipokampus, bagian medial yang memanjang di
lobus temporalis dan merupakan bagian dari sistem limbik, berperan penting
dalam ingatan jangka pendek yang melibatkan integrasi berbagai rangsangan
terkait dan juga penting untuk konsolidasi menjadi ingatan jangka panjang.
Hipokampus diyakini hanya sesaat menyimpan ingatan jangka panjang baru
dan kemudian mengirim ingatan tersebut ke daerah-daerah korteks untuk
disimpan secara lebih permanen. Pengaksesan dan manipulasi simapanan
jangka panjang ini melalui operasi working memory tampaknya dilaksanakan
oleh daerah prefontralis korteks serebrum. Working memory memungkinkan
orang merangkai banyak pikiran sambung-menyambung dalam suatu urutan
yang logis dan merencanakan tindakan yang akan diambil (Sheerwood, 2001)

2.8 MiniCog
MiniCog merupakan skrining kognitif yang digunakan untuk mendeteksi
penurunan kemampuan daya ingat dengan cepat, mudah, dan bisa dikerjakan
di berbagai tempat (rumahsakit, homevisit). MiniCog untuk mengkaji
kemampuan recall daya ingat dan fungsi eksekutif. MiniCog terdiri dari dua
uji yakni recall 3 kata dan uji CDT (Clock Drawing Test). MiniCog
diperuntukkan pada orang lanjut usia tanpa membedakan bahasa, budaya dan
pendidikan (Doerflinger, 2007). MiniCog memiliki rentang sensitifitas dari
76-99% dan rentang spesifisitas 89-93% dengan 95% confidence interval
(CI). Uji test-retest reliabilitas dilakukan dengan nilai r = 0.85, P < 0.01
(Doerflinger, 2007).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

33

Borson, Scanlan, Brush, Vitallano, & Dokmak (2000) menggunakan miniCog


mampu mengidentifikasi 92 individu yang kemungkinan Alzheimer dan 36
individu yang kemungkinan demensia. MiniCog memiliki validitas yang baik
dengan uji lain untuk mengkaji demensia. Bahasa dan edukasi tidak
berpengaruh pada nilai miniCog tetapi mempengaruhi pada nilai MMSE.
Borson et al. (2000) membandingkan antara miniCog dengan MMSE,
kesalahan identifikasi miniCog 17% sama dengan kesalahan identifikasi
menggunakan MMSE. MiniCog mampu mengidentifikasi pasien dengan
demensia dan non demensia dengan akurat (Doerflinger, 2007).

Pengerjaan uji MiniCog membutuhkan waktu 3 menit sedangkan pengerjaan


uji MMSE 7 menit (Borson et al, 2000). Pada penelitian ini terdapat
penambahan 3 kata menjadi 9 kata berdasarkan pada kemampuan kapasitas
memori kerja menangani informasi pada dewasa rata-rata lima sampai
sembilan dengan rata-rata tujuh informasi (Sousa, 2012).

Prosedur penggunaan uji miniCog yang telah dimodifikasi menjadi 9 kata


dalam penelitian ini adalah (Doerflinger, 2007) :
1. Responden diminta membaca dan menghafal 9 kata yakni apel, tangan,
air, kapal, batang, tari,desa, jarum dan hijau dalam waktu 1 menit
2. Kemudian responden diminta untuk menggambar sebuah jam (uji CDT) di
kertas yang telah disediakan. Setelah responden telah mencantumkan
angka-angka di jam tersebut, peneliti meminta responden untuk
menggambarkan jam 11 lebih 10 menit selama 2 menit.
3. Setelah itu responden diminta untuk menuliskan kembali kata-kata tersebut
di kertas.
Penilaian penuh dengan nilai 9 bila mampu recall 9 kata. Bila kata yang
dituliskan salah bernilai 0, namun bila benar bernilai 1.
Uji CDT memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 86% dan 87%
dengan nilai prediksi positif berkisar 93%-97% ( Korner, Lauritzen, Nilsson,
Lolk, & Christensen, 2012). Uji CDT digunakan oleh Trimble, Sundberg,

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

34

Markham, Janicijevic, & Beattie (2005) untuk memprediksi

kemampuan

pasien DM belajar menggunakan injeksi insulin. Pada pasien yang memiliki


nilai CDT abnormal akan memiliki masalah belajar injeksi insulin. Dari hasil
pengukuran CDT ini perawat edukator memberikan waktu lebih bagi pasien
yang nilai CDT abnormal.

Nilai CDT dan nilai kelancaran verbal yang buruk berhubungan dengan
kemampuan kontrol gula darah yang buruk. Nilai CDT menggambarkan
kemampuan fungsi eksekutif ( Munshi, Hayes, Iwata, Lee, & Weinger, 2012).
Mittal, Gorthi, & Rohatgi (2009) mengatakan bahwa uji CDT mencakup
kemampuan

persepsi,

pemahaman,

memori,

fungsi

motorik

kasar,

konsentrasi, pengetahuan angka, dan konsep waktu. Mittal et al. (2009) juga
menyatakn bahwa gangguan fungsi eksekutif sering mendahului penurunan
memori dan menyebabkan masalah pada aktifitas sehari-hari.

Penilaian penuh dengan nilai 10 bila jam yang digambar responden sesuai
dengan perintah. Nilai berkisar 1-10, dengan prosedur penilaian yakni
(Korner, et al, 2012) :
Penilaian 1-5 yakni menggambar jam namun lingkaran dan angka tidak tepat
1: tidak digambar, hanya berupa garis dan titik
2: sudah menggambar lingkaran, berupa garis dan titik
3: jarum dan angka tidak koheren, jarum tidak ada
4: menempatkan angka melingkar di jam namun tidak tepat
5: menempatkan angka melingkar di jam namun tidak tepat, sudah ada jarum
namun salah
Penilaian 6-10 yakni menggambar jam dengan lingkaran dan penulisan angka
sesuai urutan.
6: angka ditempatkan melingkar dan sesuai urutan, tidak ada jarum
7: menempatkan jarum tidak sesuai
8: terdapat kesalahan dalam menempatkan jarum
9: terdapat kesalahan kecil
10: sesuai dengan perintah.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

35

2.9 Digit span forward and backward


Digit span forward untuk mengukur kemampuan auditorik memori jangka
pendek sementara digit span backward untuk mengukur kemampuan memori
kerja. Uji ini merupakan bagian dari test Wechsler-Adult Intelligence Test
(WAIS). WAIS digunakan untuk mengukur kepandaian secara umum.
Sedangkan digit span forward and backward secara khusus mengukur
kemampuan working memory (Gatlin, 2012).

Terdapat 3 tes yang digunakan untuk mengukur working memory pada WAIS
yakni Digit span forward and backward, letter-number sequencing dan
arithmatic. Reliabilitas WAIS 0,93 dan telah banyak digunakan pada
berbagai pengukuran termasuk pada pengukuran working memory (Gatlin,
2012). Menurut Qui et al. (2006) pasien DM memiliki nilai signifikan lebih
buruk daripada pasien tidak DM pada uji Digit span forward and backward
(Gatlin, 2012).

Prosedur pengukuran digit span forward and backward :


1. Peneliti meminta responden untuk mengulangi angka yang diucapkan
peneliti dengan urutan maju. Peneliti mengujicoba responden terlebih
dahulu apakah paham dengan perintah peneliti. Peneliti memberikan
perintah tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan maju 2-58. Bila responden mengulang dengan 2-5-8, maka pengukuran bisa
dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi
perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu
jawabannya.
2. Hal yang sama juga dilakukan sebelum pengukuran digit span backward.
Peneliti mencoba responden terlebih dahulu. Peneliti memberikan perintah
tolong ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan mundur 2-5-8.
Bila responden mengulang dengan 8-5-2, maka pengukuran bisa
dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti mengulangi
perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu
jawaban ke responden (Gatlin, 2012)

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

36

Terdapat 12 soal untuk digit span forward dan 12 soal untuk digit span
backward. Pada digit span forward dimulai dengan 3 angka hingga 8 angka.
Sedangkan pada digit span backward dimulai dengan 2 angka hingga 7
angka. Bila ada kesalahan responden saat pengukuran maka diulang kembali,
namun bila diulang kembali tetap salah maka pengukuran dihentikan. Bila
benar bernilai 1 namun bila salah bernilai 0. Maksimum skor adalah 24 dan
minimum skor 0 (Gatlin, 2012). Pengukuran digit span forward and
backward mampu mengidentifikasi penurunan kognitif yang tidak mampu
dideteksi oleh CDT (Lortie, Remington, Hoffman, & Shea, 2012).

2.10 Penatalaksanaan terapi diabetes


Dalam

mengelola

DM

untuk

jangka

pendek

tujuannya

adalah

menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan


sehat. Sedangkan, untuk jangka panjang bertujuan untuk mencegah penyulit,
baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati dengan tujuan akhir
menurunkan mobiditas dan mortalitas DM (Waspadji, 2009).
Terdapat 4 pilar utama pengelolaan DM yakni (Waspadji, 2009) :
1.

Perencanaan makan

2.

Latihan jasmani

3.

Penyuluhan

4.

Obat hipoglikemik oral

Berikut akan dibahas mengenai 4 pilar utama pengelolaan DM :


1. Perencanaan makan
Tujuan dari intervensi diet DM tipe 2 yaitu mengendalikan kadar glukosa
dan lemak darah agar komplikasi DM dapat dicegah, mendapatkan dan
mempertahankan berat badan normal atau ideal, menghasilkan status gizi
yang adekuat, menghasilkan kebugaran dan rasa nyaman tubuh (Hartono,
2004). Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
berimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik yakni : karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak
20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

37

umur,

stres

akut

dan

kegiatan

jasmani

untuk

mencapai

dan

mempertahankan berat badan idaman (Sukardji, 2009).


Tabel 2.2 Klasifikasi IMT (Soegondo et al, 2009)

Klasifikasi IMT (BB(kg)

Nilai

(TB(cm)
Berat badan kurang

<18,5

Berat badan normal

18,5-22,9

Berat badan lebih

23,0

Dengan resiko

23,0-24,9

Obesitas I

25,0-29,9

Obesitas II

30,0

Untuk kepentingan klinik praktis, dan untuk penentuan jumlah kalori


dipakai rumus Broca, yaitu :
BB (berat badan) idaman = (Tinggi badan-100)-10%
Dengan penilaian :
a. BB kurang = <90% BB idaman
b. BB normal = 90-110% BB idaman
c. BB lebih = 110-120% BB idaman
d. Gemuk = >120% BB idaman

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah (Sukardji, 2009) :


1. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori pada wanita 25kal/kg BB sedangkan pria 30 kal/kg BB.
2. Umur
Penurunan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade
antara 40-59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%,
diatas 70 tahun dikurangi 20%.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

38

3. Aktifitas fisik atau pekerjaan


Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula.
Penilaian kalori berdasarkan aktifitas yakni :
a. Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%
b. Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu
rumah tangga maka kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan
basal
c. Sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa, militer yang
sedang tidak perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal
d. Berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlet,
kebutuhan ditambah 40%
e. Sangat berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi, kebutuhan
harus ditambah 50% dari basal
4. Kehamilan / laktasi
5. Adanya komplikasi seperti trauma dan infeksi
6. Berat badan, bila kegemukan atau terlalu kurus, maka dikurangi atau
ditambah sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan atau
kekurusannya
Cara yang lebih mudah adalah dengan pegangan kasar yaitu pasien kurus
2300-2500 kalori perhari, normal 1700-2100 kalori dan gemuk 1300-1500
kalori.
Tabel 2.3 Kebutuhan kalori penyandang diabetes (Sukardji, 2009)
Kalori/kgBBideal
Status Gizi

Kerja santai

Sedang

Berat

Gemuk

25

30

35

Normal

30

35

40

Kurus

35

40

40-50

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

39

Kebutuhan zat gizi pada penderita diabetes mellitus yakni (Sukardji,


2009) :
a. Protein
ADA (American Diabetes Association) pada saat ini menganjurkan
mengkonsumi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut
konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia, kebutuhan protein untuk
orang dengan diabetes adalah 10-15% energi.
b. Total lemak
Asupan lemak dianjurkan <10% energi dari lemak jenuh dan tidak
lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangan selebihnya
yaitu 60-70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggal dan
karbohidrat.
c. Lemak jenuh dan kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol
adalah untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena
itu < 10% asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan
asupan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300
mg perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan
dengan latar belakang budaya dan etnik.
d. Karbohidrat dan pemanis
Karbohidrat adalah zat gizi utama yang menyebabkan kadar glukosa
darah naik. Pola makan karbohidrat penting dalam pengelolaan diet,
lebih baik asupan karbohidrat tersebar dalam sehari dengan
menghindari porsi sekali makan terlalu besar sehingga insulin mampu
memproses karbohidrat makanan. Apabila makan 45-65% kebutuhan
kalori dari karbohidrat makanan tertentu, diabetes akan terkendali
dengan baik. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan
diabetes di Indonesia adalah 60-70% energi. Sumber karbohidrat yang
dianjurkan adalah karbohidrat kompleks yakni nasi, roti, mie, kentang.
Makanan termasuk sumber karbohidrat dapat mengandung tiga tipe
dasar kalori yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Pada nasi putih
terdapat 86,6% karbohidrat, 8,4% protein dan 2,7% lemak. Berikut

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

40

adalah daftar makanan satu penukar sumber karbohidrat yang


mempunyai nilai : Energi 175 kalori, protein 40 gram, karbohidrat 40
gram.
Tabel 2.4 Daftar penukar makanan karbohidrat (Sukardji, 2009)

Bahan makanan

satuan

Berat (gram)

Nasi

gelas

100

bihun

gelas

50

Havermout

5 sdm

50

kentang

2 biji sedang

210

makaroni

gelas

50

Roti putih

3 potong

70

Mi kering

1 gelas

50

krakers

5 buah

50

Tepung terigu

5 sendok makan

50

singkong

1 potong

120

Ubi putih

1 biji

135

Ubi merah

1 biji

135

Pemanis seperti sukrosa tidak memperburuk kontrol glukosa darah


pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Fruktosa menaikkan
glukosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan kebanyakan
karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat
memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes.
namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar
(20% energi) potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa
tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang
dengan diabetes. penderita dislipidemia hendaknya menghindari
mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan
untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedangan
makanan yang mengandung pemanis fruktosa. Sakarin, aspartam,

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

41

acesulfame K adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima sebagai


pemanis pada semua penderita diabetes (Sukardji, 2009).

Pada pengelolaan diet DM, perlu diketahui indeks glikemik (IG)


makanan. Indeks glikemik ialah angka yang menunjukkan potensi
peningkatan kadar gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada
suatu makanan. Makanan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi
akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dalam
jumlah tinggi (Hartono, 2004).

Tabel 2. 5 Tabel Indek Glikemik (Hartono, 2004)


Kelompok hidrat arang

IG (%)

IG < 60%
Ketela rambat

54

Kacang hijau

55

Beras merah

55

Kentang rebus

56

Beras putih pera

59

IG > 60%
Beras putih pulen

88

Kentang panggang

85

Roti terigu

70

Tapioka kukus

70

Tapioka jagung

68

Kelompok gula/bahan manis


IG< 60%
Fruktosa

23

IG>60%
Maltosa

105

Madu

73

Gula pasir (sukrosa

65

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

42

e. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan
untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 2035 gram serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di
Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25g/hari dengan mengutamakan
serat larut.
f. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk
biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natrium perhari.

Tabel 2.6 Standar diet diabetes mellitus (dalam satuan penukar versi
1997) (Sukardji, 2009)

Energi

1100

1300

1500

1700

1900

2100

2300

2500

Nasi

Ikan

Nabati

Sayur A

Minyak

Buah

Susu

Nasi

Daging

Nabati

Sayur A

Sayur B

Buah

Minyak

(kalori)
Pagi:

10.00

Siang

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

43

16.00
buah

Nasi

Ikan

Nabati

Sayur A

Sayur B

Buah

minyak

Malam :

Keterangan S = sekehendak.
Tabel 2.7 Contoh menu DM 1700 kalori (Sukardji, 2009)
Waktu

pagi

Makanan

Kebutuhan

Contoh menu

penukar

bahan

Roti

Iris

1P

Roti panggang

Margarin

sdm

1P

Margarin

Telur

1 butir

1P

Telur rebus
Teh panas

10.00

pisang

1 buah

1P

Pisang

Siang

Nasi

1 gelas

2P

Nasi

Udang

5 ekor

1P

Oseng-oseng

Tahu

1 potong

1P

Udang, tahu,

Minyak

1 sdm

2P

cabe ijo

Sayuran

1 gelas

1P

Urap sayuran

Kelapa

5 sdm

1P

Jeruk

1 buah

1P

Jeruk

16.00

Duku

16 buah

1P

Duku

malam

Nasi

1 gelas

2P

Nasi

Ayam

1 potong

1P

Sop

Kacang merah

2 sdm

1P

ayam+kacang

Sayuran

1 gelas

1P

merah

Minyak

sdm

1P

Tumis sayuran

Apel malang

1 buah

1P

apel

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

44

2. Latihan jasmani
Prinsip olahraga pada diabetisi sama saja dengan prinsip olahraga secara
umum, yaitu memenuhi hal berikut ini : frekuensi, intensitas, durasi dan
jenis. Pada diabetisi olahraga yang dipilih sebaiknya olahraga yang
disenangi dan yang mungkin untuk dilakukan oleh diabetisi di samping
itu selain dapat meningkatkan kesehatan juga dapat meningkatkan
kebugaran diabetisi (Ilyas, 2009). Olahraga yang dilakukan hendaknya
melibatkan otot-otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat
olahraga dapat dirasakan secara terus-menerus.
Secara ringkas perlu diperhatikan FITT yaitu (Ilyas, 2009) :
1. Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara
teratur 3-5 kali perminggu
2. Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60%-70% maximum heart rate
(MHR). Cara menghitung MHR adalah : 220- umur.
3. Time (durasi) : 30-60 menit
4. Tipe (jenis) : olahraga aerobik untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

3. Penyuluhan
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang
berhubungan dengan gaya hidup. Informasi yang diberikan kepada
penyandang DM adalah mencakup pengetahuan dasar tentang diabetes,
pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, OHO,
perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan jasmani, tanda-tanda
hipoglikemik dan komplikasi (Basuki, 2009).

Sasaran langsung penyuluhan DM adalah penyandang DM, tetapi untuk


mencapai program yang berdayaguna maka sasaran tidak langsung
penyuluhan kepada orang yang sehari sehari beraktifitas bersama baik di
lingkungan rumah, tempat kerja serta petugas kesehatan (Basuki, 2009).
Tujuan yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan antara lain ;

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

45

meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, mengubah perilaku serta


meningkatkan kepatuhan, meningkatkan kualitas hidup (Basuki, 2009).

4. Obat hipoglimik oral (OHO)


OHO terbagi menjadi lima yaitu (Tjokroprawiro, 2007) :
1. Insulin secretagogues yaitu memicu sekresi insulin. Golongan obat ini
dibedakan menjadi dua kelompok yakni sulphonyulrea dan non
sulphonylurea. Ragam obat golongan sulphonylurea adalah glipizide
(glucotrol, glucotrol XL), glyburide (micronase, diabeta, glynase Pres
Tab),

glimepiride

menstimulasi

(Amaryl).

pelepasan

Mekanisme

insulin

dari

kerjanya

pankreas,

dengan

menurunkan

glikogenesis dan glukoneogenesis, meningkatkan sensitivitas sel


terhadap insulin. Efek sampingnya adalah peningkatan berat badan
dan hipoglikemia (Michel, 2011). Kelompok non sulphonylurea
adalah repaglinide (prandin), nateglinide (Starlix) dengan mekanisme
kerja yakni menstimulasi pelepasan cepat dan singkat insulin dari
pankreas.
2. Insulin sensitizer yaitu obat yang memperbaiki sensitivitas insulin
terbagi dalam 2 kelompok yakni Thiazolidinediones dan biguanide.
Ragam

obat

Thiazolidinediones

adalah

pioglitazone

(actos),

rosiglitazone (avandia) dengan mekanisme kerja yakni meningkatkan


ambilan glukosa di otot dan menurunkan produksi glukosa endogen.
Efek

sampingnya

adalah

peningkatan

berat

badan,

edema,

peningkatan resiko jantung seperti infark miokard dan stroke. Ragam


obat biguanide adalah metformin (glucophage, glucophage XR,
riomet,

fortamet,

glumetza)

dengan

mekanisme

kerja

yakni

menurunkan tingkat produksi glukosa di hati, memperbanyak ambila


glukosa di jaringan terutama otot. Efek sampingnya adalah diare,
asidosis laktat.
3. Intestine enzyme inhibitor yaitu bekerja dengan menghambat enzym di
usus sehingga menghambat penyerapan glukosa. Yang termasuk

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

46

kedalam golongan ini adalah -glucosidase inhibitors (acarbose,


miglitol) dan -amylase inhibitor.
4. Insulin tipe spesifik lainnya yakni ; insulin mimetic drugs mempunyai
efek seperi insulin (glimepiride, chromium, -lipoid acid, vanadium),
-cell replaces, inhibitor dipeptidyl-peptidaseIV, penghambat sekresi
glukagon
5. Kombinasi obat dari dua macam OHO dengan menggunakan
teknologi terbaru, seperti kombinasi glimepirid+metformin : amamet,
kombinasi metformin+thiazolidinedione : avandamet, kombinasi
glibenclamide+metformin : glucovance.
Syarat OHO berhasil baik bila diet dan latihan fisik harus dilakukan
dengan benar. Kriteria lainnya yakni penderita umur > 40 tahun, lama
diabetes kurang dari 5 tahun, belum pernah suntik insulin, atau bila
pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang dari 20 unit/hari, belum
pernah mengalami ketoasidosis diabetik.
Insulin terbagi berdasarkan waktu lama kerja menjadi rapid-acting,
short-acting, intermediate-acting dan long-acting. Pemilihan insulin
disesuaikan dengan pola diet, aktifitas, gula darah, dan gaya hidup
pasien. Waktu paruh insulin hanya berkisar 7-10 menit, waktu paruh
insulin intravena 7 menit, subkutan 2 jam, dan intramuskuler 4 jam.
Degradasi insulin sebanyak 60-80% di hepar, 10-20% di ginjal dan 1020% di otot dan jaringan adiposa (Tjokroprawiro, 2007).
Tabel 2.8 Kriteria pengendalian DM menurut konsensus PERKENI
(2006) (Soegondo, 2009)
Baik

Sedang

Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl

80-109

110-125

>126

Glukosa darah 2 jam pp (mg/dl)

110-144

145-179

>180

A1C (%)

<6,5

6,5-8

>8

IMT (kg/m)

18,5-22,9

23-25

>25

Tekanan darah (mmHg)

<130/80

130-140/

>140/90

80-90

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

47

2.11 Asuhan keperawatan pada diabetes mellitus


Asuhan keperawatan pada diabetes memiliki lima tujuan yakni pasien aktif
berpartisipasi dalam pengaturan regimen diabetes, tidak mengalami
hiperglikemik akut atau keadaan hipoglikemi, menjaga kadar gula darah
dalam rentang normal, mencegah atau memperlambat terjadi komplikasi
kronis, menyesuaikan dan mengubah gaya hidup serta meminimalkan stress
(Michel, 2012).

Penelitian dari The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT)


menyatakan bahwa perawat memiliki kontribusi terbesar

meningkatkan

kualitas perawatan bagi pasien diabetes. Perawat berperan penting dalam


memampukan pasien mengelola penyakit DM lebih baik melalui self-care
dan meningkatkan kualitas hidup pasien. cara untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien melalui memberikan informasi yang dibutuhkan dan konsultasi
kepada pasien dan keluarga (Peimani, Malazy, & Pajouhi, 2010).

Proses keperawatan dimulai dengan pengkajian keperawatan pada pasien


DM meliputi (Michel, 2012) :
a. Data subjektif
1. Riwayat kesehatan : pernah mengalami infeksi, stress, hamil,
trauma, pankreatitis kronis, sindrom cushing, acromegali, riwayat
keluarga ada yang menderita tipe 1 atau tipe 2
2. Medikasi : mengkonsumsi kortikosteroid, diuretik, phenytoin
3. Mengalami operasi
b. Pola fungsi kesehatan
1.

Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan : pasien mengalami


riwayat keluarga diabetes, malaise, tanggal terakhir kontrol

2.

Nutrisi : pasien obesitas, haus, lapar, mual, muntah, kesehatan kaki


buruk, kepatuhan terhadap diet

3.

Eliminasi : pasien mengalami konstipasi, diare, sering buang air


kecil, ada infeksi saluran kemih, nocturia, inkontinensia urin

4.

Aktifit dan latihan : pasien mengalami kelemahan otot, lelah

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

48

5.

Sesuatu yang dirasakan-kognitif : pasien mengalami nyeri perut,


sakit kepala, pandangan kabur, kesemutan, pruritus di ekstremitas

6.

Reproduksi : pasien mengalami impotensi, infeksi vagina, libido


berkurang

7.

Kemampuan mengelola stress : pasien mengalami depresi, bersikap


acuh

8.

Nilai dan keyakinan : pasien mengalami komitmen untuk merubah


gaya hidup termasuk diet, medikasi dan aktifitas

c. Data objektif
1.

Perubahan pada mata yakni katarak, perdarahan vitreal

2.

Perubahan pada integumen yakni kulit hangat, kering, tidak elastis,


ulserasi di kaki.

3.

Perubahan pada respirasi yakni nafas cepat dan dalam (Kussmaul)

4.

Perubahan pada kardiovaskuler yakni hipotensi, lemah, pulsa cepat

5.

Perubahan pada gastrointestinal yakni mulut kering, muntah, aroma


bau buah
Perubahan pada persyarafan yakni perubahan refleks, bingung,

6.

stupor, hingga coma bila terjadi komplikasi akut


7.

Perubahan pada sistem muskuloskletal adalah muscle wasting

8.

Pengkajian lainnya yakni pemeriksaan laboratorium

Diagnosa keperawatan pada pasien DM (Michel, 2011) yaitu manajemen


kesehatan diri tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan,
ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebih atau akibat medikasi, resiko cedera berhubungan dengan
penurunan sensasi taktil dan episode hipoglikemia, resiko disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan efek pembuluh darah pada
diabetes.
Implementasi keperawatan pada promosi kesehatan terkait dengan
identifikasi, mengawasi dan pemberian edukasi ke pasien diabetes mengenai
komplikasi yang dapat terjadi serta perubahan gaya hidup, diet, dan latihan.
Diabetes merupakan sindrom metabolik kronis yang berlangsung terus

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

49

menerus sehingga kemampuan manajemen pasien untuk mengelola kadar


gula darahnya dalam rentang normal harus dapat dilakukan secara mandiri.
Intervensi yang diberikan kepada perawat adalah pemberian edukasi. Tujuan
dari edukasi manajemen diri pasien diabetes adalah pasien berpartisipasi
aktif ketika pemberian edukasi, pasien mampu memilih mana manajemen
diri yang bisa dilakukan olehnya saat di rumah. Oleh karena itu pendekatan
edukasi adalah memfasilitasi pasien untuk mampu membuat keputusan
mengatur pola hidupnya (Michel, 2012).
Perawat harus mengajarkan kepada pasien mengenai banyak hal yakni :
interpretasi gula darah, monitor gula darah sendiri, penggunaan obat oral
dan injeksi insulin, pengelolaan diet dan menyusun diet, cara mengontrol
berat badan, pentingnya latihan fisik dan metode latihan fisik yang bisa
dilakukan pasien DM tipe 2, gejala hipo dan hiperglikemia, keterampilan
memeriksa kaki, pentingnya kontrol tekanan darah dan kolesterol,
melakukan pemeriksaan mata dan fungsi ginjal, dan rutin periksa ke dokter
(Peimani et al, 2010).
Menurut Neetles (2005) informasi yang diberikan kepada pasien DM adalah
:
1. Pemahaman umum mengenai penyakit dan terapi
2. Keterampilan minum obat oral atau injeksi insulin secara akurat
3. Pengelolaan nutrisi dan jadwal makan secara konsisten
4. Interpretasi hasil gula darah dan keterampilan memeriksa sendiri
5. Kemampuan mengenali hipoglikemia dan hiperglikemi
6. Kemampuan memeriksa kaki dan skrining lainnya
7. Kontak informasi instansi pelayanan kesehatan

Karakurt dan Kasikci (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,


pemberian edukasi yang diberikan secara teratur dua kali dalam sebulan
dengan durasi 45-60 menit selama 3 bulan efektif meningkatkan manajemen
diri pasien DM. Penelitian Karakurt dan Kasikci (2002) juga menyatakan
bahwa peningkatan manajemen diri pasien DM diikuti dengan penurunan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

50

signifikan pada kontrol metabolik (kolesterol, trigliserida, Low Density


Lipoprotein) dan A1C namun IMT tidak mengalami penurunan.
Pasien DM tipe 2 banyak yang belum mendapatkan edukasi mengenai
diabetes. Di Amerika, data dari Center dor Disease Control and
Preventions Behavioral Risk Factor Surveillance System menyatakan
bahwa individu yang terdiagnosa DM menerima edukasi DM yang terbatas.
Joint Commission on Accreditation of Healhcare Organization menetapkan
bahwa discharge planning pada setiap pasien sehingga, staf perawat bangsal
bertanggung jawab terhadap perencanaan kebutuhan pasien mau pulang
(Nettles, 2005).
Bagi pasien DM, pertanyaan-pertanyaan berikut ditanyakan sejak awal di
rumah sakit, yakni (Neetles, 2005) :
1. Apakah pasien membutuhkan edukasi manajemen diri diabetes?
2. Apakah pasien mampu menyusun menu diet sendiri ?
3. Apakah pasien mampu memonitor gula darah sendiri ?
4. Apakah pasien mampu mengelola medikasi dan injeksi insulin ?
5. Adakah anggota keluarga yang menolong pasien melakukan tugas ?
6. Adakah dibutuhkan seorang perawat yang datang berkunjung ke rumah
pada masa transisi dari rumah sakit ke rumah ?
Banyak perawat yang mengkombinasikan ke enam pertanyaan discharge
planning di atas dengan edukasi pasien. hal ini sangat penting karena dapat
menurunkan hari lama rawat, biaya dan masuk kembali (readmission).

Pada pasien lanjut usia terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan yakni:
ketidakmampuan

fisik,

depresi,

penurunan

kognitif,

resiko

jatuh,

inkontinensia urine (Mcdonald & Gray-Miceli, 2007). Pasien lanjut usia


memerlukan edukasi mengenai gejala-gejala hipo dan hiperglikemia, gejala
mengenai penyakit penyerta diabetes seperti masalah pencernaan, kesehatan
gigi, keterbatasan pergerakan (Peimani et al, 2010). Pada usia 60 tahun dan
lebih tua terjadi penurunan kemampuan belajar secara verbal dan memori.
Sehingga alat bantu seperti kotak-kotak obat dan jam yang berdering

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

51

digunakan untuk membantu pasien. Ketika pemberian edukasi digunakan


metode berbicara dan edukasi dicetak dalam tulisan besar dan berwarna
terang (Haas, 2007).

Penelitian Gatlin (2012) pada pasien DM tipe 2 dengan rata-rata usia 62


tahun menyatakan bahwa working memory memiliki hubungan yang
signifikan terhadap manajemen diri pasien DM tipe 2 yang diukur dengan
A1C. Dan fungsi eksekutif

yang merupakan komponen dari working

memory memiliki hubungan yang signifikan terhadap manajemen diri


pasien DM tipe 2 yang diukur dengan A1C dan instrumen diabetes-self
care.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

52

2.12

Kerangka teori
Kondisi hiperglikemia DM tipe 2
makan
Hiperglikemia postprandial

Mekanisme
polyol

Peningkatan
pembentukan
AGEs
(advanced
glycation end
products)

peningkatan
glucose
shunting
pada jalur
hexosamine
.

pembentukan
diacylglycerol
pada protein
kinase C

Resistensi
insulin

Peningkatan ROS

Peningkatan stres oksidatif


Disfungsi endotel
- Pembuluh darah
vasokonstriksi
- Oklusi pembuluh
darah dan kapiler

Terjadi aterosklerosis
Faktor yang turut
mempengaruhi
penurunan kognitif
adalah :
1. Usia
2. Hipertensi
3. Dislipidemia
4. Merokok
5. Diet
6. Olahraga
7. Depresi
8. Stres
9. Faktor genetik
10. Durasi DM yang
lama
11. Medikasi

Terjadi keadaan iskemik

Akumulasi laktat dan kondisi


asidosis

Akumulasi glutamat

Kerusakan sel syaraf di otak


Perubahan fungsi neurotransmitter
Penurunan fungsi kognitif

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS,
DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur ketika penelitian dilakukan. Yang akan diukur
pada penelitian ini adalah efek hiperglikemia postprandial terhadap
kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan pada
pasien diabetes mellitus tipe 2.

Variabel bebas adalah variabel yang bila berubah akan mengakibatkan


perubahan variabel lain sedangkan variabel yang berubah akibat perubahan
variabel bebas ini disebut sebagai variabel tergantung (Sastroasmoro &
Ismael, 2008). Variabel perancu adalah jenis variabel yang berhubungan
dengan variabel bebas dan variabel tergantung, tetapi bukan berhubungan
variabel antara (Sastroasmoro & Ismael, 2008).

Variabel bebas pada penelitian ini adalah hiperglikemia postprandial dan


variabel tergantung adalah kemampuan memori jangka pendek. Variabel
perancu pada penelitian ini adalah usia, tekanan darah, aktifitas fisik.
Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada
skema 3.1 di bawah ini :
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas

Variabel terikat

Kadar gula darah setelah


makan (hiperglikemia
postprandial)

Kemampuan memori jangka


pendek

Variabel perancu
Usia
Tekanan darah
Aktifitas fisik
53

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

54

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan kadar gula darah di satu jam dan dua jam setelah makan
pada kelompok perlakuan dan kontrol
2. Ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua
jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol
3. Ada perbedaan kadar gula darah di satu jam dan dua jam setelah makan
antara kelompok perlakuan dan kontrol
4. Ada perbedaan kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua
jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol
5. Ada hubungan antara variabel perancu (usia, tekanan darah, aktifitas fisik)
terhadap kemampuan memori jangka pendek di satu jam dan dua jam
setelah makan.

3.3 Definisi Operasional

Variabel

Definisi

Cara Ukur

Hasil Ukur

Operasional

Skala
Ukur

Independen
Hiperglikemia

Kondisi gula darah

Pengukuran

dinyatakan

postprandial

meningkat > 110

dilakukan dengan

dalam mg/dl

mg/dl setelah

glukotest strip

pemberian sarapan

pada 60 menit dan

rasio

120 menit setelah


sarapan
Kelompok

Kelompok dengan

sarapan 40

sarapan yang terdiri

gram

nasi (40gr

karbohidrat

karbohidrat), telor

Diberikan peneliti

1= kelompok
kontrol

dadar, oseng-oseng
buncis dan wortel
Kelompok

Kelompok dengan

sarapan 50

sarapan yang terdiri

Diberikan peneliti

2 = kelompok
perlakuan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

55

gram

yang terdiri nasi

karbohidrat

(50gr karbohidrat),
telor dadar, osengoseng buncis dan
wortel

Dependent

Kemampuan

1. Lembar

Kemampuan

mengulang kembali 9

jawaban

dinyatakan

memori jangka

kata yang diberikan,

modifikasi

dalam

rentang

pendek

membuat jam sesuai

mini Cog

0-9

dengan

perintah

terdiri dari

skoring :

dan

recall 9 kata

0 : kata tidak

angka

dan lingkaran

sesuai

jam uji CDT

1: kata sesuai

dengan

benar
mengurutkan

dengan urutan maju


dan urutan mundur.

- Recall 9 kata Interval

Uji

CDT

dinyatakan
dalam

rentang

1-10
2. Digit Span

Interval

Dinyatakan

Forward dan

dalam rentang

Bacward

0-24

dengan

Ditanyakan

skoring :

langsung ke

0 : tidak sesuai

responden

1: sesuai

total

jumlah

penilaian : 43

Variabel
Perancu
Usia

Usia responden

wawancara

dihitung sesuai

dengan

dengan tahun

menanyakan

kelahiran

umur

Tahun

rasio

responden

terakhir.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

56

Tekanan darah

Tekanan maksimum

Pengukuran

yang ditimbulkan di

dilakukan setelah dalam mmHg

arteri sewaktu darah

sarapan di lengan

masuk ke arteri

kiri

(sistolik) dan tekanan

posisi

minimum di dalam

menggunakan

arteri sewaktu darah

tensimeter digital

mengalir ke luar ke

terkalibrasi. yang

pembuluh di hilir

disediakan

(diastolik)

peneliti

atas,

Dinyatakan

interval

pada

berbaring

(Sheerwood, 2001)

Aktifitas fisik

Latihan
jalan,

berupa Berupa
jogging, wawancara

Dinyatakan
dalam

berenang, bersepeda langsung kepada

1 = ya

yang

2= tidak

dilakukan responden

nominal

secara teratur 3-5 kali


per minggu selama
30-60
(Soegondo

ment
et

al,

2009)

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen post test.
Penelitian quasi eksperimen adalah penelitian yang mengujicoba suatu
intervensi pada sekelompok subjek dengan atau tanpa kelompok pembanding
tanpa dilakukan randomisasi sampel (Polit & Beck, 2012).
Skema 4.1 Desain Penelitian

Kelompok kontrol
Sarapan
40 gram
karbohidrat

Subyek yang
memenuhi
kriteria
inklusi

Kemampuan
memori jangka
pendek 60

Kemampuan
memori jangka
pendek 120

Kelompok perlakuan
Sarapan 50 gram
karbohidrat

Kemampuan
memori jangka
pendek 60

Kemampuan
memori jangka
pendek 120

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik
tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2008). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien diabetes mellitus tipe

2 yang

berobat ke

Puskesmas Cipondoh, Tangerang.


4.2.2 Sampel
Sampel adalah subjek dari populasi yang dinilai karakteristiknya diukur
oleh peneliti dan nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari

57

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

58

populasi (Hastono & Sabri, 2006). Teknik pengambilan sampel dalam


penelitan ini adalah purposive sampling yakni peneliti memilih
responden berdasarkan pada pertimbangan subyektivitas peneliti, bawa
responden dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab
pertanyaan penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2008)

Pada penelitian ini sampel yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi yang telah ditetapkan sebagai subjek
penelitian. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus
dipenuhi oleh responden agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian
(Sastroasmoro&Ismael,

2008).

Kriteria

inklusi

responden

pada

penelitian ini adalah :


1. Pasien DM tipe 2 yang telah puasa 8-10 jam.
2. Durasi DM 1 tahun.
3. Mengkonsumsi OHO
4. Memiliki orientasi baik terhadap ruang, tempat dan waktu.
5. Tidak mengalami komplikasi akut diabetes mellitus tipe 2 yakni
sindrom hiperosmolar hiperglikemik
6. Tidak memiliki riwayat stroke
7. Tidak mengalami komplikasi ginjal dan hati
8. Tidak merokok
9. Mampu baca dan tulis
10. Mau berpartisipasi menjadi responden penelitian.

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan responden yang


memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian
(Sastroasmoro & Ismael, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah :
1.

Responden tidak hadir saat penelitian

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

59

Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus pengambilan


sampel tidak berpasangan (Ariawan, 1998):

n= 2

(Z +Z) SD
(x1-x2)

Standar deviasi dari beda dua rata-rata berpasangan penelitian terdahulu


diperkirakan 10 mg/dL, rata-rata penurunan kadar glukosa darah pada
penelitian terdahulu 20 mg/dL, tingkat kemaknaan 5 % dan kekuatan uji
90%. Peneliti menguji hipotesis dengan perbedaan rata-rata minimum
kadar gula darah setelah intervensi sebesar 30 mg/dL, maka besar
sampel yang diperlukan adalah:

n= 2

(1,96 + 1,282) 10
(30-20)

n = 21
Keterangan :
: tingkat kemaknaan 5% (ditetapkan oleh peneliti)
: kekuatan uji 90% (ditetapkan oleh peneliti)
x1-x2 : beda rerata
SD : standar deviasi

Jumlah sampel yang dibutuhkan tiap kelompok 21 responden. Untuk


menghindari responden yang drop out maka jumlah ditambah dengan
10% menjadi 23 responden.
Dalam penelitian responden yang didapatkan 35 responden. Kelompok
perlakuan 17 responden dan kelompok kontrol 18 responden.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Cipondoh dengan pertimbangan letak
geografis yang sama dengan peneliti dan jumlah penderita DM meningkat 2
kali lipat di kota Tangerang (Dinkes Tangerang, 2010).
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

60

4.4 Waktu Penelitian


Waktu

penelitian

dimulai dengan persiapan

penelitian terdiri

dari

penyusunan proposal pada bulan September 2012. Kemudian pengumpulan


data yang dilakukan oleh peneliti mulai akhir November hingga pertengahan
Desember 2012. Selanjutnya pengolahan dan analisis data dilaksanakan di
pertengahan Desember 2012. Dan tahap akhir adalah perbaikan dan publikasi
hasil penelitian pada bulan Januari 2013.

4.5 Etika Penelitian


Sebagai pertimbangan etika peneliti meyakini bahwa responden dilindungi,
dengan menerapkan empat prinsip utama dalam etik penelitian keperawatan (
Polit & Beck, 2012) :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia
Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
menolak berpartisipasi dalam kegiatan penelitian tanpa ada paksaan atau
penekanan tertentu. Responden diberikan penjelasan lengkap meliputi
tujuan dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian,
keuntungan yang mudah didapat dan kerahasiaan informasi. Responden
diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai aspek-aspek yang belum
dipahami dari penjelasan peneliti. Setelah mendapatkan penjelasan yang
lengkap dan mempertimbangkan dengan baik, responden kemudian
menentukan apakah akan ikut serta atau menolak menjadi responden
penelitian.

Responden yang menyetujui berpartisipasi sebagai subjek

penelitian diminta menandatangani informed consent. Pada penelitian ini


seluruh responden menyetujui berpartisipasi sebagai subjek penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek
Peneliti meniadakan identitas nama dan alamat responden diganti dengan
kode tertentu. Dengan demikian segala informasi yang menyangkut
identitas responden tidak terekspos secara luas

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

61

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas


Dalam penelitian peneliti memegang prinsip bahwa penelitian dilakukan
jujur, tepat dan cermat. Melalui penelitian ini, seluruh responden
mengetahui kemampuan memori jangka pendek dan kadar gula darah
puasa, kadar gula darah satu jam dan dua jam setelah makan.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan memori jangka
pendek penderita DM. Sehingga pemberian edukasi yang diberikan oleh
petugas kesehatan di waktu dua jam setelah makan. Manfaat bagi
responden adalah proses pembelajaran mandiri dilakukan di waktu dua
jam setelah makan.

4.6 Alat Pengumpul Data


Alat yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Tensimeter digital
Tensimeter digital digunakan untuk menghindari pengukuran bias.
Tekanan darah diukur sebelum dilakukan pengukuran kemampuan
memori. Prosedur penggunaan tensimeter digital terlampir (lampiran 4).
Hasil ukur dinyatakan dalam mmHg.
2. Glukometer
Glukometer digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah puasa, 1 jam
dan 2 jam setelah makan. Darah yang digunakan adalah darah perifer.
Hasil ukur dinyatakan dalam mg/dL. Prosedur penggunaan glukometer
terlampir (lampiran 5).
3. Stopwatch
Alat pengukur waktu berbentuk digital yang digunakan untuk mengukur
waktu pengukuran.
4. Lembar data responden
Lembar data responden di dalamnya terdiri nomer responden, usia, jenis
kelamin, nilai tekanan darah, aktifitas fisik, status merokok. Lembar ini
diisi oleh peneliti (lampiran 3).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

62

5. Lembar jawaban miniCog dan CDT


Lembar yang digunakan responden untuk menuliskan kembali 9 kata
(lampiran 7) dan menggambar jam (lampiran 8).
6. Lembar Digit span forward and backward
Lembar yang digunakan untuk mengukur kemampuan Digit span forward
and backward (lampiran 9).

4.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. MiniCog
MiniCog merupakan alat skrining yang membedakan pasien dengan
demensia dengan yang tidak demensia. Uji ini terdiri dari recall kata dan
CDT digunakan untuk menguji kemampuan fungsi eksekutif yakni,
kemampuan membuat rencana, mengatur waktu, mengorganisasi aktifitas
dan working memory, yang biasanya mengalami kerusakan pada pasien
demensia. Uji ini merupakan skrining rutin yang dilakukan perawat
geriatri karena mudah digunakan dan mampu digunakan pada semua
bahasa dan etnis (Doerflinger, 2007).

MiniCog memiliki rentang sensitifitas dari 76-99% dan rentang


spesifisitas 89-93% dengan 95% confidence interval (CI). Uji test-retest
reliabilitas dilakukan dengan nilai r = 0.85, P < 0.01 (Doerflinger, 2007).
MiniCog mampu mengidentifikasi 234,4 pasien Alzheimer dan 118,3
demensia lainnya. Minicog memiliki validitas yang baik, sebanding
dengan uji pengukuran kognitif lainnya. Pada miniCog, tingkat
pendidikan tidak mempengaruhi hasil (Doerflinger, 2007).

Modifikasi miniCog pada penelitian ini adalah dengan menambahkan 3


kata menjadi 9 kata dan menghitung uji recall kata dan CDT terpisah.
Penambahan 9 kata berdasarkan pada kapasitas kemampuan memori kerja
adalah 5 sampai 9 kata dan untuk menentukan perbedaan kemampuan
recall kata antara 60 menit dan 120 menit setelah sarapan. Penambahan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

63

kata menyebabkan uji recall kata dan CDT terpisah. Nilai minimal recall
kata adalah 0 dan nilai maksimal 9. Nilai minimal CDT adalah 1 dan nilai
maksimal 10.

Uji CDT memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 86% dan 87%
dengan nilai prediksi positif berkisar 93%-97% ( Korner et al, 2012). Uji
interrater reliabilitas 0,88-0,97 dan uji tes-retes reliabilitas 0,94 (Pinto &
Peters, 2009)

2. Digit span forward and backward


Uji ini merupakan bagian dari test

Wechsler-Adult Intelligence Test

(WAIS). WAIS digunakan untuk mengukur kepandaian secara umum


yang telah digunakan berbagai negara. Sedangkan digit span forward
and backward mengukur kemampuan working memory.

Reliabilitas

WAIS 0,93 dan telah banyak digunakan pada berbagai pengukuran


termasuk pada pengukuran working memory (Gatlin, 2012).

4.8 Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah
1. Prosedur Administrasi
Proses pengambilan data dilakukan setelah peneliti telah melakukan ujian
proposal tesis dan

lolos dari uji etik dari komite etik Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia. Setelah itu peneliti mengajukan surat


permohonan ijin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia ke Kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota
Tangerang untuk dibuatkan surat rekomendasi penelitian ke Dinkes
Tangerang. Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Dinkes Tangerang.
Dari dinkes Tangerang dibuatkan surat izin penelitian ke Puskesmas
Cipondoh.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

64

2. Prosedur Intervensi
Prosedur intervensi dimulai dari :
1. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Dinkes Tangerang, peneliti
datang

ke Puskesmas Cipondoh dan menjelaskan tujuan penelitian

kepada kepala Puskesmas, dokter dan perawat yang berada di


puskesmas. Peneliti meminta ijin ke kepala Puskesmas untuk
menggunakan aula saat penelitian.
2. Peneliti berkolaborasi dengan dokter menentukan hari Jumat untuk
mengumpulkan pasien DM. Pada jumat di minggu pertama terkumpul
17 responden yang dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan,
kemudian pada jumat di minggu kedua juga terkumpul 18 responden
dikelompokkan menjadi kelompok kontrol.
3. Peneliti melibatkan dua perawat puskesmas untuk dijadikan asisten
peneliti. Cara pemilihan asisten peneliti adalah perawat yang mau
berpartisipasi dan diijinkan oleh kepala puskesmas. Asisten peneliti
pertama bertugas untuk menetapkan waktu dengan stopwatch. Asisten
kedua mengukur tekanan darah dan mengukur gula darah. Peneliti
melatih dan menjelaskan prosedur tindakan kepada asisten peneliti
4. Sebelum tanggal pengambilan data, setiap pasien DM yang berobat ke
puskesmas yang termasuk ke kriteria inklusi, akan diberikan penjelasan
penelitian. Bila pasien bersedia menjadi responden maka diberikan
lembar informed consent.
5. Responden diberitahu ketika hari pengambilan data, dalam keadaan
puasa dan tidak boleh sarapan dahulu, karena akan diberikan sarapan.
6. Responden datang pada hari pengambilan data, kemudian dicek kadar
gula darah puasa. Kemudian pasien diberikan sarapan yang disesuaikan
dengan kelompok responden.
7. Pengkuran memori jangka pendek dan gula darah dilakukan 60 menit
setelah sarapan. Pengukuran memori jangka pendek yang dilakukan
adalah modifikasi miniCog (terlampir) dan pengukuran Digit span
forward and backward (terlampir)
8. Pengukuran yang sama dilakukan kembali pada menit 120

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

65

Skema 4.2 Desain Prosedur Penelitian

Pasien DM tipe 2 yang


datang ke puskesmas

Memenuhi kriteria inklusi

Responden kelompok perlakuan


datang di hari pengambilan data
dalam keadaan puasa
Pengukuran gula darah puasa

Sarapan 50 gram karbohidrat

Pengukuran gula darah dan memori


jangka pendek (60)

Pengukuran gula darah dan memori


jangka pendek (120)

Responden kelompok kontrol datang


di hari pengambilan data dalam
keadaan puasa
Pengukuran gula darah puasa

Sarapan 40 gram karbohidrat

Pengukuran gula darah dan


memori jangka pendek (60)

Pengukuran gula darah dan memori


jangka pendek (120)

4.9 Pengolahan Data


Sebelum dianalisis data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan hal-hal
berikut:
1. Editing
Editing data dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data, memeriksa
kesinambungan data dan memeriksa keseragaman data. Dilakukan dengan
cara mengoreksi data yang telah diperoleh meliputi kebenaran pengisian,
kelengkapan, dan kecocokan data yang diinginkan.
2. Coding
Memberikan kode atau simbol tertentu untuk setiap jawaban. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan
analisis data.
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

66

3. Tabulating
Data dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan oleh peneliti
untuk selanjutnya ditabulasi untuk keperluan statistik.
4. Entry data
Memasukan data dengan lengkap dan sesuai dengan coding dan tabulating
kemudian dilakukan analisis sesuai tujuan penelitian.
5. Cleaning data
Data yang telah dientry dilakukan pembersihan agar seluruh data yang
diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisis.

4.10

Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini ada dua yakni :
1. Analisis Univariat
Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel yang diteliti. Untuk data numerik yakni tekanan darah dan usia
digunakan nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan
maksimal dan 95% CI (confident interval). Sedangkan, aktifitas fisik
termasuk data kategorik yakni

disajikan dalam distribusi frekuensi.

Penyajian data dari masing-masing variabel menggunakan tabel dan


diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh. Seluruh data pada
penelitian ini telah dilakukan uji kenormalan data dengan uji ShapiroWilk dan dihasilkan data berdistribusi normal. Pada uji homogenitas
untuk variabel numerik didapatkan varians sama.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara kedua variabel (variabel dependen dan independen). Kedua
variabel yang ingin dibuktikan yaitu efek hiperglikemia postprandial
terhadap kemampuan memori jangka pendek.
Uji yang dilakukan adalah :
1. Pada masing-masing kelompok, untuk pengukuran gula darah dan
kemampuan memori jangka pendek pada menit 60 dan menit 120
menggunakan uji paired T test.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

67

2. Kadar gula darah satu jam setelah makan antara kelompok perlakuan
dan kontrol dan kadar gula darah dua jam setelah makan antara
kelompok perlakuan dan kontrol dengan uji independent T test.
3. Kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan antara
kelompok perlakuan dan kontrol dan kemampuan memori jangka
pendek dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol
dengan uji independent T test.
4. Untuk variabel perancu yakni aktifitas fisik terhadap kemampuan
memori jangka pendek maka uji yang dilakukan adalah independent T
test. Variabel usia dan tekanan darah (numerik) terhadap kemampuan
memori jangka pendek (numerik) dengan uji korelasi Pearson.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Responden


Responden adalah pasien Puskesmas Cipondoh Tangerang yang sesuai
dengan kriteria inklusi. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua
kelompok menjadi

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada

kelompok perlakuan terdapat 17 responden dan pada kelompok kontrol


terdapat 18 responden.

5.2 Hasil Pengumpulan Data


Hasil pengumpulan data disajikan dalam analisis univariat dan bivariat
1. Analisis univariat
Hasil

analisis

univariat

menggambarkan

karakteristik

responden

berdasarkan usia, tekanan darah dan aktifitas fisik.


a. Karakteristik responden pada kelompok

perlakuan dan kontrol

berdasarkan usia, tekanan darah dan aktifitas fisik


Berikut akan disajikan tabel 5.1 dan tabel 5.2. Tabel 5.1
menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan usia,
tekanan darah, kadar gula darah satu jam setelah makan, kadar gula
darah dua jam setelah makan, kemampuan memori jangka pendek satu
jam setelah makan, kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah
makan. Tabel 5.2 menggambarkan distribusi proporsi responden
berdasarkan aktifitas fisik.

68

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

69

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Tekanan Darah,


Gula Darah Satu Jam Setelah Makan, Gula Darah Dua Jam Setelah Makan,
Memori Jangka Pendek Satu Jam Setelah Makan, Memori Jangka Pendek Dua
Jam Setelah Makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun
2012 (N=35).

No

Variabel

Mean

Minimal-

SD

95%CI

Maksimal
1

Umur
Perlakuan

17

53,59

40-64

6,53

50,23-56,96

Kontrol

18

56,33

47-69

6,13

53,28-59,39

Perlakuan

17

136,05

100-168

20,53

125,50-146,61

Kontrol

18

148,67

117-190

22,44

137,50-159,82

Perlakuan

17

82,17

68-82,17

10,03

77,01-87,33

Kontrol

18

89,27

70-112

10,24

84,19-94,37

Perlakuan

17

279,82

122-436

76,13

240,67-318,96

Kontrol

18

267,72

154-407

76,29

229,78-305,66

Perlakuan

17

252,58

112-407

74,68

214,18-290,98

Kontrol

18

237,11

127-384

76,39

199,11-275,10

Perlakuan

17

20,00

12-26

3,96

17,95-22,04

Kontrol

18

21,28

13-32

4,84

18,86-23,68

Perlakuan

17

23,47

11-31

5,37

20,70-26,23

Kontrol

18

24,67

15-33

4,98

22,18-27,14

Tekanan darah sistolik

Tekanan darah diastolik

Gula

darah

satu

jam

setelah makan

Gula

darah

dua

jam

setelah makan

Memori jangka pendek


satu jam setelah makan

Memori jangka pendek


dua jam setelah makan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

70

Hasil analis didapatkan rata-rata usia responden kelompok perlakuan


adalah 53,59 tahun (SD=6,53). Usia termuda 40 tahun dan tertua 64
tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 50,23 sampai dengan
56,96 tahun. Pada kelompok kontrol, rata-rata usia responden adalah
56,33 tahun (SD=6,14). Usia termuda 47 tahun dan tertua berusia 69
tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 53,28 sampai dengan
59,39 tahun. Pada kelompok perlakuan, rata-rata tekanan darah adalah
136,05/82,17 mmHg (SD=20,53). Nilai tekanan darah minimum adalah
100/68 mmHg dan nilai tekanan darah maksimum adalah 168/82,17
mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata tekanan darah responden diantara 125,50/77,01
sampai dengan 146,61/87,33 mmHg. Pada kelompok kontrol, rata-rata
tekanan darah adalah 148,67/89,27 mmHg (SD= 22,44). Nilai tekanan
darah minimum 117/70 mmHg dan nilai tekanan darah maksimum
190/112 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata usia responden diantara 137,50/84,18
sampai dengan 159,82/94,37 mmHg.

Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata kadar gula darah satu jam setelah makan
di kelompok perlakuan adalah 279,82 mg/dl (SD=76,13). Nilai minimum
122 mg/dl dan maksimum 436 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah satu jam
setelah makan responden diantara 240,67 sampai dengan 318,96 mg/dl.
Kemudian pada dua jam setelah makan rata-rata kadar gula darah setelah
makan 252,58 mg/dl (SD=74,68). Nilai minimum 112 mg/dl dan nilai
maksimum 407 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah dua jam setelah makan
responden diantara 214,18 sampai dengan 290,98 mg/dl.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

71

Rata-rata kadar gula darah satu jam setelah makan pada kelompok
kontrol adalah 267,72 mg/dl (SD=76,29). Nilai minimum 154 mg/dl dan
nilai maksimum 407 mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata gula darah satu jam
setelah makan responden diantara 229,78 sampai dengan 305,66 mg/dl.
Kemudian rata-rata gula darah dua jam setelah makan adalah 237,11
mg/dl (SD= 76,39). Nilai minimum 127 mg/dl dan nilai maksimum 384
mg/dl. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata gula darah dua jam setelah makan responden
diantara 199,11 sampai dengan 275,10 mg/dl.

Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata nilai memori jangka pendek satu jam
setelah makan pada kelompok perlakuan adalah 20 (SD=3,96) dengan
nilai minimum 12 dan maksimum 26. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek
satu jam setelah makan responden diantara 17,95 sampai dengan 22,04.
Kemudian pada dua jam setelah makan, rata-rata nilai memori jangka
pendek dua jam setelah makan 23,47 (SD=5,37) dengan nilai minimum
11 dan maksimum 31. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka pendek satu jam
setelah makan responden diantara 20,70 sampai dengan 26,23. Pada
kelompok kontrol, rata-rata nilai memori jangka pendek satu jam setelah
makan 21,28 (SD= 4,84) dengan nilai minimum 13 dan maksimum 32.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
bahwa rata-rata memori jangka pendek satu jam setelah makan
responden diantara 18,86 sampai dengan 23,68. Kemudian pada 2 jam
setelah makan, rata-rata nilai memori jangka pendek 24,67 (SD= 4,98)
dengan nilai minimum 15 dan maksimum 33. Dari hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata memori jangka
pendek dua jam setelah makan responden diantara 22,18 sampai dengan
27,14.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

72

Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di


Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember Tahun 2012 (N=35).

No
1

Variabel

Total

Ya

23,5

Tidak

13

76,5

Ya

38,9

Tidak

11

61,1

Aktifitas fisik (perlakuan)

Aktifitas fisik (kontrol)

Berdasarkan tabel 5.2, sebagian besar responden kelompok perlakuan


tidak melakukan aktifitas fisik sebanyak 13 orang (76,5%). Pada
kelompok kontrol, responden yang melakukan aktifitas fisik sebanyak
7 orang (38,9%) dan responden yang tidak melakukan aktifitas fisik
sebanyak 11 orang (61,1%).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara kadar gula darah
(variabel independen) terhadap kemampuan memori jangka pendek
(variabel dependen).
a. Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka
pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Tabel 5.3 menggambarkan perbedaan rerata nilai gula darah dan
kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan dan dua
jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

73

Tabel 5.3 Perbedaan rerata nilai gula darah dan kemampuan memori jangka
pendek satu jam setelah makan dan dua jam setelah makan pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol di Puskesmas Cipondoh 26 November-7
Desember 2012.
No
1

Variabel

Mean

SD

SE

1 Jam

17

279,82

76,13

18,46

2 jam

17

252,58

76,68

18,11

1 jam

18

267,72

76,29

17,98

2 jam

18

237,11

76,39

18,00

1 jam

17

20,00

3,96

0,96

2 jam

17

23,47

5,37

1,30

1 jam

18

21,28

4,84

1,14

2 jam

18

24,67

4,98

1,17

P value

Gula darah perlakuan


0,000

Gula darah kontrol


0,000

Memori jangka pendek


perlakuan

0,001

Memori jangka pendek


kontrol
0,001

Rata-rata kadar glukosa darah satu jam pada kelompok perlakuan


setelah makan sebesar 279,82 mg/dl dengan standar deviasi 76,13.
Kemudian pada dua jam setelah makan menjadi 252,58 mg/dl dengan
standar deviasi 74,68 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000
maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara nilai gula
darah satu jam dan dua jam setelah makan (CI 95%, =0,05). Rata-rata
kadar glukosa darah satu jam setelah makan pada kelompok kontrol
267,72 mg/dl dengan standar deviasi 76,29. Kemudian pada dua jam
setelah makan menjadi 237,11 mg/dl dengan standar deviasi 76,39.
Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara nilai gula darah satu jam dan dua jam
setelah makan (CI 95%, =0,05).
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

74

Rata-rata kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan


pada kelompok perlakuan 20,00 dengan standar deviasi 3,96. Kemudian
pada dua jam setelah makan menjadi 23,47 dengan standar deviasi 5,37.
Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara kemampuan memori jangka pendek
satu jam dan dua jam setelah makan. (CI 95%, =0,05). Ratarata nilai
kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan

pada

kelompok kontrol 21,28 dengan standar deviasi 4,84. Kemudian pada


dua jam setelah makan menjadi 24,67 dengan standar deviasi 4,98.
Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara kemampuan memori jangka pendek
satu jam dan dua jam setelah makan (CI 95%, =0,05).

b. Perbedaan rerata kadar gula darah dan kemampuan memori jangka


pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok
perlakuan dan kontrol
Tabel 5.4 menggambarkan perbedaan kadar gula darah

dan

kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah
makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.

Tabel 5.4 Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek
satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol di
Puskesmas Cipondoh 26 November-7 Desember 2012 (N=35).

No
1

Variabel

Mean

SD

SE

Perlakuan

17

279,82

76,13

18,46

Kontrol

18

267,72

76,29

17,98

Perlakuan

17

252,58

74,68

18,11

Kontrol

18

237,11

76,39

18,00

P value

Gula darah satu jam


0,64

Gula darah dua jam


0,54

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

75

Lanjutan tabel 5.4


No

Variabel

Memori jangka pendek satu jam

N Mean

SD

SE

Perlakuan

17 20,00

3,96

0,96

Kontrol

18 21,27

4,84

1,14

Perlakuan

17 23,47

5,37

1,30

Kontrol

18 24,67

4,98

1,17

P value

0,33

Memori jangka pendek dua jam


0,49

Hasil analisis didapatkan, tidak ada perbedaan kadar gula darah satu
jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p=0,64, =0,05) (p=0,54,=0,05). Tidak ada
perbedaan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam
setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,33, =0,05)
(p=0,49, =0,05).

c. Kontribusi variabel umur dan tekanan darah terhadap kemampuan


memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan.
Tabel 5.5 menggambarkan analisis korelasi umur dan tekanan darah
terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam
setelah makan

Tabel 5.5 Analisis korelasi umur dan tekanan darah terhadap kemampuan memori
jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas Cipondoh 26
November-7 Desember tahun 2012.

Variabel

P value

Umur
1jam

35

0,157

0,368

2 jam

35

0,007

0,967

1jam

35

0,092

0,599

2 jam

35

0,01

0,954

Tekanan darah

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

76

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa umur dan tekanan darah


tidak memiliki hubungan bermakna terhadap kemampuan memori
jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan (p > 0,05, =0,05)

d. Kontribusi variabel aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka


pendek satu jam dan dua jam setelah makan.
Tabel 5.6 menggambarkan analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan
memori jangka pendek satu jam dan dua jam setelah makan.

Tabel 5.6 Analisis aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek
satu jam dan dua jam setelah makan di Puskesmas Cipondoh 26 November-7
Desember 2012

Variabel

Mean

SD

SE

P value

Memori jangka pendek jam


pertama
Rutin aktifitas

11 22,63

4,47

1,35

Tidak rutin

24 19,75

4,18

0,85

Rutin aktifitas

11 26,72

4,64

1,40

Tidak rutin

24 22,87

4,97

1,01

0,07

Memori jangka pendek jam


kedua
0,04*

Rata-rata kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan pada
responden yang melakukan aktifitas fisik adalah 22,63 dengan standar deviasi
4,47, sedangkan untuk responden yang tidak melakukan aktifitas fisik adalah
19,75 dengan standar deviasi 4,18. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,07,
berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan responden yang
melakukan aktifitas fisik dengan yang tidak.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

77

Rata-rata kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan pada
responden yang melakukan aktifitas fisik adalah 26,72 dengan standar deviasi
4,64, sedangkan untuk responden yang tidak melakukan aktifitas fisik adalah
22,87 dengan standar deviasi 4,97. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,04,
berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan kemampuan memori jangka
pendek dua jam setelah makan antara responden yang melakukan aktifitas
fisik dengan yang tidak.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 6
PEMBAHASAN PENELITIAN
Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi: interpretasi dan diskusi hasil
penelitian yang telah dipaparkan dalam bab 5, keterbatasan penelitian serta
implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan dan pengembangan
pengetahuan dan penelitian berikutnya.
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek hiperglikemia postprandial
terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Cipondoh Tangerang. Kemampuan memori jangka pendek pasien
DM tipe 2 satu jam setelah makan dibandingkan dengan dua jam setelah
makan. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok yakni
kelompok perlakuan mendapatkan sarapan 50 gram karbohidrat sedangkan
kelompok kontrol mendapatkan sarapan 40 gram karbohidrat. Kedua
kelompok diukur kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam
setelah makan. Faktor usia, tekanan darah dan aktifitas fisik dihubungkan
dengan kemampuan memori jangka pendek satu dan dua jam setelah makan.
Berikut ini akan diuraikan interpretasi hasil penelitian dari semua variabel.

1. Karakteristik sampel
a. Usia
Menurut Soegondo (2009) penurunan fungsi sel beta pankreas pada DM
tipe 2 biasanya dimulai pada umur > 45 tahun. Namun hasil penelitian
menyatakan bahwa mayoritas responden menderita DM tipe 2 saat
berusia > 40 tahun. Penelitian Koopman, Mainous, Diaz, dan Gessey
(2005) menyatakan terjadi penurunan usia pasien saat didiagnosa DM
di Amerika Serikat dari 52 tahun menjadi 46 tahun. Penurunan usia ini
bisa disebabkan karena
terkontrol

sehingga

gaya hidup modern dan diet yang tidak

menyebabkan

obesitas.

Thevenod

(2008)

menyatakan kejadian DM tipe 2 akibat dari gaya hidup modern, kurang


aktivitas fisik dan obesitas. Namun, hal ini bisa juga disebabkan karena
78

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

79

kesadaran pasien memeriksakan dirinya sejak dini (Koopman et al,


2005).

Rentang usia responden 40-69 tahun dan sebagian besar responden


masih berada di golongan usia produktif. Sebanyak 11 responden
berusia > 60 tahun. Sebagian responden masih aktif beraktifitas seharihari sehingga pada penelitian ini penurunan kognitif belum tampak
terlihat. Penelitian Bent et al. (2001) menyatakan bahwa usia dan durasi
DM tidak memiliki pengaruh terhadap kemampuan kognitif pasien DM.
Meskipun dari hasil penelitian Dey et al. (1997) pada pasien DM tipe 2
dengan usia muda, rata-rata usia

46 tahun telah terjadi penurunan

konsentrasi dan daya ingat.

Penelitian lainnya yang menyatakan terjadi penurunan kognitif pada


pasien DM yakni : Nooyens et al. (2010) dengan rerata usia 57,4,
Greenwood et al. (2003) dengan rerata usia lebih dari 60 tahun,
Arvanitakis et al. (2006) dengan rerata usia 78 tahun, Munshi et al.
(2006) dengan rerata

usia 79 tahun. Sebagian besar penelitian

menyatakan bahwa penurunan kognitif terjadi pada usia > 60 tahun,


sedangkan pada penelitian ini rerata usia responden adalah 54-56 tahun.

b. Tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian,

mayoritas responden mengalami

hipertensi. Hipertensi berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis


sehingga asupan oksigen dan nutrisi ke otak inadekuat. Kondisi ini akan
mengakibatkan penurunan kognitif (Kumari et al., 2000). Menurut
Grodstein et al. (2001) hipertensi mempengaruhi kemampuan memori
verbal dan kelancaran verbal. Penelitian Harrington, Saxby, McKeith,
Wesnes, & Ford (2000) menyatakan pasien hipertensi usia 55 tahun
dengan tekanan darah 164/89 mmHg memiliki kemampuan memori
lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan
darah 131/74 mmHg. Beberapa penelitian tersebut mendukung hasil

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

80

penelitian yang menyatakan

responden yang mengalami hipertensi

lebih rendah nilai kemampuan recall 9 kata di jam pertama setelah


makan dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami
hipertensi.

Penelitian Plassman, Williams, Burke, Holsinger, dan Benjamin (2012)


menyatakan bahwa faktor tekanan darah tidak memiliki hubungan yang
konsisten terhadap penurunan kemampuan kognitif. Hal ini bisa
dikarenakan tekanan darah pada individu dapat berubah-berubah sesuai
dengan kondisi psikologis. Sedangkan bila pasien DM menderita
hipertensi maka hipertensi turut mempercepat penurunan kemampuan
kognitif (Cosway, Strachan, Dougall, Frier, & Deary, 2001). Mayoritas
responden dalam penelitian ini tergolong ke kategori hipertensi, namun
berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah tidak
memiliki hubungan terhadap kemampuan memori jangka pendek. Hal
ini mungkin disebabkan

timbul perasaan gembira dan rileks yang

dialami responden saat bertemu dengan responden lainnya yang sama


menderita DM.

Pada keadaan gembira, tubuh mengeluarkan

endorphin dan penurunan hormon kortisol yang berdampak kepada


penurunan tekanan darah (Sheerwood, 2001)

c. Aktifitas fisik
Berdasarkan hasil penelitian ini hampir sebagian besar belum
menjalankan aktifitas fisik secara rutin. Hanya 11 responden yang rutin
melakukan aktifitas fisik.

Menurut Waspadji (2009) aktifitas fisik

merupakan satu dari empat pilar pengelolaan DM. Aktifitas fisik yang
dipilih oleh pasien DM sebaiknya olahraga yang disenangi dan yang
mungkin dilakukan oleh pasien DM (Ilyas, 2009). Olahraga yang
dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot besar dan sesuai dengan
keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus-menerus.
Dalam berolahraga perlu diperhatian yakni olahraga dilakukan teratur
3-5 kali perminggu, intensitas ringan dan sedang (60%-70%MHR),

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

81

durasi 30-60 menit dan jenis olahraga aerobik seperti jalan, joging,
berenang dan bersepeda (Ilyas, 2009).

Olahraga aerobik melibatkan kelompok-kelompok otot besar dan


dilakukan dengan intensitas yang cukup rendah serta dalam waktu yang
cukup lama, sehingga sumber-sumber bahan bakar dapat diubah
menjadi ATP (Sheerwood, 2001).

Selama berolahraga, sel-sel otot

menggunakan lebih banyak glukosa dan bahan bakar nutrien lain


daripada biasanya untuk menjalankan aktifitas kontraktil. Kecepatan
transportasi glukosa ke dalam otot yang sedang digunakan dapat
meningkat sampai sepuluh kali lipat selama aktifitas fisik sedang atau
intensif. Pada banyak sel, termasuk sel otot yang beristirahat, difusi
terfasilitasi glukosa ke dalam sel bergantung pada hormon insulin.
Peningkatan kepekaan terhadap insulin yang diinduksi olahraga
merupakan salah satu faktor yang menjadikan olahraga sebagai terapi
pengelolaan DM (Sheerwood, 2001)

Masalah utama pada DM tipe 2 adalah terjadi resistensi insulin. Karena


adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer
glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin.
Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang
berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang,
sebaliknya sensitivitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan
kebutuhan insulin pada DM tipe 2 akan berkurang (Ilyas, 2009).

2. Perbedaan nilai gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu
jam dan dua jam setelah makan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan gula darah
mulai dari jam pertama ke jam kedua setelah makan baik pada kelompok
perlakuan maupun pada kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Waspadji (2002) yang menyatakan bahwa kadar gula darah
mencapai puncaknya pada 60 menit setelah makan dan kemudian turun

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

82

kembali 120 menit setelah makan, meskipun masih tinggi dari kadar gula
darah puasa. Menurut ADA (American Diabetes Association) (2001),
peningkatan kadar gula darah mencapai puncak terjadi pada satu jam
setelah makan dengan nilai > 140 mg/dl, kemudian kadar gula darah
menurun pada 2-3 jam setelah makan.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan memori


jangka pendek mulai dari jam pertama ke jam kedua setelah makan. Hasil
ini sesuai dengan Cox et al. (2007) yang menyatakan bahwa satu jam
setelah sarapan terjadi gejala penurunan kognitif berupa sulit konsentrasi
dan lamban berpikir. Kovatchev et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi
peningkatan kesulitan konsentrasi, kesulitan berbicara, kelambanan
berpikir setelah satu jam makan, namun kemudian menurun pada 2-3 jam
setelah makan. Sommerfield et al. (2004) juga mengatakan selama kondisi
hiperglikemia akut, fungsi kognitif mengalami penurunan, khususnya pada
proses kecepatan pemahaman informasi, working memory dan konsentrasi.
Greenwood et al. (2003) dalam penelitiannya, menyatakan pada pasien
DM yang diberikan asupan karbohidrat 50 gram terjadi peningkatan
memori jangka pendek ketika tes dilakukan 15 menit setelah makan.
Namun tidak memiliki efek ketika tes dimulai 22 menit setelah makan.

Peningkatan kemampuan memori jangka pendek mulai satu jam ke dua


jam setelah makan berbanding terbalik dengan penurunan kadar gula
darah. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa penurunan kemampuan
memori jangka pendek terjadi di satu jam setelah makan kemudian
meningkat di dua jam setelah makan.

Mekanisme yang terjadi setelah makan pada orang normal adalah terjadi
peningkatan konsentrasi insulin sebelum peningkatan kadar gula darah di
arteri. Peningkatan konsentrasi insulin ini untuk mencegah hiperglikemia.
Namun, pada pasien DM terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin
sehingga terjadi kondisi hiperglikemia postprandial (Giugliano et al.,

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

83

2008). Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang
cepat dari rendah ke tinggi setelah makan.

Hiperglikemia postprandial memicu produksi berebih superoxide, yang


akan bereaksi dengan NO (Nitrit Oksida) menghasilkan nitrosative dan
hasil metabolik turunannya yakni peroxynitrite dan nitrotyrosine. Unsurunsur ini yang akan memicu terjadi kerusakan endotel (Giugliano et al.,
2008). Hiperglikemia postprandial merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya aterosklerosis (Node & Inoue, 2009). Aterosklerosis adalah
suatu penyakit arteri degeneratif progresif yang menyebabkan oklusi
pembuluh yang terkena, sehingga aliran darah melalui pembuluh tersebut
berkurang (Sheerwood, 2001).

Peningkatan kadar gula darah yang rendah ke tinggi berlangsung kronis,


yang berakibat pada kerusakan hubungan sinaps antar sel syaraf yakni
neurotransmitter sehingga tidak terjadi sinyal-sinyal dari sel syaraf ke sel
syaraf lainnya. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan fungsi
hipokampus yang berdampak kepada kesulitan konsentrasi, penurunan
kemampuan berhitung, ketidakmampuan mengingat hal baru dalam jangka
panjang dan penurunan kemampuan mengingat jangka

pendek

(Vijayakumar et al., 2012).

Hiperglikemia postprandial ditentukan oleh banyak faktor yakni waktu,


jumlah, komposisi asupan makanan dan jumlah karbohidrat di makanan
(Giugliano

et al., 2008). Makanan

yang mempunyai IG tinggi bila

dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat


dalam jumlah tinggi (Hartono, 2004). Penelitian ini menggunakan nasi,
yang memiliki indeks glikemik 88%. Indeks glikemik > 60% tergolong ke
IG tinggi. Sedangkan pada penelitian Greenwood et al. (2003)
menggunakan roti begel dengan IG > 60% dan sirup anggur. Nasi
termasuk karbohidrat kompleks sedangkan sirup anggur termasuk

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

84

karbohidrat sederhana sehingga terjadi perbedaan waktu kenaikan kadar


gula darah antara penelitian ini dengan penelitian Greenwood et al. (2003).
Berdasarkan wawancara peneliti dengan responden,

hampir sebagian

besar responden tidak mengetahui porsi makanan penderita DM.


Responden terkejut melihat porsi sarapan yang diberikan sedikit, karena
banyak dari mereka yang sarapan lebih dari 40-50 gram setiap harinya.
Sehingga terjadi fluktuatif kadar gula darah yang cepat dari rendah ke
tinggi yang berlangsung kronis. Peran perawat dalam hal ini adalah
memberikan edukasi diet DM secara eksplisit yakni dengan memberikan
contoh jumlah dan jenis diet DM, tidak hanya dengan metode ceramah.

Memori adalah mitra dalam mengembangkan semua keterampilan mental


lain (Gamon & Bragdon, 1998). Kunci untuk belajar adalah kemampuan
otak untuk mengubah pengalaman yang ada sekarang menjadi sandi dan
menyimpannya agar, di kemudian hari pengalaman tersebut dapat
dipanggil kembali. Memori yang baik penting sekali dimiliki oleh pasien
DM terkait dengan kemampuan manajemen diri dan pengelolaan kadar
gula darah. Menurut Gatlin (2012) penurunan fungsi working memory
sebanding dengan penurunan kemampuan pasien DM tipe 2 dalam
manajemen diri. Working memory adalah bagian dari memori jangka
pendek, adalah tempat dimana pemrosesan-pemrosesan secara sadar
terjadi. Kemampuan kapasitas memori kerja menangani informasi pada
dewasa rata-rata lima sampai sembilan dengan rata-rata tujuh informasi
(Sousa, 2012). Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan 9 kata
untuk mengukur kemampuan memori jangka pendek pasien DM dan
menggunakan 9 digit angka pada uji digit span forward and backward.

Hanya dua responden dari 35 responden yang mengalami penurunan


kemampuan recall 9 kata di dua jam setelah makan. Sedangkan untuk
kemampuan angka, beberapa responden tidak mengalami perubahan di
satu jam dan dua jam setelah makan. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

85

responden, responden mengakui pada uji jam kedua kemampuan


konsentrasi lebih meningkat.

Uji lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah CDT, yakni
menggambar jam. Kemampuan yang ingin dilihat adalah kemampuan
fungsi eksekutif,

kemampuan menentukan informasi, stimulus yang

sesuai, bekerja dengan informasi tersebut dan kemudian merencanakan apa


yang akan dilakukan (Tanner, 2009). Uji ini telah dilakukan perawat untuk
mengidentifikasi kemampuan belajar pasien DM lanjut usia dalam
penggunaan insulin (Trimble et al., 2005). Nilai CDT dan nilai kelancaran
verbal yang buruk berhubungan dengan kemampuan kontrol gula darah
yang buruk (Munshi et al., 2012). Penelitian ini tidak mengkaji
kemampuan mengontrol kadar gula darah, namun dari hasil penelitian
responden yang memiliki nilai CDT buruk telah menderita DM

5 tahun.

Kemampuan fungsi eksekutif ini nampaknya bukan sesuatu yang


permanen, karena seiring penurunan gula darah di jam kedua setelah
makan maka terjadi peningkatan nilai CDT.

Penurunan kognitif pada pasien DM dipengaruhi oleh hipertensi,


dislipidemia, merokok, diet, olahraga, stres, depresi, durasi, usia lanjut,
dan faktor genetik (Kawamura et al., 2012). Sedangkan Asimakopoulou
dan Hampson (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi kognitif pada pasien DM tipe 2 adalah usia, durasi DM, kadar gula
darah, dan tekanan darah. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil
variabel umur, tekanan darah, dan aktifitas fisik sebagai variabel perancu.
Hal ini dikarenakan peneliti telah membatasi variabel lainnya yang
tercantum di kriteria inklusi. Responden dalam penelitian ini memiliki
durasi DM 1 tahun, tidak merokok, dan tidak mengalami komplikasi
DM.

Kesadaran masyarakat terhadap pemeriksaan gula darah sejak dini di saat


usia > 45 tahun belum baik, sehingga peneliti beranalisis keadaan

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

86

hiperglikemia telah lama dialami pasien DM sebelum terdiagnosa DM.


Keadaan hiperglikemia kronis berdampak kepada penurunan kemampuan
kognitif, hal ini sesuai dengan penelitian Cukierman-Yaffe et al. (2009)
yang mengatakan bahwa peningkatan 1 % nilai AIC berhubungan secara
signifikan dengan penurunan 1,7 pada pengukuran DSST (Digit Simbol
Substitution Test), penurunan 0,2 pada pengukuran MMSE (Mini Mental
State Examination), penurunan 0,11 pada pengukuran mengingat.
Pemeriksaan AIC untuk mengukur glikosilasi hemoglobin yang juga
dikenal hemoglobin AIC, pemeriksaan ini untuk mengukur jumlah glukosa
yang terikat pada sel darah merah dalam rentang waktu hidup sel darah
merah (90-120 hari) (Michel, 2011). Penurunan kognitif sendiri sudah
dimulai sejak pasien terdiagnosa DM (Ruis et al., 2009).

Responden dalam penelitian tidak mengalami riwayat stroke dan tidak


mengalami komplikasi ginjal dan hati. Sehingga peneliti beranalisis tidak
terjadi depresi pada responden. Menurut penelitian de Groot, Anderson,
Freedland, Clouse, Lustman (2001) terdapat hubungan yang signifikan dan
konsisten antara komplikasi DM terhadap gejala depresi.

Pemberian penyuluhan merupakan satu dari empat pilar utama


pengelolaan DM. Peran perawat dalam hal ini, sebagai edukator dan juga
sebagai fasilitator pasien DM.

Penyuluhan diperlukan karena penyakit

diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Informasi


yang diberikan kepada penyandang DM adalah mencakup pengetahuan
dasar tentang diabetes, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar
glukosa darah, OHO, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan
jasmani, tanda-tanda hipoglikemik dan komplikasi (Basuki, 2009).

Karakurt dan Kasikci (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,


pemberian edukasi yang diberikan secara teratur dua kali dalam sebulan
dengan durasi 45-60 menit selama 3 bulan efektif meningkatkan
manajemen diri pasien DM. Penelitian Karakurt dan Kasikci (2002) juga

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

87

menyatakan bahwa peningkatan manajemen diri pasien DM diikuti dengan


penurunan signifikan pada kontrol metabolik (kolesterol, trigliserida, Low
Density Lipoprotein) dan A1C namun IMT tidak mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada hal yang harus diperhatikan perawat
sebelum memberikan edukasi ke pasien DM yakni mengkaji kemampuan
kognitif pasien. Sehingga metode intervensi edukasi yang diberikan sesuai
dengan kemampuan kognitif pasien. Pengkajian kognitif yang bisa
digunakan adalah miniCog, MMSE (mini mental state examination),
interaksi dengan pasien melalui observasi dan wawancara (Braes,
Milisen&Foreman, 2012). Pengkajian kognitif lebih lengkap dapat dikaji
melalui Nurses Observation Scale for Cognitive Abilities (NOSCA),
namun NOSCA lebih ditujukan ke pasien rawat inap. Hasil penelitian ini
menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan memori jangka pendek di
dua jam setelah makan, maka dalam pemberian edukasi

sebaiknya

dilakukan di dua jam setelah makan ketika kadar gula darah mengalami
penurunan.

Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan kognitif pasien DM adalah


penggunaan

medikasi.

Responden

dalam

penelitian

ini

rutin

mengkonsumsi OHO. Menurut Grodstein et al. (2001) pada kelompok DM


tipe 2 yang tidak patuh minum OHO memiliki kemampuan kognitif buruk
daripada kelompok DM tipe 2 yang patuh minum obat. Responden dalam
penelitian ini merupakan pasien DM di Puskesmas Cipondoh, Tangerang.
OHO yang disediakan Puskesmas Cipondoh adalah metformin dan
glibenclamid. Metformin merupakan golongan biguanid untuk penambah
sensitivitas terhadap insulin. Metformin menurunkan glukosa darah
dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang
oleh insulin. Sedangkan glibenklamid termasuk golongan sulfonilurea
untuk pemicu sekresi insulin oleh sel beta (Soegondo, 2009).

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

88

3. Perbedaan kadar gula darah dan kemampuan memori jangka pendek satu
jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kadar gula
darah dan kemampuan memori jangka pendek satu jam dan dua jam
setelah makan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Pada penelitian
ini, kelompok perlakuan mendapatkan sarapan dengan jumlah karbohidrat
sebanyak 50 gram sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 40 gram
karbohidrat, dimana sebelumnya responden diukur kadar gula darah puasa
untuk memastikan tidak ada responden yang mengalami hipoglikemik.
Pada uji homogenitas, kadar gula darah responden memiliki varians sama.

Menurut Suyono (2009) patogenesis DM tipe 2 ditandai dengan adanya


resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucose production, dan
penurunan fungsi sel beta. Yang pada akhirnya akan menuju ke kerusakan
total sel beta. Ketika insulin tidak digunakan secara tepat, maka glukosa
yang masuk ke sel akan terhambat sehingga menyebabkan hiperglikemia.
Pada tahap awal resistensi insulin, pankreas merespons gula darah tinggi
dengan memproduksi sejumlah besar insulin (berlaku jika fungsi sel beta
normal). Hal ini menyebabkan fase hiperinsulin bersamaan dengan
kondisi hiperglikemi. Resistensi insulin juga bisa disebabkan oleh cacat
yang diwariskan pada reseptor insulin. Hal ini adalah hal paling umum
yang ditemukan pada pasien diabetes tipe 2. Resistensi insulin akan
mengakibatkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas
(Michel, 2011). Diagnosa DM ditegakkan ketika sel beta tidak mampu
mengkompensasi resistensi insulin sehingga kadar gula darah meningkat
dan fungsi sel beta menurun (Suyono, 2009). Seiring waktu dan bila
pasien tidak patuh terhadap terapi, maka sel beta tidak mampu lagi
mensekresi insulin sehingga kadar gula darah makin meningkat

Penggunaan 50 gram karbohidrat pada penelitian ini berdasarkan kepada


penelitian Greenwood et al. (2003) dan Waspadji (2002) yang
menggunakan 50 gram karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

89

Sedangkan penggunaan 40 gram karbohidrat berdasarkan pada prinsip


utama dalam etika penelitian keperawatan yakni memperhitungkan
manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Polit & Beck, 2012).
Penggunaan 40 gram karbohidrat sesuai dengan satu satuan penukar
makanan yang terdapat pada menu sarapan diet DM 1300 kalori, 1500
kalori, 1700 kalori ( Sukardji, 2009). Oleh karena itu, sebelum dilakukan
pengumpulan data responden diukur berat badan terlebih dahulu. Seluruh
responden termasuk ke dalam diet DM 1300 kalori, 1500 kalori, dan 1700
kalori.

Pemberian karbohidrat dengan

beda 10 gram karbohidrat antara

kelompok perlakuan dan kontrol, belum memberikan perbedaan kadar


gula darah dan kemampuan memori jangka pendek antara kelompok
perlakuan dan kontrol. Dari analisis peneliti peneliti hal ini disebabkan
beda gram karbohidrat antara kelompok perlakuan dan kontrol terlalu
sedikit sehingga perbedaan kadar gula darah belum tampak. Selain itu
faktor resistensi insulin dan penurunan fungsi sel beta yang buruk turut
menyebabkan hasil ini, karena sebagian responden telah menderita DM >
5 tahun.

Mungkin, akan berbeda bila pengukuran dilakukan kepada

individu yang sehat dibandingkan dengan pasien DM.

Kemampuan memori jangka pendek antara kelompok perlakuan dan


kontrol tidak ada perbedaan, hal ini disebabkan kadar gula darah satu jam
dan dua jam setelah makan antara kelompok juga tidak mengalami
perbedaan.

4. Aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek satu jam dan
dua jam setelah makan pada kelompok perlakuan dan kontrol.
Berdasarkan hasil penilitian, didapatkan bahwa hanya aktifitas fisik yang
berpengaruh terhadap kemampuan memori jangka pendek. Aktifitas fisik
memperbaiki regulasi insulin sehingga menurunkan kadar gula darah
(Watson et al., 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan Ilyas (2009) yang

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

90

menyatakan aktifitas fisik mempengaruhi kemampuan kognitif dengan


cara

resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin

meningkat. Menurut Watson et al. (2006) aktifitas fisik yang dilakukan


satu jam rutin 3 kali seminggu selama 12 minggu dan diet pengaturan
lemak (< 7% lemak jenuh) dapat memperbaiki kemampuan memori. Hal
ini disebabkan karena faktor neurotrophic dan plastisitas di otak yang
secara langsung mempengaruhi kemampuan mengingat.

Berdasarkan

hasil penelitian, responden yang melakukan aktifitas fisik mengalami


peningkatan kemampuan recall 9 kata di jam kedua setelah makan. Secara
keseluruhan, responden yang melakukan aktifitas fisik memiliki
kemampuan memori jangka pendek lebih baik daripada responden yang
tidak melakukan aktifitas fisik.

Penelitian Hotting et al. (2012) yang melibatkan 68 responden laki-laki


dan perempuan dengan rentang usia 40-56 tahun, rutin melakukan
olahraga sepeda dan senam selam 2 kali seminggu selama 6 bulan,
mengalami peningkatan memori yang signifikan dibandingkan dengan
responden yang tidak berolahraga. Penelitian lainnya dari Maiorana et al.
(2001) bahwa aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 8 minggu dapat
memperbaiki kadar gula darah, toleransi latihan aerobik dan resistensi
fungsi endotel pada pembuluh darah. Pada penelitian ini, aktifitas fisik
yang responden lakukan adalah senam, berjalan dan bersepeda dilakukan
3-5 kali seminggu dengan durasi 30-60 menit.

Dari hasil wawancara dengan responden yang tidak melakukan aktifitas


fisik disebabkan karena belum ada senam di daerah tempat tinggal, akses
olahraga sulit dan kesibukan rumah tangga. Puskesmas Cipondoh
mengadakan senam DM setiap hari sabtu pagi, beberapa responden telah
mengikuti senam tersebut. Menurut penelitian Perisee (2009) mengenai
aktifitas fisik yang hanya dilakukan sehari dengan tipe olahraga; latihan
jalan treadmill yang dilakukan 60 menit sebelum sarapan, 4 jam sebelum
makan siang dan 8 jam sebelum makan malam tidak memperbaiki

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

91

glukosa plasma, trigliserida, caroten, dan tanda inflamasi (C-reactive


protein) dan stress oksidasi. Ilyas (2009) menyatakan bahwa frekuensi
olahraga bagi pasien DM adalah 3-5 kali perminggu dilakukan secara
rutin, dengan durasi 30-60 menit, intensitas ringan dan sedang dan jenis
olahraga yang dilakukan adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda
(Ilyas, 2009).

6.2 Keterbatasan penelitian


1. Metode pengumpulan data
Penelitian ini belum berhasil membuat beda peningkatan kadar gula darah
dan memori jangka pendek antara kelompok perlakuan dan kontrol. Efek
hiperglikemia

postprandial

dapat

diketahui

dengan

cepat

bila

menggunakan karbohidrat sederhana seperti sirup. Namun pada penelitian


ini, peneliti menggunakan karbohidrat kompleks yakni nasi untuk memicu
efek hiperglikemia postprandial. Selain itu, beda 10 gram karbohidrat
belum mampu membuat perbedaan kadar gula darah yang signifikan
antara kelompok perlakuan dan kontrol.

Kemampuan kognitif pasien DM dipengaruhi oleh banyak faktor yakni


hipertensi, dislipidemia, diet, stres, durasi, IMT, depresi dan faktor
genetik. Namun pada penelitian ini, peneliti hanya menetapkan umur,
tekanan darah darah dan aktifitas fisik sebagai variabel perancu.

2. Sampel penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 35 responden. Jumlah

ini

kurang dari yang direncanakan sebanyak 42 orang. Hal ini dikarenakan


waktu yang terbatas.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

92

6.3 Implikasi hasil penelitian


1. Implikasi pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan
Penelitian ini memberikan informasi mengenai kemampuan memori
jangka pendek pada pasien DM tipe 2. Penurunan kognitif pada pasien
DM dapat diketahui sejak pasien terdiagnosa DM sehingga perawat perlu
mengkaji kemampuan kognitif pasien DM sejak

dini. Metode uji

kemampuan memori jangka pendek pada penelitian ini dapat digunakan


untuk mengkaji kemampuan memori pasien DM. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dengan melibatkan
faktor penurunan kognitif lainnya dan untuk

mengkaji lebih dalam

mengenai kemampuan memori jangka panjang pasien DM tipe 2.

2. Implikasi bagi pelayanan dan masyarakat


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi dan
pasien terkait pemberian edukasi kepada pasien DM tipe 2. Waktu
pemberian

edukasi sebaiknya di dua jam setelah makan.

Edukasi

diberikan secara berulang dalam rentang waktu yang dekat, kontinyu dan
terjadwal. Pasien mengetahui bahwa kemampuan konsentrasi meningkat
di dua jam setelah makan. Sehingga proses pembelajaran mandiri
sebaiknya dilakukan pasien di dua jam setelah makan.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini telah mengidentifikasi 35 responden. Kelompok perlakuan
terdiri dari 17 responden memiliki usia 53,59 tahun, tekanan darah
136,05/82,17 mmHg, responden yang rutin melakukan aktifitas fisik
sebanyak 4 orang (23,5%) sedangkan yang tidak rutin sebanyak 13 orang
(76,5%). Kelompok kontrol berjumlah 18 orang memiliki usia 56,33 tahun,
tekanan darah adalah 148,67/89,27 mmHg, responden

yang rutin

melakukan aktifitas fisik sebanyak 7 orang (38,9%) sedangkan yang tidak


rutin sebanyak 11 orang (61,1%).
2. Rerata nilai gula darah satu jam setelah makan berbeda dengan rerata nilai
gula darah dua jam setelah makan di kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol.
3. Kemampuan memori jangka pendek satu jam setelah makan berbeda
dengan kemampuan memori jangka pendek dua jam setelah makan di
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
4. Tidak ada perbedaan nilai gula darah dan kemampuan memori jangka
pendek satu jam dan dua jam setelah makan antara kelompok perlakuan
dan kontrol.
5. Ada hubungan aktifitas fisik terhadap kemampuan memori jangka pendek
satu jam dan dua jam setelah makan.

7.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah :
1. Perawat di tatanan pelayanan kesehatan perlu melakukan skrining kognitif
secara dini kepada pasien DM. Skrining dilakukan sejak pasien didiagnosa
DM, kemudian rutin dilakukan enam bulan sekali. Program ini dievaluasi
dengan melihat fluktuatif kadar gula darah pasien DM

93

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

94

2. Bila edukasi diberikan setelah makan, maka sebaiknya pemberian edukasi


dilakukan dua jam setelah makan. Edukasi

diberikan secara berulang

dalam rentang waktu yang dekat, kontinyu dan terjadwal.


3. Penelitian ini dapat dikembangan dalam penelitian lanjutan dengan jumlah
yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak faktor yang berkontribusi
terhadap penurunan kognitif pada pasien DM

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

95

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2002). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok:
Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Arvanitakis, Z., Wilson, R.S., Li, Y., Aggarwal, N.T., & Bennet, D.A. (2006).
Diabetes and function in different cognitive systems in older individuals
without
dementia.
Diabetes
Care,
29(3).
http://www.care.diabetesjournal.org
Asimakopoulou, K., & Hampson, S. (2002). Cognitive functioning and self
management in older people with diabetes. Diabetes Spectrum, 15(2).
http://spectrum.diabetesjournal.org/
Ba-tin, L., Strike, P., & Tabet, N. (2011). Diabetic peripheral microvascular
complication relationship to cognitive function. Hindawi Publishing
Corporation Cardiovascular Psychiatry and Neurology, 2011.
http://www.hindawi.com/journals/cpn/2011/723434/
Basuki, E. (2009). Teknik penyuluhan diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P.
Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan
Edukator
( hal 135-150). Jakarta: FKUI.
Bent, N., Rabbitt, P., & Metcalfe, D. (2000). Diabetes mellitus and the rate of
cognitive ageing. British Journal of Clinical Psychology, 39, 349-362.
http://www.search.proquest.com/
Braes, T., Milisen, K., & Foreman, M.D. (2008). Asessing cognitive function.
Dalam Capezuti E, Zwicker D, Mezey M, & Fulmer T (Editor). Evidencebased geriatric nursing protocols for best practice. 3rd ed. (hal 41-56).
New
York
(NY):
Springer
Publishing
Company.
http://guideline.gov/content.aspx?id=12266&search=Senile+dementia+wit
h+delirium
Brands, AMA et.al. (2007). Cognitive functioning and brain MRI in patients with
type 1 and type 2 diabetes mellitus : a comparative study. Dementia and
Geriatric Cognitive Disorders 23 : 343-345. www.karger.com/dem
Borson,S., Scanlan,J., Brush,M., Vitaliano,P., & Dokmak, A. (2000) The minicog: a cognitive 'vital signs' measure for dementia screening in multilingual elderly. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11113982
Bruce, D.G., Davis, W.E., Casey, G.P., Starkstein, S.E., Clarnette, R.M., Almeida,
O.P., & Davis, T.M.E. (2008). Predictors of cognitive decline in older
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

96

individual
with
diabetes.
http://www.search.proquest.com/

Diabetes

Care,

31(11).

Brownlee, M. (2005). The pathobiology of diabetic complication a unifying


mechanism. Diabetes, 54. http://www.spectrum.diabetesjournal.org/
Cerrielo, A. (2005). Postprandial hyperglycemia and diabetes complication is it
time to treat?. Diabetes, 54. http://www.care.diabetesjournal.org/
Cukierman-Yaffe, T., Gerstein, H.C., Williamson, J.D., Lazar, R.M., Lovato, L.,
Miller, M.E., & Coker, L.H. (2009). Relationship between baseline
glycemic control and cognitive function in individuals with type 2 diabetes
and other cardiovascular risk factors. Diabetes Care, 32 (2),
221.http://www.search.proquest.com/
Cosway, R., Strachan,W.J., Dougall, A., Frier, B.M., & Deary, I.J. (2001).
Cognitive function and information processing in type 2 diabetes. Diabetic
Medicine, 18, 803-810.
Cox, D.J., McCall, A., Kovatchev, B., Sarwat, S., Ilag, L.L., & Tan, M.H. (2007).
Effects of blood glucose rate of change on perceived mood and cognitive
symptoms in insulin-treated type 2 diabetes. Diabetes Care, 30(8)
http://www.care.diabetesjournal.org/
Dinkes

Banten. (2010). Profil kesehatan


http://www.dinkes.bantenprov.go.id

kota

Tangerang

2010.

De groot, M., Anderson, R., Freedland, K.E., Clouse, R.E., Lustman, P.J. (2001).
Association of depression and diabetes complication : a meta-analysis.
Psychosom Med, 63(4), 619-630. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
Dey, J., Misra, A., Desai, N.G., Mahapatra, A.K., & Padma, M.V. (1997).
Cognitive function in younger type II diabetes. Diabetes Care, 20(1).
http://www.search.proquest.com/
Doerflinger, D. (2007). How to try this : the miniCog. American Journal of
Nursing, 107(12),62-71. http://www.nursingcenter.com.
Gamon, D., & Bragdon, A. (2005). Cara baru mengasah otak dengan asyik:
temuan-temuan mutakhir tentang kinerja dan struktur otak plus
permainan-permainan heboh untuk mengasah 6 zona kecerdasan.
Jakarta:PT Mizan Pustaka
Gatlin, P.K. (2012). Severity of type 2 diabetes mellitus, working memory and
self care (Doctoral Dissertation, The University of Arizona).
http://www.search.proquest.com/

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

97

Giacco, F., & Brownlee, M. (2010). Oxidative stress and diabetic compilation.
Circulation
Research,
107,
579-591.
http://circres.ahajournals.org/content/107/9/1058.
Giugliano, D., Ceriello, A., & Esposito, K. (2008). Glucose metabolism and
hyperglicemia. The American Journal of Clinical Nutrition, 87, 21782228. http://ajcn.nutrition.org/
Goldin, A., Beckman, J., Schmidt, A., & Creager, M. (2006). Advance glycation
end product: sparking the development of diabetic vascular injury.
Circulation. http://circ.ahajournals.org/content/114/6/597.
Greenwood, C.E., Kaplan, R.J., Hebblethwaite, S., & Jenkins, D.J.A. (2003).
Carbohidrat-induced memory impairment in adult with type 2 diabetes.
Diabetes Care, 26, 1961-1966. http://www.care.diabetesjournal.org/
Grodstein, F., Chen, J., Wilson, R.S., & Manson, J.E. (2001). Type 2 diabetes and
cognitive function in community-dwelling elerly women. Diabetes Care,
24 (6). http://www.search.proquest.com/
Haas, L. (2007). Functional decline in older adults with diabetes. American
Journal Nursing, 107(6). http://www.nursingcenter.com/ajndiabetes
Hartono, A. (2006). Terapi gizi dan diet rumah sakit edisi kedua. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC.
Hartwig, M. (2003). Gangguan neurologis dengan simtomatologi generalisata.
Dalam S. Price & L. Wilson (Editor) Patofisiologi Edisi 6 Volume 2 bab
54 (hal 1134-1137). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EG
Hastono, S., & Sabri, L. (2006). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo persada
Hotting, K., Reich, B., Holzschneider, K., Kauschke, K., Schmidt, T., Braumann,
K, M., & Roder, B. (2012). Differential cognitive effects of cycling versus
stretching/coordination training in middle-aged adults. Health Psychology,
31(2), 145-55. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21895371
Ilyas, E. (2009). Olahraga bagi diabetisi. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, &
I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 6982). Jakarta: FKUI.
Institute Diabetes Older People. (n.d). Cognitive screening in diabetes-a
summary. http://www.diabetes.nhs.uk/document.php
Karakurt, P., & Kasikci, M. (2012). The effect of education given to patient with
type 2 diabetes mellitus on self care. International Journal of Nursing

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

98

Practice, 18, 170-179. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.11111/j.1440172x.2012.02013.x/pdf


Kawamura, T., Umemura, T., &Hotta, N. (2012). Cognitive impairment in
diabetic patients : can diabetic control prevent cognitive decline?. Journal
of Diabetes Investigation, 5(3). Asian association for the study of diabetes
and wiley publishing Asia. http://onlinelibrary.wiley.com/
Kloos, C., Hagen, F., Lindloh, C., Braun, A., Leppert, K., Muller, N., Wolf, G., &
Muller, U. ( 2009). Cognitive function is not associated with recurrent foot
ulcers in patient with diabetes and neuropathy. Diabetes Care, 32(5).
http://www.search.proquest.com/
Kodl, C.T., & Seaquist, E.R. (2008). Cognitive dysfunction and diabetes mellitus.
Endocrin Review, 29(4), 494-511. http://www.endo-society.org/
Koopman, R.J, Mainous, A.G., Diaz, V.A., Gessey, M.E. (2005). Change in age at
diagnosis of type 2 diabetes mellitus in the united states 1988 to 2000.
Annals of Family Medicine, 3(1), 60-63. http://www.annfammed.org/
Korf, E.S.C., White, L.R., Scheltens, PH., & Launer, L.J. (2006). Brain aging in
very old men with type 2 diabetes. Diabetes Care, 29(10), 2268.
http://www.search.proquest.com/
Korner, E.A., Lauritzen, L., Nilsson, F.M., Lolk, A., & Christensen, P. (2012).
Simple Scoring of the clock-drawing test for dementia scoring. Danish
Medical Journal, 59(1)
Kovatchev, B., Cox, D.J., Summers, K.H., Gonder-Frederick, L., & Clarke, W.L.
(2003). Postprandial glucose dynamic associated symptoms in type 2
diabetes mellitus. The Journal of Applied Research, 3(4).
Kumari, M., Brunner, E., & Fuhrer, R. (2000). Minireview : mechanisms by
which the metabolic syndrome and diabetes impair memory. Journal of
Gerontology, B228. http://www.search.proquest.com/
Maineri, N., Xavier, F., Berleze, M., & Moriguchi, E. (2007). Risk Factors for
cerebrovascular disease and cognitive function in the elderly. Arq Bras
Cardiol 89 (3) ,142-146.
Maiorana, A., ODriscoll,G., Cheetham, C., Dembo, L., Stanton, K., Goodman,
C., Taylor, R., & Green, D. (2001). The effect of combined aerobic and
resistance exercise training on vascular function in type 2 diabetes.
Journal of The American College of Cardiology, 38(3). Elsevier Science
Inc http://www.search.proquest.com/
Mccabe, D.P., Roediger, H.L., McDaniel, M.A., Balota, D.A., & Hambrick, D.Z.
(2010). The relationship between working memory capacity and executive
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

99

functioning: evidence for a common executive attention construct.


Neuropsychology 24(2) hal 222-43. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
Mcdonald, K., & Gray-Miceli, D. (2007). Asessment and management of type 2
diabetes in older adults with complex care needs. The National
Gerontological Nursing Association (NGNA). http://www.ngna.org/
Michel, B. (2011). Nursing management diabetes mellitus. Dalam S. Lewis, S.
Dirksen, M. Heitkemper, L. Bucher, & I. Camera (Editor), Medical
surgical nursing eight vol 2 chapter 49 (hal 1218-1252). USA: Elsevier
Mosby
Mittal, C., Gorthi, S., Rohatgi, S. (2010). Early Cognitive impairment : role of
clock
drawing
test.
MJAFI,
66(1),
25-28.
Http://medind.nic.in/maa/t10/i1/maat10i1p25.pdf
Munshi, M., Grande, L., Hayes, M., Ayres, D., Suhl, E., Capelson, R., Lin, S.,
Milberg, W., Weinger, K. (2006). Cognitive dysfunction is association
with poor diabetes control in older adults. Diabetes Care 29(8),1794-1799.
http://www.care.diabetesjournal.org/
Munshi, M.N., Hayes, M., Iwata, I., Lee, Y., Weinger, K. (2012). Which aspects
of executive dysfunction influence ability to manage diabetes in older
adults?.
Diabet
Med,
29(9),
1171-1177.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22340082
Neetle, A. (2005). Patient education in the hospital. Diabetes Spectrum 18 (1).
http://spectrum.diabetesjournal.org
Node, K., & Inoue, T. (2009). Postprandial hyperglycemia as an etiological factor
in
vascular
failure.
Cardiovascular
Diabetology,
8(23).
http://www.cardiab.com/content/8/1/23
Nooyens, A.C.J., Baan, C.A., Spijkerman, A.M.W., & Verschuren, W.M.M.
(2010). Type 2 diabetes and cognitive decline middle aged men and
women. Diabetes Care, 33 (9), 1964. http://www.care.diabetesjournal.org/
Pdpersi. (2011). RI rangking keempat jumlah penderita diabetes terbanyak dunia.
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php
Peimani., Malazy, T., & Pajouhi. (2010). Nurses role in diabetes care; a review.
Iranian Journal and Lipid Disorders, 9. http://journals.tums.ac.ir/
Pinto, E., & Peters, R. (2009). Literature review of the clock drawing test as a tool
for cognitive screening. Dementia and Geriatric Cognitive Disorder.
http://www.karger.com/dem

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

100

Perisse, D. (2009). Diabetes, exercise and postprandial oxidative stress. Thesis.


University of Illinois. http://www.search.proquest.com/
Plassman, B.L., Williams, J.W., Burke, J.R., Holsinger, T., &Benjamin, S. (2012).
Systematic review:factors associated with risk for and possible prevention
of cognitive decline in later life. Annals of Internal Medicine, 153(3), 182189. http://annals.org
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research 9th edition. Lippincott
Wiliams&Wilkins.
Rizza, R.A. (2010). Pathogenesis of fasting and postprandial hyperglycemia in
type 2 diabetes : implications for therapy. Diabetes, 59.
http://diabetes.diabetesjournal.org/
Rizzo, M.R., Marfella, R., Barbieri, M., Boccardi, V., Vestini, F., Lettieri, B.,
Canonico, S., & Paolisso, G. (2010). Relationship between daily acute
glucosa fluctuation and cognitive performance among aged type 2 diabetic
patients. Diabetes Care, 33 (10). http://www.care.diabetesjournal.org/
Robertson, R.P. (2004). Chronic oxidative stress as a central mechanism for
glucose toxicity in pancreatic islet beta cells in diabetes. The Journal of
Biological Chemistry , 279(41). http://www.jbc.org
Ruis, C., Biessels, G.J., Gorter, K.J., Van den donk, M., Kappelle, L.J., & Rutten,
G.E.H.M.
(2009). Cognition in the early stage of type 2 diabetes.
Diabetes Care, 32 (7) ,1261. http://www.search.proquest.com/
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2008). Dasar-dasar merodologi penelitian klinis.
Jakarta : Sagung Seto.
Schteingart, D. (2003). Pankreas:metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Dalam S. Price & L. Wilson (Editor) Patofisiologi Edisi 6, 2 bab 63 (hal
1259-1270). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sheerwood, L. (2001). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem (Edisi kedua).
Jakarta : Penerbit Buku kedokteeran EGC
Saczynski, J.E., Jonsdottir, M.K., Garcia, M.E., Jonsson, P.V., Peila, R.,
Eiriksdottir, G., Olafsdottir, E., Harris, T.B., Gudnasson, V., & Launer,
L.J. (2008). Cognitive Impairment : an increasingly important
complication of type 2 diabetes the age, gene/environment susceptibilityReykjavik study. American Journal of Epidemiology, 168 (10),1132-1139.
Sjahrir, H., Ritarwan, K., Tarigan, S., Rambe, A., Lubis, I., & Bhakti, I. (2001).
The mini mental state examination in healthy individual in Medan,
Indonesia by age and education level. Neurology Journal Southeast Asia,
6, 19-22.
Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

101

Soegondo,S. (2009). Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus terkini. Dalam S.


Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi
Dokter dan Edukator ( hal 19-29). Jakarta: FKUI.
Soewondo, P. (2009). Pemantauan pengendalian diabetes mellitus. Dalam S.
Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi
Dokter dan Edukator ( hal 151-160). Jakarta: FKUI.
Soesilowati, S. (2003). Diagnosis Neuropathy: Pathogenesis and Treatment. Acta
Medica Indonesiana, XXXV (1).
Sommerfield, A.J., Deary, I.J., & Frier, B.M. (2004). Acute Hyperglycemia alters
mood state and impairs cognitive perfomance in people with type 2
diabetes. Diabetes Care, 27(10). http://www.care.diabetesjournal.org/
Sousa, D.A. (2012). Bagaimana otak bekerja (Edisi keempat). Jakarta: PT Indeks
Stranahan, A.M., Arumugam, T.V., Cutler, R.G., Lee, K., Egan, J.E., & Mattson,
M.P. (2008). Diabetes impair hippocampal function through
glucocorticoid-mediated effects on new and mature neurons. Nature
Neuroscience, 11(3). http://www.nature.com/
Stewart, R., & Liolitsa, D. (1999). Type 2 diabetes mellitus, cognitive impairment
and dementia. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10229302
Sukardji, K. (2009). Penatalaksanaan gizi pada diabetes mellitus. Dalam S.
Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi
Dokter dan Edukator ( hal 47-68). Jakarta: FKUI.
Suyono, S. (2009). Patofisiologi diabetes mellitus. Dalam S. Soegondo, P.
Soewondo, & I.Subekti (Editor), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu : Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bagi Dokter dan
Edukator ( hal 47-68). Jakarta: FKUI.
Tanner, J. 2009. What is executive function ?. www.brainybehaviour.com
Thevenod, F. (2008). Patophysiology of diabetes mellitus type 2: roles of obesity,
insulin resistance and cell dysfunction. http://content.karger.com/
Tjokroprawiro, A. ( 2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
Trimble, L., Sundberg, S., Markham, L., Janicijevic, S., Beattie, L., & Meneilly,
G.(2005). Value of the clock drawing test to predict problems with insulin
skills in older adult. Canadian Journal of Diabetes, 29(2),102-104.

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

102

Vertesi, A., Lever, J., Molloy,W., Sanderson, B., Tuttle, I., Pokoradi, L., &
Principi, E.(2001). Standardized mini-mental state examination use and
interpretation.
Canadian
Family
Physician
vol
47.
http://www.cfp.ca/content/47/10/2018full.pdf.
Vijayakumar, T.M., Sirisha, G.B.N., Begam, F., & Dhanaraju, M.D. (2012).
Mechanism linking cognitive impairment and diabetes mellitus. European
Journal of Applied Science 4 (1), 01-05
Waspadji, S. (2002). Glycemic indices of enteral feeding formula in diabetic at
the Dr. Cipto Mangunkusumo general central nasional hospital Jakarta.
Acta Medica Indonesia, XXXIV(1)
Waspadji, S. (2009). Diabetes mellitus : Mekanisme dasar dan pengelolaannya
yang rasional. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I.Subekti (Editor),
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu : Panduan Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus bagi Dokter dan Edukator ( hal 31-45). Jakarta: FKUI.
Watson, S., Reger, M., Baker, L., McNelly, M., Fujimoto, W., Kahn, S., Boyko,
E., & Leonetti, D. (2006). Effect of exercise and nutrition on memory in
Japanese Americans with impaired glucose tolerance. Diabetes Care,
29(1). http://www.search.proquest.com/
WHO. (2012). Diabetes. www.who.int?mediacentre/factsheets/f3312/en/
Wiyono, P. (2003). Peranan hiperglikemia terhadap terjadinya komplikasi kronik
diabetes mellitus. Berkala Ilmu Kedokteran, 35 (1).
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global prevalence
of diabetes. Diabetes Care, 27(5). http://www.care.diabetesjournal.org/
Yeung, S.E., Fischer, A.L., & Dixon, R.A. (2009). Exploring effect of type 2
dabetes on cognitive functioning in older adults. Neuropsychology ,23 (1),
1-9

Universitas Indonesia

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 1
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
PENJELASAN PENELITIAN
Efek Hiperglikemia Postprandial terhadap Kemampuan Memori Jangka Pendek pada
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh, Tangerang
Selamat pagi Bapak/Ibu
Nama saya Rinnelya Agustien (1006833956). Saya, mahasiswa Program Pascasarjana
Ilmu Keperawatan Kekhususuan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia,
yang beralamat di Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok 16424.
Saya dapat dihubungi di nomer telpon 081330682552. Penelitian ini merupakan bagian
dari persyaratan untuk program Magister saya di Universitas Indonesia. Pembimbing
saya adalah Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, Ph.D dari Fakultas Keperawatan Universitas
Indonesia

Saya bermaksud mengadakan penelitian mengenai efek hiperglikemia postprandial


terhadap kemampuan memori jangka pendek pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di
Puskesmas Cipondoh, Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu setelah makan. Penelitian ini
bermanfaat agar bapak/ibu selalu menjaga kadar gula darah tidak meningkat terlalu
tinggi terutama setelah makan agar kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu
dalam keadaan optimal. Penelitian ini juga menjadi penyemangat agar bapak/ibu selalu
mematuhi diet diabetes mellitus. Dalam penelitian ini, bapak/ibu sebelumnya puasa
makan 8-10 jam di malam hari. Esoknya jam 08.00 di puskesmas akan diberikan
sarapan, namun sebelumnya bapak/ibu akan diperiksa kadar gula darah puasa. Apabila
bapak/ibu setelah diperiksa kadar gula darahnya membutuhkan obat hipoglikemik atau
bapak/ibu memang minum obat hipoglikemik maka 30 menit sebelumnya bapak/ibu
minum obat hipoglikemik terlebih dahulu. Satu jam setelah makan akan diukur
kemampuan mengingat jangka pendek bapak/ibu, kemudian 2 jam berikutnya diukur
kembali. Pengukuran memori jangka pendek dalam penelitian ini berupa mengingat
kata, menggambar, dan mengitung angka maju dan mundur.
Penelitian ini melibatkan pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di Puskesmas Cipondoh
dengan lama durasi DM lebih dari 1 tahun, orientasi baik, tidak mengalami komplikasi
ginjal dan hati dan tidak ada riwayat stroke. Keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini
atas dasar sukarela, apabila Bapak/Ibu memutuskan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini, Bapak/Ibu bebas mengundurkan diri dari penelitian ini kapan pun.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi bapak/ ibu.
Bila selama berpartisipasi dalam penelitian ini bapak/ ibu mengalami ketidaknyamanan,

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lanjutan lampiran 1
maka bapak/ ibu mempunyai hak untuk berhenti dan mendapatkan intervensi
keperawatan yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berjanji akan
menjunjung tinggi hak-hak bapak/ibu dengan cara menjaga kerahasiaan data yang
diperoleh, baik dalam proses pengumpulan, pengolahan maupun penyajian data. Nama
Bapak/Ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua lembar pengukuran yang telah terisi
hanya akan diberikan nomer kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi
identitas Bapak/Ibu. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu
identifikasi yang berkaitan dengan Bapak/Ibu akan ditampilkan dalam publikasi
tersebut.
Peneliti juga menghargai keinginan bapak/ ibu untuk tidak berpartisipasi atau keluar
kapan saja dalam penelitian ini. Bila terdapat hal-hal yang kurang jelas mengenai
prosedur penelitian maka bapak/ ibu dapat menanyakannya langsung pada peneliti di
nomer telepon atau sms di 081330682552. Melalui penjelasan ini, peneliti
mengharapkan partisipasi bapak/ ibu dalam penelitian ini dan peneliti ucapkan terima
kasih atas kesediaan dan partisipasinya.
Tangerang, 2012
Peneliti

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 2
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Efek hiperglikemia postprandial terhadap kemampuan memori jangka
pendek pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Cipondoh, Tangerang
Peneliti : Rinnelya Agustien
NPM : 1006833956
Peneliti telah memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya
mengerti bahwa tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan mengingat jangka
pendek setelah makan pada pasien DM tipe 2. Saya mengerti bahwa partisipasi saya
dalam penelitian ini bermanfaat bagi saya agar selalu menjaga kadar gula darah tidak
meningkat terlalu tinggi terutama setelah makan dan meningkatkan motivasi saya dalam
usaha mengontrol glukosa darah dengan mematuhi diet DM.
Saya mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya juga
berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja dan berhak
mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan.
Saya mengerti bahwa identitas dan catatan data dalam penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian.
Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun. Saya bersedia
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini.
Tangerang, .2012
Responden

(..)

Peneliti

(Rinnelya Agustien)

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 3
DATA RESPONDEN
1. Nomor responden
:.....
2. Usia
: ............. tahun
3. Tekanan darah
:.............. mm/Hg
4. Melakukan aktifitas fisik : 1. Ya
2. tidak

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 4
PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN DARAH DIGITAL
1. Pasien duduk di kursi, posisi santai, kaki tidak menggantung. Tangan yang
akan diukur tekanan darahnya diletakkan di atas meja yang berada di depan
pasien.
2. Raba denyutan arteri di lipat siku (arteri brakialis)
3. Tekan tombol power pada tensimeter digital
4. Pasang manset pada lengan atas , dengan batas bawah manset 2 - 3 cm dari
lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di
atas denyutan arteri di lipat siku ( arteri brakialis)
5. Tekan tombol ON, tensi digital mengukur tekanan darah
6. Angka yang tertera di layar adalah nilai tekanan darah saat itu

Sumber Manual prosedur Tensimeter digital Citizen

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 5

PROSEDUR PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH


1. Siapkan glukometer dengan menekan tombol Power
2. Siapkan lancing device
a. Buka tutup lancing device dengan memutar berlawanan arah jarum jam
b. Ambil lancet, masukan ke dalam tempatnya di lancing device
c. Lepaskan cakram pelindung lancet dengan cara memutar cakram. Putar bagian
lancing device: nomor tinggi untuk tusukan dalam, nomor rendah untuk tusukan
dangkal
d. Tutup kembali lancing device sampai terdengar bunyi klik kemudian lepaskan
3. Masukkan strip
a. Masukan strip kedalam lubang alat.
b. Pada alat akan muncul nomor kode strip
7. Ambil sampel darah
a. Bersihkan ujung jari (telunjuk, tengah atau jari manis) dengan kapas alkohol.
b. Biarkan ujung jari kering dengan sendirinya dari alkohol
c. Tahan lancing device kuat-kuat mengarah pada ujung jari
d. Tekan tombol lancing device
e. Letakkan satu tetes darah pada celah strip. Celah strip secara otomatis akan
menyerap tetes darah kedalam tempat reaksi. Pada alat akan muncul - - - -
f. Tekan ujung jari yang ditusuk dengan kapas alkohol untuk menghentikan darah
keluar.
8. Baca hasil pengujian
Hasil pengujian akan ditampilkan dalam waktu 11 detik.
Perhatian: Jangan mencabut strip dari tempatnya sewaktu alat bekerja
9. Pindahkan strip uji
a. Lepaskan strip yang telah digunakan dan buang pada tempat khusus.
b. Tekan tombol power untuk mematikan alat

Sumber: Manual prosedur GlucoDR

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 6
PROSEDUR PENGUKURAN MINICOG
1. Responden diminta membaca 9 kata yakni apel, tangan, air, kapal, batang, tari,
desa, jarum, hijau pada pengukuran pertama (Gamon dan Bragdon, 2005). Pada
pengukuran kedua responden diminta membaca 9 kata yakni jambu, celana,
cermin, sabun, ranting, masjid, merah, sungai, jarum
2. Kemudian responden diminta untuk menggambar sebuah jam di kertas yang telah
disediakan. Setelah responden telah mencantumkan angka-angka di jam tersebut,
peneliti meminta responden untuk menggambarkan jam 11 lebih 10 menit selama
2 menit. Kemudian kertas tersebut dikumpulkan.
3. Setelah itu responden diminta untuk menuliskan kembali 9 kata-kata yang telah
disebutkan peneliti di awal di kertas yang disediakan.

Sumber :
Doerflinger, D. (2007). How to try this : the miniCog. American Journal of Nursing
vol 107 no 12 pg 62-71. http://www.nursingcenter.com.
Gamon, D dan Bragdon, A. (2005). Cara baru mengasah otak dengan asyik: temuantemuan mutakhir tentang kinerja dan struktur otak plus permainanpermainan heboh untuk mengasah 6 zona kecerdasan. Jakarta:PT Mizan
Pustaka

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 7
LEMBAR JAWABAN RECALL 9 KATA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 8
LEMBAR JAWABAN CDT

Sumber : Anonymous, n.d. Clock Drawing Test. www.aging.ufl.edu/files/pdf

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 9
PROSEDUR DIGIT SPAN FORWARD AND BACKWARD
Peneliti meminta responden untuk mengulangi angka yang diucapkan peneliti dengan
urutan maju. Peneliti mengujicoba responden terlebih dahulu apakah paham dengan
perintah peneliti. Peneliti memberikan perintah tolong ulangi angka yang saya
sebutkan dengan urutan maju 2-5-8. Bila responden mengulang dengan 2-5-8,
maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden salah, maka peneliti
mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami tanpa memberi tahu
jawabannya. Hal yang sama juga dilakukan sebelum pengukuran digit span backward.
Peneliti mencoba responden terlebih dahulu. Peneliti memberikan perintah tolong
ulangi angka yang saya sebutkan dengan urutan mundur 2-5-8. Bila responden
mengulang dengan 8-5-2, maka pengukuran bisa dilakukan. Namun bila responden
salah, maka peneliti mengulangi perintah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami
tanpa memberi tahu jawaban ke responden.
Terdapat 12 soal untuk digit span forward dan 12 soal untuk digit span backward.
Pada digit span forward dimulai dengan 3 angka hingga 8 angka. Sedangkan pada
digit span backward dimulai dengan 2 angka hingga 7 angka. Bila ada kesalahan
responden saat pengukuran maka diulang kembali, namun bila diulang kembali tetap
salah maka pengukuran dihentikan.

Soal Digit Span Forward


Soal

Nilai (0 atau 1)

Soal

1a. 6-2-9

4a. 9-1-8-4-2-7

1b. 3-7-5

4b. 6-3-5-4-8-2

2a. 5-4-7-1

5a. 1-2-8-5-3-4-6

2b. 8-3-9-6

5b. 2-8-1-4-9-7-5

3a. 3-6-9-2-5

6a. 3-8-2-9-5-1-7-4

3b. 6-9-4-7-1

6b. 5-9-1-8-2-6-4-7

Nilai (0 atau 1)

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lanjutan lampiran 9
Soal Digit Span Backward
Soal

Nilai (0 atau 1)

Soal

1a. 5-1

4a.6-2-9-7-2

1b. 3-8

4b. 4-8-5-2-7

2a. 4-9-3

5a. 7-1-5-2-8-6

2b. 5-2-6

5b. 8-3-1-9-6-4

3a. 3-8-1-4

6a. 4-7-3-9-1-2-8

3b. 1-7-9-5

6b. 8-1-2-9-3-6-5

Nilai (0 atau 1)

Sumber :
http://adni.loni.ucla.edu/wp-content/uploads/2010/09/BLCogTestingWorksheet.pdf

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama

: Ns. Rinnelya Agustien, S.Kep.

TTL

: Jakarta, 06 Agustus 1985

Jenis Kelamin : Perempuan


Pekerjaan

: staf Pengajar STIKES Muhammadiyah Samarinda, Kaltim

Alamat Rumah : Jl. Balita XI/1 Kunciran Mas Permai Tangerang, Banten
Alamat Institusi: Jl. Ahmad Yani Samarinda, Kaltim

Riwayat Pendidikan :
1990 1996

: SDI Alhasanah Tangerang

1996 1999

: MTS Darunnajah Jakarta

1999 2002

: SMUN 5 Tangerang

2003 2008

: Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitar Airlangga Surabaya

Riwayat Pekerjaan :
Oktober 2008 Januari 2010 : Perawat ICU di RS Siloam Lippo Karawaci Tangerang
2012 sekarang

: Staf Pengajar STIKES Samarinda, Kalimantan Timur

Efek hiperglikemia..., Rinnelya Agustien, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai