Anda di halaman 1dari 19

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
RS MATA DR YAP
YOGYAKARTA

ULKUS KORNEA CUM HIPOPION

Pembimbing:
M.Kes.

Dr Enni Cahyani P Sp. M,

Disusun oleh: Mimi Safinas M.Yusof


2009-095

11-

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
RS MATA DR YAP
I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Pemeriksa

II.

: Tn P
: 22 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Wiraswasta (pemasang wayar listrik)
: Kaligayam Kidul,Gunung Kidul
: Mimi Safinas

ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal: 28 Agustus 2010
Keluhan Utama: Mata kiri merah, sakit, dan berair sejak + 1 hari sebelum masuk RS
Keluhan Tambahan: Penglihatan mata kiri kabur sejak 10 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 hari sebelum masuk RS dr Yap mata kiri pasien merah, terasa sakit dan berair
setelah merasa seperti kemasukan sesuatu saat membersihkan sekitar kawasan rumah.
Menurut pasien, oleh karena merasa tidak enak, mata kirinya dikucek-kucek dengan
tangan supaya rasa kelilipan itu hilang. Pasien juga mengeluh mata kirinya terasa panas
dan kelopak mata bengkak, nyeri bila ditekan, dan sulit membuka. Pasien mengaku
matanya tidak diberi apa-apa obat tetapi sempat diguyur dengan air keran.
Beberapa jam sebelum ke RS, pasien masih mengeluh mata merah, sakit dan
berair masih belum hilang. Pasien mengeluh badannya panas dan kepalanya terasa sedikit
pusing. Pasien mengaku sebelumnya tidak merasakan keluhan seperti itu.
1 hari setelah dirawat di rumah sakit, pasien mengaku ada kotoran di mata kirinya
terutama pagi hari setelah bangun tidur. Kotoran tersebut diakui tidak terlalu banyak,
berwarna putih kekuningan dan tidak berwarna kuning hijau.

Pasien juga mengeluh penglihatannya kabur tetapi menurut pasien keluhan


tersebut sudah dialaminya sejak 10 bulan yang lalu setelah matanya tertusuk paku.
Menurut pasien, beliau mendapatkan perawatan di RS dr Yap juga dan sempat dioperasi
(penjahitan kornea) saat dirawat inap. Pada November 2009 pasien kembali kontrol di RS
dr Yap dan diberitahu lensa mata kirinya keruh akibat trauma satu bulan sebelumnya.
Untuk mengembalikan fungsi penglihatannya, pasien dianjurkan operasi untuk
menggantikan lensa matanya dengan lensa tanam. Operasi tersebut dijadualkan pada
Januari 2010, namun pasien tidak datang untuk kontrol selanjutnya.
Pasien menyangkal adanya riwayat pemakaian obat tetes yang lama, dan mengaku
tidak memakai lensa kontak.
Riwayat Penyakit Dahulu: Kira-kira 10 bulan yang lalu, pasien pernah mengalami
trauma di kornea mata kiri akibat tertusuk paku. Menurut pasien beliau pernah dioperasi
saat mendapatkan rawatan di RS Dr.Yap akibat kejadian tersebut.

Pasien tidak

mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus atau asma.


Riwayat Penyakit Keluarga: DM (-), Hipertensi (-), Asma (-)
III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu
: 36,50C
Kepala
: Normocephali, wajah simetris.
THT
: Membran timpani intak, serumen -/-, sekret -/Thorak
: Paru-paru: Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
: BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
: Supel, datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-).
Ekstremitas
: Atas: udema -/-, hangat +/+
Bawah: udema -/-, hangat +/+
KGB
: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
B. STATUS OFTALMOLOGIKUS
KETERANGAN
1. VISUS

OKULO DEXTRA (OD)

OKULO SINISTRA (OS)

Tajam penglihatan
Koreksi
Addisi
Distansia Pupil
Kacamata Lama

6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak diukur
Tak memakai kacamata

1/300
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak diukur
Tak memakai kacamata

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Gerakan Bola Mata

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sulit dinilai

Hitam
Simetris

Hitam
Simetris

3. SUPERSILIA
Warna
Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Nyeri tekan
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Fissura palpebra
Ptosis
Hordeolum
Kalazion

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Kecil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Anemis
Kemosis

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva

Injeksi Siliar
Perdarahan
Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Tidak ada
Tidak ada

Ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Putih
Tidak ada
Tidak dilakukan

Putih
Tidak ada
Tidak dilakukan

Jernih
Licin

Keruh
Tidak rata, tampak jahitan
di sentral
11,5 mm
Baik
Ada
Tidak ada
Ada
Ada di sentral dengan
ukuran + 5 mm2,
berbatas tegas
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak dilakukan

7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis
Tes Anel
8. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
9. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tes Placido

11,5 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndall
11. IRIS

Normal
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak ada
Ada.Kira-kira setinggi 3
mm
Tidak dilakukan

Warna
Kripte
Sinekia
Koloboma

Kehitaman
Jelas
Tidak ada
Tidak ada

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Sentral
Bulat
3mm
Positif
Positif

Sulit dinilai
Tidak begitu jelas
Sulit dinilai
Tidak kelihatan karena
kornea keruh
Tidak kelihatan

Jernih
Sentral
Negatif

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Jernih

Sulit dinilai

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

12. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya
Langsung
Refleks Cahaya tak
Langsung
13. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow Test
14. BADAN KACA
Kejernihan
15. FUNDUS OKULI
Batas
Warna
Rasio Arteri:Vena
C/D Ratio
Makula Lutea
Retina
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
16. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Tonometri Schiotz
17. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi
IV.

Sesuai pemeriksa

Tidak sesuai pemeriksa

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Dilakukan florescein tes untuk menemukan defek, menentukan lokasi dan luasnya
pada lapisan kornea.
2. Dilakukan scraping cornea sewaktu-waktu untuk pemeriksaan kultur bakteri. Selain
itu dilakukan juga pemeriksaan resistensi bakteri. Dilakukan juga pewarnaan Gram
atau Giemsa, bagi menentukan jenis bakteri.
3. Karena telah adanya hipopion di COA, maka diperiksakan tekanan intraokular mata
untuk mengetahui jika terjadinya glaukoma.

V.

RESUME
Pasien laki-laki berumur 22 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah, sakit dan
berair setelah dikucek-kucek dengan tangan karena terasa seperti kemasukan sesuatu saat
beres-beres. Matanya terasa panas, kelopak mata bengkak, nyeri bila ditekan dan kiri sulit
membuka. Ada kotoran di mata tetapi bukan berwarna kuning hijau. Sejak 10 bulan lalu,
penglihatan kabur setelah trauma tertusuk paku, kontrol November 2009, diberitahu lensa
mata kiri keruh akibat trauma dan dianjurkan operasi memasukkan lensa tanam namun pasien
tidak datang kontrol. Riwayat obat tetes lama (-), pemakaian lensa kontak (-). Pada PF, tajam
penglihatan OS 1/300 dengan proyeksi sinar dan proyeksi warna baik. Pada mata kiri adanya
bengkak pada palpebra dengan nyeri tekan dan blefarospasme. Injeksi siliar (+), injeksi
kongjungtiva (+), kornea keruh, edem , tidak rata serta tampak jahitan di bagian sentral, ada
bercak putih, dan adanya ulkus di sentral yang berukuran 5mm 2 dengan batas tegas. Bilik
mata depan dipenuhi hipopion kira-kira 3mm. Pada tes konfrontasi didapatkan mata kiri tidak
sesuai penderita.

VI.

DIAGNOSIS KERJA
OD : 1) Ulkus kornea dan hipopion dengan infeksi bakteri
Dasar diagnosis : Ada riwayat trauma, adanya keluhan mata merah, nyeri dan berair,
penurunan penglihatan, ditemukan ulcus di kornea dengan batas jelas, ada jahitan di
kornea, adanya hipopion, infiltrat dan sekret.

VII.

DIAGNOSIS BANDING

OD:
1) Endoftalmitis
2) Panoftalmitis
VIII.

PENATALAKSANAAN
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit agar ulkus kornea dapat dirawat sempurna
dan tidak berkembang menjadi perforasi kornea.
2. Dilakukan scraping cornea untuk pemeriksaan kultur bakteri dan jamur. Selain itu
dilakukan juga pemeriksaan resistensi bakteri. Dilakukan juga pewarnaan Gram atau
Giemsa bagi menentukan jenis bakteri. Untuk sementara, diberikan antibiotik yang
broadspectrum.
3. Antibiotik lokal seperti Gentamicin tiap jam dan antibiotik sistemik Ciprofloxacin
500mg 2 kali/ hari. Apabila hasil kultur dan resistensi mikroorganisma sudah
didapatkan, diberikan pengobatan antibiotik sesuai penyebabnya.
4. Diberikan analgetik Asam Mefenamat 3x500 mg.
5. Diberikan sikloplegik Sulfas Atropin 1% ditetes satu tetes 3 kali sehari untuk
mengurangi gejala fotofobia karena adanya kontraksi iris terus-terusan.
6. Diberikan anastesi topikal pada keadaan blefarospasme yang berat.
7. Debridement dilakukan setiap hari.
8. Vitamin-C 1 x 1 tab diberikan bagi membantu penyembuhan epitel.
9. Apabila ulkusnya tidak dapat disembuhkan karena terlalu dalam atau adanya jaringan
parut yang mengganggu penglihatan maka dilakukan operasi keratoplasti.

IX.

PROGNOSIS
Okulo Sinistra (OS)

Ad Vitam

: Malam. Ini karena adanya jaringan kornea yang rusak sehingga


terjadinya ulkus serta tidak kembali ke asalnya. Jaringan kornea bersifat
avaskular dan sembuhnya membentuk sikatrik.

Ad Fungsionam: Malam. Penyembuhan ulkus membentuk sikatrik yang jika terdapat di


sentral kornea, menghalangi jalur sinar masuk ke retina sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.
Ad Sanationam: Malam. Apabila menyembuh, adanya sikatrik yang jelas pada
mata menimbulkan rasa malu untuk berdepan di khalayak.

TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS KORNEA
I.

Latar Belakang

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan
penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya
bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Ulkus kornea termasuk kasus kegawat daruratan pada penyakit mata. Dimana mata
terancam akan kehilangan fungsi penglihatan atau terjadi kebutaan bila tidak dilakukan tindakan
ataupun pengobatan secepatnya. Hal ini dapat diakibatkan oleh penyakit atau kelainan mata dan
trauma mata. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Sehingga penatalaksanaan yang
tepat akan dapat mengurangi komplikasi yang dapat ditimbulkan.
II.

Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan
ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai
prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2.

Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3.

Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya,
Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4.

Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5.

Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 mm. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1
III.

Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
IV.

Faktor Pencetus

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya sistem barier
epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
a.
Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal)
b.
Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c.

Kelainan lokal pada kornea:

Edema kornea kronik

Keratitis exposure (pada lagoftalmos, anestesi umum, koma)

Keratitis karena defisiensi vitamin A

Keratitis neuroparalitik

Keratitis superficialis virus

d.

Kelainan sistemik

Malnutrisi

Alkoholisme

Sindrom Steven-Johnson

Sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)

e.

Obat-obatan penurun sistem imun

Kortikosteroid

Obat anestesi local

V.

Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak
ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan

yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.5
VI.

Etiologi

a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan
penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak
dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan
infeksi P aeruginosa.

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan


spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat
diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi
virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang tercemar yang
mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi
yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar
air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik
anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan
sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan
hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu
keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau
lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintikbintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau
gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2


dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

c.

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.


Pajanan (exposure)
Neurotropik
Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

VII.

Klasifikasi

Untuk ketepatan penanganan, ulkus kornea dibedakan menjadi:


a. Ulkus Kornea Superfisial : Ulkus stafilokokus, Ulkus fungi, Ulkus Herpes Simplex,
Ulkus marginal
b. Profunda : Ulkus Streptokokus, Ulkus Pneumokokus, Ulkus Pseudomonas, Ulkus
Herpes Zoster, Ulkus Acanthamoeba, Ulkus Mooren, Ring Ulcer.

VII.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :


Gejala Subjektif
Eritema kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Bintik putih pd kornea pd lokasi ulkus
Mata berair
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan
tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif

Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

IX.

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes
simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh
pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi
dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan
kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

X.

PENGOBATAN ULKUS KORNEA SECARA UMUM

Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah berkembangnya bakteri
dan mengurangi reaksi radang.

1.
Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang
sekecil apapu harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
2.

Pemberian sikloplegika

Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena bekerjannya lama 1-2 minggu.
Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
-

Sedatif, menghilangkan rasa sakit

Dekongestif, menurunkan tanda radang

Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpunya m.siliaris


mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan
lumpunya m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi
dapat dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
3.

Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas dapat diberikan
sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.
4.

Bedah (keratoplasti)

Indikasi keratoplasti
-

Dengan pengobatan tidak sembuh

Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan

Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi

Ada dua jenis keratoplasti yaitu:


Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya. Donor lebih muda lebih
disukai untuk keratoplasti penetrans; terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan
dan jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segerea
setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam.
Media penyimpan modern memungkinkan penyimpanan lebih lam. Tudung korneo sklera yang
disimpan dalam media nutrien boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan
pengawetan dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.

Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea. Untuk


korneoplasti lamelar kornea itu dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es
selama beberapa minggu; sel endotel tidak penting untuk prosedur ini.

XI.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari ulkus kornea adalah perforasi kornea.


Penanganan Komplikasi
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan, berikan sulfas atropin,
antibiotik dan balut yang kuat. Segera masuk ke tempat tidur dan jangan melakukan gerakangerakan.
Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka padanya dilakukan :
-

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris direposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjunctiva

Beri sulfas atropin dan salep antibiotik

Balut yang kuat

Bila terjadinya prolaps iris telah berlangsung lama, obati seperti ulkus biasa, tetapi prolaps
irisnya dibiarkan saja sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan
juga secara sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Vaughan D.2000. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika : Jakarta.

2.

Anonimous. 2007. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com.

3.
Suharjo, Fatah widido.2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id.
4.

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI : Jakarta.

5.
Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke2. Penerbit Sagung Seto: Jakarta.
6.

Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14

7.

Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai