Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. E

Umur

: 22 tahun

Alamat

: Sungai daun Tj. Piayu

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: Batak

Nama Suami

: Tn. H

Umur

: 25 tahun

Pekerjaan suami : Swasta


Agama

: Kristen

Suku

: Batak

ANAMNESIS
Pasien datang UGD RSUD Embung Fatimah tanggal 28 oktober 2014 rujukan
dari klinik BIP dengan G2P1A0H1 gravida 42-43 minggu
Keluhan utama

: mules-mules

Perjalanan Penyakit :
Pasien G2P1A0H1 datang dengan keluhan mules-mules yang hilang timbul
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi mules jarang dan waktu
mules sebentar. Gerakan janin masih dirasakan ada. Pasien juga menyangkal
ada keluar lendir, darah , dan air- air dari kemaluan. Buang air besar dan
buang air kecil juga tidak ada gangguan.
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku keluar sedikit flek-flek
hitam dari kemaluan. Pasien menyangkal adanya penyakit hipertensi, diabetes
melitus, dan Asma.Riwayat penyakit dikeluarga (-), dan riwayat alergi obat(-).

RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG


Ini merupaka kehamilan kedua pasien, pada saat trimester I dan II tidak ada
keluhan, mual muntah (+). Pasien rutin kontrol kehamilan diklinik tiap bulan.
Penderita juga mengaku USG terakhir pada tanggal 28/10/2014.
RIWAYAT OBSTETRI:
1. , persalinan spontan, berat 3800 gr, cukup bulan, ditolong oleh bidan
(2012)
2. Kehamilan sekarang
RIWAYAT PERKAWINAN
Pasien menikah 1x, lamanya pernikahan 4 tahun, pasien menikah diusia 18
tahun.
RIWAYAT KONTRASEPSI
Pasien mengaku memakai kontrasepsi secara suntik
RIWAYAT MENSTRUASI
HPHT

: 5 Januari 2014

TP

: 27 Oktober 2014

HAID

Menarche

: 14 tahun

Siklus

: Teratur, kira-kira 28 hari

Lama

: Kurang lebih 5 hari

Sifat

: sering disertai nyeri

PEMERIKSAN FISIK
STATUS PRESENT
KU

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital

: T : 120/80 mmHg
R : 20x menit

N: 82x/menit
S : 36,4 oC

STATUS GENERALIS
Kepala

:
Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) oedem pelpebra (-/-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
JVP tidak meningkat
Kelenjar thyroid tidak teraba membesar

Thoraks
Paru

:
: inspeksi

: hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)


pergerakan pernapasan simetris.
Palpasi
: vocal fremitus simetris
Perkusi
: sonor +/+
Auskultasi : vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronki (-/-)

Jantung
Abdomen

: BJ S1-S2 murni reguler


: Cembung, lembut, pekak samping (-), pekak
pindah (-)

Ekstremitas

Hepar

: sulit dinilai

Lien

: sulit dinilai

: Edema

: +/+

Akral

: hangat

STATUS OBSTRETRIKUS
Pemeriksaan Luar
TFU

: 30 cm

TBJ

: 2790 gram

Leopold I

: diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting


Bagian teratas janin adalah bokong

Leopold II

: Punggung janin (kanan) & ekstremitas


(kiri)

Leopold III

: Dibagian bawah janin teraba besar, bulat,


keras dan melenting
Bagian terbawah janin adalah kepala

Leopold IV

: Belum masuk PAP

DJJ

: 153 x/menit, reguler

His

:-

Pemeriksaan Dalam
Inspeksi

: V/U tampak tenang, tidak terdapat tanda-tanda radang,


flour (-) lendir darah (-)

Vagina toucher

: portio tebal dan lunak, pembukaan (-), selaput ketuban


(+), air ketuban (-), sarung tangan lendir darah (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Darah Lengkap (Pre Operasi)
Hb

: 9,7 gr/dl

Ht

: 35%

Leukosit

: 7700/ul

Eritrosit

: 4,4 juta/ul

Trombosit

: 276 ribu/ul

BT

: 3'

CT

: 8'

GDS

: 63 mg/dl

HIV

: Negatif

HbSAg

: Negatif

Urin

: Tidak diperiksa

DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1 Gravida 42-43 minggu janin hidup tunggal intrauterin
RENCANA PENGELOLAAN
Konsultasi dr. Sp.OG
Umum :

IVFD D5% 20 gtt/menit

Amoxcylin 3x1

Observasi DJJ, Keadaan Umum, TNRS

Khusus :

Rencana induksi Drip Oksitosin 5 IU dalam Dextrose 5% 20-60


gtt/menit

Informed Consent untuk SC apabila induksi gagal.

Pengelolaan pasien diruang observasi

28/10/2014

S : Mules hilang timbul, Keluar lendir (-) BAK (+) Normal BAB (+)

Pukul 20.45

Normal
O : KU : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
T : 120/80 mmHg
N : 82x/i
R : 20x/i
S : 36,4 oC
Pemeriksaan Dalam

Inspeksi

: V/U tampak tenang, tidak terdapat


tanda-tanda radang, flour (-) lendir darah
(-)

Vagina toucher

: portio tebal dan lunak, pembukaan (-),


selaput ketuban (+), air ketuban (-), sarung
tangan lendir darah (-)

A : G2P1A0H1 Gravida 42-43 minggu janin hidup tunggal intrauterin


29/10/2014

P : induksi Drip Oksitosin 5 IU dalam Dextrose 5% 20-60 gtt/menit


Induksi dimulai

Pukul 05.00

v)

Jam

Tetesan

DJJ

HIS

keterangan

05.00

10

143x/i

(-)

VT : pembukaan (-)

05.30

15

148

(-)

06.00

20

150

(-)

06.30

25

146

(-)

07.00

30

140

(-)

07.30

35

145

(-)

08.00

40

149

(-)

08.30

45

153

(-)

09.00

50

149

(-)

09.30

55

152

(-)

10.00

60

150

(+) jarang

VT :Pembukaan (-)

Dilakukan evaluasi kemajuan persalinan post induksi 1 kolf


Didapatkan : DJJ jani n 150 x/i,

HIS (+) lemah, 1 x < 20/ 10 menit


Pemeriksaan dalam :
V/U tenang, portio tebal dan lunak, pembukaan (-), selaput ketuban (+)
Air ketuban (-), sarung tangan lender darah (-)
A : G2P1A0H1 Gravid 42-43 minggu + gagal induksi
Konsul dr. Sp.OG advise : persiapkan SC cito
10.15

Pasien di antar ke ruang Operasi emergency untuk dilakukan SC

10.35

Pukul 11.00 wib operasi dimulai

LAPORAN PERSALINAN
Tanggal Persalinan

: 29 oktober 2014

Jam Bayi Lahir

: Jam 11.05 WIB

Keadaan Bayi

: Langsung Menangis

Jenis Kelamin

BBL

: 2.900 gram

Panjang Badan

: 50 cm

Lingkar Kepala

: 31 cm

Lingkar Dada

: 29 cm

Apgar Score

: 7/8

Ketuban

: Hijau

TERAPI
(Sesudah tindakan operasi)

Inj.Ceftriaxone/12 jam selama 2 hari

Inj.Gentamicin/12 jam selama 2 hari

Inj.Tramadol/8 jam selama 2 hari

Infus Metronidazole 2 x 1

(Sesudah obat injeksi habis)

Ciprofloxacin tab 2 x 1

Metronidazole tab 3 x 1

Asam Mefenamat tab 3x1

30/10/2014

Sulfas Ferosus tab 1x1


S: nyeri bekas jahitan (+), flatus (+), BAB (-) 2 hari, BAK (+) via
kateter, mobilisasi (+) miring kanan kiri dan duduk , keluar darah
dari kemaluan (+) sedikit, pusin, asi (+)
O: keadaan umum: baik, kesadaran: Composmentis
TD : 110/70 mmHg, N :82 x/i, R:20 x/i, T :36,4 OC
Kepala:
Mata: conjunctiva anemis: (-/-),
Hidung: dalam batas normal
Mulut: dalam batas normal
Leher: dalam batas normal.
Thorak:
Paru: dalam batas normal
Jantung: dalam batas normal
Abdomen:
Inspeksi : datar , bekas operasi masih di verban (+)
Auskultasi : BU (+) baik
Palpasi : supel (+)pembesaran hepar (-), lien (-), nyeri tekan (+)
di tempat oprasi.
Status obstetric
Uterus: tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi keras
Genitalia: vulva dalam batas normal, perdarahan pervaginam (+)
sedikit
A : P2A0H2 post SC atas indikasi gagal induksi
P : Inj.Ceftriaxone/12 jam
Inj.Gentamicin/12 jam selama 2 hari
Inj.Tramadol/8 jam selama 2 hari
Infus Metronidazole 2 x 1

31/10/2014

S: nyeri bekas jahitan (+), flatus (+), BAB (-) 2 hari, BAK (+) via

kateter, mobilisasi (+) miring kanan kiri, keluar darah dari


kemaluan (+) sedikit, pusin, asi (+)
O: keadaan umum: baik, kesadaran: Composmentis
TD : 110/70 mmHg, N :82 x/i, R:20 x/i, T :36,4 OC
Kepala:
Mata: conjunctiva anemis: (-/-),
Hidung: dalam batas normal
Mulut: dalam batas normal
Leher: dalam batas normal.
Thorak:
Paru: dalam batas normal
Jantung: dalam batas normal
Abdomen:
Inspeksi : datar , bekas operasi masih di verban (+)
8

Auskultasi : BU (+) baik


Palpasi : supel (+)pembesaran hepar (-), lien (-), nyeri tekan (+)
di tempat oprasi.
Status obstetric
Uterus: tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi keras
Genitalia: vulva dalam batas normal, perdarahan pervaginam (+)
sedikit
A : P2A0H2 post SC gagal induksi
P : Inj.Ceftriaxone 1gr 2x1
Inj.Gentamicin 1 amp 3x1
Inj.Tramadol 1 amp 2x1
Infus Metronidazole 2 x 1
Up DC dan Ganti verban besok

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9

A. Definisi Serotinus
Kehamilan

postterm, disebut juga kehamilan serotinus,

adalah :

kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung
dari hari pertama haid hari terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid
rata-rata 28 hari .1
B. Etiologi
Secara umum teori-teori menyatakan serotinus terjadi karena adanya
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi
penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan
reseptor oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi
prostaglandin yang menyebabkan his adekuat.
Secara garis besar penyebab terjadinya serotinus dari beberapa teori
tersebut di atas dapat dirangkum:
1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan
pemeriksaan antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.
2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena
sebab apapun.
3. Kehamilan ekstrauterin.
4.

Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.

5.

Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena:

Kurangnya

produksi

16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat

(prekursor

estrogen)

janin,

yang

sering

ditemukan

pada

anensefalus.

Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat


mengakibatkan penurunan produksi prekursor estriol sintesis.

Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited


disease yang bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari
dehidroandrosteron sulfat tidak terjadi.

10

6.

Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta


peningkatan reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi
uterus yang kuat, yang paling berperan adalah prostaglandin.

7.

Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi


plasenta dan rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan
menimbulkan kerentanan terhadap tekanan dari miometrium sehingga
tidak timbul kontraksi.

8.

Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan


penyimpanan glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan
penyedia asam arakidonat pada pembentukan konversi prostaglandin.

9.

Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga


gangguan yang menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus
Frankenhauser oleh bagian tubuh janin, oleh sebab apapun, dapat
mengakibatkan terjadinya KLB.1,2

C. Patofisiologi 3
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam rahim.
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,
tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua,
kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus
mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan
fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan
plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus
namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan
distosia bahu.
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

11

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini


sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap
timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan
tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.

4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan

12

pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya
akan mengalami kehamilan postterm
D. Manifestasi Klinis

Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakkan janin yang


jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara
objektif dengan CTG kurang dari 10 kali /20 menit.

Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang meliputi


a. Stadium I, kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah terkelupas.
b. Stadium II, sperti stadium I disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) dikulit
c. Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada
kuku, kulit, dan tali pusat.4

E. Diagnosis1
Untuk menegakkan diagnosis Serotinus, perlu dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan yang teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal.
Anamnesis dan pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam menegakkan
diagnosis serotinus antara lain:
1. Riwayat Haid
Pada dasarnya diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit ditegakkan
apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm
berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan
oleh American College of Obstetrician and Gynecologist (2004), yaitu
13

kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung
sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk riwayat haid yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain :

Penderita harus yakin betul dengan HPHT nya.

Siklus 28 hari dan teratur.

Tidak minum obat anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus


Naeggle. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai
kehamilan serotinus kemungkinan adalah sebagai berikut.

Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau


akibat menstruasi abnormal

Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan


ovulasi.

Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan


memang berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20-30%
dari seluruh penderita yang diduga kehamilan serotinus).

2. Riwayat pemeriksaan antenatal


Tes

kehamilan.

Bila

pasien

melakukan

pemeriksaean

tes

imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan


kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu
Gerak janin. Gerak janin /quickening pada umumnya dirasakan ibu
pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan
sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida
pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan
adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau
ditambah 24 minggu pada multiparitas.
Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.

14

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan serotinus bila didapat


3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan
Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali
dengan stetoskop Laennec.
3. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial
dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara
berulanh tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat
menentukan umur kehamilan secara kasar.
F. Pemeriksaan Penunjang1,4
1. Pemeriksaan ultrasonografi
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaaan
ultrasonografi pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan
rumus naegle dapat mencapai 20% Bila telah dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat
dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang
kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang
lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur

kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diameter

biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari


taksiran persalinan.
Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa
parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar
perut , lingkar kepala,dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan
dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut diatas. Sebaliknya,
pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat dipakai untuk menentukan
15

berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering
berkaitan dengan kehamilan serotinus, tetapi sukar untuk memastikan usia
kehamilan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan.
Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada
kehamilan 32 minggu, efipisis tibia proximal terlihat setelah umur
kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat
penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang baik
terhadap janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
a.

Aktifasi tromboplastin cairan amnion (ATCA)


Histwell

berhasil

membuktikan

bahwa

cairan

amnion

mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan


bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu
ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42
minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara
42-46 detik menunjukan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
b.

Sitologi cairan amnion


Pengenceran nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam

cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,
maka kehamilan diperkirakan 36 minggu san apabila 50% atau lebih,
maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
c.

Sitologi vagina
Pemeriksaan

sitologi

vagina

(indeks

kariopiknotik>20%)

mempunyai sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan servik tidak


dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.
G. Penatalaksanaan1,3,5
Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan serotinus yaitu:

16

Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif

Pengelolaan aktif

Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa


hal:
a) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin
kurang matur.
b)

Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal


atau akan mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan.

c) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.


d) Induksi persalinan tidak selalu berhasil.
e)

Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada


kehamilan ini, tapi juga kehamilan berikutnya.
Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan pada janin cukup besar,

dimana resiko kematian janin dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum
maupun pasca persalinan, maka dianjurkan pengelolaan secara aktif dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
1. Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan, bahkan dapat terjadi
dalam 24 jam setelah dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks
cairan amnion cukup.
2. Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah Caesar.
3. Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi janin cukup besar, dengan
makin lamanya kehamilan berlangsung.
1. Pengelolaan ekspektatif
Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan seterusnya
sampai terjadi persalinan spontan sepanjang hasil uji kesejahteraan janin masih
baik. Induksi dilakukan bila terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau terdapat
indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan antara lain bila tes tanpa tekanan
hasilnya abnormal.

17

Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan janin. Uji kesejahteraan


janin dapat menggunakan metode tes tekanan darah oksitosin CST (contraction
stress test) atau tes tanpa tekanan NST (non stress test), profil biofisik, rasio
estrogen-kretinin ibu.
Untuk negara berkembang, Thongsong (1999) mengusulkan pemeriksaan
profil biofisik secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan
gerakan janin yang terprovokasi suara (sound-provoked foetal movement) dan
pengukuran indeks air ketuban (amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan
dengan menggunakan ultrasonografi.
Rapid biophysic profile memiliki kelebihan: sederhana, murah, interpretasi
hasil lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek, dan apabila dibandingkan
dengan profile biofisik yang lengkap (NST dan AFI) serta 3 komponen gerakan
spontan janin yaitu gerak nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil
biofisik yang telah dimodifikasi (hanya NST dan AFI) memiliki ketepatan yang
hampir sama.
2. Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif adalah upaya untuk menimbulkan persalinan pada setiap
kehamilan sebelum terjadi kehamilan lewat bulan atau pada UK 42 minggu.
Sehingga didapatkan perbedaan mengenai kapan dilakukan induksi persalinan:
pada UK 41 minggu atau 42 minggu. Beberapa penulis menganjurkan suatu
tindakan aktif dengan melakukan induksi persalinan pada UK 41 minggu untuk
menghindari kemungkinan akibat buruk dari KLB. Pada umur kehamilan 41
minggu bila serviks belum matang, maka dialkukan uji kesejahteraan janin dan
dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu.
Vorherr mengusulkan pengelolaan yang individualistik, tidak terpaku pada
ketentuan baku pengelolaan aktif dengan melakukan induksi secara rutin atau
pengelolaan ekspektatif. Pemilihan cara pengelolaan tergantung keadaan klinis,
riwayat obstetri, kematangan serviks dan kesejahteraan janin.
Untuk menentukan pengelolaan perlu dengan jelas diketahui umur kehamilan,
berdasarkan itu pengelolaan KLB dapat ditentukan dengan:

18

Umur kehamilan diketahui dengan jelas


Jika umur kehamilan dapat diketahui dengan jelas, maka pengelolaan KLB
dapat dilakukan secara pasif. Pengelolaan secara pasif dimana penderita dirawat
untuk kemudian dilakukan pemeriksaan elektronik dan ultrasonografi, untuk
melihat kesejahteraan janin, dengan uji tanpa tekanan (NST). Menurut Benedetti
dan Easterling selama uji menunjukkan hasil normal, dianggap janin terganggu
minimal dan tidak dianjurkan dilahirkan. Dengan mengadakan pemantauan
kesejahteraan janin secara serial, maka selama masih dalam keadaan baik,
persalinan dapat ditunggu hingga timbul spontan. Sedangkan secara aktif dengan
melakukan induksi persalinan. Dan jika dalam pemantauan terjadi kegawatan
janin maka dapat diakhiri sesuai dengan indikasi obstetri yang ditemukan.
Umur kehamilan tidak jelas
Jika umur kehamilan tidak diketahui dengan jelas, dianjurkan untuk
melakukan pengelolaan KLB secara pasif/konservatif. Selama kehamilan
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin secara serial. Intervensi baru
dilakukan jika ditemukan gangguan pada janin berupa kurangnya cairan amnion
(oligohidramnion) dan atau gerak janin yang berkurang. Bentuk intervensi yang
dilakukan tergantung indikasi obstetri pada saat itu. Selama tidak terjadi gangguan
pada janin, maka persalinan dapat ditunggu untuk terjadi secara spontan.
Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara tindakan atau medicinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi uterus. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
operatif/tindakan maupun dengan menggunakan obat-obatan/medisinal. Untuk
menentukan cara induksi persalinan yang dipilih beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi, perlu dipertimbangkan yaitu: paritas, kondisi serviks, keadaan
kulit ketuban dan adanya parut uterus.
Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:
-

Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim

Amniotomi
19

Rangsangan pada puting susu

Stimulasi listrik

Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:


-

Tetes oksitosin

Pemakaian prostaglandin

Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.


Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam

indikasi, dapat karena indikasi dari ibu maupun dari janin.


Indikasi ibu:
Kehamilan dengan hipertensi
Kehamilan dengan diabetes melitus
Perdarahan antepartum tanpa kontaindikasi persalinan pervaginam
Indikasi janin:
Kehamilan lewat bulan
Ketuban pecah dini
Kematian janin dalam rahim
Pertumbuhan janin terhambat
Isoimunisasi-Rhesus
Kelainan kongenital mayor
Kontraindikasi
Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat dilakukan, atau jika
terpaksa dilakukan diperlukan pengamatan yang sangat berhati-hati:
Malposisi dan malpresentasi janin,Insufisiensi plasenta,Disproporsi sefalopelvik
Cacat rahim , Gemeli , Distensi perut berlebihan , Plasenta previa.

Komplikasi induksi persalinan

20

Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan


meupun setelah bayi lahir. Pada penggunaan infus oksitosin dianjurkan untuk
meneruskan pemberian hingga 4 jam setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat
ditemukan adalah:
Hiponatremia , Atonia uteri ,Hiperstimulasi, Fetal distress , Prolaps tali pusat ,
Solusio plasenta, Ruptura uteri , Hiperbilirubinemia , Perdarahan postpartum ,
Kelelahan ibu dan krisis emosional, Infeksi intrauterin.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada ibu, antara lain :
1. korioamnionitis
2. laserasi perineum
3. perdarahan post partum
4. endomiometritis
5. penyakit tromboemboli
Komplikasi yang terjadi pada bayi, antara lain :
1. Anak besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.
2. Hipoksia
3. Hipovolemia
4. asidosis
5. Hipofungsi adrenal
6. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat
janin

sampai bayi meninggal.

BAB III
21

PEMBAHASAN

Teori

Kasus

Kehamilan serotinus adalah: kehamilan

Pada kasus umur kehamilan 42 dihitung dari


yang berlangsung 42 minggu (294 hari) HPHT tanggal 5 january 2014 dan
seharusnya tanggal 27 oktober 2014 sudah
atau lebih, dihitung dari HPHT menurut menunjukkan tanda-tanda akan adanya
rumus Naegele, dengan siklus haid rata-rata persalinan.
28 hari .

Etiologi serotinus
Penyebab pasti belum diketahui, faktor
yaitu

kadar

progesteron tidak cepat turun


walaupun

pasien

ini

dapat

diduga karena

hormonal yaitu kadar progesteron tidak

yang dikemukakan adalah :


1. Hormonal,

Pada

kehamilan

telah

cepat turun walaupun kehamilan telah cukup


bulan sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang.

cukup bulan sehingga kepekaan


uterus

terhadap

oksitosin

berkurang.
2. Herediter, karena post maturitas
sering

dijumpai

pada

suatu

keluarga tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi
yang

rendah

sehingga

disimpulkan kerentanan akan


stress merupakan faktor tidak
timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta
Induksi persalinan adalah suatu upaya Pada kasus ini pasien hanya menunjukkan
stimulasi mulainya proses persalinan, adanya tanda-tanda persalinan seperti mulas-

22

yaitu

dari

tidak

persalinan,
menjadi

ada

kemudian

ada

dengan

tanda-tanda mulas tapi dengan frekuensi yang jarang,


distimulasi tanpa

ditandai

adnya

keluarnya

lendir

menimbulkan bercampur darah dari kemaluan, pembukaan

mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai lengkap.


upaya

medis

keluarnya

untuk

bayi

dari

mempermudah
rahim

secara

normal.

Sehingga

disarankan

untuk

dilakukan

induksi.

Indikasi induksi persalinan bisa berasal Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa
dari anak atau dari ibu.
indikasi dilakukan induksi adalah memacu
pada indikasi pada janin yang telah lewat
1.Indikasi yang berasal dari ibu adalah : dari tapsiran persalinan dan tidak adanya
Kelainan hipertensi pada kehamilan. tanda inpartu sehingga disarankan untuk
dilakukan
induksi
persalinan
untuk
merangsang
terjadinya
tanda-tanda
Diabetes, Wanita diabetik yang
persalinan.
hamil memiliki risiko mengalami
komplikasi.
Perdarahan Antepartum, Perdarahan
antepartum yang bisa dilakukan
induksi persalinan adalah solusio
plasenta

dan

plasenta

previa

lateralis.
2. Indikasi yang berasal dari janin
antara lain :
Kehamilan lewat waktu .
Ketuban pecah dini, Ketika selaput
ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk ke dalam
kantong amnion
Kematian janin dalam rahim.
Restriksi pertumbuhan intrauteri,
Bila dibiarkan terlalu lama dalam
kandungan diduga akan berisiko/
membahayakan
hidup
janin/kematian janin.

23

penyakit kongenital janin yang


mayor, Kelainan kongenital mayor
merupakan
kelainan
yang
memberikan dampak besar pada
bidang medis, operatif, dan kosmetik
serta yang mempunyai risiko
kesakitan dan kematian tinggi,
misalnya : anensefalus, hidrosefalus,
hidronefrosis, hidrops fetalis.
Kontraindikasi dari induksi persalinan Pada kasus tidak adanya kontraindikasi
absolut dan relatif. Sehingga aman untuk
ada yang absolut dan yang relatif.
dilakukannya induksi persalinan.
Kontraindikasi absolut adalah :
Apabila
kondisi-kondisi
di
samping
Disproposi sefalopelvik absolut
terpenuhi maka induksi persalinan mungkin
tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Gawat janin
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai
skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau
Plasenta previa totalis
sama dengan 3 maka angka kegagalan
Vasa previa
induksi mencapai lebih dari 20% dan
berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih
Presentasi abnormal
dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan
Riwayat seksio sesaria klasik berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan
kematangan serviks.
sebelumnya
Presentasi bokong
Kontraindikasi yang sifatnya relatif
adalah :
Perdarahan antepartum
Grande multiparitas
Riwayat seksio sesaria sebelumnya
(SSTP)
Malposisi dan malpresentasi
Komplikasi induksi persalinan adalah :

Pada

Terhadap Ibu

terhadap ibu yang berupa kegagalan induksi.

Kegagalan induksi.
Kelelahan
emosional.

ibu

kasus

mengacu

pada

komplikasi

Karena tidak responnya pemberian infus


dan

krisis oksitosin.
serviks.

24

Sehingga

belum

matangnya

Inersia uteri partus lama.


Tetania

uteri

menyebabkan

yang
solusio

Sehingga pada kasus ini diindikasikan untuk


dapat dilakukan SC.
plasenta,

ruptura uteri dan laserasi jalan lahir


lainnya.
Infeksi intra uterin.
Terhadap janin
Trauma pada janin oleh tindakan.
Prolapsus tali pusat.
Infeksi intrapartal pada janin
Indikasi sectio caesaria pada Ibu :

Operasi sectio caesarea dilakukan jika

Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidak kelahiran

pervaginal

mungkin

akan

seimbangan antar ukuran kepala dan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada
panggul )

janin, dengan pertimbangan hal-hal yang

Disfungsi uterus

perlu tindakan SC proses persalinan normal

Distosia jaringan lunak

lama/ kegagalan proses persalinan normal

Plasenta previa
His lemah / melemah
Rupture uteri mengancam

( Dystasia )
Pada kasus diatas induksi gagal, ditambah
dengan faktor umur janin yang sudah
terlampau matur. Jadi mempertimbangkan

Primi muda atau tua

resiko janin dan ibu tersebut sehingga

Partus dengan komplikasi

dilakukan SC.

Problema plasenta
Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak :
Janin besar
Gawat janin
Janin dalam posisi sungsang atau
melintang
Fetal distress
Kalainan letak
Hydrocephalus
25

26

Anda mungkin juga menyukai