Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PRAKTIKUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


RASIO MANGSA PEMANGSA

Oleh :
Pinandita Dwi Kartika Chandra
12 / 331640 / PN / 12732

Asisten :
Ika Firawati

LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu ekosistem terdapat proses mangsa-memangsa antar makhluk hidup.
Hubungan antara mangsa (prey) dan pemangsa (predator) disebut pemangsaan (predasi).
Hubungan ini sangat erat sebab tanpa prey populasi predator tak dapat hidup. Sebaliknya,
predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi prey. Keberadaan prey (mangsa) dan
predator (pemangsa) saling mempengaruhi. Keadaan yang seimbang antara populasi prey dan
predator mampu menghasilkan biomassa yang tinggi, namun proporsi prey dan predator
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan tingkat eksploitasi.
Dalam ekosistem perairan predator identik dengan ikan-ikan berukuran besar dengan
salah satu ciri memiliki gigi yang tajam dan bersifat karnivor atau omnivor, sedangkan prey
identik dengan biota air yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan umumnya bersifat
herbivor. Untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan yang ada, harus dilakukan suatu
pengelolaan agar populasi tetap seimbang. Keadaan populasi tidak bisa hanya dilihat dari sisi
satu spesies namun harus dilihat secara keseluruhan. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah menilai rasio mangsa pemangsa. Hasil analisis rasio mangsa pemangsa berupa
informasi apakah suatu populasi seimbang atau tidak. Selain itu dapat diketahui juga jumlah
ukuran ikan kecil yang merupakan stok ikan yang akan dipanen masa mendatang.
B. Tujuan
1. Mengetahui jenis ikan mangsa dan pemangsa di dalam suatu perairan.
2. Menghitung proporsi ikan mangsa dan pemangsa, proporsi ikan ukuran kecil terhadap
pemangsa, dan presentase ikan layak panen terhadap keseluruhan populasi ikan.
C. Manfaat
1. Mengetahui fungsi dari nilai AC, YC, dan At .
2. Mengetahui predasi yang terjadi antara predator dan prey di Rawa Jombor.
3. Mengetahui cara menjaga keseimbangan proporsi predator dan prey di perairan.
D. Waktu dan Tempat
Praktikum acara Rasio Mangsa Pemangsa dilaksanakan pada :
Hari dan tanggal
: Sabtu-minggu, 29-30 November 2014
Tempat
: Perairan Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada perairan tawar, kelompok mangsa merupakan kelompok ikan yang makanan
utamanya terdiri dari fitoplankton dan merupakan konsumer primer. Kelompok pemangsa

merupakan kelompok ikan yang makanan utamanya berupa ikan atau hewan lain. Pemangsa
1
akan memangsa ikan lain maupun ikan sejenis yang ukuran tubuh mangsa < 3

pemangsa.

Komposisi mangsa dan pemangsa yang seimbang secara biomass sangat tinggi produksi
ikannya. Contoh ikan predator air tawar adalah gabus, lele, sedangkan contoh ikan mangsa
adalah wader pari, ikan seribu (Djumato, 2010).
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini
sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi
sebagai pengontrol populasi mangsa. Hubungan mangsa-pemangsa di antara makhluk hidup
terjadi dalam suatu system keselarasan yang baik. Bagian terpenting dalam sistem yang
menjaga tetapnya keseimbangan ini adalah mekanisme memangsa atau berburu dan
mekanisme pertahanan diri pada hewan. Beberapa jenis hewan diciptakan dengan
kemampuan memangsa yang sangat luar biasa dan kemampuan itu sudah mereka miliki sejak
terlahir ke dunia (Jost, 1999).
Rantai makanan dalam ekosistem merupakan alur lintasan konsumsi makanan yang
terdiri dari produsen dan konsumen pada organisme. Suatu rantai makanan dapat berupa
interaksi dua spesies yaitu interaksi spesies mangsa (prey) dengan interaksi pemangsa
(predator). Jika diantara kedua spesies di suatu ekosistem tidak terjadi interaksi, sehingga
lingkungan tidak membatasi maka akan menjadi model pertumbuhan eksponensial.
Pertumbuhan eksponensial merupakan pertumbuhan suatu spesies prey yang terus meningkat
secara tidak terbatas, karena kurangnya populasi dari pemangsa (Sudipa, 2010). Selain itu
terdapat pula model populasi dengan kapasitas daya tampung (carrying capacity). Carrying
capacity merupakan batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi, dimana jumlah populasi
itu tidak lagi dapat didukung oleh sarana, sumberdaya, dan lingkungan yang ada (Marpaung,
2006).

III.
A. Alat
Laptop

METODOLOGI

Timbangan
Alat-alat tulis
Penggaris
B. Bahan
Ikan hasil tangkapan di perairan Rawa Jombor
C. Cara Kerja
1. Sampel ikan diambil dari hasil tangkapan nelayan dari Rawa Jombor
2. Panjang dan berat ikan diukur dan kemudian dicatat
3. Jenis ikan yang tertangkap diidentifikasi dengan buku identifikasi ikan air tawar
4. Dilakukan pengelompokkan ikan mangsa atau pemangsa
5. Nilai ratio F/C, ratio Y/c nilai AT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
F /C Ratio=

Total berat mangsa


Total berat pemangsa

Y /C Ratio=

Total berat mangsa yang bisadimangsa


Total berat pemangsa

A T ( )=

Jumlah berat matang gonad prey+ jumlah matang gonad predator


100( )
Berat keseluruhan

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Waduk Sermo
Ikan Mangsa

Ikan Nila

No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Panjang (cm)

Berat (gr)

18,6
19,4
19,5
19,6
20,2
20,4
20,7
21
21,7
23,5
24
24,5

137
135
146
143
157
166
182
183
187
191
263
247

Ikan Pemangsa
Ikan Red Devil Merah
No
Panjang (cm)
Berat (gr)
.
10,2
19
1
10,3
24
2
10,4
17
3
13,2
38
4
Ikan Red Devil Hitam
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Panjang (cm)

Berat (gr)

4,2
4,3
4,8
5,5
5,5
5,8
5,8
6
6,2
6,3
6,6
6,7
6,7
7,2
7,8
9,6
11

2
2
2
3
4
3
4
4
4
4
5
5
5
7
7
13
25

18

13,9

38

Nilai
F/C
Y/C
At

Keterangan
9,09 Populasi tidak seimbang
0 kelompok pemangsa terlalu padat
presentase kelompok pemangsa
97,43 terlalu padat

Rowo Jombor
Ikan Mangsa
Ikan Nila Hitam
Panjang
Berat
(cm)
(gr)
3,7
1
5,1
3
5,3
3
5,6
3
5,9
3
6
4
6
4
6,4
5
6,5
5
8,5
12
12,8
42
14,7
60
16
117
16,5
90
17,3
89
18
130
18
101
19
154
19,5
159
20
138
20
137
20,4
183
20,7
181
20,8
179
21
175
21,6
196
21,8
189
22
210
22
193
22,4
179
23,3
245
24
242
24,4
248

Ikan Wader

Panjang
(cm)
5,3
5,5
5,5
5,6
5,7
5,7
5,9
5,9
5,9
6
6
6
6
6
6,1
6,2
6,3
6,3
6,4
6,5
6,5
6,5
6,7
6,9

Berat
(gr)
9
19
29
19
29
1
19
1
2
29
29
2
29
29
29
29
29
19
1
39
2
29
39
29

Ikan Pemangsa
Ikan Gabus
Panjang
Berat
(cm)
(gr)
40,3
553

Nilai
F/C =
Y/C =
At =

Keterangan
(populasi tidak
7,54 seimbang)
1,04 (rasio yang diinginkan)
(Populasi predator
98,20 terlalu padat)

B. Pembahasan
Kondisi populasi di perairan Waduk Sermo dan Rawa Jombor dapat diketahui
berdasarkan nilai rasio F/C, nilai Y/C, dan nilai AT. Nilai F/C yang diperoleh dari hasil
perhitungan di Waduk Sermo sebesar 9,09 dan untuk Rawa Jombor sebesar 7,54. Rasio yang
diinginkan berkisar antara 3 6. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi mangsa pemangsa
biomassanya masih didominasi oleh ikan predator di kedua lokasi tersebut. Nilai tersebut juga
menunjukkan kondisi perairan tersebut kurang baik karena terlalu banyak sehingga ditakutkan
ikan mangsa akan habis.
Rasio F/C masih belum bisa digunakan menentukan hubungan mangsa pemangsa di
waduk sermo maupun rawa jombor karena berdasarkan jenis ikannya bukan berdasarkan ukuran
mangsa-pemangsa. Oleh sebab itu digunakan juga rasio Y/C yaitu perbandingan antara ikan
mangsa yang ukurannya lebih kecil dari pemangsa dengan berat pemangsa total. Pada hasil
perhitungan juga didapat nilai Y/C sebesar 0 untuk waduk sermo, sedangkan rawa jombor
sebesar 1,04. Sementara rasio yang diinginkan berkisar antara 1 3. Nilai Y/C yang rendah pada
perairan waduk sermo menggambarkan bahwa biomasa predator lebih besar dibanding biomasa
mangsa yang dapat dimakan. Nilai rasio Y/C yang rendah menggambarkan kondisi mangsapemangsa di waduk sermo tidak seimbang. Sedangkan untuk perairan rawa jombor nilai Y/C
sesuai dengan rasio yang diinginkan.
Nilai AT adalah presentase berat ikan mangsa yang dapat dimangsa oleh pamangsa terhadap
berat mangsa keseluruhan dan nilai AT yang diperoleh adalah 97,43 % untuk waduk sermo dan
98,20 % untuk rawa jombor. Populasi dikatakan seimbang apabila rentang nilai AT berada pada
33 90 dan yang paling diinginkan terletak antara 60 95, jika nilai AT berada pada rentang >85
berarti presentase ikan predator terlalu padat pada kawasan tersebut. Hasil perhitungan kedua
lokasi adalah >85 sehingga nilai AT memiliki arti bahwa pada kawasan tersebut presentase

predator terlalu padat. Manfaat mengetahui nilai AT yaitu merupakan indikator dalam
pengukuran keseimbangan dan efisiensi populasi dalam pemanenan ikan. Nilai ini memberikan
pengaruh tingkat panen suatu populasi. Rentang nilai ini pada populasi seimbang juga membatasi
metode yang mungkin digunakan dalam stocking perairan baru (Swingle, 1950).

V.

KESIMPULAN

Ikan mangsa yang berada pada perairan waduk sermo dan rawa jombor yaitu nila dan
wader (kawasan rawa jombor), sedangkan pemangsan yang berada pada perairan waduk sermo
dan rawa jombor adalah gabus (kawasan rawa jomor) dan red devil (kawasan waduk sermo).

Berdasarkan Rasio

F
C

yang didapat memperoleh hasil 9,09 (waduk sermo) dan 7,54 (rawa

jombor) menunjukan bahwa pada perairan tersebut kondisi mangsa pemangsa biomassanya

masih didominasi oleh ikan predator di kedua lokasi tersebut. Rasio

Y
C

yang diperoleh yaitu

sebesar 0 (waduk sermo) dan 1,04 (rawa jombor). Untuk kawasan rawa jombor termasuk pada
nilai rasio yang diinginkan karena berkisar antara 1-3 sedangkan pada perairan waduk sermo
kelompok pemangsa masih terlalu padat. Berdasarkan hasil didapatkan AT sebesar 97,43 %
(waduk sermo) dan 98,20 % (rawa jombor), dilihat dari rentang nilai AT bahwa jika mendapat
persentase >85 % maka dapat dikatakan bahwa populasi predator terlalu padat.
DAFTAR PUSTAKA
Djumanto. 2010. Petunjuk Praktikum Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Jost,C. 1999. About Deterministic Extinction in Ratio-Dependent Predator-Prey Models. Bulletin
of Mathematical Biology.
Marpaung, S.P. 2006. Kestabilan titik Kesetimbangan Model Mangsa-Pemangsa yang
Bergantung Rasio Mangsa-Pemangsa, Tesis M.Si, Jurusan Matematika UGM, Jogyakarta.
Sudipa Sinha, O.P. Misra, dan J. Dhar. 2010. Modelling a Predator-Prey System with Infected
Prey in Polluted Environment. Applied Mathematica Modelling 34(2010) 1861-1872.

Swingle, H. S. 1950. Relationships and Dynamics of Balanced and Unbalanced Fish Populations.
Buletin Agricultural Experiment Station of the Alabama Polytechnic Institute 274.

Anda mungkin juga menyukai