Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 12 SKENARIO B

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A9


Tutor : dr. Irsan
Christi Giovani A.H

04011381320039

Dea Firstianty Hendarman

04011181320081

Dwi Nopianti

04011181320101

Dwina Yunita Marsya

04011381320051

Eko Roharto Harahap

04011181320063

Fenrizal

04011181320077

Lola Meristi

04011381320041

Miranda Alaska

04011181320039

Moulya Halisyah

04011381320053

Nurul Windi Anggraini

04011181320019

Rabiatul Adawiyah

04011181320045

Rostika Fajrastuti

04011181320093

Yeni Meita

04011181320087

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KATA PENGANTAR

Pertama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat, rahmat, dan ridho-Nya lah laporan tutorial blok 12 ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Terimakasih penulis tujukan kepada Dosen Pembimbing (tutor) dalam hal ini atas nama
dr. Irsan yang telah membimbing kami untuk penyusunan laporan ini. Tak lupa ucapan
terimakasih ditujukan untuk pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini dari segi
moril maupun segi lainnya.
Laporan ini merupakan tugas hasil dari kegiatan tutorial petama di blok 12. Adapun
kegiatan yang di laporkan dalam laporan ini adalah klarifikasi istilah, identifikasi masalah,
analisis masalah, meninjau ulang masalah, menyusun keterkaitan antar masalah, dan
mengidentifikasi topik pembelajaran.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan kata dalam penulisan
laporan ini. Apabila ada kritik maupun saran yang membangun kiranya dapat disampaikan,
demi tercapainya kebaikan bersama.

Palembang, Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KataPengantar ...........................................................................................................................2
Daftar Isi ....................................................................................................................................3
BAB I. Pendahuluan ..................................................................................................................4
BAB II. Pembahasan .................................................................................................................5
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.

Klarifikasi Istilah .....................................................................................................5


Identifikasi Masalah ................................................................................................6
Analisis Masalah .....................................................................................................6
Keterkaitan Antarmasalah ....................................................................................28
Learning Issue .......................................................................................................23
Kerangka Konsep ..................................................................................................24
Sintesis Masalah ....................................................................................................25
Kesimpulan ............................................................................................................72

DaftarPustaka ..........................................................................................................................73

BAB I
PENDAHULUAN
3

A. Latar Belakang
Blok Indikator fisik stress dan mekanisme adaptasi adalah blok keduabelas semester III
dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus
sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang
akan datang.
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
C. Data Tutorial
Tutor

: dr. Irsan

Moderator

: Fenrizal

Sekertaris

: Dwina Yunita Marsya

Waktu

: 1. Selasa, 4 November 2014


2. Kamis, 6 November 2014
Pukul 07.30 10.00 WIB.
Pukul 07.30 10.00 WIB.

BAB II
PEMBAHASAN

SKENARIO B BLOK 12 Tahun 2014


Seorang lelaki gendut (mild obesity) berusia 35 tahun sudah 1 tahun mengalami
disfungsi ereksi (DE). Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini terdiagnosis
hipertensi ketika berumur 33 tahun. Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan
hanya preparat anti hipertensi (atenolol), tetapi juga diuretika (furosamide) serta obat
pereduksi lemak darah (statin) . Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual
bersama istrinya baik-baik saja. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bisa
diabaikan.

Riwayat pangan ( Makanan yang biasa disantap selama 3 bulan terakhir)


Pagi

: mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas

Snack pukul 10.00

: crackers 2 porsi

Makan siang

: nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink 2 kaleng

Snack pukul 16.00

: dunkin donat dan 1 kaleng soft drink

Makan malam

: pizza (ukuran medium) ,1 kaleng soft drink

I. Klarifikasi Istilah
1. Mild obesity

: kelebihan berat badan 20-30% dari berat badan ideal

2. Disfugsi ereksi : ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan ereksi


3. Atenolol

: agen penyekat adrenergik 1 kardioselektif yang digunakan dalam


pengobatan hipertensi dan angina pectoris kronik serta profilaksis dan
terapi infark miokard serta aritmia jantung (Dorland: 115)

4. Furosemide

: diuretik loop yang dipakai dalam pengobatan edema dan hipertensi


(Dorland: 457)

5. Statin

: golongan obat untuk menurunkan tingkat kolesterol dalam darah


(Kamus Kesehatan)
5

6. Crackers

: salah satu jenis biskuit terbuat dari tepung terigu, lemak dan garam
yang difermentasikan dengan yeast dan adonan dibuat berlapis-lapis,
kemudian dipotong dan dipanggang (Manley, 1983)

7. Soft drink

: minuman non-alkohol, minuman olahan dalam bentuk bubuk/cair


yang mengandung bahan makanan/tumbuhan baik alami maupun
sintetik

II. Identifikasi Masalah


No
1

Masalah
Seorang lelaki gendut ( mild obesity) berusia 35 tahun

sudah 1 tahun mengalami disfungsi ereksi (DE).


Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini

terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33 tahun.


Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan

Tingkatan masalah
Main Problem
(vvvv)
(vvv)

hanya preparat anti hipertensi (atenolol), tetapi juga


diuretika (furosamide) serta obat pereduksi lemak darah
(statin). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan,

(vv)

kehidupan seksual bersama istrinya baik-baik saja.


Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial
4

bisa diabaikan.
Riwayat pangan ( Makanan yang biasa disantap
selama 3 bulan terakhir)
Pagi : mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas
Snack pukul 10.00 : crackers 2 porsi
Makan siang : nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft
drink 2 kaleng

(v)

Snack pukul 16.00 : dunkin donat dan 1 kaleng soft


drink
Makan malam : pizza (ukuran medium) , 1 kaleng soft
drink

III.

Analisis Masalah

Kalimat I

Seorang lelaki gendut ( mild obesity) berusia 35 tahun sudah 1 tahun mengalami disfungsi
ereksi (DE).
1. Apa penyebab mild obesity?
Jawab :
Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang
dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama
obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat
meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas
fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan
adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya
dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas
penurunan berat badan
(Guyton, 2007).
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku
makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena
lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di
negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah
psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran
stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi
kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena
kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahuntahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin
besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung
mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian
ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan
obese, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa
peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik
seperti leptin dan -MSH pada hewan obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .
Input dari vagal juga terhitung penting, membawa informasi dari viseral,
seperti peregangan dari usus (Flier et al, 2005).

Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau


lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan
lemak serta defek monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan
mutasi reseptor leptin (Guyton, 2007).
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin
adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang
bekerja melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan
penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin
diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel
adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al,
2005). Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang dibuat di
usus halus dan memberi sinyal ke otak secara langsung ke pusat pengatura
hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus (Flier et al, 2005).
Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa,
dapat mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan
menyebabkan rasa lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan
(Flier et al, 2005).
Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas
bekerja melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida hipotalamus seperti NPY,
AgRP, alpha-MSH, an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik,
endokannabinoid, dan jalur singnal opioid (Flier et al, 2005).
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari
penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah
hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma,
gangguan lain pada hipotalamus (Flier et al, 2005).
Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik
oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja
kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flier et al,
2005).
2. Apa penyebab disfungsi ereksi?
Jawab :
Penyebab disfungsi ereksi dapat dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu
8

faktor fisik dan faktor psikis/psikologi.


Faktor fisik:
Yang termasuk kedalam faktor fisik adalah semua gangguan atau penyakit
yang berkaitan dengan gangguan hormon, pembuluh darah, dan saraf. Serta penyakit
gangguan fungsi hati, gangguan kelenjar gondok, kolesterol tinggi, tekanan darah
tinggi, tekanan darah rendah, penyakit jantung dan penyakit ginjal yang dapat
menyebabkan disfungsi ereksi.
Selain karena penyakit, ED karena penyebab fisik dapat juga karena gaya
hidup yang tidak sehat, seperti merokok berlebihan, alkohol berlebihan,
penyalahgunaan obat, dan kurang tidur.
Disamping faktor faktor fisik , banyak obat diketahui mengganggu
kemampuan pria untuk mencapai ereksi dan atau orgasme, seperti obat antihipertensi
(metildopa, alfa blocker, beta blocker, reserpine), diuretika (thiazide, sprinolactone,
furosemid), antidepresan (amitryptilin, imipramin), antipsikotik (chlorpromazine,
haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine), antiandrogen (estrogen, flutamid), H2blockers (cimetidine), simpatomimetik yang sering digunakan untuk pengobatan asma,
flu, obesitas. ED juga dapat timbul setelah pembedahan didaerah genital, misalnya
setelah kanker prostat. Keletihan kronis atau akut dapat menyebabkan ED.
Usia merupakan faktor resiko utama untuk disfungsi ereksi. Proses penuaan
sangat mempengaruhi kemampuan ereksi seorang laki-laki, bahkan disfungsi ereksi
dapat digolongkan sebagai kelainan yang berhubungan dengan usia.
Penyebab Psikologis Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi psikologis dapat terjadi akibat adanya aktivasi impuls
impuls inhibitorik desendens yang berasal dari korteks serebrum. Keadaan psikologis
yang berkaitan dengan ED adalah stress, rasa marah, rasa cemas, kejenuhan, perasaan
bersalah, takut tidak bisa memuaskan pasangan (depresi), hilangnya daya tarik
pasangan.
3. Bagaimana hubungan mild obesity dengan DE?
Jawab :

Laki-laki obesitas biasanya memiliki karakteristik profil hormon yang


digambarkan sebagai ''hyperestrogenic hypogonadotropic hipogonadisme''. Dimana
peningkatan estrogen pada laki-laki obesitas dalam sirkulasi menyebabkan feedback
negatif kepada hipotalamus dan hipofisis anterior, sehingga mengakibatkan penurunan
produksi testosteron yang tercermin dalam rendahnya tingkat testosteron dan sirkulasi
testosteron intratesticular. Selain itu pada laki-laki obese memiliki banyak jaringan
adipose yang memproduksi dan mensekresi adipocitokin yang didominasi oleh leptin
yang memiliki reseptor di sel leydig yang akan menginhibisi LH sehingga
menyebabkan penurunan dari sekresi hormon testosteron. Dan juga akan
menyebabkan aterosklerosis yang dimana akan menyebabkan kerusakan endotelium,
dan akan menurunkan sekresi nitrit oxcyide, dan akan menggangu kemampuan tubuh
untuk memasok darah ke penis.
4. Bagaimana hubungan usia dengan DE?
Jawab :
Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia;
sedangkan masalah psikis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Semakin
bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun
impotensi bukan merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari
penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun
dan 75% pria berusia 80 tahun mengalami impotensi.
5. Bagaimana mekanisme terjadinya DE?
Jawab :
Mekanisme ereksi dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara faktor
psikologis, saraf (sistem saraf pusat dan perifer), vaskularisasi, dan endokrin (English,
2007). Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis).
Sumber perdarahan penis berasal dari arteri dorsalis penis dan arteri helisin yang
merupakan cabang dari arteri kavernosus (Nur Rasyid, 2007). Pada saat terjadi
perangsangan saraf parasimpatis, akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah (Cardoso,
2007).
Pelebaran pembuluh darah juga terjadi di area hipotalamus, sehingga
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dilepaskan dan akan menstimulasi
hipofisis bagian anterior untuk mensekresikan LH dan FSH yang akan memasuki
aliran darah menuju organ target yaitu testis. Testosteron adalah hormon yang

10

dihasilkan oleh testis (Cardoso, 2007). Keadaan ini turut serta dalam meningkatkan
aktivitas seksual.

Kalimat II
Penyuka makanan terolah sejak SD ini terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33 tahun.
1. Bagaimana hubungan hipertensi dengan DE?
Jawab :
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan pembuluh arteri yang mengalirkan
darah ke penis terus melebar dan juga menyebabkan berkurangnya kemampuan otot
di penis, sehingga hasilnya tidak cukup banyak darah yang mengalir ke penis untuk
terjadinya ereksi. Hipertensi. Tekanan darah tinggi menyebabkan dinding pembuluh
darah menjadi kaku, sehingga lama kelamaan lumen pembuluh akan menyempit.
Kejadian ini tidak hanya di bagian pembuluh jantung atau otak, melainkan juga di
bagian genital. Akibatnya, aliran darah ke genital berkurang. Gangguan ereksi pun
sangat mungkin terjadi.
2. Bagaimana hubungan penyuka makanan terolah dengan DE dan hipertensi?
Jawab :
Hipertensi: Kebiasaan mengkonsumsi makanan olahan dapat menyebabkan
obesitas dan terjadi penumpukan (akumulasi lemak di trunkal) dan terjadi peningkatan
volume darah sehingga akan meningkatkan insulin, asam lemak bebas, leptin,
endotelin 1 dan memacu meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron
Dimana aktivasi renin angiotensin tersebut akan membentuk angiotensin I dengan
bantuan protein plasma (substrat renin), setelah terbentuknya angiotensin I, terdapat 2
asam amino tambahan yang memecah menjadi angiotensin II peptida asam amino-8.
Selama angiotensin II berada dalam darah, akan meningkatkan tekanan arteri. Dan
terjadi vasokontriksi tekanan darah, dan dimana akan meningkatnya curah jantung
sehingga terjadi peningkatan sistem saraf simpatis vaskuler yang menyebabkan
tekanan darah meningkat (hipertensi).
DE: Penderita mengkonsumsi makanan dan minuman yang memicu obesitas.
Contoh, pada minuman ringan dengan kandungan fruktosa yang tinggi dapat
menimbulkan penumpukkan lemak. Penumpukkan lemak ini dapat memicu penyakit
11

pembuluh darah, yang mengakibatkan kerusakan endotel (sel permukaan dalam


pembuluh darah) termasuk juga pembuluh darah penis. Kerusakan ini diakibatkan
oleh adanya stress oxidative pada endotel akibat tingginya gula darah dan lemak
darah. Endotel dalam keadaan normal bisa menghasilkan nitric oxide (NO) yang
berguna untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi) penis. Dalam keadaan
angiopati (rusaknya pembuluh darah), NO tidak dihasilkan sehingga pembuluh darah
penis sulit melebar sehingga aliran darah ke organ erektil (corpus cavernosus dan
corpus spongiosum) kurang adekuat sehingga terjadilah DE. Penumpukkan lemak
juga dapat menyebabkan arterosklerosis yang dapat menyebabkan penyumbatan aliran
darah menuju penis sehingga rongga karvenosa tidak dapat terisi darah untuk
melakukan ereksi.
Kalimat 3 dan 4
Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat anti hipertensi (atenolol),
tetapi juga diuretika (furosamide) serta obat pereduksi lemak darah (statin). Sebelum ketiga
jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual bersama istrinya baik-baik saja. Sementara,
pengganggu berlatar masalah psikososial bisa diabaikan.
1. Bagaimana mekanisme kerja, farmakodinamik dan farmakokinetik serta efek
farmakologi :
a. Atenolol
b. Furosemide
c. Statin
Jawab :
a. Atenolol
Atenolol adalah sebuah b1-selektif antagonis yang tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik intrinsik. Atenolol sangat hidrofilik dan dapat menembus otak
batas tertentu. Waktu paruhnya lebih panjang dibanding Metoprolol.
DOSIS
Dosis awal atenolol untuk pengobatan hipertensi biasanya adalah 50mg per hari,
diberikan sekali sehari. Jika respon terapeutik yang diharapkan tidak terjadi dalam
beberapa minggu, dosis hariannya dapat ditingkatkan menjadi 100 mg; dosis yang
lebih tinggi tidak berarti menyebabkan efek antihipertensi yang lebih baik.
FARMAKOKINETIK (Absorbsi, Nasib dan Ekskresi )
12

Atenolol biasanya diabsorbsi secara tidak komplit (hanya sekitar 50%), tetapi
hampir seluruh yang diabsorbsi mencapai sirkulasi sistemik. Terdapat berbagai
variasi mengenai konsentrasi atenolol dalam plasma. Obat ini diekskresikan
melalui urin, dan eliminasi waktu paruhnya adalah antara 5-8 jam. Obat ini dapat
terakumulasi dalam tubuh pada penderita gagal ginjal, dan dosisnya harus dengan
khusus ditakar untuk penderita yang kreatinin klirensnya kurang dari 35 ml/menit.
Efek terhadap metabolisme
Penggunaan obat golongan B-blocker dapat menyebabkan hipoglikemia ringan
pada pasien, dan juga dapat menghambat penyembuhan dari insulin-induced
hipoglikemia. B-blocker harus digunakan secara sangat hati-hati pada pasien
dengan diabetes yang cenderung mengalami reaksi hipoglikemia. Penggunaan bbloker pada pasien diabetes tipe I dengan miokard infark juga meningkatkan
resiko pada pasien tertentu.
FARMAKODINAMIK (INTERAKSI OBAT)
Sudah ditemukan interaksi secara farmakokinetik dan farmakodinamik antara
obat-obat B-blocker dengan obat-obatan lain. Garam aluminium, cholestyramine,
dan colestipol dapat mengurangi absorpsi dari B-blocker. Obat-obat seperti
phenytoin, rifampin, dan phenobarbital, juga merokok, dapat memicu enzim
biotransformasi hepar dan mengurangi konsentrasi b-blocker dalam plasma karena
dimetabolis secara ekstensif. Cimetidine dan hydralazine meningkatkan
bioavailabilitas agen seperti propanolol dan metoprolol dengan mempengaruhi
sirkulasi hepar. B-adrenergik antagonis ini dapat mengurangi klirens dari
lidocaine. Interaksi obat lain dapat berpengaruh pada farmakodinamiknya.
Contohnya, B-blocker dengan Ca2+ channel blocker mempunyai efek yang saling
mendukung dalam sistem kardiak. Sinergisme antara obat B-blocker dengan agen
antihipertensi lainnya juga ditemukan, tetapi efek antihipertensi dilawan oleh
indomethacin dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya.
b. Furosemide
Farmakokinetika
Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa
kerja yang relatif pendek 6-8 jam. Absorpsi furosemida dalam saluran cerna
cepat, ketersediaan hayatinya 60-69 % pada subyek normal, dan 91-99 % obat
terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah
pemberian secara oral, dengan waktu paruh biologis 2 jam (Siswandono,1995).
13

Reasorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, t plasmanya 30-60 menit.
Ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu
( Tjay dan Kirana, 2002).
Farmakodinamika
Furosemid bekerja di ginjal dengan menghambat penyerapan garam dan
elektrolit sehingga air terikat dengan garam tersebut dan tidak bisa diserap oleh
ginjal. Akibatnya air akan dibuang melalui mekanisme buang air kecil. Furosemid
atau Lasix digunakan pada pasien yang mengalami edema (penumpukan cairan
berlebihan di dalam tubuh) atau kelebihan asupan cairan. Cairan yang berlebihan
akan bertumpuk di tubuh, terutama paru-paru, perut, dan anggota gerak.
Penumpukan cairan pada paru-paru akan menyebabkan pasien sesak nafas dan
mengancam jiwa. Cairan di perut akan menyebabkan pembesaran perut dan sesak
nafas karena penekanan ke paru-paru. Cairan yang berlebihan di anggota gerak
mengakibatkan kaki menjadi bengkak. Fungsi furosemide untuk mengobati gagal
jantung disebabkan oleh kemampuan venodilasi dari obat tersebut. Meningkatnya
diameter pembuluh vena akan mengurangi preload atau cairan yang kembali ke
jantung. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung sehingga
menyebabkan perbaikian simptomatik terhadap kondisi pasien.
Efek farmakologi
Efek samping paling berbahaya adalah meningkatkan toksisitas obat digitalis
pada pasien dalam keadaan hipokalemia. Furosemide juga dapat menyebaban
kelainan metabolik berupa alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan
keadaan hipokloremia dan hipokalemi yang dihubungkan dengan penggunaan
obat ini. Oleh karna itu, selama pemberian obat ini sangat disarankan kepada
dokter unuk memonitor level ion di dalam tubuh. Furosemide ini juga
dihubungkan dengan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam ini
disebabkan oleh sifat ototoksik furosemide. Namun, kejadian kerusakan telinga
dalam ini jarang terjadi.
c. Statin
FARMAKOKINETIK
Pada hewan dan diduga juga pada manusia lovastatin yang diberikan per oral
diabsorpsi sebanyak kira-kira 30%. Sesudah lintasan pertama melalui hati, obat

14

ditemukan dalam bentuk plasma asal metabolit aktif atau inaktif. Sembilan puluh
lima persen obat ini dan metabolitnya terikat protein plasma.
Sebagian besar produk degradasi diekskresi melalui fese dan kurang dari 10%
dalam urin. Kadar puncak lovastatin dalam plasma terlihat 2-4 jam sesudah
pemberian oral tunggal. Sesudah 3 hari dengan pemberian 1x sehari, mantap akan
tercapai dan kadar plasma 1 x kadar puncak pada pemberian tunggal. Kadar
lebih tinggi bisa didapat bila lovastatin diberikan bersama makanan. Lovastatin
agaknya tidak menginduksi sitokrom P450.
FARMAKODINAMIK
INTERAKSI OBAT DAN EFEK SAMPING
Hepatotoksik. menurut studi postmarketing surveillance dari berbagai statin
ditemukan 1% insiden dari kenaikan enzim transaminase hepar hingga 3 kali lebih
tinggi dari kadar normal. Insiden ini berkaitan dengan dosis yang diberikan.
Namun pada trial placebo-controlled, dimana digunakan 20-40mg simvastatin,
lovastatin atau pravastatin, insiden kenaikan hingga 3 kali lipat transaminase
hepar ini tidak ditemukan. Untuk keamaan penggunaan, adalah baik jika
mengukur kadar alanine aminotransferasi setelah 3-6 bulan terapi atau setelah
meningkatkan dosis.
Miopati. Efek samping yang paling signifikan dalam penggunaan statin adalah
miopati. Penggunaan statin selalu dikaitkan dengan miopati dan rhabdomiolisis.
Insiden miopati rendah (< 0,1%) jika penggunaan statin tidak bersamaan dengan
obat-obatan lain yang dapat meningkatkan resiko miopati. Dua golongan obat,
fibrates (gemfibrozil, clofibrate dan fenofibrate) dan niasin, juga adalah obat
penurun kadar lemak yang dengan sendirinya dapat menyebabkan miopati. Ketika
statin dikonsumsi bersama fibrates atau niacin, miopati terjadi adalah karena
terjadi peningkatan inhibisi sintesis sterol otot rangka. Obat-obat lain seperti
beberapa jenis antibiotik macrolide (eritromisin), azole antifungi (itraconazole),
cyclosporin, nefazodone dan inhibitor protease juga dimetabolisme oleh isoform
3A4 dari sitokrom P450 sama seperti statin, sehingga efeknya adalah kadar statin
dan metabolit aktifnya meningkat dalam plasma. Atorvastatin, cerivastatin,
15

lovastatin, dan simvastatin terutama dimetabolisme oleh CYP3A4, tetapi


cerivastatin juga dimetabolisme oleh CYP2C8.

Sekarang terapi dengan

cerivastatin plus gemfirozil sudah dikontraindikasikan karena laporan terhadap


miopati. Fluvastatin terutama dimetabolisme oleh CYP2C9 menjadi metabolit
inaktif, tetapi CYP3A4 dan CYP2C8 juga memetabolisme fluvastatin. Pravastatin
tidak dimetabolisme oleh salah satu sistem CYP, tetapi tetap diekskresikan melalui
urin. Pravastatin dan fluvastatin, yang tidak dimetabolisme oleh sistem CYP3A4,
mengurangi kejadian miopati jika digunakan dengan obat penginduksi miopati.

EFEK SAMPING

Statin dapat menimbulkan nyeri otot dan kerusakan otot.

Efek samping yang umum terjadi adalah nyeri otot. Rasa sakit yang
ditimbulkan bisa berupa rasa ketidaknyamanan ringan, sampai betul-betul bisa
mengganggu aktivitas seperti sulit naik tangga atau mudah lelah padahal hanya
berjalan biasa. Walaupun amat jarang terjadi, konsumsi statin dosis tinggi dan atau
dampak penggunaan obat lain bersamaan dengan statin bisa menimbulkan
rhabdomyolysis yaitu kerusakan otot yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal
dan bahkan berpotensi kematian.

Statin dapat meningkatkan kadar gula dalam darah.

Statin terbukti bisa meningkatkan kadar gula dalam darah, ini akan sangat
berbahaya jika memiliki diabetes. Kadar gula dalam darah anda akan semakin
meningkat dan bisa menyebabkan kematian. Bagi yang tidak memiliki diabetes,
obat ini mungkin bisa mengarahkan anda kepada penyakit ini. Jika anda memang
memutuskan untuk menggunakan statin, sebaiknya anda mengetahui berapa kadar
gula dalam darah anda.

Statin dapat menyebabkan gangguan pencernaan.

Walau terbilang langka, mual, kembung, dan konstipasi bisa terjadi setelah
mengkonsumsi statin. Biasanya yang rentan terhadap ini adalah orang-orang yang
16

pada

dasarnya

sudah

memiliki

masalah

dengan

pencernaan

mereka.

Mengkonsumsi obat pada malam hari setelah makan dapat meminimalisir hal ini.

Statin bisa menyebabkan kebingungan mental dan lupa ingatan.

Beberapa orang yang menggunakan statin pernah mengalami hal ini. Jika
seseorang mengalami hal ini, jangan khawatir, Efek samping obat anti-kolesterol
golongan statin ini bukanlah masalah serius.
2.

Bagaimana interaksi antar obat?


Jawab :
Atenolol merupakan beta blockers yang dapat diabsorbsi pada kondisi rendah
lemak,sedangkan fungsi statin sebagai pereduksi lemak. Sehingga interaksi keduanya
akan memaksimalkan efektivitas kerja obat.Penggunaan atenolol dan furosemide
secara bersama akan meningkatkan efektivitas sebagai obat anti hipertensi.

3. Bagaimana hubungan obat dengan DE?


Jawab :
Obat beta blockers (atenolol)
Obat hipertensi golongan beta blocker mengurangi impuls saraf yang dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Obat golongan ini juga dapat
menyebabkan
arteri susah untuk melebar sehingga darah tidak dapat masuk ketika terjadi ereksi.

Furosemid adalah diuretic kuat yang menurunkan reabsorpsi aktif di segmen


tebal ascenden ansa Henle dengan menghambat ko transporter 1-natrium, 2klorida, 1-kalium yang terletak di membrane luminal sel epitel. Dengan
menghambat ko-transporter aktif natrium-klorida-kalium pada membran luminal
ansa

Henle,

diuretic

loop

akan

meningkatkan

pengeluaran

natrium,klorida,kalium, dan elektrolit lain termasuk zinc. Obat diuretic ini


meningkatkan jumlah zat terlarut yang dihantarkan ke bagian distal nefron dan
juga obat ini bekerja sebagai bahan osmotic untuk mencegah reabsorpsi air.
Diuretik dapat menyebabkan disfungsi ereksi karena pengeluaran elektrolit
seperti Zinc yang erat kaitannya dengan kerja dan fungsi sistem reproduksi.
Zinc mempengaruhi metabolisme dan aktivitas sperma, juga mempengaruhi
perkembangan kelenjar seks. Zinc meningkatkan produksi dan kerja
hormon Testoteron yang berkaitan kuat dengan fungsi seksual dan
17

mengakibatkan peningkatan libido & mengatasi masalah impotensi. Bila


jumlah zinc tidak mencukupi, produksi testosterone akan menurun dan
disfungsi ereksi dapat terjadi.
(Guyton; 422,1060)
http://www.sharecare.com/question/can-diuretics-cause-erectile-dysfunction

Statin adalah obat yang berperan sebagai kompetitif inhibitor terhadap 3hydroxy-3 methylglutaryl-coenzyme A atau HMG-CoA reductase, yaitu
enzyme yang berfungsi sebagai biosintesis kolesterol. Penurunan enzim ini dalam
hati berdampak pada penurunan sintesis kolesterol. Penurunan kadar kolesterol
menginduksi sel hati untuk meningkatkan reseptor LDL sehingga meningkatkan
jumlah LDL yang dimetabolisme dalam hati dan menurunkan kadar LDL dalam
sirkulasi darah. Statin mampu menurunkan LDL dan meningkatkan HDL dalam
darah. Pengurangan pembentukan kolesterol akan mengurangi produksi hormone
testosterone oleh testis.
Apabila terjadi penurunan pembentukan kolesterol akan menurunkan juga
produksi testosterone yang bertanggung jawab terhadap fungsi seksual lakilaki yang kemudian dapat menyebabkan disfungsi ereksi.

4. Apakah obat yang diberikan sudah rasional? Berikan alasannya!


Jawab :
Menurut kelompok kami sudah. Karena dadpat dilihat alasannya dari
keterkaitan antar interaksi obat yang saling membantu (sinergis).
Riwayat Pangan
1. Apa kandungan makanan yang dikonsumsi oleh lelaki ini?
Jawab :
Secara umum makanan cepat saji mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium
(Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat. Dan
berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji yang
saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi. Contoh
kandungan makanan cepat saji:
a. Komposisi gizi Pizza (100 g) : Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52
g), Karbohidrat (3 g), Gula (3 g), Protein (3 g).

18

b. Komposisi gizi Hamburger (100 g) : Kalori (267 KKal), Lemak (10 g),
Kolesterol (29 mg), Protein (11 g), Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7
g).
c. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g) : Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat
(32 g), Serat kasar (1 g), Protein (3 g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).
d. Komposisi gizi Fried Chicken (100 g) : Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g),
Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g).
e. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori
2. Bagaimana pengaruh makanan yang dikonsumsi dengan obat?
Jawab :
a. Atenolol
Beberapa beta-adrenergik blocker ( disebut beta bloker nonselective)
mengurangi pengambilan kalium dari darah ke sel, yang menyebakan peningkatan
berlebih kalium dalam darah, suatu kondisi berbahaya yang disebut hiperkalemia.
Maka dari itu pasien yang mengkonsumsi beta-blocker harus menghindari konsumsi
suplemen kalium, atau mengkonsumsi buah (seperti pisang) kecuali diperintahkan
oleh dokter. Alkohol dapat meningkatkan efek mengantuk, pusing, nyeri kepala, dan
pandangan kabur, dan meningkatkan resiko kesalahan yang tidak disengaja.
Selain itu, berdasarkan penelitian double-blind, pasien dengan angina yang tidak
merokok dan mendapat terapi dengan atenolol, dalam satu minggu, angina berkurang
secara singnifikan dibandingkan dengan pasien yang merokok.
b. Furosemide
Furosemide dapat mengalami interaksi dengan makanan. Makanan yang dapat
mengalami interaksi dengan furosemide adalah berbagai jenis mineral. Furosemide
akan meningkatkan pengeluaran mineral melalui urin. Oleh sebab itu, pada pemberian
furosemide hendaknya dilakukan penambahan buah dan sayuran segar dalam
makanan pasien. Pada penggunaan furosemide, pasien harus menghindari alkohol.
Selain itu pasien juga harus menghindari konsumsi garam atau natrium berlebih,
karena dengan mengeluarkan natrium dari tubuh, diuretik juga menyebabkan
penurunan cairan tubuh, sehingga tidak ada alasan untuk mengganti kehilangan
natrium. Selain itu pasien juga harus meningkatkan pemasukan kalium. Furosemide
merupakan loop diuretics, yaitu potassium-depleting diuretic (potassium=kalium).
Cara kerja furosemide ini meyebabkan tubuh kehilangan kalium. Loop diuretic juga
19

dapat menyebabkan deplesi magnesium sel, walaupun defisiensi ini mungkin tidak
tergambarkan dari rendahnya magnesium darah. Kehilangan magnesium biasanya
menyebabkan peningkatan kehilangan kalium. Oleh karena itu, pasien yang
mengkonsumsi potassium-depletion diuretics sebaiknya mendapatkan suplemen
kalium dan magnesium
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi diuretik lebih
dari enam bulan mengalami penurunan kadar asam folat secara dramatis dan
mengalami peningkatan kadar homosistein

dibandingkan orang yang tidak

mengkonsumsi diuretik. Homosistein, produk sisa asam amino beracun, yang


berhubungan dengan atherosklerosis. Oleh karena itu, pasien yang mengkonsumsi
diuretik lebih dari enam bulan sebaiknya diberi suplemen asam folat.
Penggunaan furosemide jangka panjang berhubungan dengan defisiensi vitamin
B1 yang signifikan secara klinis yang disebabkan oleh pengeluaran melalui urin.
Furosemide paling efektif dikonsumsi dalam keadaan perut kosong, satu jam sebelum
makan. Akan tetapi, furosemide juga dapat dikonsumsi dengan makanan untuk
mengurangi rasa nyri atau tidak nyaman pada gastrointestinal (gastrointestinal upset).
c. Statin
Pada pasien dengan kolesterol tinggi, terapi dengan simvastatin atau
statinmenyebabkan penurunan kadar coenzym Q10 (CoQ10) serum. Beberapa trials
termasuk double-blind trials, telah membuktikan efek dari statin dan HMG-CoA
reductase lainnya ini. Asam lemak omega-3 EPA yang terdapat dalam minyak ikan,
dapat meningkatkan efek penurunan kolesterol dan trigliserida yang dimiliki statin.
Pada preliminary trial, pasien dengan kolesterol tinggi yang telah mengkonsumsi
statin selama tiga tahun dapat mengalami penurunan kadar triglicerida yang signifikan
dan peningkatan HDL dengan mengkonsumsi suplemen baik 900 mg atau 1800 mg
EPA selama tiga bulan sebagai tambahan statin.
Selain itu, konsumsi suplemen sitostanol 1,8 g setiap hari selama enam minggu
dapat meningkatkan efek menurunkan kolesterol dari berbagai jenis statin. Vitamin
B3 (niacin) memiliki fungsi, salah satunya, menurunkan kolesterol. Konsumsi niasin
dalam jumlah besar bersamaan dengan HMG-CoA reductase inhibitor dapat
menyebabkan kelainan otot (myopathy) yang dapat menjadi serius (rhabdomyolisis).
Selain itu, penggunaan niasin dilaporkan dapat meningkatkan efek penurunan
kolesterol yang dimiliki HMG-CoA reductase inhibitors.
Selain itu, pada penelitian pada 37 orang dengan kadar kolesterol tinggi yang
diterapi dengan pengaturan makanan dan HMG-CoA reductase inhibitor ditemukan
20

kadar vitamin A darah meningkat dalam waktu 2 tahun terapi. Dalam penelitian pada
tuju pasien dengan hipercholesterolemia, delapan minggu penggunaan simvastatin
ditambah dengan vitamin E 300 IU meningkatkan elastisitas pembuluh darah lebih
daripada penggunaan simvastatin saja.
Dalam penelitian lainnya, seuplementasi harian dengan kombinasi antioksidan
menghambat efek menguntukngak simvastatin dan niasi pada level HDL. Buah
anggur atau jus anggur memiliki substansi yang dapat menghambat kemampuan tubuh
untuk memecah simvastatin, maka dari itu, mengkonsumsi buah anggur atau jus
anggur dengan obat dapat meningkatkan toksisitas obat. Pada suatu penelitian,
seseorang yang sehat diberikan simvastatin bersamaan dengan 200 ml jus anggur,
terjadi peningkatan kadar simvastatin dalam darah.
3. Apakah lelaki pada kasus kandungan gizi nya sudah tercukupi dan bagaimana
pengaruhnya terhadap keluhan (DE dan hipertensi)?
Jawab :
Kadar kolesterol tinggi. Kolesterol yang terus-menerus tertimbun dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya dan menyempitnya pembuluh darah.
Penyempitan pada penis menyebabkan terjadinya kesulitan ereksi.
4. Bagaimana diet yang direkomendasikan oleh dokter pada kasus ini?
Jawab :
Diet rendah lemak. Karena lemak yang dikonsumsi menyebabkan kolesterol
yang berujung ke hipertensi dan disfungsi ereksi.
5. Bagaimana efek dari mengkonsumsi makanan tersebut secara terus-menerus?
Jawab :
Semua makanan yang dikonsumsi oleh lelaki pada kasus ini adalah makanan
yang tinggi lemak, tetapi cakupan gizi yang belum terpenuhi. Sehingga terjadilah
masalah dalam tubuh seperti yang dijelaskan pada skenario ini.

IV.

Keterkaitan Antar Masalah

21

V. Learning Issue

Food drug interaction


DE
- penyebab
- mekanisme
- faktor resiko
Fisiologi ereksi
Farmakologi obat
22

- Atenolol
- Furosemide
- Statin
Hipertensi

VI.Kerangka Konsep

23

Lelaki gendut, 35 tahun


Hobi

makan Fast food

Tinggi kolesterol

Tinggi lemak

Tinggi

kalori

Hiperlipidemia

Timbunan lemak di sentral

(statin tidak bekerja maksimal)


BB naik lalu obesitas
Aterosklerosis

darah kental

Beban kerja jantung meningkat


Hipertensi
Furosemide

Atenolol

Ekskresi air

Endotel rusak

Produksi NO menurun

elektrolit meningkat
Tidak bisa vasodilatasi arteri
Trace element (Zn, CoQ10)
Tesosteron turun

Aliran darah kurang

Suplai darah ke penis berkurang


Disfungsi ereksi
VII.

Sintesis Masalah

1. Food Drug Interaction


24

FASE FARMASETIS
Fase farmasetis merupakan fase awal dari hancur dan terdisolusinya obat.
Beberapa

makanan

dan

nutrisi

mempengaruhi

hancur

dan

larutnya

obat. maka dari itu, keasaman makanan dapat mengubah efektifitas dan
solubilitas
lambung

obat-obat
adalah

tertentu.

saquinavir,

Salah

satu

inhibitor

obat

yang

dipengaruhi

protease

pada

perawatan

pH
HIV.

Ketersediaan hayatinya meningkat akibat solubilisasi yang diinduksi oleh


perubahan pH lambung. Makanan dapat meningkatkan pH lambung, disisi
lain juga dapat mencegah disolusi beberapa obat seperti isoniazid (INH).
FASE FARMAKOKINETIK
Fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses
absorbsi. Usus halus, organ penyerapan primer, berperan penting dalam
absorbsi obat. Fungsi usus halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk
menahan

sistem

karier

usus

halus,

dapat

mempengaruhi

kecepatan

dan

tingkat absorbsi obat. Makanan dan nutrien dalam makanan dapat meningkatkan atau
menurunkan absorbsi obat dan mengubah ketersediaan hayati obat.
Makanan yang mempengaruhi tingkat ionisasi dan solubilitas atau reaksi
pembentukan khelat, dapat mengubah absorbsi obat secara signifikan. Misalnya pada
reaksi pembentukan khelat pada
a.

kombinasi tetracyclin dengan mineral divalen seperti Ca dalam susu atau

antasida. Kalsium akan mempengaruhi absorbsi dari quinolon.


b.

Reaksi antara besi (ferro atau ferri) dengan tetracyclin, antibiotik fluoroquinolon,

ciprofloxacin, ofloxacin, lomeflox dan enoxacin. Maka dari itu, ketersediaan hayati
ciprofloxacin dan ofloxacin turun masing-masing 52 dan 64 % akibat adanya besi.
c.
Zink dan fluoroquinolon akan menghasilkan senyawa inaktif sehingga
menurunkan absorbsi obat (b).
Kecepatan pengosongan lambung secara signifikan mempengaruhi komposisi
makanan yang dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dapat mengubah
ketersediaan hayati obat. Makanan yang mengandung serat dan lemak tinggi diketahui
secara normal menunda waktu pengosongan lambung. Beberapa obat seperti
nitrofurantoin dan hidralazin lebih baik diserap saat pengosongan lambung tertunda
25

karena tekanan pH rendah di lambung. Obat lain seperti L-dopa, Penicillin G dan
digoxin, mengalami degradasi dan menjadi inaktif saat tertekan oleh pH rendah di
lambung dalam waktu lama. Obat dieliminasi dari tubuh tanpa diubah atau sebagai
metabolit primer oleh ginjal, paru-paru, atau saluran gastrointestinal melalui empedu.
Ekskresi obat juga dapat dipengaruhi oleh diet nutrien seperti protein dan serat, atau
nutrien yang mempengaruhi pH urin.
FASE FARMAKODINAMIK
Fase farmakodinamik merupakan respon fisiologis dan psikologis terhadap
obat. Mekanisme obat tergantung pada aktifitas agonis atau antagonis, yang mana
akan meningkatkan atau menghambat metabolisme normal dan fungsi fisiologis
dalam tubuh manusia. Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak
diinginkan. Aspirin dapat menyebabkan defisiensi folat jika diberikan dalam jangka
waktu lama. Methotrexat memiliki struktur yang mirip dengan folatvitamin B, hal ini
dapat memperparah defisiensi folat.
Penelanan tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk
beberapa obat karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran
oesophagus. Petunjuk pada pasien untuk mencegah iritasi dan atau ulcer pada
oesophagus, tablet atau kapsul obat harus ditelan dengan segelas air oleh pasien
dengan posisi berdiri, misalnya untuk obat obat seperti analgesik (contohnya
aspirin), NSAID (contohnya Phenylbutazone, oxyphenbutazone, indometacin),
kloralhidrat,

emepromium

bromida,

kalium

klorida,

tetracyclin

(terutama

Doxycyclin).
Obat diminum dengan atau tanpa makanan. Interaksi obat-makanan dalam
saluran gastrointestinal dapat bermacam- macam dan banyak alasan mengapa
makanan dapat berpengaruh pada efek obat. Contohnya obat mungkin terikat pada
komponen makanan; makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus; obat
dapat mengubah first-pass metabolism obat dalam usus dan dalam hati; dan makanan
dapat meningkatkan aliran empedu yang mampu meningkatkan absorbsi beberapa
obat yang larut lemak.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah interaksi tersebut adalah dengan
meminum obat dengan segelas air pada saat perut kosong, misalnya seperti pada obatobat sefalosporin (kecuali sefradin), dipyridamol, erythromycin, Isoniazid (INH),
26

lincomycin, penicillamin, pentaerithritel tetranitrat, rifampicin, penisilin oral dan


tetracyclin. Absorbsi semua penisilin oral optimal jika diminum pada saat perut
kosong dengan segelas air. Pivampicillin harus diminum bersama makanan karena
dapat mengiritasi lambung atau perut. Tetracyclin kadang kala menyebabkan mual
dan muntah jika diminum pada saat perut kosong. Meskipun makanan mengurangi
absorbsi tetracyclin tetapi tidak terjadi pada doxycyclin dan minocyclin.
Adanya makanan juga dapat meningkatkan perubahan bentuk profil serum
obat tanpa mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat pada studi sefradin,
makanan tidak memiliki efek signifikan terhadap ekskresi urin antibiotik tetapi pada
nilai t-max. Beberapa obat yang diminum bersama susu atau makanan berlemak
antara lain alafosfalin, griseofulvin dan vitamin D. Sedangkan obat yang tidak boleh
diminum bersama susu antara lain bisacodyl (dulcolax), garam besi, tetracyclin
(kecuali doxycyclin dan minocyclin).
Interaksi obat dan makanan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu
pengecapan dan mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.

Obat dan penurunan nafsu makan


Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat mempengaruhi

nafsu makan. Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek


samping obat yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan
dan keinginan untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan
nutrisi.

Obat dan perubahan pengecapan/ penciuman


Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan

merasakan/ dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui.


Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan yang umum
digunakan dan diketahui menyabapkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi
(captopril), antriretroviral ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan
phenytoin.

Obat dan gangguan gastrointestinal

27

Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat
berdampak pada terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narkosis seperti kodein
dan morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini
berdampak pada penurunan peristaltik yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
Absorbsi
Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah
obat-obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik,
antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut.
Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat
gizi (drug-nutrient binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa
jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer
sehingga dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara
penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke dinding
usus.
Metabolisme
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus
dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan
untuk memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada
pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan
folat. Sehingga efek samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat
Ekskresi
Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan
mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah.

2. DISFUNGSI EREKSI
DEFINISI
Disfungsi Ereksi (impotensi)/ Erectile Dysfunction (ED) adalah ketidakmampuan
untuk mencapai atau menjaga ereksi tetap pada waktu penetrasi. Disfungsi ereksi (DE) adalah

28

bentuk gangguan fungsi seksual laki-laki yang sangat umum.Seorang pria yang mengalami
disfungsi ereksi kesulitan menjaga ereksi penisnya pada setiap tahap hubungan seksual.
ETIOLOGI
Disfungsi ereksi bukan merupakan bagaian normal dari proses penuaan, namun lebih
berkaitan dengan perubahan kondisi psikologis dan fisiologis karena proses penuaan. Angka
kejadiaan DE ini lebih tinggi pada pria dengan penyakit tertentu seperti diabetes mellitus,
obesitas, heart disease, hipertensi, dan penurunan kadar HDL. Merokok juga merupakan
faktor resiko (lingkungan/gaya hidup) yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena DE.
Pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit cardiovascular atau diabetes mellitus
juga merupakan salah satu factor resiko. Sedangkan penyebab psychologis DE termasuk
depresi, kemarahan/emosi, dan stress (tekanan) akibat berbagai factor, seperti pekerjaan, dll.
Secara garis besar, faktor penyebab DE dibagi menjadi penyebab psikogenik dan
organik, tetapi belum tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE. Yang
termasuk penyebab organik adalah (i) penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan
penyakit jantung); (ii) obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan
penghambat beta), antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama
neuroleptik), antiandrogen, antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin); (iii)
pembedahan/ operasi misal operasi daerah pelvis dan prostatektomi radikal; (iv) trauma
(misal spinal cord injury) dan (v) radioterapi pelvis. Di antara sekian banyak penyebab
organik, gangguan vaskular adalah penyebab yang paling umum dijumpai, sedangkan faktor
psikogenik meliputi depresi, stress, kepenatan, kehilangan, kemarahan dan gangguan
hubungan personal. Pada pria muda, faktor psikogenik ini menjadi penyebab tersering dari
DE intermiten.
FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor risiko yang dapat memberi berkontribusi masalah disfungsi ereksi,
diantaranya:
Kondisi medis tertentu, terutama diabetes dan masalah jantung.
Merokok dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis yang menyebabkan disfungsi
ereksi.

29

Bersepeda terlalu lama dapat menekan saraf yang dapat mempengaruhi aliran darah ke
penis sehingga menyebabkan disfungsi ereksi sementara.
PATOFOSIOLOGI
Mekanisme terjadinya DE menurut Hilsted dan Low (1993) merupakan kombinasi
neuropati otonom dan keterlibatan arteriosklerosis arteri pudenda interna. Menurut Moreland
ada dua pandangan utama patofisiologi kasus DE, pada hipotesis pertama perubahan yang
dipengaruhi tekanan oksigen pada penis selama ereksi ditujukan untuk mempengaruhi
struktur korpus kavernosum dengan cara menginduksi sitokin yang bermacam-macam.
Faktor vasoaktif dan faktor pertumbuhan pada kondisi tekanan oksigen yang berbeda
akan mengubah metabolisme otot polos dan sintesis jaringan ikat. Penurunan rasio antara otot
polos dengan jaringan ikat pada korpus kavernosum dihubungkan dengan meningkatnya vena
difusi dan kegagalan mekanisme penyumbatan vena. Hipotesis tersebut menyertakan bukti
adanya perubahan pada fase ereksi penis malam hari dan perubahan sirkadian yang
berhubungan dengan oksigenasi yang penting dalam pengaturan ereksi sehat.
Hipotesis yang lain menyatakan bahwa DE adalah hasil dari ketidakseimbangan
metabolik antara proses kontraksi dan relaksasi di dalam otot polos trabekula, misalnya
dominasi proses kontraksi. Kedua hipotesis ini dikaitkan dengan strategi penanganan DE.
Pada kasuskasus dengan penyebab biologis jelas (misal neuropati diabetika),
pengobatan dan akibat dalam jangka panjang kelainan seksual sekunder tersebut akan
terpengaruh juga oleh faktor psikoseksual. Penyebab organik DE termasuk vaskuler,
neurologik (saraf), hormonal, penyakit, atau obatobatan tertentu dan sejumlah orang
mempunyai faktor penyebab ganda. Pada faktor neurologik dapat berupa: stroke, penyakit
demielinasi, kelainan dengan bangkitan atau kejang, tumor atau trauma sumsum belakang
dan kerusakan saraf tepi.
Dua pertiga kasus DE adalah organik dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi
secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung (terutama yang berhubungan dengan
hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi) berkaitan erat dengan DE. Kombinasi kondisikondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal
dan metabolik lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal
ginjal kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE.

30

Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan secara


berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu penyebab
arterio occlusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan kondisi
kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual multipel
termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan prostat dan
trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum .
DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan prostat,
kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang umum,
digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik dan central
acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digocsyn phsychopharmachologic agents
termasuk beberapa antidepresan dan hormone anti testosteron. Kadar testosteron memang
sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun yang berkaitan dengan DE adalah
minoritas pria yang benar-benar hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang
rendah.
Disfungsi ereksi juga dapat disebabkan oleh diabetes melitus. Hal ini dikarenakan
diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya :
1. hipotestosteron yang akan menurunkan libido lalu menyebabkan terjadinya
disfungsi ereksi.
2. pengaktifan poliol pathway dan menurunkan NADPH. Aktifasi jalur ini
menyebabkan terjadinya akumulasi AGE ( Advance Glycation End Product)
yang akan menyebabkan gangguan relaksasi otot polos dan perubahan
fibroelastik, dimana kedua hal ini akan menurunkan compliance dari
kavernosa sehingga terjadi disfungsi ereksi. Selain itu, Aktifasi jalur ini juga
menyebabkan terjadinya akumulasi sorbitol dan fruktosa melalui enzim aldosa
reduktase sehingga terjadi edema neural lalu gangguan pompa Na-K ATPase
lalu gangguan tranduksi sinyal serta neurotransmitter sehingga terjadi
neuropati diabetik sehingga terjadi disfungsi ereksi. Jalur ini juga menurunkan
kofaktor NO sintase ( L-arginin NO membutuhkan NO sintase) sehingga
terjadi penurunan NO, akibatnya terjadi disfungsi ereksi.
ANGKA KEJADIAN
DE, merupakan salah satu gangguan fungsi seksual pada pria usia diatas 40 tahun.
Hampir 39% pada pria usia 40 - 70 tahun menderita dengan tingkat keparahan ( gradasi )
31

sedang dan berat, atau 52 % dengan tingkat keparahan ringan sampai berat. Dari study yang
dilakukan di Boston ( AS ) didapatkan kasus baru DE sebanyak 24 orang per 1000 pria.
Meningkatnya kasus dan bertambah beratnya kondisi DE seiring dengan bertambahnya usia,
pola hidup yang tidak teratur serta adanya penyakit sistemik seperti : sindrom metabolik
( diabetes melitus disertai penyakit hipertensi, hiperkolesterol dan obese / kegemukan ).
Saat ini kecenderungan angka kejadian DE terjadi pada usia relatif lebih muda, akibat
dari stress yang berlebihan dan berkesinambungan yang didapat baik ditempat kerja maupun
di lingkungan rumah tangga, pola hidup yang tidak teratur serta kurangnya aktivitas olah raga
akibat dari kesibukan kerja yang dapat menimbulkan obese. Pria obese mempunyai resiko
terjadinya DE tiga kali dibandingkan non obese.
Dengan ditemukannya obat-obatan terbaru secara medis dan ilmiah untuk memperbaiki
fungsi ereksi serta telah berkembangnya bidang spesialisasi Andrologi, maka DE tidak
seharusnya menjadi momok / sesuatu yang menakutkan lagi pada pria untuk dapat
memberikan kebutuhan nafkah aktivitas seksual kepada pasangannya.
PENYEBAB
Terdapat dua kategori disfungsi ereksi yaitu psikologik dan organik atau keduanya.
Sering dijumpai seorang laki-laki yang mempunyai masalah dengan fungsi ereksi menjadi
menderita ansietas, dan bisa kesulitan menentukan apakah faktor psikologik merupakan
faktor utama atau menyertai penyakit lain.
Penyebab psikogenik terlibat pada hampir semua laki-laki dengan disfungsi ereksi,
bahkan jika diketahui bahwa kebanyakan proses patofisiologi yang dominan adalah organik.
Aspek psikis berperan penting terhadap ereksi, bahkan jika malfungsi organik terkecil pun
dapat berakibat pada konsekuensi psikologis, yang selanjutnya disebut dengan performance
related anxiety. Faktor faktor yang berperan pada disfungsi ereksi psikogenik dibagi atas 3
kelompok, yaitu faktor predisposisi (pendidikan, kultur, pengalaman traumatik, masalah
keluarga, stres keuangan), faktor pencetus (gangguan organik, perselingkuhan, harapan yang
tidak rasional, depresi dan ansietas, kehilangan pasangan hidup), maintaining factors
(penampilan terkait ansietas, berkurangnya daya tarik terhadap pasangan, ketakutan
berhubungan intim).
Penyebab organik disfungsi ereksi meliputi :

32

Neurogenik
o Penyakit sistem saraf pusat : sklerosis multipel, cedera saraf spinal, depresi, penyakit
parkinson, penyakit serebrovaskuler.
o Penyakit sistem saraf perifer : kompresi kauda equina, prolaps diskus intervertebralis,
neuropati perifer (diabetes, alkohol), cedera bedah pada saraf pelvis.
Endokrin
Testosteron berperan penting terhadap fungsi seksual laki-laki pada hasrat seksual dan ereksi
penis. Akan tetapi, berkurangnya kadar testosteron mempunyai efek yang bervariasi terhadap
fungsi ereksi. Terdapat pengurangan libido, tetapi hanya sedikit efek pada fungsi ereksi. Lakilaki dengan hipogonad tidak serta-merta kehilangan fungsi ereksinya, namun dapat terjadi
pengurangan ereksi nocturnal, dengan berkurangnya lama dan kekakuan ereksi.
Vaskulogenik
Penyakit vaskular merupakan penyebab paling sering disfungsi ereksi, dan dari semua
penyebab vaskuler, yang paling banyak adalah aterosklerosis. Akan tetapi, tidak semua
aterosklerosis berhubungan dengan disfungsi ereksi, tetapi faktor resikonya seperti merokok,
hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes, juga berkaitan dengan terjadinya disfungsi ereksi.
Penelitian Massachusetts Male Aging menunjukan hubungan antara disfungsi ereksi dengan
hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Penelitian Cologne pada laki-laki dengan
disfungsi ereksi juga tampak hubungan antara disfungsi ereksi dengan diabetes dan
hipertensi, sementara itu beberapa penelitian lain menunjukkan hubungan antara merokok
dan disfungsi ereksi. Pada tingkat seluler, telah dianggap bahwa pengurangan aliran masuk
darah arteri menyebabkan hipoksia relatif didalam penis disusul dengan efek seluler.
Mediator seluler yang utama tampak berupa Transforming Growth Factor Beta 1 (TGF1),
yang meningkat pada hipoksia dan menginduksi perubahan trofik otot polos kavernosa.

Seluler
Terdapat dua tipe sel kavernosa yang berperan penting pada ereksi penis, yaitu sel otot polos
dan sel endotel. Sel endotel vaskuler membatasi ruang trabekuler dari sinusoid kavernosa dan
33

melepaskan beberapa zat kimia vasoaktif yang mengendalikan tonus otot polos didalam
penis, yang terpinting diantaranya adalah NO. Penyakit yang merusak endotel sehingga
mengganggu respon vaskuler penis terhadap rangsangan neural. Beberapa penyakit yang
dapat merusak endotel (termasuk hiperkolesterolemia), namun yang terpenting adalah
diabetes melitus. Perubahan stuktur endotel pada diabetes melitus disertai perubahan fungsi
akan berakibat terganggunya relaksasi otot polos. Pada penuaan dapat terjadi pengurangan
otot polos penis. Jika terjadi malfungsi otot polos, dilatasi arteri menjadi tidak sempurna, dan
relaksasi kavernosa gagal terjadi, akhirnya mekanisme oklusi vena gagal.
Iatrogenik
Sejumlah obat-obatan dapat mengganggu fungsi seksual, dapat berupa efek pada fungsi
ereksi, fungsi ejakulasi, atau hasrat seksual. Penggunaan obat-obat ini sangat jarang secara
langsung menyebabkan disfungsi ereksi sendirian, kerja obat tersebut biasanya sebagai
tambahan mekanisme patofisiologi yang lain. Pembedahan dan radioterapi juga dapat
mengganggu fungsi ereksi. Pembedahan yang paling sering menyebabkan disfungsi ereksi
adalah pembedahan pelvis radikal terhadap kanker rektum, kanker kandung kemih, atau
kanker prostat. Saraf parasimpatis yang membantu ereksi penis berada berdekatan dengan
prostat dan sering mengalami kerusakan ketika pembedahan radikal.
Penyakit Sistemik
Penyakit sistemik mempengaruhi fungsi seksual pria melalui berbagai jalan, antara lain pada
penurunan libido dan impotensia ereksi, infertilitas, osteoporosis, dan penurunan massa otot.
Efeknya dapat langsung pada tingkat testikular atau pada hypothalamic-pituitary-testicular
axis. Pada tingkat testikular dapat terjadi pengurangan fungsi sel Leydig yang mengakibatkan
defisiensi androgen. Penyakit akut dan kronik dapat mengganggu hypothalamic-pituitarytesticular axis dan juga menyebabkan berkurangnya fungsi testikuler. Hipogonadisme
didefinisikan sebagai berkurangnya aktifitas fungsional testis, dan dapat primer (penyakit
testikuler) atau sekunder (penyakit hipotalamik-pituitari). Pada hipogonadisme primer, kadar
testosteron berada dibawah rentang normal berkaitan dengan peningkatan gonadotropin.
Sedangkan pada hipogonadisme sekunder kadar testosteron berada dibawah rentang normal
berkaitan dengan kadar gonadotropin yang normal. Lama penyakit, apakah akut atau kronik
tidak bermakna mempengaruhi kadar testosteron aktual, meskipun nilai testosteron sedikit
tetapi tidak bermakna lebih rendah pada mereka dengan penyakit kronik dibandingkan
dengan penyakit akut. Kadar follicle stimulating hormone (FSH), luteinising hormone (LH)
34

dan prolaktin tidak berbeda bermakna diantara penderita penyakit akut dengan penyakit
kronik.
MEKANISME
Tidak tercukupinya aliran darah pada corpus cavernosa akibat tekanan darah sistemik
yang disalurkan melewati arteri helisine ke dinding trabekulum ke arah tunika albugenia yang
melemah, sehingga ruang ruang sinosoid di sekitarnya tidak akan terisi penuh dan tidak
terjadinya penyempitan pada pleksus venula subtunika ( yang pada saat ereksi menghambat
pengembalian darah dari ruangan lakuna) mengakibatkan tekanan dalam lakuna tmelemah
atau bahkan tidak ada, sehingga penis tidak akan menjadi tegang ( ereksi ). Atau dengan kata
lain, tidak adanya keseimbangan antara tekanan perfusi arteri kavernosa dengan tahanan
terhadap pengeluaran aliran darah oleh kompresi venula subtunika. Hal tersebutlah yang
menyebabkan penis tidak bisa tegang atau mengalami disfungsi ereksi.
Gambar 1. Anatomi Penis

DIAGNOSA
Anamnese merupakan hal yang penting untuk diagnosa disfungsi ereksi. Evaluasi
apakah pasien memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual yang lain. Tanyakan
riwayat merokok, sakit jantung, stroke. Tanyakan riwayat penggunaan obat obatan.
Berdasarkan indeks dari IIEF ( International Index of erectile Function- 5), jika indeks 21
maka dikatakan pasien disfungsi ereksi (lihat lampiran). Selain itu, perhatikan klasifikasi
disfungsi ereksi yang telah dijabarkan di atas.
Pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tidak adanya respon terhadap sentuhan, testis
kecil, pembesaran payudara, hilangnya rambut wajah, adanya pulsasi arteri di kaki, dan penis
abnormal.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah complete blood count, profil
lemak ( tinggi LDL arterosklerosis), glukosa darah jika DM, HbA1C untuk kontrol kadar
35

gula darah, urinalisis jika curiga DM dan kerusakan ginjal, serum kreatinin jika kerusakan
ginjal akibat DM, enzim hati dan fungsi hati, kadar testosteron, kadar hormon lain seperti LH,
prolaktin, kortisol, dan PSA ( Prostat Spesific Antigen).
Pemeriksaan lain yang mungkin dapat dilakukan adalah NTP (Nocturnal Penile
Tumescence), kaversonografi/ kavernosonometri, USG doppler, injeksi intrakavernosa
dengan obat- obatan vasoaktif, Rigiscan, Visual Sex Stimulation, dan pemeriksaan
psikososial.
PENGOBATAN
Dalam terapi disfungsi ereksi, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi)
adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah
meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual.
Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga ereksi.
Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme,tidak
ada waktu normal dalam ereksi).
Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor resiko pada
pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya disfungsi ereksi. hal ini terkait dengan
beberapa penyebab disfungsi ereksi yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab
disfungsi ereksi yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk
disfungsi ereksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis-pola
hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi menggunakan obat
(farmakologis).
Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien disfungsi ereksi harus memperbaiki
pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah
raga, menu makanan sehat(asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E dan
makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam
tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan
menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka
pasien disfungsi ereksi tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi.
Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan disfungsi ereksi antara lain golongan
phosphodiesterase inhibitor5 (sildenafil, vardenafil, dan tadalafil), alprostadil (disuntikkan di
penis-intracevernosal dan dimasukkan dalam ureter-intrauretral), papaverine, trazodone, dan
dengan testosteron replacing hormone (penambahan homon estrogen). Obat yang digunakan
36

sebagai obat pilihan untuk pengobatan disfungsi ereksi adalah sildenafil. Lihat gambar 5 dan
6.
Gambar 5. Farmakokinetik dari PDE- 5 inhibitors

Gambar 6. Algoritma penggunaan PDE- 5 inhibitors oral

Pengobatan disfungsi ereksi nonfarmakologis adalah Vacum Constriction Device


(VCD) dapat mencapai 250 mmHg dimana menggunkan cincin untuk mempertahankan
kondisi ereksi setelah vakum dengan waktu maksimal 25 30 menit. Kelebihan VCD adalah
mudah dilakukan dan tingkat kepuasan tinggi. Efek samping VCD adalah sering kebas,
hematom, peteki, skrotum terhisap.

37

Vascular resconstructive Surgery (VRS), dilakukan pada pasien DE berusia muda


dengan riwayat trauma pelvis dan perianal. VRS meningkatkan suplai darah di penis. Cara
kerja VRS dengan bypass arteri yang tersumbat dengan menggunakan arteri dari otot
abdomen (inferior epigastric artery). Tingkat keberhasilan jangka panjang 50 60 %.
Komplikasi nyeri penis, berkurangnya sensasi, dan glans hiperemis.
Penile prosthesis , mengganti struktur erection chamber dengan batang silinder semi
rigid, rigid, ataupun hidrolik. Merupakan terapi ketiga pada pasien DE. Penile prosthesis
membutuhkan anestesi dan biayanya yang mahal. Komplikasi Penile prosthesis adalah
perdarahan tidak terkontrol paska operasi, infeksi terutama pada pasien DM dan yang
mengalami trauma spinalis.
Psikoterapi jika pasien mengalami masalah psikologis dan pada pasien yang gagal
setelah dilakukan terapi oral dan injeksi. Pendekatan yang dilakukan adalah Cognitive
Behavioral Intervention. Selain itu dilakukan koreksi kognitif maladaptif, eksplorasi masa
lampau, dan terapi pasangan.
PROGNOSIS
Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius.
Akan tetapi, jika disfungsi ereksi menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan.
Disfungsi ereksi dapat menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat
menyebabkan terjadinya depresi.
Disfungsi ereksi yang persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang
serius seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.
PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah disfungsi ereksi adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat
dan mengontrol masalah kesehatan yang dimiliki.

Rajin konsultasi ke dokter untuk mengontrol diabetes, penyakit jantung atau masalah

kesehatan kronis lainnya. Berikut ini beberapa hal yang dapat Anda lakukan:
Lakukan tes medis secara rutin
Berhenti merokok,menghindari alkohol dan narkoba.

PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA

38

Hipertensi menyebabkan timbulnya resiko kesehatan pada pembuluh darah dan dapat
mengakibatkan penyakit yang lebih serius seperti penyakit jantung dan stroke. Pengobatan
hipertensi seperti beta blockers dan diuretik bekerja dengan cara mengurangi dan
mempertahankan tekanan darahtetap rendah ketika darah mengalir ke penis. Hal ini pada
akhirnya akan menghambat aliran darah ke penis, dan akibatnya pasien hipertensi sering
mengalami kesulitan mendapatkan dan mempertahankan ereksi, sehingga terjadi disfungsi
ereksi.

3. FISIOLOGI EREKSI

Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil . Bila dilihat dari penampang
horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas,
sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kara kavernosa ini
diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang
padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.

39

Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid. Dinding


dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi. Ini
diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos
yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan venula (sistem pembuluh
balik) yang mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan
darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.
Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis dan parasimpatis
berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang
belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang
belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna
vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu
menjadi nervus kavernosa. Syaraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersyarafi
otot- otot polos.
Syaraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls
(rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan
kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan syaraf-syaraf
lain yang membentuk nervus pudendus. Syaraf ini juga berlanjut ke kelumna vertebralis
(sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari
otak secara sendiri atau bersama-sama melalui syaraf-syaraf di atas akan mengha silkan
ereksi penis.
Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteria penis
communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa
kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis profundus yang
ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum. Arteria memasuki korpus
kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelokkelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina
mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar
dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga
sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi.
Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang
terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena
40

berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi


tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis
profunda lalu ke luar dari Corpora Cavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar
dan akhirnya kembali ke jantung.
Dalam respon seksual dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Excitement

Perubahan permulaan organ seksual laki laki ketika jaringan spons


diperbesar oleh darah untuk menghasilkan ereksi.
2. Plateau

Pada fase ini, penis menjadi ereksi penuh dan laki-laki tersebut mendekati
orgasm. Demikian juga terjadi peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan
ketegangan otot tubuh. Pernapasan menjadi cepat dan dalam.
3. Orgasm

41

Ketika orgasm menjelang, terdapat sejumlah besar cairan pada kedua kelenjar
prostat dan vesikula seminalis. Ketika orgasm otot penis berkontraksi dengan selang
waktu yang teratur. Setelah beberapa detik kontraksi menjadi melemah dan panjang
selang waktu meningkat. Serabut otot uretra juga mengalami kontraksi ketika
ejakulasi untuk membantu mengeluarkan cairan semen melalui uretra yang terbuka.
4. Resolution

Setelah ejakulasi badan spons secara bertahap dikosongkan dari darah. Pada
awalnya penis akan berkurang ukurannya sampai 50% dari ukuran ketika ereksi.
Dibutuhkan waktu beberapa saat sebelum ukuran penis kembali pada keadaan flaccid.
Fisiologi ereksi mencakup komponen hormonal, vaskuler, psikologis,
neurologis dan seluler. Testosteron terutama berperan mempertahankan hasrat seksual
(libido), dan keadaan hipogonadism kadang-kadang berhubungan dengan disfungsi
ereksi. Keadaan hormonal lain yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi diantaranya
adalah hipertiroid dan prolaktinoma.

42

Gambar mekanisme molekuler ereksi


Mekanisme molekuler ereksi penis. Nitric oxide dilepaskan dari terminal
nervus nonadrenergik/nonkolinergik dan sel endotel pada korpus kavernosum.
cGMP = cyclic guanosine monophosphate; GTP = guanosine triphosphate;
PDE-5 = phosphodiesterase type 5.
(Sumber : Beckman TJ. Evaluation and Medical Management of
Erectile Dysfunction)
Sel endotel dan nervus terminal melepaskan nitric oxide, yang pada gilirannya
meningkatkan kadar cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Kadar cGMP yang berlimpah
menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta meningkatkan aliran darah
penis. Ketika tekanan intrakavernosa meningkat, venula subtunika penis terkompresi,
sehingga membatasi aliran balik vena dari penis. Kombinasi peningkatan aliran arteri dan
penurunan aliran balik vena mengakibatkan ereksi (Gambar 6). Proses ini dibalikkan oleh
aktifitas type 5 cGMP phosphodiesterase (PDE), yang memecah cGMP, menyebabkan
penghentian ereksi.
STATIN
Obat ini merupakan golongan HMG CoA reduktase inhibitor. Saat ini statin
merupakan hipolipidemik yang paling efektif dan aman. Obat ini terutama efektif untuk
menurunkan kolestrol. Pada dosis tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang
disebabkan oleh peningkatan VLDL.
Farmakodinamik
Statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolestrol dalam hati, dengan
menghambat enczim HMG CoA reduktase. Akibat penurunan sintesis kolestrol ini, sterol
regulatory elemen protein (SREBP) yang terdapat pada membrane dipecah oleh protease,
43

lalu diangkut ke nucleus . faktor-faktor transkripsi akan berikatan dengan gen reseptor LDL,
pada membrane sel hepatosit akan menurunkan kadar kolestrol darah lebih besar lagi. Selain
LDL, VLDL, dan IDL juga menurun, sedangkan HDL meningkat.
Farmakokinetik
Semua statin, kecuali lovastatin dan simvastatin berada dalam bentuk asam hidroksi. Kedua statin di atas merupakan prodrug dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis
lebih dahulu menjadi bentuk aktif -hidroksi. Statin diabsorbsi sekitar 40-75 % , kecuali
fluvastatin yang di absorbs hamper sempurna. Semua obat mengalami metabolism lintas
pertama di hati. Waktu paruhnya berkisar 1-3 jam, kecuali atorvastatin (14 jam) dan
resovustatin (19 jam). Obat-obatan ini sebagian besar terikat pada protein plasma. Sebagian
besar diekskresi oleh hati ke dakam cairan empedu dan sebagian kecil.
Efek Samping dan Interaksi Obat
Umumnya statin ditoleransi baik oleh pasien. Pada kira-kira 1-2% pasien terjadi peningkatan
transaminase hingga melebihi 3 x nilai normal. Dalam segi keamanan perlu dilakukan
pemeriksaan transaminase pada awal pemberian awal dan 3-6 bulan setelahnya. Jika normal,
maka uji ulang dapat dilakukan 6-12 bulan. Obat harus diberhentikan jika kadar transaminase
yang tetap atau bertambah tinggi.
Efek samping statin yang potensial berbahaya adalah miopati dan rabdomiolisis.
Insidens miopati rendah (<1%), tetapi meningkat bila diberikan bersama obat-obat tertentu
seperti filbrat dan asam nikotinat dan mempengaruhi metabolism statin.
Losartan, simvastatin, atorvastatin dan serivastatin terutama dimetabolisme oleh
CYP3A4, sedangkan fluvastatin dan rosulvastatin dimetabolisme oleh CYP2c9. Pravastanin
dimetabolisme lewat cara lain termasuk saluran cerna hati. Goloongan obat statin yang
dimetabolisme oleh CYP3A4 akan terakumulasi dalam plasma bila diberikan bersama obat
yang berkompetisi untuk CYP3A4 seperti antibiotic makrolid, ketokonazol, dll. Sebaliknya
obat yang menstimulasi kerjanya adalah fenitonin, barbiturate, dan rifampin akan mengurangi
kadar plasma statin. Sedangkan parastatin tampaknmya merupakan obat terpilih bersama
verapamil, ketokonazol, makrolid dan siklosporin. Kombinasi serivastatin dan gemfibrozil
telah dilarang terkait laporan miopati.
Efek samping lain juga dapat terjadi adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala,
rash, neuropati perifer dan sindrom lupus.

44

4. ATENOLOL
NAMA GENERIK
Atenolol

NAMA KIMIA
Atenolol: 2-{p-[2-Hydroxy-3-(isopropylamino)proproxy]phenyl}acetamide.

STRUKTUR KIMIA
C14H22N2O3

SIFAT FISIKOKIMIA
Atenolol (USP 27): Serbuk berwarna putih atau praktis putih, tidak berbau. Sedikit larut
dalam air, dan isopropil alkohol; sangat sedikit larut dalam alkohol; mudah larut dalam metil
alkohol.

SUB KELAS TERAPI


Antiaritmia

KELAS TERAPI
Kardiovaskuler

45

DOSIS PEMBERIAN OBAT


Angina pektoris stabil dan kronis: dosis awal atenolol oral 50mg 1 kali per hari. Bila respon
optimum tidak tercapai dalam 1 minggu, dosis harus dinaikkan menjadi 100 mg 1 kali per
hari; beberapa pasien mungkin memerlukan dosis atenolol 200 mg. Dosis penyekat adrenergik pada angina pektoris biasanya disesuaikan dengan respon klinis dan untuk
menjaga denyut jantung istirahat sekitar 55-60 denyut/menit. Pada pasien dengan angina
tidak stabil atau infark miokard dengan non-ST segmen elevasi yang beresiko tinggi untuk
kejadian iskemik, terapi dapat dimulai dengan dosis IV bolus (loading dose) penyekat beta
(pada pasien yang mentoleransi terapi IV) dilanjutkan dengan konversi ke oral. IV atenolol
dapat diberikan dalam kelipatan 5 mg dengan waktu pemberian selama 2-5 menit, diulangi
setiap 5 menit sampai total 10 mg. Pasien yang cocok dengan dosis IV boleh diganti ke oral
1-2 jam setelah dosis IV terakhir. Terapi oral dapat dimulai dengan dosis atenolol 50-100
mg/hari; setelah itu dosis pemeliharaan 50-200 mg/hari. Target denyut jantung istirahat
dengan penyekat -adrenergik pada pasien dengan angina tidak stabil adalah 50-60 denyut
per menit tanpa adanya efek samping yang membatasi dosis.1 Infark miokard akut:
pengobatan dengan atenolol harus dimulai segera dengan dosis 2,5-5 mg IV dengan lama
pemberian 2-5 menit; bila ditoleransi, dapat diberikan setiap 2-10 menit dengan dosis
tambahan 2,5-5 mg IV dengan kecepatan pemberian yang sama sampai total dosis 10mg
dalam waktu 10-15 menit. Terapi harus dihentikan bila efikasi terapeutik tercapai (misalnya,
melambatnya kecepatan ventrikular pada fibrilasi atrial) atau bila tekanan darah sistolik atau
denyut jantung sudah turun menjadi 100 mmHg atau 50 denyut per menit. Terapi diteruskan
dengan atenolol oral 50 mg yang diberikan 10 menit setelah total dosis IV 10 mg tercapai dan
50 mg lagi 12 jam kemudian. Atenolol oral diteruskan selama 6-9 hari (atau sampai
kontraindikasi [misalnya bradikardi atau hipotensi yang memerlukan pengobatan] terbentuk
atau pasien pulang) dengan dosis 100mg/hari sebagai dosis tunggal atau terbagi 2. Bila perlu,
dosis oral dapat dikurangi menjadi 50 mg/hari.1 Fibrilasi atrial. untuk memperlambat respon
ventrikular yang cepat setelah infark miokard akut bila disfungsi ventrikular kiri dan AV blok
tidak ada, atenolol diberikan IV infus 2,5-5 mg dengan lama pemberian 2-5 menit bila perlu
untuk mengontrol kecepatan ventrikular, dosis total sampai 10 mg selama perioda waktu 1015 menit. Terapi dihentikan bila efikasi terapeutik tercapai atau tekanan darah turun sampai <
100 mm Hg atau denyut jantung pelan sampai < 50 denyut per menit. Untuk pengobatan
takiaritmia supraventrikular lainnya (misalnya atrial flutter, junctional tachycardia, ectopic
tachycardia, multifocal atrial tachycardia, paroxysmal supraventricular tachycardia [PSVT])
46

pada orang dewasa, atenolol secara IV infus perlahan dengan dosis 5 mg (waktu pemberian 5
menit) telah digunakan. Bila aritmia menetap 10 menit setelah dosis pertama dan dosis
pertama ditoleransi, dosis kedua 5 mg telah diberikan dengan IV infus perlahan (selama 5
menit).1 Migrain. Walaupun dosis atenolol untuk pencegahan migrain belum ditetapkan,
dosis biasa yang efektif pada studi kilinis adalah 100mg per hari.1

FARMAKOLOGI
50 % dosis diabsorbsi setelah pemberian oral. Konsentrasi plasma puncak tercapai dalam 2 4 jam. Kelarutan atenolol dalam lemak rendah. Menembus plasenta, terdistribusi dalam ASI
dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan dalam plasma ibu pernah tercapai.
Sejumlah kecil obat menembus sawar otak, dan ikatan dengan plasma protein minimal. T 1/2
plasma 6-7 jam. Atenolol tidak atau hanya sedikit dimetabolisme di hepar dan ekskresinya
terutama di urin. Obat ini dikeluarkan dengan hemodialisa.

STABILITAS PENYIMPANAN
Tablet atenolol harus dilindungi dari panas, cahaya, dan lembab; disimpan pada wadah
tertutup rapat dan tahan cahaya pada temperatur 20-250C. Injeksi atenolol harus disimpan
pada temperatur kamar pada temperatur 20-250C dan dilindungi dari cahaya.

KONTRAINDIKASI
Asma, gagal jantung yang tidak terkontrol, Prinzmetal's angina, bradikardi, hipotensi, sick
sinus syndrome, AV blok derajat dua atau tiga (second- or third- degree AV block), syok
kardiogenik, asidosis metabolik, penyakit arteri perifer yang parah, phaeochromocytoma
(selain penggunaan bersamaan dengan penyekat alfa).

EFEK SAMPING

47

Efek ke jantung: bradikardi (3%); hipotensi; (AV) blok atrioventrikular derajat kedua atau
tiga; dan mempercepat parahnya gagal jantung, yang biasanya terjadi pada pasien yang sudah
mempunyai disfungsi ventrikular kiri. Sick sinus syndrome telah dilaporkan; dinginnya kaki
tangan (0-12%), postural hipotensi (2-4%, dikaitkan dengan syncope); dan sakit kaki (0-3%).
Efek ke SSP: pusing, letih, depresi. Lesu, mengantuk, mimpi yang tidak biasa, dan vertigo
terjadi pada 3% pasien. Sakit kepala dan halusinasi juga telah dilaporkan. Efek samping lain
yang terlihat pada penggunaan penyekat beta dapat juga terjadi pada penggunaan atenolol
seperti gangguan penglihatan, disorientasi, gangguan memori jangka pendek, emosi yang
labil, psikosis, dan katatonia. Efek ke saluran pencernaan: diare dan mual (2-4%), dan mulut
kering juga telah dilaporkan. Efek endokrin: penggunaan penyekat -adrenergik pada pasien
hipertensi meningkatkan resiko ( 28%) tipe 2 diabetes mellitus. Penyekat -adrenergik dapat
menutupi tanda-tanda dan gejala hipoglikemi (seperti palpitasi, tahikardi, tremor) dan
memperkuat efek hipoglikemi yang disebabkan oleh insulin. Efek samping yang lain: Ruam,
eksaserbasi psoriasis, sindroma lupus, mata kering, gangguan penglihatan, alopesia yang
reversibel, penyakit Peyronie, antinuclear antibodies (ANA), impoten, meningkatnya
konsentrasi enzim liver dan bilirubin, purpura, Raynauld's phenomena, dan trombositopenia
juga telah dilaporkan. Reaksi alergi: demam, sakit kerongkongan, spasme laring, dan
respiratory distress.

INTERAKSI MAKANAN
Konsentrasi serum Atenolol akan menurun jika digunakan bersama makanan.

INTERAKSI OBAT
Reserpin: meningkatkan insiden hipotensi dan bradikardi, karena aktivitas reserpin
melenyapkan katekolamin. Obat hipotensif lain (misalnya antagonis kalsium, hidralazin,
metildopa): efek hipotensi aditif; dosis harus disesuaikan bila diberikan bersamaan dengan
atenolol. Klonidin: karena penyekat -adrenergik dapat menyebabkan eksaserbasi rebound
hypertension yang mungkin terjadi bila terapi klonidin dihentikan, atenolol harus
diberhentikan beberapa hari sebelum terapi klonidin bila terapi klonidin harus diberhentikan
pada pasien yang menerima atenolol dan klonidin bersamaan. Atenolol IV harus digunakan
48

dengan hati-hati pada pasien yang baru mendapatkan obat lain yang juga mempunyai efek
inotropik negatif terhadap miokardium. Penggunaan atenolol bersamaan dengan verapamil
dapat mengakibatkan reaksi efek samping yang serius, terutama pada pasien-pasien dengan
kardiomiopati yang parah, gagal jantung, atau yang baru menderita infark miokard. NSAID:
pengunaan inhibitor siklooksigenase (misalnya indometasin) dapat menurunkan efek
hipotensif dari penyekat -adrenergik.

PENGARUH ANAK
Walaupun keamanan dan efikasi atenolol masih harus ditetapkan pada anak, beberapa ahli
merekomendasikan dosis atenolol untuk pediatrik berdasarkan pengalaman klinis terbatas.
Untuk menurunkan tekanan darah pada anak, beberapa ahli menyarankan dosis awal 0,5-1
mg/kg/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua. Dosis dapat dinaikkan bila perlu
sampai dosis maksimum 2mg/kg ( sampai dengan 100 mg)/hari.

PENGARUH HASIL LAB


Dapat meningkatkan glukosa, menurunkan HDL.

PENGARUH KEHAMILAN
Kategori D. Atenolol menembus plasenta. Atenolol dapat membahayakan fetus bila diberikan
ke ibu hamil. Tidak ada studi penggunaan atenolol pada trimester pertama kehamilan dan
kemungkinan bahaya ke fetus tidak diketahui. Terapi atenolol yang dimulai pada trimester
kedua kehamilan telah dikaitkan dengan bayi dengan berat badan kecil untuk umurnya.
Atenolol telah digunakan secara efektif dibawah pengawasan ketat untuk hipertensi pada
trimester ketiga pada sejumlah terbatas ibu hamil dan ditoleransi dengan baik, dan ternyata
tidak ada efek yang tidak diinginkan pada fetusnya. Walau begitu, penggunaan atenolol dalam
jangka waktu yang lebih panjang dalam penanganan hipertensi yang yang ringan sampai
sedang pada ibu hamil telah dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan dalam uterus. Bayi yang
49

dilahirkan oleh ibu yang menggunakan atenolol saat parturisi/melahirkan mungkin berisiko
untuk terjadi hipoglikemi dan bradikardi. Bila atenolol diberikan selama kehamilan atau bila
pasien hamil selama menerima obat, pasien harus diberitahu tentang bahaya ke fetusnya.

PENGARUH MENYUSUI
Atenolol terdistribusi dalam ASI dengan konsentrasi 1,5-6,8 kali dari konsentrasi dalam
serum ibu. Bayi-bayi yang ibunya menggunakan atenolol selama menyusui dapat beresiko
terjadi hipoglikemi dan efek samping -adrenergik lainnya (misalnya bradikardi). Oleh
karena itu, atenolol harus digunakan dengan hati-hati pada ibu menyusui, bayinya harus
dimonitor untuk efek samping obat. Sebagai alternatif, penyekat -adrenergik yang
terdistribusi lebih sedikit dalam ASI (misalnya propanolol) dapat dipertimbangkan, tetapi
harus tetap berhati-hati.

PARAMETER MONITORING
Tekanan darah, denyut jantung, fungsi ginjal, kadar gula. Untuk atenolol IV, EKG juga harus
dimonitor.

BENTUK SEDIAAN
Tablet: 50 mg, 100mg. Injeksi: 5 mg/10 ml.3

PERINGATAN
Penyekat beta tidak boleh diberikan kepada pasien dengan bronkospasme atau asma atau
yang mempunyai riwayat penyakit aliran udara obstruktif. Tetapi penyekat beta kardioselektif
seperti atenolol dapat diberikan dengan sangat hati-hati sekali bila pengobatan alternatif yang
lain tidak ada. Walaupun penyekat beta digunakan dalam menangani gagal jantung, obat ini
tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang tidak terkontrol dan pengobatan dimulai
dengan sangat hati-hati. Pasien dengan pheochoromocytoma tidak boleh mendapatkan
50

penyekat beta tanpa pemberian terapi dengan penyekat alfa-adrenoreseptor bersamaan.


Penyekat beta dapat menutupi simptom hipertiroid dan hipotiroid. Psoriasis dapat diperparah.
Sakit dada telah dilaporkan pada pasien dengan angina Prinzmetal. Pemberhentian penyekat
beta secara tiba-tiba kadang-kadang telah dikaitkan dengan angina, infark miokard, aritmia
ventrikular, dan kematian. Pada pasien dengan pengobatan jangka panjang, penyekat beta
harus diberhentikan dalam periode 1- 2 minggu. Selama waktu perioperatif penyekat beta
dapat terus diberikan walaupun beberapa pendapat menyarankan pemberhentian sementara
dan perlahan-lahan. Bila penyekat beta tidak diberhentikan sebelum anestesi, obat seperti
atropin dapat diberikan untuk meningkatkan vagal tone. Obat anestesi yang menyebabkan
depresi miokard, seperti eter, siklopropan, dan trikloroetilen sebaiknya dihindari.

INFORMASI PASIEN
Atenolol adalah sejenis obat yang disebut penyekat beta. Atenolol digunakan sendiri atau
bersama obat lain untuk mencegah angina (sakit dada) dan mengobati serangan jantung.
Atenolol bekerja dengan melambatkan denyut jantung dan mengendorkan pembuluh darah
sehingga darah tidak harus memompa terlalu kuat. Atenolol tablet biasanya diminum 1 atau 2
kali per hari; diminum pada waktu yang sama setiap hari, jangan diminum kurang atau lebih
dari yang diresepkan dokter. Ikuti petunjuk pada etiket obat, dan bertanya kepada dokter atau
apoteker bila ada yang tidak dimengerti. Atenolol mengontrol angina tetapi tidak
menyembuhkannya. Diperlukan 1-2 minggu sebelum efek penuh dari atenolol dirasakan.
Minum terus atenolol walaupun sudah merasa baik. Jangan berhenti minum atenolol tanpa
membicarakan dulu dengan dokter. Simpan pada temperatur kamar dan jauhi dari panas dan
lembab.

MEKANISME AKSI
Kerja fisiologi utama atenolol adalah dengan secara kompetitif menghambat stimulasi
adrenergik dari reseptor beta-adrenergik dalam miokardium dan otot halus vaskular. Pada
dosis kecil, atenolol secara selektif menghambat reseptor jantung dan reseptor lipolitik 1adrenergik dan hanya sedikit efek pada reseptor 2-adrenergik bronki dan otot halus vaskular.
Pada dosis tinggi (>100 mg/hari), selektivitas atenolol untuk reseptor 1-adrenergik biasanya
hilang, dan akan secara kompetitif menghambat reseptor 1- dan 2-adrenergik. Dengan
51

menghambat

reseptor

1-adrenergik

miokardium,

atenolol

menghasilkan

aktivitas

kronotropik dan inotropik yang negatif. Dengan berkurangnya kontraktilitas miokardium dan
denyut jantung, dan dengan turunnya tekanan darah akan mengakibatkan berkurangnya
konsumsi oksigen oleh miokardium. Dan hal inilah yang membuat efektifnya atenolol pada
angina pektoris stabil yang kronis; walaupun begitu, atenolol dapat meningkatkan keperluan
oksigen dengan meningkatkan panjangnya serabut ventrikular kiri dan tekanan end-diastolic,
terutama pada pasien dengan gagal jantung.

MONITORING
Kepatuhan penggunaan obat, membaiknya gejala (misalnya nyeri dada hilang atau membaik),
tekanan darah, kadar gula, efek samping obat: hipotensi, bradikardi, dingin kaki tangan, dan
mendeteksi efek-efek samping obat lainnya.

5. Furosemide
Pendahuluan
Furosemide atau pil air, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi bengkak/edema dan
penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan, termasuk
penyakit jantung atau hati. Furosemide juga digunakan untuk pengobatan tekanan darah
tinggi/hipertensi. Furosemide bekerja dengan membloking absorpsi garam dan cairan dalam
tubulus ginjal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek
diuretik furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh.
Indikasi
Furosemide tablet diindikasikan pada pasien dewasa dan anak-anak untuk pengobatan edema
yang dihubungkan dengan gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal, termasuk
syndrome nephritic. Furosemide tablet juga digunakan pada dewasa untuk pengobatan
hipertensi.
Efek Samping
Setiap obat mempunyai efek samping, tetapi beberapa orang ada yang tidak menunjukkan
efek samping, ada yang sedikit yang menunjukkan efek samping, dan ada yang menunjukkan
efek samping. Furosemide menimbulkan efek samping sebagai berikut :anemia, sensasi
52

abnormalitas kulit, kejang kandung kemih, penglihatan kabur, konstipasi/sembelit, kram,


pusing, demam, iritasi mulut dan lambung, kemerahan, sedikit ikterik, kejang otot, telinga
berdengung, fotosensitivitas, inflamasi vena, mual, jaundice. Biasanya frekuensi urin
maksimal sampai enam jam setelah dosis pertama, dan akan menurun setelah mengkonsumsi
furosemide dalam waktu beberapa minggu.
Cara penggunaan
Furosemide ada yang dalam bentuk oral (tablet) dan injeksi (IV/IM). Untuk yang penggunaan
oral mungkin pasien sudah familiar , tetapi untuk yang injeksi biasanya pasien diberikan
injeksi oleh dokter. Untuk penggunaan injeksi dirumah, maka pasien akan diberikan latihan
tentang cara penggunaan injeksi oleh petugas kesehatan. Dalam hal ini pasien harus benarbenar mengerti apa yang telah diajarkan baik tentang pengaturan dosis sampai teknik aseptic
sebelum melalukan injeksi. Pasien tidak diijinkan untuk meningkatkan dosis sendiri lebih dari
yang telah diresepkan atau berhenti menggunakan obat tanpa konsultasi terlebih dahulu
kepada dokter. Dosis yang diberikan tergantung pada keadaan klinis pasien dan respon
terhadap terapi. Pada anak-anak penggunaan dosis lebih dari 6 mg/kgBB tidak dianjurkan.
Pemakaian dosis pertama mungkin akan meningkatkan jumlah urin atau pasien akan sering
BAK, oleh karena itu supaya tidak mengganggu kenyamanan tidur pasien, maka dianjurkan
untuk mengkonsumsi obat sebelum jam 6 sore.
Dosis
Untuk pemberian injeksi dosis Minimal/Maximal untuk dewasa adalah 10 mg/600mg. untuk
anak-anak dosis Minimal/Maximal adalah 0.5mg/kg / 6 mg/kg. Sedangkan untuk pemberian
secara oral untuk dewasa dosis Minimal/Maximal adalah 20mg / 600mg, dan untuk anakanak dosis Minimal/Maximal adalah 0.5mg/kg / 6mg/kg. Untuk pengobatan edema, pada
dewasa bisa digunakan Furosemide tablet 20-80 mg sigle dose. Jika dibutuhkan, pada dosis
yang sama dapat diberikan 6-8 jam berikutnya atau dosis bisa ditingkatkan.Dosis bisa
ditingkatkan 20 atau 40 mg dan tidak diberikan kurang dari 6-8 jam berikutnya. Pasien
dengan single dose harus diberikan satu atau dua kali sehari (misal : pada jam 8 pagi dan 2
siang). Untuk anak-anak dapat juga diberikan per oral tablet dengan dosis 2 mg/kg BB
diberikan single dose. Jika respon diuretik tidak juga hilang maka dosis dinaikkan 1-2 mg/kg
BB diberikan 6-8 jam setelah pemberian sebelumnya, asalkan pemberian dosis tidak
mencapai kadar minimal yaitu lebih dari 6mg/kgBB. Pada pengobatan hipertensi dapat juga
diberikan furosemide tablet 80 mg, biasanya dibagi menjadi 40 mg dan diberikan dua kali
sehari. Jika respon tidak begitu memuaskan, dapat ditambahkan agen antihipertensi yang lain.
Tetapi perubahan tekanan darah harus selalu dimonitor ketika furosemide diberikan dengan
53

agen antihipertensi yang lain. Untuk mencegah tekanan darah yang turun secara mendadak,
dosis agen-agen yang lain harus dikurangi minimal 50% ketika furosemide tablet
ditambahkan ke dalam regimen.Durasi furosemide adalah 6-8 hari dimana waktu paruhnya
adalah 2 hari, sehingga pemberian ulang dosis setiap dua hari jika perlu. Obat diekskresikan
lewat urin.
Peringatan
Pada pasien sirosis hepatik dan ascites, terapi Furosemide adalah yang terbaik.Tetapi diuretik
yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi dan volume darah dalam sirkulasi menurun
dan mungkin juga terjadi trombosis dan emboli, dimana khususnya pada pasien-pasien orang
tua. Karena dengan adanya efektif diuretik, deplesi elektrolit dapat terjadi selama terapi
furosemide, khususnya pada pasien yang menerima dosis tinggi. Semua pasien yang
menerima terapi furosemide harus diobservasi untuk tanda/gejala/ketidakseimbangan
elektrolit (hiponatremia, hipokloremik alkalosis, hipokalemia, hipomagnesemia, hipokalemia)
: mulut kering, haus, lemah, lethargi, cepat lelah, nyeri otot, fatigue, hipotensi,dll. kenaikan
gula dalam darah juga harus diobservasi, oleh karena itu pasien dengan riwayat DM harus
mengatakan pada dokter.

6. Statin
Statin (atau HMG-CoA reductase inhibitor) adalah kelas obat yang menurunkan kadar
kolesterol pada orang. Mereka menurunkan kolesterol dengan menghambat enzim HMGCoA reduktase, yang merupakan enzim tingkat-membatasi dari jalur mevalonate sintesis
kolesterol. Penghambatan enzim ini dalam hasil hati dalam sintesis kolesterol menurun serta
peningkatan sintesis reseptor LDL, menghasilkan clearance meningkat low-density
lipoprotein (LDL) dari aliran darah. Hasil pertama dapat dilihat setelah satu minggu
penggunaan dan efek yang maksimal setelah empat sampai enam minggu.
Statin bertindak dengan kompetitif menghambat HMG-CoA reduktase, enzim yang
berkomitmen pertama jalur HMG-CoA reduktase. Karena statin mirip dengan HMG-CoA
pada tingkat molekuler mereka mengambil tempat HMG-CoA dalam enzim dan mengurangi
tingkat dengan yang mampu memproduksi mevalonate, molekul berikutnya dalam kaskade
yang akhirnya memproduksi kolesterol, serta sejumlah senyawa lainnya. Hal ini akhirnya
mengurangi kolesterol melalui beberapa mekanisme.
Menghambat sintesis kolesterol
54

Dengan menghambat HMG-CoA reduktase, statin memblokir jalur sintesis untuk kolesterol
dalam hati. Hal ini penting karena sebagian besar kolesterol yang bersirkulasi berasal dari
manufaktur internal daripada diet. Ketika hati tidak bisa lagi menghasilkan kolesterol, kadar
kolesterol dalam darah akan turun. Sintesis kolesterol tampaknya terjadi terutama pada
malam hari, sehingga statin dengan pendek setengah-hidup biasanya diambil pada malam hari
untuk memaksimalkan efeknya. Penelitian telah menunjukkan LDL yang lebih besar dan
penurunan kolesterol total dalam simvastatin short-acting yang diambil pada malam hari
daripada pagi hari, tetapi telah menunjukkan tidak ada perbedaan dalam atorvastatin longacting.
Meningkatkan penyerapan LDL
Sel-sel hati merasakan penurunan kadar kolesterol hati dan berusaha untuk mengkompensasi
dengan sintesis reseptor LDL kolesterol untuk menarik keluar dari sirkulasi. Hal ini dilakukan
melalui enzim protease yang memotong protein yang disebut "terikat membran sterol elemen
protein regulator mengikat", yang berpindah ke nukleus dan menyebabkan peningkatan
produksi berbagai protein lain dan enzim, termasuk reseptor LDL. Reseptor LDL kemudian
berpindah lokasi ke membran sel hati dan mengikat partikel LDL dan VLDL lewat
("kolesterol buruk" terkait dengan penyakit). LDL dan VLDL ditarik keluar dari sirkulasi ke
hati dan dicerna.
Lain efek
Statin menunjukkan tindakan di luar lipid menurunkan aktivitas dalam pencegahan
aterosklerosis. Sidang ASTEROID USG menunjukkan bukti langsung dari regresi ateroma
selama terapi statin.

Meningkatkan fungsi endotel


Memodulasi respon inflamasi
Menjaga stabilitas plak
Mencegah pembentukan trombus

Statin bahkan mungkin menguntungkan mereka tanpa kolesterol tinggi. Pada tahun 2008
penelitian stroke yang lebih sedikit JUPITER menunjukkan, serangan jantung, dan operasi
bahkan untuk pasien yang tidak memiliki riwayat kolesterol tinggi atau penyakit jantung,
tetapi hanya peningkatan kadar C-reaktif protein. Ada juga kematian sedikit 20% (terutama

55

dari pengurangan kematian akibat kanker) meskipun kematian akibat kardiovaskuler tidak
berkurang.
Statin telah dikaitkan dengan pengurangan ditandai kanker prostat, pembesaran prostat jinak,
inkontinensia dan impotensi pada pria yang lebih tua.

SIMVASTATIN

simvastatin
Simvastatin adalah kelompok obat yang disebut HMG CoA (hydroxymethylglutaryl-CoA)
reductase inhibitors, atau merupakan senyawa antilipemik. Simvastatin menurunkan kadar
kolesterol jahat dalam darah (low-density lipoprotein atau LDL) dan triglyceride di dalam
darah dan meningkatkan kadar kolesterol baik (high-density lipoprotein atau HDL).
Simvastatin digunakan untuk menurunkan kolesterol dan triglyceride (sejenis lemak) di
dalam darah. Simvastatin digunakan untuk menurunkan risiko stroke, serangan jantung, dan
komplikasi jantung lain pada mereka dengan diabetes, sakit jantung koroner, atau faktor
risiko lainnya.
Pada kasus yang langka, simvastatin dapat menyebabkan kondisi yang menghasilkan
kerusakan otot jaringan tulang, menyebabkan gagal ginjal. Jika sedang mengkonsumsi obat
ini hindari makan makanan yang tinggi lemak atau kolesterol. Simvastatin tidak akan efektif
untuk menurunkan kolesterol jika pola makan tidak dijaga. Hindari minuman alkohol. Obat
ini dapat meningkatkan kadar triglyceride dan dapat meningkatkan risiko kerusakan hati.

56

Ada banyak obat yang dapat meningkatkan risiko masalah medis serius jika penggunaanya
bersamaan dengan simvastatin. Simvastatin merupakan sebagian dari program pengobatan
lengkap yang juga termasuk pola makan, olahraga, dan kontrol berat badan.
2. Rumus kimia dan struktur
Nama IUPAC

: (1S,3R,7S,8S,8aR)-8-{2-[(2R,4R)-4-hydroxy-6-oxotetrahydro-2H-

pyran-2-yl]ethyl}-3,7-dimethyl-1,2,3,7,8,8a-hexahydronaphthalen-1-yl

2,2-

dimethylbutanoate.
Rumus kimia

: C25H38O5

Rumus struktur

rumus struktur

rumus struktur 3D

Golongan / kelas terapi : Obat Kardiovaskuler


3. Kegunaan
Terapi dengan lipid-altering agents dapat dipertimbangkan penggunaannya pada individu
yang mengalami peningkatan resiko artherosclerosis vaskuler yang disebabkan oleh
hiperkolesterolemia.
Terapi dengan lipid-altering agents merupakan penunjang pada diet ketat, bila respon
terhadap diet dan pengobatan non-farmakologi tunggal lainnya tidak memadai.
Penyakit jantung koroner.
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia, simvastatin
diindikasikan untuk :
57

Mengurangi resiko mortalitas total dengan mengurangi kematian akibat penyakit jantung
koroner.

Mengurangi resiko infark miokardial non fatal.


Mengurangi resiko pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi miokardial.

Hiperkolesterolemia.
Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer (Tipe
IIa dan IIb).
Rekomendasi umum :
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, agar disingkirkan terlebih dahulu penyebab
sekunder dari hiperkolesterolemia (seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol, hipotiroid,
sindrom nefrotik, disproteinemia, penyakit hati obstruktif, terapi dengan obat lain,
alkoholism), dan lakukan pengukuran profil kolesterol total, kolesterol HDL dan trigliserida
(TG).
Hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat.
Penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum yang menetap yang tidak jelas
penyebabnya.
Wanita hamil dan menyusui.
4. Dosis
Pasien harus melakukan diet pengurangan kolesterol sebelum dan selama pengobatan dengan
simvastatin.
Dosis awal yang dianjurkan 5-10 mg sehari sebagai dosis tunggal pada malam hari. Dosis
awal untuk pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5 mg sehari. Pengaturan
dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu sampai maksimum 40 mg sehari
sebagai dosis tunggal malam hari. Lakukan pengukuran kadar lipid dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu dan dosis disesuaikan dengan respon penderita.
Pasien yang diobati dengan immunosupresan bersama HMG Co-A reduktase inhibitor, agar
diberikan dosis simvastatin terendah yang dianjurkan.

58

Bila kadar kolesterol LDL turun dibawah 75 mg/dl (1,94 mmol/l) atau kadar total kolesterol
plasma turun dibawah 140 mg/dl (3,6 mmol/l) maka perlu dipertimbangkan pengurangan
dosis simvastatin.
Penderita gangguan fungsi ginjal : tidak diperlukan penyesuaian dosis, karena simvastatin
tidak diekskresikan melalui ginjal secara bermakna. Walaupun demikian, hati-hati pemberian
pada insufisiensi ginjal parah, dosis awal 5 mg sehari dan harus dipantau ketat.
Terapi bersama obat lain : simvastatin efektif diberikan dalam bentuk tunggal atau bersamaan
dengan bile-acid sequestrants.
5. mekanisme aksi
Simvastatin adalah turunan metilasi dari lovastatin yang bekerja secara kompetitif
menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reduktase, enzim yang
sangay berperan dalam katalisasi biosntesis colesterol.
Farmakodinamik :
Simvastatin analog 3-Hidroksi-3-metilglutarat, suatu precursor kolesterol dan merupakan
obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolipidemik). Simvastatin merupakan hasil sintesa
dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Secara invivo simvastatin akan dihidrolisa menjadi
metabolit aktif. Mekanisme kerja dari metabolit aktif tersebut adalah dengan cara
menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase),
dimana enzim ini mengkatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang
merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol.
Penghambat HMG Co-A reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan
menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensial obat ini.
Kolesterol menekan transkripsi tiga jenis gen yang mengatur sintesis HMG Co-A sintase,
HMG Co-A reduktase dan reseptor LDL. Menurunnya sintesis kolesterol oleh penghambat
HMG Co-A reduktase akan menghilangkan hambatan ekspresi tiga jenis gen tersebut di atas,
sehingga aktivitas sintesis kolesterol meningkat secara kompensatoir. Hal ini menyebabkan
penurunan sintesis kolesterol oleh penghambat HMG Co-A reduktase tidak besar. Ruparupanya obat ini melangsungkan efeknya dalam menurunkan kolesterol dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga katabolisme kolesterol terjadi semakin banyak.
59

Dengan demikian maka obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol (LDL). Oleh karena itu
pula obat ini tidak efektif untuk penderita hiperkolesterolemia familial homozigot, karena
jumlah reseptor LDL pada penderita ini sedikit sekali.

Farmakodinamik
Farmakokinetik:
Karena ekstraksi first-pass, kerja utama obat-obat ini pada hati yang dihidrolisis menjadi
asam. Ekskresi terjadi terutama melalui empedu dan feses tetapi pengeluaran melalui urin
juga terjadi. Waktu paruh berkisar antara 1,5-2 jam.
6. Efek samping
1. Abdominal pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis. Pada
kasus tertentu terjadi angioneurotik edema.
2. Efek samping lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini :
60

Neurologi : disfungsi saraf cranial tertentu, tremor, pusing, vertigo, hilang ingatan, parestesia,
neuropati perifer, kelumpuhan saraf periferal.
Reaksi hipersensitif : anafilaksis, angioedema, trombositopenia, leukopenia, anemia
hemolitik.
Gastrointestinal : anoreksia, muntah.
Kulit : alopecia, pruritus.
Reproduksi : ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi.
Mata : mempercepat katarak, optalmoplegia.
7.Interaksi Dengan Obat Lain
Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (mayor); menghambat CYP2C8/9 (lemah), 2D6
(lemah)
Meningkatkan efek/toksisitas : resiko myopathy/rhabdomyolyis dapat meningkat dengan
pemberian bersama senyawa penurun lipid yang dapat menyebabkan rhabdomyolysis
(gemfibrozil, turunan asam fibrat atau niasin pada dosis = 1 g/ hari),atau selama penggunaan
bersama inhibitor CYP3A4 kuat .
Inhibitor CYP3A4 dapat meningkatkan efek/kadar simvastatin;
contoh inhibitor meliputi:antifungi golongan azol, klaritromisin, diklofenak, doksisiklin,
eritromisin, imatinib, isoniazid, nefazodon, nicardipin, propofol, inhibitor protease, kuinidin,
telitromisin dan verapamil.
Dalam jumlah besar ( > 1 quart/hari, 1 quart = 0,9463 L), jus grapefruit dapat meningkatkan
serum konsentrasi simvastatin, meningkatkan risiko rhabdomyolysis. Pada umumnya
penggunaan bersama dengan inhibitor CYP3A4

tidak direkomendasikan; produsen

merekomendasikan pembatasan dosis simvastatin hingga 20 mg/hari jika digunakan dengan


amiodaron atau verapamil, dan 10 mg/hari jika digunakan dengan siklosporin,gemfibrozil
atau turunan asam fibrat.
Efek antikoagulan warfarin dapat ditingkatkan oleh simvastatin. Efek penurun kolesterol
aditif bila digunakan bersama dengan golongan sekuestran asam empedu (kolestipol atau

61

kolestiramin). Menurunkan efek: Jika digunakan dalam 1 jam sebelum atau hingga 2 jam
sesudah kolestiramin, penurunan absorpsi simvastatin dapat terjadi.

- Dengan Makanan :
Hindari penggunaan etanol yang berlebihan (potensial mengakibatkan efek hepatik)
Konsentrasi serum simvastatin dapat ditingkatkan jika digunakan dengan jus grapefruit ;
hindari penggunaan bersama dengan jus dalam jumlah besar ( > 1 quart/hari, 1 quart =
0,9463 L) St. Johns wort dapat menurunkan efek simvastatin.
Hiperlipidemia adalah peningkatan satu atau lebih dari berikut ini: kolesterol, kolesterilester,
fosfolipid, atau trigliserida. Abnormalitas dari lipid plasma dapat menyebabkan
kecenderungan pada penyakit koroner, serebrovaskular, dan pembuluh arteri tepi.
PRESENTASI KLINIS
Umum
Kebanyakan pasien adalah asymptomatic selama bertahun-tahun sebelum penyakit jelas
secara klinis. Pasien dengan sindrom metabolisme mungkin punya tiga atau lebih dari berikut
ini: kegendutan abdominal, atherogenic dyslipidemia, peningkatan tekanan darah, resistensi
insulin dengan atau tanpa ketidaktoleranan glukosa, status protrombotik, atau status
proinflamatori.
Gejala-Gejala
Sakit dada, jantung berdebar, berkeringat, cemas, nafas pendek, hilangnya kesadaran atau
kesulitan berbicara atau bergerak, sakit abdominal, dan kematian mendadak.
Tanda-Tanda
Sakit abdominal, pankreatitis, eruptive xanthomas, peripheral polineuropati, tekanan darah
tinggi, luas permukaan tubuh (body mass index) lebih besar dari 30 kg/m2, atau ukuran
pinggang lebih besar dari 40 inci pada pria dan 35 inci pada wanita.
Tes Laboratorium

62

Peningkatan kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida, apolipoprotein B,


dan protein reaktif C; serta penurunan HDL.
Test-Test Diagnostik Lain
Lipoprotein(a), homosistein, serum amiloid a, dan LDL tebal/padat (pola B). Berbagai
skrining tes untuk manifestasi dari penyakit pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan
lengan, latihan pengujian, magnetis resonansi imaging) dan diabetes (glukosa puasa, uji
toleransi glukosa oral).
TERAPI
TUJUAN TERAPI
Menurunkan jumlah LDL (LDL-C) dan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL) dalam darah, serta mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut yaitu Coronary
Heart Disease (CHD).
SASARAN TERAPI
LDL kolesterol
STRATEGI TERAPI
Non Farmakologi
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan melakukan terapi diet dan memperbaiki gaya
hidup (Terapeutic Lifestyle Change). Terapi diet bertujuan untuk menurunkan intake lemak
total, asam jenuh, dan kolesterol secara progresif dan untuk mencapai berat badan yang
diinginkan. Diet kolesterol dan asam lemak jenuh memicu penurunan pengeluaran LDL di
hati. Komponen-komponen Terapeutic Lifestyle Change (TLC) meliputi: pengurangan
asupan-asupan dari kolesterol dan lemak jenuh, pemilihan makanan yang berhubungan
dengan aturan makan untuk mengurangi LDL seperti stanol dan sterol serta peningkatan
masukan serat yang dapat larut, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik.
Terapi non farmakologi ini hendaknya menjadi terapi utama untuk hiperlipidemia, kecuali
untuk pasien dengan hiperkolesterolemia familial (secara bawaan/genetik mempunyai
kelainan metabolisme lipoprotein/kolesterol) atau hiperlipidemia gabungan yang bersifat
familial, yaitu penanganan terapinya dengan pengaturan makanan dan terapi dengan obat
dimulai secara bersamaan.
63

Farmakologi
Obat penurun lipid diindikasikan kuat pada pasien dengan penyakit arteri koroner, atau pada
pasien dengan resiko tinggi penyakit arteri koroner karena faktor resiko multipel, dan pada
pasien dengan hiperkolesterolemia familial. Obat-obat penurun lipid yang kini tersedia adalah
sebagai berikut: resin penukar asam empedu, asam nikotinat (niacin), turunan asam fibrat,
dan penghambat kompetitif reduktase HMG KoA (hidroksi 3 metilglutaril koenzim A). Untuk
obat penghambat reduktase HMG KoA biasanya juga dikenal dengan obat golongan statin
yang merupakan obat penurun lipid yang paling baru.
Mempertimbangkan kepatuhan, efek samping dan efektivitas, statin adalah obat pilihan untuk
pasien dengan hiperkolesterolemia/hiperlipidemia karena merupakan bentuk paling kuat dari
monoterapi dan hemat biaya bagi pasien dengan penyakit arteri koroner atau berbagai faktorfaktor resiko dan pencegahan bagi pasien dengan resiko tinggi primer. Senyawa-senyawa
tersebut merupakan analog struktural dari HMG KoA. Cara kerja dari senyawa ini adalah
dengan memblok sintesis kolesterol dalam hati. Hal ini menstimulasi ekspresi lebih banyak
enzim, cenderung untuk mengembalikan sintesis kolesterol menjadi normal bahkan pada saat
terdapat obat. Akan tetapi, efek kompensasi ini tidak lengkap dan pengurangan kolesterol
dalam hepatosit menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor LDL, yang dapat menurunkan
kolesterol plasma. Untuk wanita hamil dan menyusui, tidak diperbolehkan mengkomsumsi
obat golongan ini, karena berkhasiat teratogen dan mencapai air susu ibu (pravastin).
Obat golongan statin diantara terdiri dari:
Lovastatin
Indikasi: menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada pasien dengan hiperkolesterolemia
primer yang tidak dapat diatasi dengan diet atau tindakan non-farmakologi lain; serta
menurunkan kadar kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.
Kontraindikasi: hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum
transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Dosis: Awal 20 mg/hari, diberikan bersamaan makan malam. Dapat ditingkatkan sampai
maksimal 80 mg 2x/hari dengan interval 4 minggu.
Efek samping: pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri
abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.

64

Nama Dagang: Justin (Ifars) Tablet 20 mg; Lipovas (Tempo Scan Pacific) Tablet 20 mg;
Lofacol (Ferron) Tablet 20 mg; Lotyn (Interbat) Tablet 20 mg; Lovatrol (Fahrenheit) Tablet
salut 20 mg.
Simvastatin
Indikasi: hiperkolesterolemia primer pada pasien yang tidak cukup memberikan respon
terhadap diet; mengurangi kejadian klinis dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner
pada pasien penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih.
Kontraindikasi: hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum
transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Dosis: Awal 10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari. Dapat disesuaikan dengan interval
kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg/hari. Penyakit jantung koroner, awal 20 mg
1x/hari malam hari.
Efek samping: pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri
abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan, hepatitis, sakit kuning, anemia.
Nama Dagang: Cholestat (Kalbe Farma) Kaplet salut selaput 10 mg; Esvat (Ferron) Tablet
salut selaput 5 mg, 10 mg, 20 mg; Detrovel (Fahrenheit) Tablet 5 mg, 10 mg; Ethicol (Ethica)
Tablet salut enterik 10 mg; Mersivas (Mersifarma TM) Tablet salut selaput 10 mg; Normofat
(Soho) Tablet 10 mg; Rechol (Pharos) Tablet salut selaput 5 mg, 10 mg.
Pravastatin
Indikasi: hiperkolesterolemia primer pada pasien dengan kadar kolesterol 6,5 mmol/l atau
lebih besar yang tidak cukup memberikan respon terhadap diet; memperlambat progresivitas
aterosklerosis

koroner

dan

menurunkan

kejadian

jantung

pada

pasien

dengan

hiperkolesterolemia yang mengalami arterosklerosis arteri koroner. Serta menurunkan resiko


infark miokard dan menurunkan resiko intervensi revakularisasi miokar dan mortalitas.
Kontraindikasi: hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum
transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Dosis: Awal 10-20 mg/hari, sebelum tidur malam.
Efek samping: gangguan hepatopati, miopati, pusing, sakit kepala, konstipasi, diare,
dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.

65

Nama Dagang: Cholespar (Pharos) Tablet 10 mg, 20 mg; Koleskol (Metiska Farma) Tablet 10
mg; Mevachol (Meprofarm) Tablet 10 mg, 20 mg; Mevalotin (Sankyo) Tablet 10 mg;
Pravachol (Bristol-Myers Squibb) Tablet salut selaput 5 mg, 10 mg; Mevalotin (Kimia
Farma) Tablet 5 mg, 10 mg.
Fluvastatin
Indikasi: hiperkolesterolemia primer pada pasien dengan kadar kolesterol 6,5 mmol/l atau
lebih yang tidak cukup memberikan respon terhadap diet; tambahan pada diet dalam
menunda progresi aterosklerosis koroner pada hiperkolesterolemia primer dan penyakit
jantung

koroner

yang

menyertainya.

Kontraindikasi: hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum
transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Dosis: Awal 20 mg/hari sore hari, kisaran lazim 20-40 mg/hari. Dapat disesuaikan dengan
interval 4 minggu sampai 40 mg 2x/hari.
Efek samping: pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri
abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.
Nama Dagang: Lescol/Lescol XL (Novartis) Kapsul 40 mg, Tablet XL 80 mg.
Atorvastatin
Indikasi: diet tambahan untuk mengurangi kenaikan kolesterol total, kolesterol LDL,
apoliprotein B dan trigliserida pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer, kombinasi
hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia homozigot-heterozigot familial, bila respon terhadap
diet dan cara non farmakologi lain tidak adekuat.
Kontraindikasi: hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum
transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Dosis: Awal 20 mg/hari, diberikan bersamaan makan malam. Dapat ditingkatkan sampai
maksimal 80 mg 2x/hari dengan interval 4 minggu.
Efek samping: edema angioneurotik, insomnia, miopati, pusing, sakit kepala, konstipasi,
diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.

7. HIPERTENSI
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau
66

diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dalam keadaan cukup istirahat
Klasifikasi Hipertensi
1. Berdasarkan Penyebab
a.
Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal
tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi essensial meliputi lebih kurang 95% dari
b.

seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.


Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi lebih kurang 5% dari total penderita
hipertensi.
Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah
satu atau kombinasi dari akibat stres yang parah, penyakit atau gangguan ginjal,
kehamilan dan pemakaian hormon pencegah kehamilan, pemakaian obat-obatan seperti
heroin, kokain, dan sebagainya, cedera di kepala atau perdarahan di otak yang berat, dan
tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.

2. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik


a.
Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu
meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari
target organ seperti mata, otak, jantung, dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi
dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.
b.
Hipertensi Maligna
Disebut juga accelerated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan
khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel
endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina. Apabila diagnosis
hipertensi maligna ditegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Diupayakan tekanan
darah sistolik mencapai 120-139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi
c.

terjadinya perdarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar.
Hipertensi ensefalopati
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak.
Secara klinis bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda
gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak
segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140
mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, perdarahan otak,
67

perdarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan


penanganan secara seksama.
Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin
I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari)
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan
multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah
terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari
hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan
komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat.

68

1. Faktor Risiko Hipertensi


a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
Umur
Penderita hipertensi esensial sebagian besar timbul pada usia 24-45 tahun hanya 20%
yang menimbulkan kenaikan tekanan darah di bawah usia 20 tahun dan di atas 50
tahun. Menurut Kaplan (1991) prevalensi penderita hipertensi umumnya paling tinggi
dijumpai pada usia > 40 tahun. Penderita kemungkinan mendapat komplikasi (kelainan)

pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar pada usia 30-40 tahun.
Jenis Kelamin
Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada kaum
wanita, hal ini disebabkan secara hormonal laki-laki lebih berisiko terjadi hipertensi.
Pada saat mengatasi masalah pria cenderung emosi dan mencari jalan pintas seperti
merokok, mabuk minum-minuman alkohol, dan pola makan yang tidak baik sehingga
tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita dalam mengatasi masalah
atau stres, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil. Dari umur 55 s/d
74 tahun, perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibanding laki-laki. Tekanan
darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause daripada sebelum
menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologis dan adanya perubahan dalam diri

wanita tersebut.
Genetika
Faktor-faktor genetika telah lama dikatakan penting dalam genesis dari hipertensi.
Salah satu tindakan penyelidikan yang dilakukan adalah menilai korelasi tekanan darah
dalam keluarga (familial aggregation) individu dengan orang tua yang menderita
hipertensi. Beevers dan OBrien (1994) menyatakan bahwa faktor keturunan akan
menyumbang sebesar 60% untuk terjadinya hipertensi. Lebih jauh diutarakan bahwa

apabila salah satu saudaranya hipertensi maka resiko hipertensi sebesar 30%.
Ras atau suku bangsa
Orang berkulit hitam dari semua umur lebih besar peluang terjadi hipertensi daripada
orang berkulit putih. Perbedaan ini paling besar terjadi pada umur 55-64 tahun. Pada
kelompok umur ini prevalensi dari hipertensi pada orang berkulit hitam dua kali lebih
besar daripada orang berkulit putih.

b. Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dihindarkan atau Diubah


Lemak dan kolesterol
Pola makan penduduk yang tinggal di kota-kota besar berubah dimana fastfood dan
makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang dikonsumsi sehari- hari.
Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg dan bila
69

dikombinasikan dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan

tekanan darah sebesar 11/6 mmHg.


Konsumsi Garam
Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan prevalensi
hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari
180 mmol (10,5 gr) perhari menjadi 80-100 mmol (4,7-5,8 perhari) menurunkan

tekanan darah sistolik 4-6 mmHg.


Minuman beralkohol
Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan prevalensi
hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurunkan efek obat antihipertensi, tetapi efek
presor ini menghilang dalam 1-2 minggu dengan mengurangi minum alkohol sampai
80%. Pada penderita hipertensi konsumsi alkohol dibatasi 20-30 gr etanol perhari untuk

pria dan 10-20 gr etanol perhari pada wanita.


Kelebihan Berat Badan (Overweight)
Dari data observasional WHO tahun 1996, regresi multivariat dari tekanan darah
menunjukkan sebuah peningkatan 2-3 mmHg tekanan darah sistolik dan 1-3 mmHg
tekanan darah diastolik pada setiap 10 kg kenaikan berat badan.
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah kombinasi antara tinggi dan berat badan untuk
mengukur kadar kegemukan yang melibatkan seluruh berat badan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Di mana dikatakan kurus bila IMT 20, berat badan sehat bila IMT 20 -25, kawasan

peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT 27.


Rokok dan Kopi
Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah
penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Merokok
dapat menghapuskan efektifitas beberapa obat antihipertensi, misalnya pengobatan
hipertensi yang menggunakan terapi beta blocker dapat menurunkan risiko penyakit
jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak merokok.
Kopi juga berakibat buruk pada jantung. Kopi mengandung kafein yang meningkatkan
debar jantung dan naiknya tekanan darah. Meminum kopi lebih dari empat cangkir kopi
sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah

diastolik sekitar 8 mmHg.


Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatik yang
dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten. Apabila stres menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti
70

belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pemaparan

terhadap stres membuat binatang menjadi hipertensi.


Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi karena olahraga
isotonik (seperti bersepeda, jogging, aerobik) yang teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurangnya olahraga kemungkinan timbulnya
obesitas akan meningkat dan apabila asupan garam bertambah akan mudah timbul
hipertensi.

Hubungan Hipertensi dengan Obesitas


Jaringan lemak yang berlebih menyebabkan kebutuhan metabolik dan oksigen meningkat.
Peningkatan kebutuhan metabolik dan oksigen oleh jaringan lemak ini menyebabkan curah
jantung dan volume darah total meningkat. Peningkatan ini menyebabkan tekanan darah
meningkat.
Hubungan Hipertensi dengan Disfungsi Ereksi
Hipertensi yang tidak terkontol dapat menyebabkan timbulnya komplikasi seperti penyakit
jantung koroner, gagal jantung, stroke, kerusakan ginjal, retinopati hipertensi hingga disfungi
ereksi. Beberapa penelitian melaporkan insiden yang lebih tinggi disfungsi ereksi
pada hipertensi dibandingkan dengan subyek normotensif .Angka kejadian disfungsi ereksi
pada pasien hipertensi ditemukan cukup bervariasi pada beberapa penelitian, diantaranya
Buchadt et al (2000) sebesar 68 %,Mittawae B (2006) sebesar 43,2%, dan Bener et al ( 2007)
sebesar 66,2%.
Insiden terjadinya DE meningkat seiring bertambahnya usia, 4% pada usia 50 tahunana 17%
pada usia 60 tahunan, dan meningkat hingga 75% pada usia diatas 75 tahun. Hal ini dapat
dikaitkan dengan penurunan kadar testosteron, berkurangnya metabolisme secara umum dan
proses degeneratif pada semua organ termasuk otot polos di korpus kavernosum yang
berhubungan dengan ereksi.
Pada penderita hipertensi terjadi disfungsi endothel, menyebabkan penurunan produksi
nitrit oxide (NO) sehingga sel endotel tidak dapat relaksasi, akan terjadi terus
bervasokonstriksi, dan permeabelitasnya menjadi berkurang sehingga lama kelamaan dinding
pembuluh darah menjadi kaku, sehingga lama kelamaan lumen pembuluh akan menyempit.
Kejadian ini tidak hanya di bagian pembuluh darah jantung dan otak, melainkan juga di
bagian genital, akibatnya, aliran darah ke genital berkurang, sehingga gangguan ereksi pun
71

sangat mungkin terjadi. Lama menderita hipertensi juga secara signifikan mempengaruhi
angka kejadian disfungsi ereksi. Ditemukan 14% pada penderita hipertensi yang kurang dari
3 tahun, 28% pada pasien dengan hipertensi selama 3-6 tahun dan 60% pasien dengan
durasi hipertensi lebih dari 6 tahun.

Keparahan hipertensi mempengaruhi fungsi seksual,

berdasarkan derajat hipertensi menurut JNC VII ditemukan 24% pada hipertensi tingkat 1 dan
44,6% pada hipertensi tingkat 2, selain itu subyek dengan prehipertensi atau tekanan darah
tinggi yang normalmenunjukkan angka disfungsi ereksi lebih sering dari pada subyek dengan
tekanan darah normal. Hubungan antara hipertensi dan disfungsi ereksi bahkan menjadi
lebih kompleks dengan keterlibatan obat antihipertensi. Insiden terjadinya disfungsi ereksi
lebih sering pada penderita hipertensi yang menjalani terapi kombinasi dibandingkan
pasien dengan monoterapi. Diuretik dan beta-blocker dilaporkan memiliki efek negatif
terhadap berbagai macam fungsi ereksi. Diuretik menyebabkan DE karena efeknya yang
dapat menurunkan aliran darah ke penis dan penurunan jumlah jumlah zink dalam tubuh
yang diperlukan untuk pembentukan hormon testosteron. Beta blocker berpengaruh terhadap
disfungsi ereksi karena kerjanya yang mempengaruhi sistem

saraf sehingga terjadi

penurunan impuls saraf ke penis.

Kesimpulan
Seorang lelaki 35 tahun mild obesity dan hipertensi mengeluhkan disfungsi ereksi akibat
penggunaan obat dan pola makan terolah sebagai faktor predisposisi.

72

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Tasikmalaya.2011.
Simvastatin.http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/371
simvastatin.html.Diakses pada hari Kamis, 20 September 2012 pukul 7.40 WIB
Kompas . 2010. Simvastatin. http://health.kompas.com/direktori/detail_obat/211/Simvastatin.
Diakses pada hari Kamis, 20 September 2012 pukul 7.46 WIB
PT Hexpharm Jaya Laboratories.
2010. Simvastatin.http://www.hexpharmjaya.com/page/simvastatin.aspx . Diakses pada hari
Kamis, 20 September 2012 pukul 3.54 WIB
Syuhada Evita.
2012. Simvastatin. http://syuhadaevita.blogspot.com/2012/04/simvastatin.html . Diakses pada
hari Kamis, 20 September 2012 pukul 7.45 WIB
Wikipedia. 2012. Simvastatin . http://en.wikipedia.org/wiki/Simvastatin . Diakses pada hari
Kamis, 20 September 2012 pukul 3.56 WIB

73

REFERENSI
Anonim, 2000, Informasi Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen Kesehatan RI: Jakarta,
halaman: 87-89
Anonim, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Penerbit PT Infomaster: Jakarta,
halaman: 259-265
DiPiro, J.T, 2003, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 5th ed., The McGrawHill Companies Inc.: United States of America, halaman: 71
DiPiro, J.T, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th ed., The McGrawHill Companies Inc.: United States of America, halaman: 429-449
Katzung, B.G, 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8, buku 2, Penerbit Salemba
Medika : Jakarta, halaman: 441-444
Neal, M.J, 2006, At Glance Farmakologi Medis, ed.5, Penerrbit Erlangga: Jakarta, halaman:
46-47
Tjay, T.H, Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, ed. 5, Penerbit PT Elex Media
Komputindo: Jakarta, halaman: 536-546

74

Anda mungkin juga menyukai