Respon imun, terbagi atas dua yaitu spesifik atau non spesifik. Berfungsi sebagai
peroteksi terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, namun dapat menimbulkan ha yang tidak
menguntungkan bagi tubuh yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang
pernah dipajankan atau dikenal sebelumya. Hipersensitivitas diklasifikasikan berdasarkan waktu
timbul suatu reaksi dan berdasarkan cell dan coombs.
Pembagian reaksi hipersensitivitas berdasarkan waktu timbuknya suatu reaksi terbagi
menjadi 3, yaitu :
1. Reaksi cepat :
Terjadi dalam hitungan detik dan menghilang dalam 2 jam. Manifestasinya berupa
anafilaksis sistemik atau local.
2. Reaksi intermediet :
Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Manifestasinya dapat
berupa reaksi transfusi darah (eritroblastosis fetalis) dan reaksi arthus local dan
sistemik (serum sickness, arthritis rheumatoid,dll).
3. Reaksi lambat : terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan. Manifestasinya
berupa dermatitis kontak, reaksi m.tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.
Sedangkan pembagian reaksi hipersensitivitas berdasarkan Cell dan Combs terbagi
menjadi 4 tipe reaksi, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Tetapi pada tipe ke IV di bagi menjadi subtype reaksi. Yang membuat klasifikasi terhitung
menjadi 6 tipe reaksi hipersensitivitas, yaitu sebagai berikut :
Mekanisme
Tipe I : IgE
Gejala
Anafilaksis, urtikaria,
Contoh
Penisilin dan -laktam lain,
angioedem, mengi,
heparin antibody
monoclonal, insulin.
Metamizol, fenotiazin
IgM)
Anemia hemolitik
Penisilinm sefalospirin,
kinidin, metildopa
Trombositopenia
Karbamazepin, fenotiazin,
tiourasil, sulfonamide,dll.
-laktam, sylfonamid,
limfadenopati
fenitoin, streptomisin
Serum sickness
Tipe IV : Hipersensitivitas
seluler
pruritus
antihistamin topical,
neomisin, eksipien,
desinfektan
Fotoalergi
Barbiturate, kinin
Lesi makulopapular
Granuloma
-blocker
Ekstrak allergen, kolagen
Resistensi insulin
larut
Antibody terhadap insulin
stimulasi
(IgG)
Efek
H1 : permeabilitas vascular meningkat, vasodilatasi, kontraksi
otot polos
H2 : sekresi mukosa gaster
H3 : SSP
H4 : eosinofil
ECF-A
Kemotaksis eosinofil
NCF-A
Kemotaksis neutrofil
Proptase (triptase, kimase) Sekresi mucus bronchial, degradasi membrane basal
pembuluh darah, pembentukan produk pemecahan
Eosinophil Chemotactic
komplemen
Kemotaktik untuk eosinofil
Factor
Neutrofil Chemotactic
Factor
Hidrolase asam
PAF
NCA
BK-A
Proteoglikan
Enzim
Jenis alergi
Anafilaksis
Alergen umum
Obat ,serum, kacang-kacangan
Gambaran
Edema dengan peningkatan
permeabilitas vascular, oklusi
meninggal
Bentol dan merah di daerah
Sengatan serangga
tipe IV
Edema dan iritasi mukosa
asma
nasal
Konstriksi bronchial,
peningkatan produksi mucus,
makanan
Ekzem atopi
asal gandum
Polen, tungau debu rumah,
beberapa makanan
Sel B +
TH12
Eksositosis
granul
Amin
vasoakt
Dilatasi
vaskula
r
Jalur sinyal
proteas
e
Kontraks
i otot
polos
Alergen
dipresentasikan
Kerusak
an
jaringan
Aktivasi
transkripsional gen
sitokin
Modifikasi
enzimatik
asam
sekre
si
sitoki
n
Mediator
lipid
Prostalgland
in
Leukotri
en
Aktivas
i
sitokin
Dilatasi
vaskula
r
Kontraks
i otot
polos
inflamasi
IgG dan IgM mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan sel NK> menimbulkan
kerusakan melalui ADCC
Mekanisme Sitolisis dengan bantuan antibodi dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk
membantu sel sitotoksik menghancurkan sel sasaran yang berukuran terlalu besar untuk di
fagositosis
tetapi apabila immunoglobulin melepas sel tubuh> reaksi ADCC> sitolisis dalam hal
ini merugikan
Kepekaan berbagai jenis sel sasaran terhadap aksi pengrusakan oleh sel efektor maupun
oleh aktivasi komplemen berbeda-beda, tergantung jumlah antigen pada permukaan sel sasaran
dan saya tahan sel sasaran terhadap pengrusakan.
Patofisiologi
Antigen
tersensitisasi
pada kontak
pertama dengan
Pajanan
antigen
ulangan
menghasilkan
Sel NK
mengembangkan
efek sitotoksiknya
Sistem
komplemen
teraktivasi
Antibody
dependent cell
mediated
cytotoxicity
Membentuk
kompleks
penyerang
Ig
G
Anemia hemolitik
sitolisi
s
Sindrom
Goodpasture
Manifestasi klinik :
Ig
M
Opsonifika
si
Anemia hemolitik
Autoimun dingin
Miastenia gravis
ITP
Sindrome Goodpasture
Penyakit Grave
Goiter eutiroid
Anemia pernisisosa
Penyakit Addison
Infertillitas
Miksedema
Etiologi
Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari :
1.
Infeksi persisten
Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ
yang diinfektif dan ginjal.
2.
Autoimunitas
Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi,
dan pembuluh darah.
3.
Ekstrinsik
Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks
yang mengendap adalah paru.
Patogenesis :
Patofisiologi
Kelebihan
antigen
Pengendapan
kompleks
dikapiler dalam
waktu lama
Antibodi (Ig G)
Aktivasi komplemen
dan makrofag lewat
reseptor Fc
Fagosit
artritis
urtikari
a
glomerulonefri
tis
Penyakit
serum
dema
m
mialg
ia
Protease dan
Mediator
inflamasi
Kerusaka
n
jaringan
kemotak
sis
Menyerang
dinding
kapiler
Rusaknya
kapiler
limpadenop
ati
Manifestasi klinik :
Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:
1.
Demam
3.
4.
Limfadenopati
neuritis optic
glomerulonefritis
CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi tipe IV. Sel T melepas sitokin bersama
dengan produksi mediator sitotoksik menimbulkan respon inflamasi yang lambat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel
CD4+ dan T cell mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel DC8+.
1. Delayed Type Hipersensitivity Tipe IV
Reaksi tipe IV merupakan hipersensitivias granulomatosis. Pada reaksi ini terdapat
2 fase yaitu:
a. Fase sensitisasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu, dimana Th diaktifkan oleh APC melalui
MHC-II.
b. Fase efektor
Sel Thl melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan
makrofag dan sel inflamasi nonspesifik lain. Dimana sitokin yang dilepas sel
Thl menginduksi monosit menempel ke endotel vascular, bermigrasi dari
sirkulasi darah ke jaringan sekitar.
Antigen terlibat
DNA, nucleoprotein
Patologi klinis
Nefritis,arthritis, vaskulitis
sistemik
Poliartritis nodosa
Vaskulitis
Penyakit serum
Arthritis reumatoid
hepatitis B
Berbagai protein
Factor rheumatoid (IgM berupa
Arthritis, vaskulitis,nefritis
Kompleks diendapkan di
inflamasi
Paru
membentuk IgG
Antigen mikroba berikatan
virus, lepra,
dengan antigen
berbagai tempat
tripanosoma
Glomerulonefritis
Nefritis
pasca streptokok
Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular, biasanya
ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self-antigen dan kedua jenis sel tsb dapat
menimbulkan kerusakan.
(sumber : Imunologi Dasar ed.9 FKUI)
Patofisiologi hipersensitivitas tipe IV
Etiologi/
antigen
Fagositosis
makrofag
Kontak
pertama
Sensitisasi
Kontak
berula
ng
Aktivasi
makrofag
Kemoki
n
Sel T
tersensitis
asi
Presentasi
dan
aktivasi sel
T
inflamanto
IL-3
inflamasi
TNF
Sel Th 1
MHC II
polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif
unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau
ekstrinsik.
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi.
Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau
intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai
pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus,
permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau
alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari basofil pada
tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan
pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin
dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari
beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara
sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar
berapapun.
4. Profilaksis