Anda di halaman 1dari 9

6.

PERAHU KUNO DESA PUNJULHARJO


6.1. Sejarah Penemuan
Bangkai perahu kapal kayu dengan panjang 16,5 M dan lebar 5 M di
Desa Punjulharjo, Kecamatan Kota Rembang, Kabupaten Rembang,
Propinsi Jawa Tengah ditemukan oleh sekelompok pekerja yang akan
membuka lahan tambak garam pada 28 Juli 2008. Selanjutnya
dilakukan penelitian awal oleh Tim Peneliti dari Balai Arkeologi
Yogyakarta yang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jawa Tengah pada tanggal 1-2 Agustus 2008. Situs tempat
ditemukannya perahu kuno ini berada sekitar 500 m dari pantai.
Kondisi lingkungan di sekitar lokasi perahu ini berupa tambak-tambak
garam milik penduduk sekitar. Di sebelah timur situs mengalir Sungai
Pekiringan, sementara di sebelah timur sungai tersebut, yaitu sekitar 4
km

dari

situs,

mengalir

Sungai

Babagan.

Menurut

keterangan

penduduk, di muara Sungai Babagan dulunya terdapat pelabuhan


kuno, yaitu di sekitar wilayah Desa Dasun sekarang. Lokasi situs
Punjulharjo dapat dicapai dari kota Rembang menuju ke arah Lasem
sepanjang sekitar 6 km, kemudian berbelok ke arah utara sejauh 1 km
(Gunadi, 2008; Abbas, 2009).
Pada awal ditemukan (tahun 2008), lokasi temuan perahu berada
kira-kira 2 Meter di bawah permukaan tanah dan 1 Km di sebelah
selatan garis pantai. Secara geologis maupun geomorfologis hal ini
dapat ditafsirkan bahwa peristiwa tenggelamnya perahu tersebut telah
berlangsung

pada

waktu

yang

cukup

lama.

Dengan

perkiraan

pergeseran garis pantai utara Pulau Jawa untuk wilayah Kabupaten


Rembang berjalan kira-kira 1 Meter per tahunnya, maka peristiwa
terdamparnya perahu kayu tersebut dapat disimpulkan terjadi kurang
lebih

pada

1.000

tahun

yang

lalu.

Sementara

berdasarkan

pertimbangan historis-arkeologis, apabila lokasi ditemukannya perahu


ini dapat disejajarkan dengan titik-titik lokasi pelabuhan kuno seperti
yang tersebut dalam Kitab Negarakrtagama, maka setidaknya temuan
perahu ini dapat dikaitkan dengan masa-masa Kerajaan Majapahit.
Sedangkan berdasarkan konstruksi perahu seperti susunan lunas dan
gading yang masih sangat sederhana, serta bentuk perahu yang
meruncing pada bagian haluan maupun buritannya, memperkuat
hipotesis di atas (Gunadi, 2008).

Gambar
Perahu Kuno Saat Pertama Kali Ditemukan (Sumber: Gunadi, 2008)
Perahu kuno yang ditemukan di Desa Punjulharjo memiliki beberapa
kelebihan di antaranya adalah kelengkapan sisa perahu di mana setiap
bagian-bagiannya masih berbentuk dan dapat diamati dengan jelas. Di
Indonesia, situs perahu kuno dengan kondisi sedemikian lengkapnya
belum pernah ditemukan. Selain itu, di bagian dalam perahu juga
ditemukan sejumlah artefak cukup beragam. Pada awal penemuan
perahu ini oleh penduduk, ditemukan sebuah kepala arca, kayu, tulang,
dan fragmen tembikar. Pada saat dilakukan penelitian, juga ditemukan
beberapa artefak wadah yang dapat dikelompokkan berdasarkan
bahannya, yaitu wadah yang terbuat dari tanah liat (tembikar), wadah
terbuat dari tempurung kelapa, wadah terbuat dari ruas bambu. Selain
artefak wadah, juga ditemukan beberapa artefak lain seperti tongkat
kayu dan bandul jala dari logam (Arkeologi Jawa, 2009).

6.2.

Kajian Historis

Berdasarkan lokasi penemuannya, perahu kuno di Situs Punjulharjo


dapat disejajarkan dengan titik-titik lokasi pelabuhan kuno seperti yang
tersebut dalam Kitab Negarakertagama sehingga temuan perahu ini
dapat dikaitkan dengan masa-masa Kerajaan Majapahit. Hal ini
diperkuat dengan konstruksi perahu seperti susunan lunas dan gading
yang masih sangat sederhana, serta bentuk perahu yang meruncing
pada bagian haluan maupun buritannya. Dari kesederhanaan bentuk,
bahan maupun konstruksinya dapat disimpulkan sementara bahwa
perahu ini adalah perahu tradisional dari wilayah Nusantara (Gunadi,
2008).
Dari teknologi pembuatannya, perahu kuno di Situs Punjulharjo,
Rembang merupakan salah satu contoh perahu Asia Tenggara.
Masyarakat Asia Tenggara sejak lama dikenal sebagai masyarakat
maritim yang gemar mengarungi samudera terutama untuk tujuan
perdagangan. Menurut Prof. P.Y. Manguin, seorang ahli arkeologi
maritim dari EFEO (Prancis), di Asia Tenggara kepulauan telah
berkembang sebuah tradisi pembuatan perahu dengan teknologi yang
sangat khas, yaitu penggunaan ikatan tali ijuk dan pasak kayu untuk
membentuk

badan

perahu.

Dalam

arkeologi

maritim,

teknologi

perkapalan yang dikenal di perairan Asia Tenggara adalah teknik


papan-ikat dan kupingan pengikat (sewn-plank and lashed-lug
technique). Pada perahu Punjulharjo terlihat jelas bagaimana teknologi
itu

digunakan,

mulai

dari

papan-papan

yang

dilengkapi

dengan tambuku (tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang


untuk mengikat), gading-gading, ikatan antara papan dengan gading
pada tambuku, bagian haluan, bagian buritan, lunas, dan sebagainya.
Teknologi ini hingga sekarang masih dipakai oleh masyarakat maritim
yang hidup di perairan Asia Tenggara. Teknologi demikian juga
ditemukan

di

beberapa

situs

lainnya,

seperti

di

Situs

Pontian

(Malaysia), perahu balangai (Filipina), dan Situs Sambirejo (Palembang)


(Arkeologi Jawa, 2009; Utomo, 2013).
Jenis kayu yang dipergunakan diketahui sejenis kayu ulin, maka
perkiraan awal perahu tersebut kemungkinannya berasal dari daerah
Kalimantan (Gunadi, 2008). Hasil penelitian lanjutan oleh Nugroho
(2009) tentang identifikasi kayu perahu kuno tersebut menemukan

bahwa diperkirakan perahu berasal dari wilayah Sumatera, Kalimantan


atau Semenanjung Malaysia. Kesimpulan ini merupakan hasil proses
identifikasi kayu yang dapat digunakan untuk menentukan jenis dan
asal-usul kayu, proses karakterisasi bahan kayu dalam menentukan
sifat-sifat kayu yang ditemukan, proses pengawetan kayu dalam upaya
konservasi temuan tersebut serta proses rekayasa bahan untuk
merekontruksi bentuk asli suatu temuan. Tentang hubungan antara
Kalimantan dan Jawa, berdasarkan Kitab Hikayat Banjar maupun Kitab
Tutur Candi diketahui bahwa Candi Laras dan Candi Agung yang
berada di Kalimantan Selatan bagian Selatan jelas-jelas dibangun oleh
sekelompok orang yang datang dari Pulau Jawa. Lebih jauh dapat
dijelaskan bahwa perahu ini bukanlah perahu yang dibuat dan berasal
dari Negara Cina. Sebab perahu atau kapal Cina yang biasa digunakan
untuk pelayaran antar pulau ataupun antar benua adalah jenis perahu
Jung yang bentuknya jelas berbeda.

Gambar
Teknologi Pembuatan Perahu Khas Asia Tenggara yang ditemukan pada
Perahu Kuno di Situs Punjulharjo (Sumber: Arkeologi Jawa, 2009)
Hasil

analisis

menggunakan

metode

karbon

(carbon

dating)

melalaui sampel tali ijuk menunjukkan bahwa kapal dibuat pada sekitar
abad ke-7 Masehi. Jika dikaitkan dengan kerangka sejarah, masa ini
kira-kira sama dengan awal perkembangan Mataram kuno di Jawa dan
awal masa Sriwijaya di Sumatera. Belum dapat dipastikan apakah
perahu ini merupakan kapal dagang antara Jawa dan Sumatra karena
belum dilakukan penelitian lebih lanjut dan banyak data pendukung

yang dibutuhkan. Namun, berdasarkan ukuran dan proporsi perahu,


yaitu panjang sekitar 16,5 meter dan lebar sekitar 5 meter (sehingga
proporsi 1:3), menurut Prof. Manguin kemungkinan sebagai perahu
dagang sangat mungkin, bahkan untuk mengarungi lautan dalam jarak
jauh (Arkeologi Jawa, 2009).
Informasi lainnya adalah artefak yang ditemukan di bagian dalam
perahu yang cukup beragam. Pada awal penemuan perahu ini oleh
penduduk ditemukan sebuah kepala arca, kayu, tulang, dan fragmen
tembikar. Pada saat dilakukan penelitian, juga ditemukan beberapa
artefak wadah yang dapat dikelompokkan berdasarkan bahannya,
yaitu wadah yang terbuat dari tanah liat (tembikar), wadah terbuat dari
tempurung kelapa, wadah terbuat dari ruas bambu. Selain artefak
wadah, juga ditemukan beberapa artefak lain seperti tongkat kayu
dan bandul jala dari logam (Arkeologi Jawa, 2009).

Gambar
Sejumlah Artefak yang ditemukan di Perahu Kuno Punjulharjo
(Sumber: Arkeologi Jawa, 2009)
6.3.

Pengembangan Sebagai Daerah Wisata dan Konservasi

Maritim
Dari berbagai

kajian

yang

dilakukan

terhadap

perahu

kuno

Punjulharjo menunjukkan bahwa betapa pentingnya situs tersebut


untuk dilestarikan, dikembangkan dan dijadikan sebagai sumber ilmu
pengetahuan (khususnya dalam bidang maritim). Prof. Manguin yang
terlibat

langsung

dalam

beberapa

proses

penelitian

mengakui

kehebatan situs perahu kuno Punjulharjo karena kandungan data dan


informasi tentang teknologi perkapalan kuno serta sebagai bahan
pengembangan

arkeologi

maritim.

Untuk

itu,

penelitian

harus

dilakukan dan diikuti dengan program konservasi yang memadai.


Dengan konservasi yang mampu menjamin kelestarian, diharapkan
situs perahu Punjulharjo dapat menjadi "ensiklopedi terbuka", yang

dapat dimanfaatkan untuk pengembangan penelitian. Sekalipun tidak


dapat dilepaskan dari sisi komersial dengan mengembangkan situs
Punjulharjo sebagai objek wisata (Arkeologi Jawa, 2009).
Berdasarkan informasi dari situs resmi Dinas Pariwisata Rembang,
Pemerintah

Kabupaten

Rembang

akan

mengembangkan

situs

Punjulharjo sebagai museum dan obyek wisata maritim. Situs perahu


kuno Punjulharjo akan dijadikan sebagai pusat dan inti dari objek
pariwisata Rembang yang akan dikembangkan dalam bentuk museum
tertutup

dan

Nusantara.

terbuka
Konsep

yang

akan

Museum

diberi

Kapal

nama

Nusantara

Museum

Kapal

berbasis

pada

pembelajaran dan pengalaman langsung kepada pengunjung dalam


bidang ke maritiman dan pelayaran. Banyak hal menarik yang
ditawarkan dalam Museum Kapal Nusantara, baik berupa program
yang edukatif dan menarik yang akan dipadu dengan teknologi
mutakhir sehingga akan sangat menarik. Dalam hal ini tentu harus
dilakukan pengkajian mendalam dan dilaksanakan oleh ahli-ahli yang
kompeten dalam bidangnya terutama dalam perancangan museum
agar

tidak

terjadi

hal-hal

yang

merusak

situs,

dan

untuk

menjadikannya sebagai museum ideal. Pengembangan museum dan


pariwisata maritim di situs perahu Punjulharjo membutuhkan upaya
pemberdayaan masyarakat sebagai unsur penting dan bagian yang
terikat degan kawasan tersebut. Dengan demikian akan terjadi
keselarasan antara pihak-pihak berkepentingan pada situs tersebut,
seperti pemeritah, masyarakat, arkeolog, wisatawan, juga terhadap
masyarakat luas (Sadzali, 2012).
Pengembangan situs perahu

kuno

Punjulharjo

sebagai

objek

pariwisata di Kabupaten Rembang dapat dikolaborasikan dengan objek


wisata lainnya atau dengan model wisata terpadu. Keberadaan perahu
kuno Punjulharjo yang terletak di pesisir Kabupaten Rembang dan
dekat dengan kawasan pantai wisata Karang Jahe sangat cocok untuk
dikembangkan menjadi objek pariwisata bahari dan maritim. Pantai
berpasir putih bersih ini masih bersih dan belum dikembangkan secara
optimal sebagai objek wisata pantai. Meskipun sudah dilakukan
penanaman pohon cemara laut pada tahun 2009 dan 2013 sebagai
upaya penghijauan, namun sarana prasarana lain belum dibangun,

misalnya toilet dan tempat makan/istirahat.


pantai

Karang

Jahe,

juga

terdapat

Selain dekat dengan

usaha

batik

pesisir

yang

dikembangkan oleh masyarakat sekitar situs. Dengan demikian, dapat


diusulkan situs Punjulharjo sebagai kompleks wisata bahari dan
maritim terpadu di Kabupaten Rembang.
Dari segi sarana prasarana wisata,

selain

belum

adanya

pembangunan di pantai Karang Jahe, sampai tahun 2014 infrastruktur


utama berupa jalan beraspal yang merupakan akses utama untuk
mencapai lokasi situs Punjulharjo dan pantai Karang Jahe masih sangat
terbatas. Jalan desa yang menuju situs perahu kuno Punjulharjo sudah
beraspal meskipun lebarnya hanya cukup untuk satu kendaraan beroda
empat seperti mobil dan bis kecil. Sementara untuk menuju ke pantai
Karang Jahe, kondisi jalannya masih berupa tanah dan belum
diratakan. Jalan ini cukup lebar untuk dilalui kendaraan beroda empat
yang melewati tambak-tambak garam milik warga. Untuk penunjuk
jalan, di pintu masuk desa telah dibangun gapura Desa Punjulharjo,
tetapi penunjuk lokasi situs perahu kuno hanya papan yang berukuran
sedang yang dipasang di sebelah gapura. Hal ini tentu akan
menyulitkan pengunjung yang hendak mengunjungi situs Punjulharjo.
Situs Punjulharjo juga dapat dikolaborasikan dengan wisata lain
yang ada di Kabupaten Rembang. Kabupaten Rembang mempunyai
potensi pariwisata yang bersifat alam maupun budaya, seperti Taman
Rekreasi Pantai Kartini, Museum Kartini, Makam RA. Kartini, Hutan
Wisata Sumber Semen, Hutan wisata Kartini Mantingan, Anjungan
Kabupaten Rembang, Makam dan petilasan Sunan Bonang, Pantai
Binangun, Bumi Perkemahan Karangsari Park, Pantai Pasir Putih
Tasikharjo,

Situs

Plawangan,

Wisata

Alam

Kajar,

Goa

Pasucen,

Megalitikum Terjan, Kolam Renang Putri Duyung TRP Kartini. Model


kolaborasi

wisata

dengan

menggabungkan

objek-objek

wisata

bernuansa pendidikan dan rekreasi keluarga dapat dipadukan dengan


situs Punjulharjo. Dengan demikian, pariwisata di Kabupaten Rembang
dapat lebih terintegrasi dan mampu mendatangkan wisatawan dengan
optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, N. 2009. Perahu Kuno di Situs Punjulharjo, Rembang.
http://arkeologijawa.com/index.php?
action=publikasi.detail&publikasi_id=282 (1 Agustus 2014).
Arkeologi Jawa. 2009. Perahu Nusantara Abad Ke-7
http://www.arkeologijawa.com/index.php?
action=news.detail&id_news=56 (1 Agustus 2014).

Diteliti.

Gunadi, H. 2008. Penelitian Awal Temuan Perahu Kuna di Desa


Punjulharjo,
Kabupaten
Rembang,
Jawa
Tengah.
http://www.arkeologijawa.com/index.php?
action=news.detail&id_news=11&judul=PENELITIAN%20AWAL
%20TEMUAN%20PERAHU%20KUNA%20DI%20DESA
%20PUNJULHARJO,%20KABUPATEN%20REMBANG,%20JAWA
%20TENGAH (1 Agustus 2014).
Nugroho, W. D. 2009. Identifikasi Kayu Perahu Kuna Situs Punjulharjo
Rembang Jawa Tengah. Berkala Arkeologi No. 2/November 2009
hlm. 15 27.
Utomo, B. B. 2013. Warisan Dinasti Sailendra di Asia Tenggara, Belahan
Barat Nusantara. Makalah pada Kongres Kebudayaan Indonesia
2013, diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 8-11 Oktober 2013,
Yogyakarta.
Sadzali, A. M. 2012. Evaluasi Konservasi Perahu Kuno Punjulharjo dan
Pengembangan
Objek
di
Masa
Depan.
http://penjelajahbahari.wordpress.com/2012/02/13/evaluasikonservasi-perahu-kuno-punjulharjo-dan-pengembangan-objekdi-masa-depan/ (1 Agustus 2014).

Anda mungkin juga menyukai