Anda di halaman 1dari 23

Osteoporosis pada Usia Lanjut

Kelompok: D7
Fitry Hardiyanti

102011059

Ira Frayanti

102011060

Ryan Gustomo

102011209

Tania Angela

102011234

Alfonso Tjakra

102011236

Desak P T Artha Sari

102011267

Catherina Oswari

102011361

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
www.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Osteoporosis merupakan masalah yang besar dan serius bagi penduduk Indonesia.
Sebanyak dua dari lima orang Indonesia, berisiko terkena osteoporosis. Sedangkan menurut
data World Health Organization (WHO), hingga kini diperkirakan sekitar 32,3 persen wanita
dan 28,8 persen pria mengalami osteoporosis. Tingkat pengidap osteoporosis yang cukup
tinggi di Indonesia tersebut, dikarena orang Indonesia jarang mengkonsumsi susu. Indonesia
sendiri termasuk salah satu Negara dengan konsumen susu terendah di dunia yakni
mengkonsumsi di bawah 10 liter susu per orang per tahun. Hal tersebut dinilai rendah
dibandingkan Malaysia yang rata-rata penduduknya mengkonsumsi 25 liter susu per tahun.
Asupan kalsium orang Indonesia saat ini masih sangat rendah dibandingkan dengan
jumlah yang dianjurkan. Rata-rata orang dewasa di Indonesia baru memenuhi asupan kalsium
sebesar 270-300 mg per hari, padahal jumlah yang dianjurkan menurut standar internasional
adalah 1000-1200 mg per hari. Untuk memenuhi asupan kalsium, tidak harus selalu dengan
mengonsumsi susu saja karena masih banyak makanan sumber kalsium lain seperti ikan teri
dan kacang-kacangan.
Selain itu kebanyakan orang belum sadar bahwa rokok juga dapat menjadi salah satu
faktor pencetus keroposnya tulang. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan, kandungan tar
dan nikotin dapat sangat mengganggu metabolisme penyerapan dari kalsium.

Osteoporosis juga sering disebut sebagai silent disease. Si penderita biasanya tidak
merasakan nyeri atau gejala apa pun sampai pada akhirnya mengalami patah tulang. Bagi
orang berusia lanjut, jatuh adalah penyebab utama cedera yang berhubungan dengan
kematian. Jatuh pada orang berusia lanjut juga menjadi penyebab paling umum dari cedera
fatal dan trauma sehingga perlu mendapat perawatan medis.

Seiring bertambahnya usia, kekuatan indera, refleks, dan koordinasi fungsi-fungsi


tubuh pun berkurang. Ditambah lagi masalah osteoporosis, pengeroposan tulang yang lebih
mungkin dialami oleh orang berusia lanjut.

Walaupun selama ini penyakit osteoporosis identik diderita oleh kalangan usia lanjut.
Namun, ini bukan berarti semakin tua usia seseorang semakin mudah pula mereka menderita
osteoporosis. Dan bahkan diperkirakan pada 2015 jumlah perempuan dengan osteoporosis di
Indonesia meningkat menjadi 24 juta orang.

Pembahasan
1.

Anamesa

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) dan dengan keluarga
pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan
wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu
penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis
yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.1

1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya
mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan
akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Anamnesis ini memegang peranan penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Terkadang
3

keluhan utama dapat langsung mengarahkan kepada diagnosis, misalnya terjadi fraktur pada
bagian tubuh tertentu. Data yang dikumpulkan dalam mengenai anamnesis berupa.1,2,3
1. Keluhan utama dan sejak kapan keluhan tersebut
Berisi hal tentang apa yang membuat pasien datang kepada dokter.
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Menanyakan karakter keluhan utama
- Dimana lokasi terjatuh dan bagian yang sakit serta bagian tulang yang patah?
- Apakah ada pembengkakan dan lokasi terasa nyeri?
- Apakah terjadi penurunan tinggi badan setelah terjatuh, serta susah berjalan?
b. Menanyakan perkembangan atau perburukan keluhan utama
- Apakah setelah terjatuh sampai pergi ke dokter, ada perkembangan menuju
kesembuhan atau rasa nyeri dan bengkak bertambah?
c. Menanyakan kemungkinan adanya faktor pencetus keluhan utama
d. Menanyakan keluhan-keluhan penyerta
- Menanyakan apakah ada demam, nyeri, bengkak, penurunan berat badan?
3. Riwayat penyakit dahulu
- Dahulu apakah pernah mengalami sakit yang serupa seperti ini?
- Apakah ada alergi terhadap obat dan lain-lain?
4. Riwayat pribadi
- Menanyakan kebersihan diri pasien.
- Menanyakan apakah pasien merokok ataupun minum alkohol.
- Riwayat haid, umur menarke, juga umur menopause, penggunaan obat-obat
kontraseptif juga harus ditanyakan.
5. Riwayat sosial

- Menanyakan lingkungan tempat tinggal, bersih atau tidak, padat atau tidak.
6. Riwayat Keluarga
- Apakah dalam anggota keluarga pernah mengalami kejadian yang serupa?

2.

Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan hal yang harus dilakukan ketika pasien dateng menemui

dokter. Pemeriksaan fisik ini meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi,
tekanan darah, frekuensi pernapasan), inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi
(mengetuk), serta auskultasi (mendengarkan). Namun, berhubungan dengan kasus sistem
musculoskeletal, pemeriksaan fisik yang digunakan adalah inspeksi, palpasi, dan movement
(pergerakan).4
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan ketika pasien memasuki ruangan periksa. Tinggi badan
dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga melihat gaya
berjalan, deformitas tulang, nyeri spinal, dan jaringan parut pada leher (apakah bekas tersebut
merupakan bekas operasi tiroid). Lalu, melihat apakah ada tanda pembengkakan bila terjadi
fraktur dan rasa nyeri pada sekitar lokasi fraktur. Selanjutnya, melakukan palpasi di bagianbagian tubuh terutama daerah fraktur terjadi ataupun daerah yang sering mengalami
osteoporosis apakah terdapat rasa nyeri, pembengkakan, dan sebagainya. Pasien dengan
osteoporosis sering menunjukan kifosis dorsal dan penurunan tinggi badan. Selain itu, sering
didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot, dan kulit yang tipis.2,4

b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakan diagnosis. Dalam osteoporosis,
pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan biokimiawi tulang, pemeriksaan radiologis,
dan pemeriksaan densitas massa tulang.2
a. Pemeriksaan Biokimiawi Tulang.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pembentukan formasi tulang (kerja osteoblas)


dan resorpsi tulang (kerja osteoklas). Petanda biokimiawi tulang untuk pembentukan
formasi tulang adalah Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP), osteocalsin,
Carboxy-terminal propeptide of type I collagen (PICP), dan amino-terminal
propeptide of type I collagen (P1NP). Petanda biokimiawi untuk proses resorpsi
tulang adalah hidroksilipin urin, cross-lap, dan kalsium urin. Manfaat pemeriksaaan
petanda biokimawi tulang adalah prediksi kehilangan massa tulang, prediksi resiko
fraktur, seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif, dan evaluasi hasil terapi
pasien osteoporosis.

b. Pemeriksaan Radiologis.
Pemeriksaan densitas sering kali tidak sensitif, oleh karena itu pemeriksaan radiologis
dibuthkan untuk mendapat gambaran osteopororsis yang spesifik. Gambaran
radiologis yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen.
c. Pemeriksaan Densitometri.
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan resiko fraktur pada densitas massa
tulang yang menurun secara progresif dan terus menerus.
Densitometri merupakan pemeriksaan yang akurat deran presis untuk menilai densitas
suatu tulang. Berbagai metode yang dapat dipakai adalah

single-photon

absorptiometry (SPA), dual-photon absorptiometry (DPA), X-Ray absorptiometry


(DXA), dan quantitative computed tomography (QCT). Akan tetapi DXA yang paling
sering digunakan dalam pemeriksaan densitas tulang.
DXA memiliki tingkat akurasi dan presisi yang sangat tinggi. Hasil pengukuran
dengan DXA berupa, densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk
gram per CM2, kandungan mineral tulang dalam satuan gram, perbandingan hasil
densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang
seusia dan dewasa yang dinyatakan dalam presentase, dan perbandingan hasil densitas
mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan
dewasa muda yang dinyatakan dalam skore standar deviasi ( z-score atau t-score).
Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor resiko utama yang dapat
dicegah dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan

densitas tulang sebesar 1 standar deviasi di bawah rata-rata densitas mineral orang
dewasa akan meningkatkan resiko fraktur sebanyak 2-3 kali.
Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporosis dipakai
standar WHO sebagai berikut.

Kategori Diagnostik
Normal
Osteopenia
Osteoporosis
Osteoporosis Berat

T-Score
>-1
<-1
<-2,5 (tanpa fraktur)
<-2,5 (dengan fraktur)

Tabel 1. T-score Menurut WHO2

3.

Diagnosa
a. Working diagnosis (osteoporosis tipe 1)
Osteoporosis tipe satu dan dua sangat sulit dibedakan. Osteoporosis tipe 1 merupakan

osteoporosis yang disebabkan oleh defisiensi esterogen setelah menopause. Predileksi umur
penderita adalah 50-70 tahun dan jika dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, maka
kemungkinan 6 wanita mengalami osteoporosis berbanding dengan 1 orang laki-laki. Tipe
kerusakan tulang yang utama terjadi di trabecular, dan lokasi fraktur terbanyak adalah
vertebra dan radius distal. Suatu hal yang menjadi ciri khas dari osteoporosis tipe 1 jika
dibandingkan dengan tipe 2 adalah fungsi PTH yang menurun pada osteoporosis tipe 1.

b. Differential diagnosis (osteoporosis tipe 2 dan osteomalasia)


Osteoporosis tipe 2

Osteoporosis tipe 2 merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penuaan dan tentu saja
defisiensi esterogen juga berpengaruh kuat. Predileksi umur penderita adalah diatas 70 tahun
dan jika dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, maka kemungkinan 2 wanita mengalami
osteoporosis berbanding dengan 1 orang laki-laki. Tipe kerusakan tulang yang utama terjadi
di trabecular dan kortikal, dan lokasi fraktur terbanyak adalah vertebra dan radius distal. Dan
pada osteoporosis tipe 2 jika dibandingkan dengan tipe 1 adalah fungsi PTH yang meningkat
pada osteoporosis tipe 2.

Osteomalacia

Pada orangtua dimana epifise telah menutup dan hanya tulang yang terkena, gangguan
mineralisasi disebut osteomalasia. Manifestasi dari osteomalasia menyerupai reumatik,
meliputi nyeri tulang, mudah lelah.

Tulang tulang panjang menjadi bengkok terutama

dikaki serta kifosis dipunggu dan dapat menyebabkan gaya berjalan bergoyanggoyang/waddling gait. 4,5
Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kalsium
serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkali fosfatase, kadar
osteoclasin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika ada
hipokalsemia) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi Vitamin D di dalam serum. 5 Pada
osteomalasia kekurangan Ca ekskresi Ca urin menurun, kadar hormone paratiroid meningkat,
kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau normal. Osteomalasia
akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia, dimana didapatkan kadar
osteoklasin, hormon paratiroid normal. Kadar alkali fosfatase biasanya meningkat, kadar
fosfor serum 1,25 (OH)2 Vit.D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi.

4.

Etiologi
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur merupakan salah

satu faktor resiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang. Setiap
peningkatan umur 1 dekade, setara dengan peningkatan osteoporosis 1,4-2,8 kali. Faktorfaktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang juga merupakan
faktor penyebab osteoporosis, seperti sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, terapi
glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiroidisme atau defisiensi hormon
pertumbuhan.2
Pubertas terlambat, anoreksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang
menyebabkan amenore juga menyebabkan puncak massa tulang yang tidak maksimal.
Defisiensi kalsium,

vitamin D, protein, dan vitamin K juga merupakan faktor resiko

osteoporosis. Faktor hormonal juga berperan dalam pertumbuhan tulang, termasuk hormon
seks gonadal dan androgen adrenal. Aspek hormonal lainnya yang berperan pada peningkatan
massa tulang adalah IGF-1, 1,25(OH)2D, reabsorbsi fosfat anorganik di tubulus dan
peningkatan fosfat serum. Faktor hormonal yang berkaitan dengan kehilangan massa tulang
adalah hiperkortisolisme, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme.2

Faktor lain yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi
alkohol yang berlebihan. Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko
osteoporosis adalah densitas massa tulang, ukuran tulang, makro-mikroarsitektur tulang,
derajat mineralisasi, dan kualitas kolagen. Selain faktor resiko osteoporosis, maka resiko
terjatuh juga harus diperhatikan karena berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik.
Beberapa

faktor

yang

berhubungan

dengan

resiko

terjatuh

adalah

usia

tua,

ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung, gangguan neurologik, gangguan


penglihatan, dan sebagainya.2
Patogenesis6

5.

Patogenesis. Pada orang dewasa terdapat suatu keseimbangan dinamis antara


pembentukan penyerapan tulang. Osteoporosis timbul jika keseimbangan ini bergeser ke arah
penyerapan

tulang

oleh

osteoklas.

Masih

belum

diketahui

pasti

bagaimana

ketidakseimbangan Ini bisa terjadi. Namun, banyak kemajuan yang menarik dalam penelitian
mengenai.mekanisme molekular pertumbuhan dan remodeling tulang telah memberikan
petunjuk mengenai masalah ini' Yang menjadi hal pokok dalam pemahaman ini adalah
ditemukannya anggota baru famili reseptor factor nekrosis tumor (TNF) dan ligannya yang
mempengaruhi fungsi osteoklas.
Sekarang diketahui bahwa sel stroma dan osteoblas menyintesis dan mengekspresikan
pada membrane selnya suatu anggota family TNF yang disebut ligan RANK. Seperti
diisyaratkan oleh namanya, ligan RANK berikatan dengan suatu molekul reseptor yang
dikenl dengan singkatan RANK (receptor activator for nuclear factor kB). Nama ini berasal
dari kemampuan RANK mengaktifkan jalur franskripsi NFrB. Sementara ligan RANK
dihasilkan oleh osteoblas dan sel stroma, reseptornya (RANK) diekspresikan oleh makrofag.
Diferensiasi makrofag menjadi osteoklas mensyaratkan bahwa ligan RANK yang
diekspresikan di permukaan sel stroma atau osteoblas berikatan dengan reseptor RANK di
makrofag.
Selain itu, sel stroma juga menghasilkan suatu sitokin yang disebut mncrophage
colony-stimulating factor, fang melekat ke suatu reseptor khusus di makrofag Bersama-sama,
ligan RANK dan macrophage colony-stimulating factor bekerja untuk mengubah makrofag
menjadi,osteoklas yang mencerna tulang. Oleh karena itu, pengaktifan reseptor RANK
merupakan stimulus utama terjadinya resorpsi tulang.

Aktivitas osteoklastogenik di jalur ligan RANK-RANK diatur oleh sebuah molekul


yang disebut osteoprotegerinv(OPG), yang juga disekresikan oleh selvstroma/osteoblas. OPG
adalah suatu " decoy receptor" (reseptor pemikat) yang dapat mengikat ligan RANK sehingga
ligan ini tidak dapatberikatan dengan RANK. Jika ligan RANK berikatan dengan OPG dan
bukan dengan reseptor RANK di prekursor osteoklas, pembentukan osteoklas dan fungsi
penyerapan tulang terganggu. Berdasarkan temuan baru ini, sekarang diakui bahwa
disregulasi RANK, ligan RANK dan OPG adalah faktor utama dalam patogenesis
osteopoiosis; disregulasi ini dapat dipicu melalui banyak cara, termasuk defesiensi estrogen.
Oleh karena itu, saat ini diperkirakan osteoporosis bukan satu penyakit tersendiri, tetapi lebih
merupakan sekelompok penyakit dengan ekspresi morfologik yang sama, yaitu penurunan
massa tulang total dan densitasnya.
Sebagian faktor utama yang berkaitan dengan timbulnya osteoporosis akan
diringkaskan berikut ini. Pada keadaan normal, massa tulang meningkat secara tetap pada
masa bayi dan anak, mencapai puncaknya pada masa dewasa muda. Massa tulang puncak ini
merupaknn determinan penting untuk risiko osteoporosis di kemudian hari. Massa puncak ini
umumnya ditentukan oleh faktor genetik, meskipun faktor ekstemal, termasuk aktivitas fisik,
diet, dan status hormon, juga berperan. Laki-laki mencapai densitas tulang yang lebih tinggi
daripada perempuan, dan orang berkulit hitam memiliki massa tulang puncak yang lebihbesar
daripada orangberkulit putih. Dengan demikian, perempuan berkulit putih adalah kelompok
paling rentan terhadap osteoporosis dan berbagai penyulitnya.
Perubahan terknit-usia dalam kepadatan tulang terjadi pada semua orang dan jelas
berperan menyebabkan osteoporosis pada kedua jenis kelamin. Seperti diisyaratkan di atas,
tulang adalah suatu jaringan yang dinamis dan terus menerus mengalami remodeling seumur
hidup. Remodeling ditandai dengan periode resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru
secara bergantian. Densitas tulang maksimum biasanya dicapai pada usia tiga puluhan.
Setelah itu, kepadatan tulang mulai menurun. Kecepatan penurunan ini besamya sekitar
0,7%,per tahun meskipun kecepatan ini sangat berlainan dari orang ke orang dan dari satu
tulang ke tulang lainnya. Penurunan terbesar terjadi di daerah yang mengandung banyak
tulang cancellous (trabekular), seperti tulang belakang dan leher femur. Oleh karena itu,
tempat inilah yang sering mengalami fraktur pada pengidap osteoporosis. Penurunan massa
tulang terkait-usia tampaknya terutama disebabkan oleh penurunan aktivitas osteoblas serta
peningkatan aktivitas osteoklas yang berkaitan dengan usia. Setelah decade ketiga, pada
setiap siklus remodeling tulang, pembentukan tulang baru tidak dapat mengompensasi
kehilangan tulang sehingga secara bertahap terjadi pengurangan tulang.
10

Faktor hormon berperan penting dalam timbulnya osteoporosis, terutama pada


perempuan pascamenopause. Munculnya menopause diikuti oleh penurunan pesat massa
tulang. Sebaliknya, pemberian estrogen kepada perempuan pascarnenopause mengurangi
kehilangan tulang dan menyebabkan penurunan insdensi fraktur. Penelitian awal mengenai
efek estrogen pada tulang berfokus pada pengendalian sitokin yang memengaruhi resolpsi
tulang dan pembentukan tulang baru. Penurunan kadar estrogen menyebabkan peningkatan
produksi interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (lL-6), dan faktor nekrosis tumor (TNF) oleh
monosit dan elemen sumsum tulang lainnya. Sitokin ini meningkatkan penyerapan tulang
terutama dengan meningkatkan jumlah prekursor osteoklas di sumsum tulang.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa estrogen memengaruhi diferensiasi osteoklas
melalui jalur reseptor RANK. Estrogen merangsang pembentukan OPG sehingga
menghambat pembenhrkan osteoklas; estrogen juga menumpulkan responsivitas precursor
osteoklas terhadap ligan RANK; peningkatan kadar IL-1 dan TNF (ditemukan pada defisiensi
estrogen) merangsang pembentukan ligan RANK dan macrophage colony -stimulatin g
facfor, keduanya meningkatkan pembentukan osteoklas. Bukti mengisyaratkan bahwa
defisiensi estrogery serta proses penuaan normal, juga dapat menyebabkan penurunan
aktivitas osteoblastik sehingga pembentukan tulang baru juga menurun. Oleh karena itu,
berkurangnya tulang pada defisiensi estrogen dapat disebabkan oleh kombinasi peningkatan
resorpsi tulang dan penurunan pembentuknn tulang.
Defisiensi testosteron terdapat pada sekitar sepertiga laki-laki dengan osteoporosis
senilis. Hal ini juga tampaknya berperan dalam peningkatan pertukaran tulang melalui efek
local pada produksi sitokin sitokin. Namun, efek ini tidak sama besar seperti efek yang
ditimbulkan oleh defisiensi esterogen. Faktor genetik adalah salah.satu bagian penting
darivteka-teki osteoporosis. Seperti telah disinggung densitas tulang maksimum yang dicapai
seseorang ditentukan terutama oleh pengaruh genetik. Meskipun masih banyakfaktor genetikyang bertanggung jawab dalam perkembangan normal tulang yang perlu diidentifikasikan
salah satu penentu densitas tulang maksimum tampaknya adalah molekul reseptor vitamin
D(VDR). Varian tertentu gen VDR dilaporkan berkaitan dengan; penurunan densitas tulang
maksimum, mungkin karena terjadi gangguan pada efek vitamin D terhadap pembentukan
tulang., Namun, peran kesel uruhan poli morfisme ini dalam patogenesis osteoporosis masih
belumjelas.
Faktor mekanis, terutama penyangga beban, merupakan rangsangan penting bagi
remodeling normal tulang, dan penurunan aktivitas fisik menyebabkan percepatan kehilangan
tulang. Hal ini secara dramatis dibuktikan oleh berkurangnya tulang di ekstremitas yang
11

lumpuh atau mengalami imobilisasi dan oleh penurunan substansial massa tulang pada
astronot
yang tinggal dalam kondisi gaya tarik nol untuk jangka lama. Gaya hidup yang umumnya
santai pada banyak orang dewasa jelas berperan mempercepat osteoporosis.
Peran diet, termasuk asupan kalsium dan vitamin D, dalam pembentukan,
pencegahan, dan terapi osteoporosis masih belum sepenuhnya dipahami. Densitas tulang
maksimum seseorang sebagian ditentukan oleh asupan kalsium total dalam makanan,
terutama sebelum pubertas. Tampaknya asupan kalsium dari makanan pada perempuan
dewasa muda jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki usia sepadannya dan keadaan
tersebut mungkin salah satu faktor yang mempermudah terjadinya osteoporosis di kemudian
hari pada perempuan.
6.

Penatalaksanaan2
a. Medica mentosa
Secara teoritis. osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas

(anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Walaupun


demikian, saat ini obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif. Yang termasuk
golongan obat anti resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bisfosfonat dan kalsitonin.
Sedangkan yang rermasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH dan lain sebagainya,
Kalsiunr dan vitan-rin D tidak mempunyai efek anti resorptif maupun stimulator tulang,
tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh
osteoblas.

Kekurangan

kalsium

akan

menyebabkan

peningkatan

produksi

PTH

(hiperparatiroidisme sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi


tidak efektif.
Terapi yang digunakan antara lain :
Estrogen
Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh ostecblas dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperli faktor humeral (sitokrn. prostaglandin, factor pertumbuhan dll). dan faktor
sistemik kalsitonin, estrogen, kortikosreroid, tiroksin dll). Reseptor estrogen ditemukan baik
pada osteoblas normal maupun pada populasi osteoblast-like osteosarcoma cell. Reseptor
pada sel-sel tersebut relatifdalam konsentrasi yang rendah bila dibandingkan organ reseptor
pada sel target estrogen yang lain, Absorpsi estrogen sangat baik melalui kulit, mukosa
(misalnya vagina) dan saluran cerna.
12

Pemberian estradiol transdemral akan mencapai kadar yang adekuat didalam darah
pada dosis 1/20 dosis oral. Estrogen oral akan mengalami metabolisme terutama di hatiEstrogen yang beredar didalam turbuh sebagian besar akan terikat dengan sex hormonebinding globulin (SHBG) dan albumin. hanya sebagian kecil yang tidak terikat. tapi justru
fraksi inilah yang aktif. Estrogen akan diekskresi lewat saluran empedu. kemudian
direabsorpsi kembali di usus halus (sirkulasi enterohepatik). Pada fase ini, estrogen akan
dimetabolisme menjadi bentuk yang tidak aktif dan diekskresikan lewat ginjal. Merokok
ternyata dapat menurunkan aktivitas estrogen secara bermakna. Efek samping estrogen
meliputi

nyeri

payudara

(mastalgia),

retensi

cairan,

peningkatan

berat

badan,

tromboembolisme dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker
peyudara.
Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah kanker payudara, kanker
endometrium, hiperplasi endometrium, kehamilan, perdaran uterus disfungsional, hipertensi
yang sulit dikontrol, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium dan penyakit hati yang
berat. Sedangkan kontraindikasi relatif termasuk infark miokard, stroke, hiperlipidenria
familial, riwayat kanker payudara dalam keluarga, obesitas, perokok, endorretriosis,
melanoma malignum, migrain berat, diabetes melitus yang tidak terkontrol dan penyakit
ginjal.

Raloksifen
Raloksifen merupakan anti estroqen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang
dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan
preparat ini disebutjuga selective estrogen receptor modularors (SERM). Obat ini dibuat
untuk penqobatan osteoporosis dan FDA juga telah menyetujui pcnggunaannya untuk
pencegahan osteoporosis
Mekanisme kerja raloksifen terhadap tulang, sama dengan estrogen, tidak sepenuhnya
diketahui dengan pasti, tetapi diduga melibatkan TGFp. yang dihasilkan oleh osteoblas dan
osteoklas dan berfungsi menghambat diferensiasi osteoklas dan kehilangan massa tulang.
Aksi raloksifen diperantarai oleh ikatan raloksifen pada reseptor estrogen, tetapi
mengakibatkan ekspresi gen yang diatur estrogen yang berbeda pada jaringan yang berbeda.
Dosis yang direkomendasikan untuk mencegah osteoporosis adalah 60 mg/hari. Pemberian
raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan mengalami metabolisme di hati,

13

Raloksifen akan rnenyebabkan kecacatan janin; sehingga tidak boleh diberikan apada wanita
yang hamil atau berencana untuk hanril.
Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik
sebagai pengobatan alternatif setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada
wanita. maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas
dengan cara berikatan pada permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara
mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Selain itu, beberapa
bisfosfonat juga dapat nempengaruhi aktifasi prekursor.osteoklas, diferensiasi prekursor
osreoklas menjadi osteoklas yang matang. kemotaksis, perlekatan osteoklas pada permukaan
tulang dan apoptosis osteoklas.
Bisfosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklas dengan cara
merangsang osteoblas menghasilkan substansi yang dapat mengharnbat osteoklas dan
menurunkan kadar stimulator osteoklas. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahrva
bisfosfonat dapat meningkatkan jumlah dan diferensiasi osteoblas. Dengan mengurangi
aktivitas osteoklas, maka pemberian bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang positif
pada unit remodeling tulang.
Pernberian bisfosfonat oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat
buruk, kurang dari 5% dari dosis yang diminum ,vang diabsorpsi juga tergantung pada dosis
yarng diminum. Absorpsi juga akan terhambat bila bisfosfonat dibedakan bersama-sama
dengan kalsitur, kation divalen lainnya dan berbagai rrinuman lain kecuali air. Bisfosfonat
harus diminum dengan air, idealnya pada pagi hari pada waktu bangun tidur dalam keadaan
perut kosong. Setelah itu pasien tidak diperkenankan makan apapun, minimal selama 30
menit dan selanta itu pasien harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Khusus untuk
etidronat, dapat diberikan 2jarn sebelum atau 2jam setelah makan. Karena absorpsinya tidak
terlalu dipenraruhi oleh makanan.
Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi. akan melekat pada permukaan tulang
setelah 12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bisfosfonat akan tetap berada didalam tulang selama berbulan-bulan.bahkan bertahun-tahun.
tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami

14

metabolisme didalam tubuh dan akan diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal,
sehingga pemberiannya pada pasien gagal ginjal harus berhati-hati.
Beberapa Preparat Bisfosfonat

Etidronat

Untuk tcrapi osteoporosis, etidronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 2
minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76 hari. Siklus ini
diulang tiap 3 bulan

Klodronat

Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/ hari selama 1 bulan
diianjutkan dengan suplementasi kalsium selama bulan. Siklus ini dapat diulang setiap 3
bulan

Pamidronat

Pamidronat biasanya diberikan melalui infus intravena.

Alendronat

Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangai poten. Untuk terapi osteoporosis,


dapat diberikan dengan dosis l0 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak
menggangu mineralisasi tulang.

Risedronat

Risedronatjuga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. untuk terapi


osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara Kontinyu

Asam Zoledronat .

Asam zoledronat merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang ada
adiilah sediaan intravena vang harus diberikan perdrip selama l5 menit untuk dosis 4 mg.
Untuk pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 4 mg pertahun

Kalsitonin

15

Kalsitonin (CT) adalah suatu peptida yang terdiri dari 32 asam amino, yang dihasiikan
oleh sel kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat, resorpsi tulang oleh osteoklas. Dalarn
bebcrapa menit setelah pemberian. efek-tersebut sudah mulai bekerja sehingga aktrvitas
resorpsi tulang berhenti. Selain ituu, kalsitonin juga mernpunyai efek menghambat osteosit
dan merangsang osteoblas, tetapi efek ini masih kontroversial. Efek lain yang penting adalah
analsesik yang kuat.
Kalsitonin, merupakan obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit

yang

meningkatakan

resorpsi

tulang

dan

hiperkalsemia

yang

diakibatkannya, seperti penyakit paget, Osteoporosis dan hiperkalsemia pada keganasan.


pemberianya secara intranasal, nampaknya akan mempermudah penggunaan daripada
preparat injeksi yang pertama kali diproduksi. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian intra
nasal adalah 200 U per hari- Kadar puncak di dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20,30
menit, dan akan dimetabolisme
dengan cepat di ginjal. Pada sekitar separuh pasien yang mendapatkan kalsitonin lebih dari 6
bulan, ternyara terbenluk antibodi yang akan mengurangi efektivitas kalsitonin.

Hormon Paratiroid
Hormon Paratiroid berfungsi unruk mempertahankan kadar kalsium didalam cairan
ekstraselular. Kombinasi PTH dosis rendah (25-40 mg) dengan antiresorptif lain (HRT,
bistbsfonat atau kalsitonin) ternyata rnemberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
pemberian anriresorptif saja. Selain itu kombinasi ini juga akan menghindari kehilangan
rnassa tulang kortikal yang berlebihan akibat terapi PTH. Reseptor PTH, ternyata tidak
didapatkan pada permukaan osteoklas, tetapi ditentukan dalam jumlah yang sangat banyak
pada sel preosteoblastik, sehingga diduga, peningkatan rersorpsi osteoklas bersifat sekunder
melalui berbagai faktor lokal.
Walaupun efek anabolik PTH hanya terdapat pada tulang trabekular, sedangkan pada
tulang kortikal justru menurunkan massa tulang, tetapi pada penelitian degan tikus, tidak
pernah ditemukan tanda-tanda kehilangan massa tulang kortikal selama pengobatan. Pada
pasien dengan
hiperparatiroisme primer, PTH endogen yang kontinyus ternyata akan menyebabkan
osteoporosis tulang kortikal yang berat
Viiamin D
16

Pada penelitian didapatkan suplemenrasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium


peroral selama 18 bulan temyata mampu menurunkan fraktur non.spinal sampai 507o
(Dalvson-Hughjes, 1997).
Kalsitriol
Penelitian Galagher (200I) mendapatkan bahwa pemberian kalsitriool 0,25 mg,2 kali
perhari selama ternyata meningkarkan BMD pada daerah lumbal hanya 1,7% dan tidak
meningkatkan BMD pada daerah leher femur secara bermakna. Saat ini kalsitriol tidak
diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause
Kalsium
Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak mencukup untuk mencegah fraktur pada
pasien osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat. karena
mengandung kalsium elem 400 mg/gram, disusul Kalsium fosfat yang mengandung kalsium
elemen 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung kalsium elemen 211 mg/gram,
kaisium laktat yang mengandung kalsium elemen 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang
mengandung kalsium elemen 90 mg/gram.
Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktivitas estrogenik. Ada banyak
senyawa fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoilavon dan lignans. Isoflavon yang
berefek estrogenik antara lain genistein, daidzcin dan gliklosidanya yang banyak ditemukan
pada golongan kacangkacangan (Leguminosae) seperti soy bean dan red clover.

Terapi Kombinasi
Kombinasi antara 2 anti-resorptif atau anti-resorptif dan stimulator tuhng. temyata
memberikan hasil yang menjanjikan. Tujuan terapi kornbinasi adalah untuk nendapatkan efek
maksimal 2 macam obat yang berbeda mekanismenya dan mendapatkan efek muskuloskeletal
khusus dari masing masing obat tersebut.
Kombinasi etidronat dengan estrogen mernberikan hasil vang baik, baik pada wanita
yang baru rnengalami menopause. maupun pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause. Pada wanita yang baru mengalarri menopause, pemberian kombinasi estrogen
17

dan etidronat selama 4 tahun temyata dapat meningkatkan BMD pada daerah lumbal sebesar
10,97% sedangkan pada daerah leher femur l,25%. Dibandingkan pengguna etidronat saja,
kenaikan BMD pada derah lumbal hanya 6,79% sedangkan pada leher femur hanya l,2% dan
33% pasien mengalami osreomalasia. Pada pengguna HRT saja. kenaikan ISMD pada daerah
lumbal hanya 6,73% sedangkan pada leher femur hanya 4,01%. Pada wanita dengan
osteoporosis pasca menopause, kombinasi etidronat dan estrogen selarna 4 tahun akan
meningkatkan BMD pada daerah lumbal sebesar l0,4% dan pada leher femur 1,1%. Kenaikan
BMD pada daerah lumbal dan leher femur pengguna etidronat siklik berturut-turut adalah
1,3% dan 0,9%, sedangkan pada pengguna HRT berturut-turut 7,1%dan 4,8%.
Penelitian multisenter mengenai kombinasi alendronat dengan estrogenjuga telah
dilakukan selama 2 tahun, dibandingkan dengan alendronate sendiri, estrogen terkonyugasi
sendiri dan plasebo. Pada akhir penelitian, kelompok plasebo kehilangan 0,6% massa tulang
lurnbal, kelompok alendronat dan estrogen masing-masing terdapat peningkatan BMD
lumbal 57,%sedangkan kelompok kombinasi menunjukkan peningkatan BMD lumbal sebesar
8.3% dibandingkan plasebo.
Kombinasi estrogen dan risedronat juga menunjukkan hasil yang sangat baik, dimana
penelitian 1 tahun kombinasi tersebut menjukkan peningkatan BMD lumbal sebesar 5,2% dan
daerah leher femur sebesar 2,6%, sedangkan pasien yang hanya mendapatkan estrogen
menunjukan peningkatan BMD lumbal hanya 4,8% dan BMD leher femur hanya l,8%.
Kombinasi alendronat dan raloksifen juga telah diteliti selama 1 rahun pada 330
pasien osteoporosis pasca menopause. Peningkatan BMD lumbal pada kelompok alendronat
sendiri adalah 27%, raloksifen sendiri 4,3% dan kombinasi mencapai 5,2%. Kombinasi PTH
dengan estrogen atau kalsitonin. atau bisfosfonat atau SERM juga menunjukkan hasil yang
sangat baik. Penelitian Rittsmaster dkk. pada 206 pasien osteoporosis pasca rnenopause
dengan mensgunakan PTH 50 mg, 75 mg dan 100 mg pada tahun pertama dilanjutkan
dengan alendronat l0 mg perhari pada 1 tahun berikutnya menunjukkan hasil yang sangat
menggembirakan. Pasien yang tidak mendapatkan PTH (plasebo), pada akhir tahun kedua
setelah pemberian alendronat, terjadi peningkatan BMD pada derah lumbal hanya 7,l%,
sedangkan yang mendapatkan PTH 1 tahun sebelumnya dengan dosis 50 mg,75 mg dan 100
mg terdapat kenaikan BMD lumbal berturut-turut ll,3%, 13,4% dan 14,67% .
Dari penelitian-penelitian ini, ternyata kombinasi obat-obat osteoporosis ternyata
memberikan hasil yang cukup baik dibandingkan pemberian obat-obat tersebut sendirisendiri

18

b. Non-medica mentosa
Edukasi dan pencegahan

Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara
kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuscular serta kebugaran. sehingga
dapat mencegah resiko terjatuh Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi

berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.


Pada-pasien yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah
pembebanan terhadap tulang. sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis,
maka latihan dinrulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara

bertahap sehingga mendapati Iatihan beban yang adekuat.


Jaga asupan kalsium 1000- 1500 mg/hari
Hindari merokok dan minum alcohol
Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone pada laki-laki

dan menopause awal pada wanita


Kenali berbagai penyakit dan obat obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.
Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti

osteoporosis
Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang

licin
Hindari obat-obat sedatif dan obat anti hipetensi yang dapat rnenyebabkan hipotensi

ortistatik
Hindari defisiensi vitamin D
Usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat
mungkin.

7.

Epidemiologi
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu,
wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan
19

tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi
hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah.
Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari
hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan
meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan
perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur
genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik

Konsumsi daging merah dan minuman bersoda,


karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman

parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.

Minuman berkafein dan beralkohol.


Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang

keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen
Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska
yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.

Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung
kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu
20

kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan


massa tulang (osteoblas).

Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya

(proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan
berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang
untuk membentuk massa.

Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok

sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat


penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan
aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel
tulang

tidak

kuat

dalam

menghadapi

proses

pelapukan.

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi,


penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas
menyebabkan

osteoporosis

baik

secara

langsung

tidak

langsung.

Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa
karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur
35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada
umur tersebut sudah berhenti.

Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan

mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid
21

menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan
penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini
agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
8.

Prognosis
Prognosis pada penyakit osteoporosis ditemtukan pada penanganan spesifik terhadap

kebebasan dan kualitas hidup pasien dimana keadaan ini sangat individual dan sedikit
berbeda pada setiap pasien. Dapat pula dilakukan berbagai tindakan intervensi untuk
menghasilkan progam pengobatan yang sukses.7
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang menyenangkan untuk
memicu gerakan badan mempertahankan keseimbangan tubuh mendemonstrasikan
pengetahuan

mengenai

cara

menghindari

resiko

cedera,

menghilangkan

stres

pasien,mempertahankan hal yang disukai pasien dan membangun kondisi komunikasi yang
menyenangkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibirata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi

ke-4.

Jakarta:

Penerbit

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;

2006.h.1269-83.
3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006.h.89.
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.h.76-7.
5. S Bambang, K Nyoman. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta: FKUI, 2009;
2650-77.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins vol 2.ed. 7. Jakarta:
EGC;2007.h. 845-50.
7. Gueldner SH, Gabo TN, Newman ED, Cooper DR,editors. Osteoporosis.
NY:LLC;2008.h.956

22

23

Anda mungkin juga menyukai