Anda di halaman 1dari 3

Aku bernama Egy lahir dipulau kecil, indah dan katanya sekeping permata

bernama Samosir, aku hidup dan besar disana di kepingan permata, hidup itu
sulit bagiku terlebih aku pernah kehilangan seseorang yang sangat menyayangiku,
yaitu oppung boru saat itu aku berumur 5 tahun dan aku kelas taman kanak-kanak
yang saat itu sedikit aku benci, aku mempunyai banyak kenangan dengan dia. Saat
itu pagi hari aku seperti biasa dibangunkan Jo dungo ho amang nae marsuapho.
Katanya dengan suara lembutnya olo tongkinnai kataku dengan sedikit
mengantuk, lalu ia pergi kembali melanjutkan pekerjaannya, tak lama setelah itu
aku pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahku,kemudian sepuluh menit setelah
aku mencuci mukaku, datanglah orangtuaku menjemputku jo ayo nanti terlambat
kau kata ibuku, iya ma, oppung lao au da kataku sedikit berteriak olo amang
katanya sambil berjalan dari dapur. Biasanya ia datang ke depan rumahnya untuk
melihat aku pergi.
Setiap hari sehabis sekolah aku kerumah dan setelah itu aku pulang ke
rumah oppungku, aku juga sering memakan mie buatannya karena ia juga sekalian
berjualan mie. Setiap harinya seperti itulah kehidupan yang ku jalani, suatu hari
aku seperti biasa datang ke rumahnya untuk menemui dia dan bermain dengan
teman-teman dan pamanku walaupun aku sering walaupun aku sering dimarahi
pamanku, pada saat itu aku bermain sendiri si halaman dan tentu banyakorang
yang berjalan berlalu di depan toko itu dan aku tentu saja banyak debu
berteberan ku buat lalu pamanku yang kedelapan memarahiku Jo marhua dod
disi ho marabu dibahenko, tumagon urupanmu oppungan, ai ho do torus donganna
katanya dengan nada marah, memang wajar ia mengatakan itu karena aku sering
dimanjakan oleh oppungku dan mereka kadang-kadang cemburu denganku karena
setiap yang ku inginkan harus merka penuhi, tetapi merka juga dapat meklum
meluhat tingkahku yang saat itu masih berumur 5 tahun, setelah itu aku dengan
perasaan sedikit kesal aku pergi kedapur dan menjumpai oppungku aku mengadu
padanya oppung berengjo tulang an dilagai au kataku dengan sedikit kesal aha
haroa dibahenko asa muruk ibanadia menanyakan sambi melanjutkan
pekerjaannya untuk membuat mie dan bumbunya, holan marmeam do ahu di
halamani aje marabu dilagai ma au alani i kataku lagi, oh......... i do bahenma
annnon pe ta muruki ibana da, huson ma ho urupi majo ahu , kemudian aku
membantunya membuat mie dan bumbunya itu hingga sore dan semua orang
berulangan dan toko kecilnya yang menyatu dengan rumahnya ditutup. Sore itu
aku mandi dan seperti biasa kau tidur di depan televisi beralaskan tikar dan
selimut sampbil oppungku duduk disampingku, kemudian pamanku yang
memarahiku lewat dan duduk juga di kursi , ate Roy alani aha imuruki ho anakkon
tanyanya, ehe... marmeami ibana dihalaman i gabe marabu ma sudena halaman
ijawabnya dengan sabar hope unang pala imuruki ho ibana ai dakdanak dope
ibanakatanya,olo jawabnya lagi. Tak sadar aku telah tertidur disampingnya dan

ia melihatku dengan penuh kasih sayang, ia membiarkan aku senjenak dan


melanjutkan percakapannya dengan pamanku.
Keesokan harinnya aku dibangunkan lagi dan aku dijemput orangtuaku lebih
awal karena oppungku ingin berobat kerumah sakit karena ia mengalami penyakit
maag dan ini sudah lama dideritanya,ma kenapa cepat kali orang mama datang
tanyaku dengan sedikti heran, ia mau berobat nanti oppung kerumah sakit
karena lagi sakit oppung, lagi pula nanti kau terlambat ke sekolah nanti dimarahi
lagi kau kayak semalam gak malu kau dilihat kawanmu terlambat jawab ibuku, aku
menuruti saja apa yang dikatakan ibuku lalu aku bertanya lagi ma nanti siang aku
bisa kerumah oppung, nanti malamlah ya mungkin agak lama nanti berobat
oppung, lagi pula dah terus kau disitu dirumah lah dulu kita ya nanti malam mama
sama bapa ngantar kaupun kesana naik sepedapun kau ya. Jawabnya ia ma nanti
malam ya ma kataku menegaskan pernyataan ibuku tadi ia janji mama.
Malam itu aku sangat senang sambil mengayuh sepeda ditemani orangtuaku
aku pergi kerumah oppungku yang hanya berjarak 200 meter dari rumahku,
sesampainya aku dirumah oppungku aku langsung masuk dan menjumpainya
dengan perasaan senang ia juga menyambut kedatanganku bersama-sama dengan
orangtuaku kerumahnya dan setelah itu kembali tikar dan selimut itu di
rentangkan di dilantai dan aku tidur disitu sambil menonton televisi dan sesekali
mendengar percakapan mereka dan duduk didekat oppungku,tak lama setelah itu
akupun tertidur dan orangtuaku kembali kerumah dan aku diangkat ketempat
tidur oppungku.
Bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun penyakit oppungku semakin
parah, saat aku dirumahnya ia lebih sering beristirahat dan lebih cepat tidur
dibandingkan semula, hingga pada suatu saat oppungku dibawa ke Medan untuk
berobat karena sudah semakin parah dan pada saat di daerah Kabanjahe
oppungku meninggal dunia, sebelum kematiannya aku berada dirumahku yang baru
dimana saat itu kami baru saja pindah tetapi tidak terlalu jauh dari rumah
oppungku saat itu aku duduk bersam orangtuaku diruang tamu saat itu siang hari
dan horden kami ditutup dan rumah kami sangat sunyi, terdengarlah suar dering
telepon genggam milik ibuku dan memecah kesunyian itu.
Halo, nunga songon dia oma ikata ibuku
ka nunga monding oma kata pamanku kepada ibuku
ahanimmu nunga monding didia saonari hamu kata ibuku, dan merahlah
matanya
di Kabanjahe nunga mulak hamikata pamanku dari sana
Aku yang mendengar percakapan itu masih tidak percaya dan sontak kami
pergi kerumah oppungku untuk menunggu kedatangannya, saat itu aku melihat
dirumahnya telah berumpul banyak orang dan suasana saat itu berubah menjadi
seperti badai aku melihat suatu kebingungan besar dalam diriku ketika
mendengar berita itu, kemudian setelah sampai langsung di formalin dan salah

satu yang memformalinkannya adalah ibuku, dan saat itu aku berpikir aku
berbipikir orang yang dahulu menemaniku terbujur kaku di tempat tidur kecil.
Setelah itu dibuatlah acara selama 5 hari sebelum penguburannya. Setelah
hari penguburan tiba aku sangat merasakan kepedihan yang sangat dalam. Seiring
waktu berjalan aku mulai belajar bahwa tak ada yang abadi, beberapa tahun
keudian aku bermimpi di pagi hari yang cerah saat itu matahri masih saetengah
terlihat dibukit dan sinarnya menembus ranting, aku berdiri diteras rumah
oppungku dan aku melihat ia sedang menyapu halaman tetapi aku terbangun dan
semuanya adalah mimpi.
Aku hanya berserah kepada TUHAN.

Anda mungkin juga menyukai