Anda di halaman 1dari 12

Golongan Darah

A. JUDUL PERCOBAAN
Golongan Darah

B. TUJUAN
Mengetahui cara menentukan golongan darah
Mengetahui perbedaan reaksi antara berbagai golongan darah
Mengetahui golongan darah
Mengetahui persentase golongan darah yang ada

C. TINJAUAN TEORI
Walaupun telah ditemukan beberapa ratus antigen dalam sel darah manusia, terdapat
dua golongan antigen yang lebih sering menyebabkan reaksi transfusi darah daripada
golongan lainnya. Golongan ini dinamakan sistem antigen ABO dan sistem Rh. Darah dibagi
dalam berbagai golongan dan jenis sesuai dengan jenis antigen yang terdapat dalam sel. Dua
jenis antigen berbeda tetapi berhubungan yaitu tipe A dan tipe B terdapat pada permukaan
eritrosit berbagai orang (Guyton, 1990).
Sebelum lahir, molekul protein yang ditentukan secara genetik disebut antigen muncul di
permukaan membran sel darah merah. Antigen ini, tipe A dan tipe B bereaksi dengan antibodi
pasangannya, yang mulai terlihat sekitar 2 sampai 8 bulan setelah lahir. Karena reaksi
antigen-antibodi menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) sel darah merah, maka antigen
disebut aglutinogen dan antibodi pasangannya disebut aglutinin. Seseorang mungkin saja
tidak mewarisi tipe A, maupun tipe B, atau hanya mewarisi salah satunya, atau bahkan
keduanya sekaligus (Sloane, 2003).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung
dalam darahnya, sebagai berikut:

Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah
dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.


Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga,
orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan
dolongan darah B-negatif atau O-negatif

Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B
serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan
golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO
apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak
dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.

Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi
antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat
mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor
universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari
sesama O-negatif.
Seseorang dengan golongan darah A, berarti dalam membran eritrositnya
mengandung antigen tipe A. Sel darah seseorang yang bergolongan B mengandung antigen
tipe B. Seseorang dengan golongan darah AB, memiliki antigen A dan B dan seseorang
dengan golongan darah O pada membran eritrositnya tidak memiliki antigen sama sekali.
Antigen-antigen ini ditemukan dibanyak jaringan selain di darah, antara lain: kelenjar ludah,
saliva, pancreas, ginjal, hati, paru, testis, semen dan cairan amnion. Antigen A dan B
merupakan oligosakarida kompleks yang berbeda gula terminalnya. Pada sel darah merah,
antigen ini kebanyakan adalah glikosfingolipid, sedangkan dijaringan lain adalah
glikoprotein.

Tabel. Golongan Darah Dengan Genotip dan Unsur Aglutinogen dan Aglutininnya
Genotip
Golongan
Aglutinogen
Aglutinin
OO
O
Anti A dan anti B
OA dan AA

A
A
Anti B
OB dan BB
B
B
Anti A
AB
AB
A dan B
-

Menurut Guyton (1990), prevalensi berbagai golongan darah di antara bangsa kulit putih
kira-kira sebagai berikut:
Tipe
Persen
O
47
A
41
B
9
AB
3
Jelas dari persentase ini bahwa sering terdapat gen O dan A tetapi gen B jarang terjadi.
Bila transfusi darah dari satu orang ke orang lain dicoba pertama kali, dalam beberapa
keadaan transfusi berhasil, tetapi lebih banyak terjadi aglutinasi dan hemolisis sel darah
merah yang cepat atau lambat. Segera setelah ditemukan bahwa darah dari berbagai orang
biasanya mempunyai sifat-sifat antigenik da imun yang tidak sama sehingga antibodi dalam

plasma dari salah satu darah bereaksi dengan antigen dalam sel darah lainnya. Dan reaksi ini
kadang-kadang cukup hebat sehingga menimbulkan kematian (Guyton, 1990).
Dalam transfusi darah dari satu orang ke orang lain, darah donor dan resipien dalam keadaan
normal diklasifikasikan dalam empat golonga darah O-A-B utama, tergantung pada ada atau
tidak adanya kedua aglutinogen. Bila tidak ada aglutinogen A atau B, darah digolongkan O.
Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A, darah digolongkan A, bila hanya terdapat aglutinogen
tipe B, darah digolongkan B. dan bila terdapat kedua aglutinogen A dan B, darah digolongkan
AB (Guyton, 1990).
Tabel dibawah ini menggambarkan data mengenai golongan darah, antigen dan antibodi yang
dimiliki, serta kemungkinan dapat atau tidaknya transfusi dilakukan.

Golongan Darah
Antigen pada Eritrosit
Antibodi dalam Plasma
Aman ditransfusi
Recepient
Donor
A
A
B
A,AB
A,O
B
B
A
B, AB
B, O
AB
A+B
-

AB
A, B, AB, O
O
A+B
A, B, AB, O
O

Penentuan Golongan Darah


Penggolongan darah penting dilakukan sebelum transfusi darah karena pencampuran
golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan destruksi sel darah merah.
Berdasarkan Sloane (2003), penentuan golongan darah dilakukan sebagai berikut:
a. Teknik Slide. Dalam teknik slide bisa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah
yang terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya diletakkan pada sebuah slide
mikroskop.
b. Setetes serum yang mengandung aglutinin anti-A (dari darah golongan B) diteteskan
pada salah satu tetes darah, sedangkan setetes serum yang mengandung aglutinin anti-B (dari
darah golongan A) diteteskan pada tetes darah lainnya.
1) Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut
memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A).
2) Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut
memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B).
3) Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka
individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB).
4) Jika kedua serum anti-A dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi pada tetes darah,
maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).

Reaksi Transfusi Darah


Penggolongan darah dilakukan dengan mencampurkan sel darah merah seseorang dengan
antiserum yang mengandung berbagai aglutinogen (serum anti A, anti B, anti AB dan anti D)
pada kaca slide dan melihat apakah terjadi aglutinasi.

Reaksi transfusi hemolitik yang berbahaya jika darah ditransfusikan kepada seseorang yang
mempunyai golongan darah yang tidak cocok, yaitu seseorang yang mempunyai aglutinin
terhadap sel darah merah yang ditransfusikan. Plasma yang ditransfusikan biasanya demikian
encer di dalam tubuh resipien sehingga jarang menyebabkan aglutinasi sekalipun titer
aglutinin terhadap sel darah resipien tinggi. Tetapi jika plasma resipien mengandung aglutinin
terhadap sel darah merah donor, sel-sel tersebut mngalami aglutinasi dan hemolisis.
Antibodi lawan antigen eritrosit A tidak terdapat dalam plasma darah orang bergolongan
darah A, namun terdapat dalam plasma darah orang bergolongan darah B dan sebaliknya. Jadi
plasma darah golongan darah A mengandung antibody antiB, plasma darah golongan darah B
mengandung antibody A, plasma darah golongan darah AB tidak mengandung antibody anti
A maupun anti B, dan plasma darah golongan darah O mengandung anti A maupun anti B.
Bila seseorang diberi darah golongan yang tidak cocok dengan golongan darahnya sendiri,
maka dimungkinkan terjadi dua reaksi antigen-antibodi yang berbeda. Pertama mungkin
terjadi reaksi antigen-antibodi yang berat, sebagai pengaruh antibody dalam plasma resipien
terhadap eritrosit donor yang datang. Kedua terjadi reaksi antigen-antibodi yang kurang
berarti, akibat pengaruh antibody donor terhadap antigen eritrosit resipien, kecuali bila
jumlah darah yang ditransfusikan sangat besar, maka antibody donor akan merusak eritrosit
resipien.
Interaksi antibody dengan antigen yang terikat pada eritrosit mungkin menghasilkan
aglutinasi (penggumpalan) atau hemolisis (pecah). Aglutinasi dan hemolisis eritrosit donor
oleh antibody plasma resipien dapat menyebabkan reaksi transfuse yang fatal. Aglutinasi
eritrosit donor yang dating dapat menyumbat pembuluh darah-pembuluh kecil. Disamping
itu, salah satu akibat yang sangat mematikan dari kesalahan transfusi adalah kegagalan ginjal
akut yang disebabkan oleh pembebasan hemoglobin yang sangat banyak dari eritrosit donor
yang rusak. Bila hemoglobin yang bebas dalam plasma meningkat di atas tingkat kritis,
hemoglobin tersebut akan mengendap di dalam ginjal dan akan menghambat pembentukan
urin. Karena seseorang bergolongan darah O tidak memiliki antigen A maupun B, maka
eritrositnya tidak akan diserang oleh antibody anti A, maupun anti B, sehingga darah
golongan O dapat ditransfusikan kepada semua golongan darah. Donor demikian disebut
donor universal. Sedangkan orang bergolongan darah O hanya dapat menerima donor dari
golongan darah O sendiri, sebab bila orang tersebut menerima darah golongan lain, maka
antibody anti A dan anti B dalam plasma darahnya akan menyerang antigen A maupun B
dalam eritrosit yang datang.
Sebaliknya seseorang bergolongan darah AB disebut resipien universal, sebab tidak adanya
antibody anti A maupun anti B dalam plasma darahnya memungkinkan golongan darah AB
menerima donor dari semua golongan darah. Golongan darah AB hanya dapat menjadi donor
untuk golongan AB sendiri, sebab eritrositnya mengandung antigen A dan B, sehingga bila
ditransfusikan kepada orang bergolongan darah lain eritrositnya akan diserang oleh antibody
anti A dan atau anti B resipien.

D. METODOLOGI
Alat:

-blood lancet

- lidi/tusuk gigi

-Gelas objek

- kapas

Bahan:
-Darah kapiler
-serum anti A dan anti B, dan anti AB
-Alkohol 70%

Cara kerja
1. Membagi object glass menjadi dua bagian dengan mamberi garis pembatas pada bagian
tengahnya. Berilah tanda A pada sudut kiri atas object glass sebelah kiri dan tanda B pada
sudut kanan atas object glass sebelah kanan.
2.

Menenteskan 2 tetes darah segar pada masing-masing bagian kiri dan kanan object glass.

3. Memberikan 1 tetes serum anti A pada darah yang terletak dibagian A dan 1 tetes serum
anti B yang terletak di bagian B object glass.
4. Mencampurkan darah dan antiserum dengan sebatang lidi atau tusuk gigi. Biarkan
selama beberapa menit.
5.

Memperhatikan gumpalan yang terjadi dan mencatat hasil pengamatan.

E. HASIL
No.
Nama OP
Reaksi Aglutinasi
Golongan Darah
Anti A
Anti B
1.
Regina
-

O
2.
Ratih
O
3.
Mawadah
+
B
4.
Nurul fatiah
O
5.
Trisia
+
A
6.
Rani Dwi
O

7.
Fina
+
A
8.
Yunita
O
Keterangan:
+ = terdapat gumpalan
- = tidak terdapat gumpalan

Foto hasil penentuan golongan darah dari OP Ratih. Golongan darah O. Tidak terdapat
penggumpalan pada penetesan serum anti A, anti B, maupun anti AB.

F. PEMBAHASAN
Penentuan golongan darah pada praktikum kali ini dilakukan dengan memberikan tetesan
serum anti A dan serum anti B masing-masing pada tetesan darah segar OP di atas kaca objek.
Darah yang diambil berasal dari kapiler pada bagian ujung jari tangan. Sebelum darah
diambil dengan menggunakan blood lancet, ujung jari tangan dibersihkan dengan alcohol
70% agar terhindar dari kuman-kuman yang dapat menyebabkan infeksi. Selanjutnya akan
diamati apakah terdapat penggumpalan (aglutinasi) pada sel darah OP tersebut. Aglutinasi
dapat terjadi sebagai akibat adanya aglutinin dari sel darah merah yang dicampurkan.
Pada praktikum kali ini digunakan serum anti A dan anti B, serum ini digunakan karena
serum anti A memiliki sifat aglutinin anti B, jadi jika plasma darah seseorang memiliki
aglutinin terhadap anti B maka akan terjadi aglutinasi (penggumpalan) saat darah dicampur
dengan serum anti A seperti yang terjadi pada individu yang bergolongan darah A dan AB.

Sedangkan serum anti B memiliki sifat aglutinin anti A, jadi jika plasma darah seseorang
memiliki aglutinin terhadap anti A, maka plasma darah individu tersebut akan mengalami
penggumpalan saat darah dicampur dengan serum anti B, seperti pada individu dengan
golongan darah B dan AB.
Berdasarkan Guyton (1990), bila darah tidak cocok maka aglutinin anti A atau anti B
tercampur dengan sel darah merah yang masing-masing mengandung aglutinogen A atau B,
sel darah merah diaglutinasi dengan proses sebagai berikut: Aglutinin melekatkan dirinya
pada sel darah merah. Karena aglutinin bivalen atau polivalen, satu aglutinin pada saat yang
sama dapat mengikat dua sel darah merah, karena itu menyebabkan sel melekat satu sama
lainnya. Hal ini menyebabkan sel menggumpal.
Pada dasarnya membran sel darah manusia mengandung bermacam-macam antigen golongan
darah atau aglutinogen, salah satunya antigen A dan B. Antigen A dan B diturunkan secara
dominan sehingga pada manusia dibagi menjadi 4 golongan darah, yaitu A, B, AB, dan O.
Golongan darah A mempunyai antigen A, golongan darah B mempunyai antigen B, golongan
darah AB mempunyai antigen A dan B, sedangkan golongan darah O tidak mempunyai kedua
antigen tersebut.
Antigen A dan B merupakan oligosakarida kompleks yang berbeda gula terminalnya. antigen
ini kebanyakan adalah glikosfingolipid pada sel eritrosit, sedangkan pada jaringan lain
merupakan glikoprotein. Individu yang bergolongan darah A mempunyai satu gen yang
mengkode suatu transferase yang mengkatalisis penempatan N-Asetilgalaktosamin terminal
pada antigen H sedangkan yang bergolongan darah B mempunyai suatu gen yang mengkode
tranferase yang menempatkan satu glukosa terminal. Individu yang bergolongan darah AB
mempunyai kedua transferase, sedangkan yang bergolongan darah O tidak mempunyai
golongan darah tranferase sehingga antigen H tetap ada. Antigen yang dibawa sel darah
merah orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti yang dibawa oleh serum
darah.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 8 OP diperoleh 5 OP bergolongan darah O, 2 OP
bergolongan darah A dan 1 OP bergolongan darah B. OP yang bergolongan darah O adalah
Regina, Ratih, Nurul Fatiah, Rani Dwi, dan Yunita. Hal tersebut karena masing-masing darah
kelima OP ketika diteteskan oleh serum anti A ataupun serum anti B tidak terjadi aglutinasi
(penggumpalan). Tidak terjadi aglutinasi karena golongan darah O tidak memiliki
aglutinogen A dan B. Individu yang memiliki golongan darah O, memiliki kedua jenis
aglutinin A dan B (aglutinin anti A dan anti B) sehingga pemberian serum anti A maupun anti
B tidak menyebabkan bentuk penolakan dari darah. Tidak adanya aglutinogen pada sel
individu yang memiliki golongan darah O menyebabkan darah tersebut dapat ditranfusikan
ke individu lain yang memiliki golongan darah sama maupun tidak, akan tetapi individu
dengan golongan darah O hanya bisa menerima darah dari individu yang memiliki golongan
darah yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka individu yang memiliki golongan darah O
dikategorikan sebagai donor universal.
Sedangkan Trisia dan Fina memiliki golongan darah A. Hal tersebut dapat diamati dari hasil
penetesan dengan serum anti A dan serum anti B yaitu pada tetesan darah OP didapatkan

adanya penggumpalan pada darah yang ditetesi serum anti A. Ini dapat terjadi karena pada
individu dengan golongan darah A memiliki aglutinogen tipe A dan aglutinin anti B.
Pemberian serum anti A menyebabkan darah melakukan penolakan dengan aglutinin anti A
yang mengikat dua sel darah merah dan sel menjadi melekat satu sama lain sehingga terlihat
menggumpal. Sedangkan pada pemberian serum anti B tidak terjadi reaksi apapun karena
pada dasarnya pada sel darah OP sudah memiliki aglutinin anti B.
Terakhir adalah sel darah OP bernama Mawadah yang menunjukan penggumpalan pada saat
diteteskan serum anti B yang berarti OP memiliki golongan darah B. Individu dengan
golongan darah B memiliki aglutinogen B dan aglutinin anti A. Serum anti B memiliki sifat
aglutinin anti A, jadi jika plasma darah seseorang memiliki aglutinin anti A, maka plasma
darah individu tersebut akan mengalami penggumpalan saat darah dicampur dengan serum
anti B, hal inilah yang terjadi pada OP bergolongan darah B. Dalam hal transfusi darah, OP
Mawadah dapat menjadi pendonor bagi individu dengan golongan darah B dan AB serta
dapat menjadi resipien dari individu dengan golongan darah O dan B. Hal ini disebabkan
karena individu dengan golongan darah B memiliki aglutinogen B dan aglutinin anti A.
Jika dari 8 OP tersebut dibuat persentase golongan darahnya maka diperoleh hasil yaitu
golongan darah dengan persentase tertinggi adalah golongan darah O sebesar 62,5%,
golongan darah A sebesar 25% dan golongan darah B sebesar 12,5%. Sedangkan golongan
darah AB tidak ada atau 0%. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Guyton (1990) yang
menyebutkan bahwa gen O dan gen A merupakan gen yang paling sering muncul, sedangkan
gen B jarang terjadi.

G. KESIMPULAN
Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara teknik slide atau dengan meneteskan
darah segar OP ke kedua sisi kaca objek yang selanjutnya satu tetesan darah ditetesi dengan
serum anti A dan tetesan darah lainnya ditetesi dengan serum anti B. Setelah itu diamati
aglutinasi (penggumpalan) yang terjadi pada kedua tetesan darah tersebut.
Jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut memiliki
aglutinogen tipe A (golongan darah A). Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes
darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B). Jika kedua
serum anti-A dan anti-B menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut
memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B (golongan darah AB). Dan jika kedua serum anti-A
dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu tersebut tidak
memiliki aglutinogen (golongan darah O).
Dari 8 OP didapatkan 5 OP bergolongan darah O, 2 OP bergolongan darah A dan 1 OP
bergolongan darah B. Sedangkan tidak ada OP yang memiliki golongan darah AB.
Persentase golongan yang diperoleh adalah golongan darah O sebesar 62,5%, golongan darah
A 25%, golongan darah B 12,5%, dan golongan darah AB 0%.

H. DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Murtiati, Tri dkk. 2010. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai