1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ikan Gurami merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi, karena harga jual di pasaran paling mahal, bahkan
menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan harga jual ikan konsumsi air
tawar lainnya dan fluktuasi harganyapun relatif stabil. Harga jual ukuran
konsumsi ditingkat konsumen lebih mahal, terutama jika sudah berada di
supermarket atau restoran kelas menengah keatas yang berada di kota besar.
Peluang bisnis usaha ikan gurami memang sangat menjanjikan dan potensial
untuk dikembangkan. Permintaan pasar cukup tinggi dan masih belum terpenuhi
karena produksinya masih kurang. Permintaannya terus berkembang, untuk
kebutuhan Jakarta saja, setiap minggu mencapai 100 ton. Warung makan dan
restoran penyedia menu khusus gurami bermunculan di sudut-sudut kota. Inilah
yang menyebabkan pasokan gurami tak pernah mengenal kata cukup (Mahyuddin,
2009).
Gurami dikenal sebagai ikan mewah karena cita rasa dagingnya yang
gurih dan lezat melebihi ikan air tawar jenis lainnya. Secara umum, daging gurami
berwarna putih, tergolong renyah tetapi kompak (tidak mudah hancur) dengan
sedikit duri dan sedikit lemak sehingga mudah dimasak dan diolah dalam berbagai
variasi menu yang eksklusif. Sebagai bahan pangan, daging ikan Gurami
mengandung gizi yang baik.
1.2.
Tujuan
1.3.
Batasan Masalah
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
didasarkan pada ilmu taksonomi, yaitu berdasarkan bentuk tubuh dan sifatsifatnya. Ikan gurami diklasifikasikan dalam suatu tata nama sehingga
memudahkan dalam identifikasi. Tata nama dalam klasifikasi ikan tersebut
biasanya menggunakan bahasa latin.
Menurut Agromedia (2007), gurami merupakan ikan asli perairan
Indonesia yang diperkirakan sudah dipelihara sejak zaman Raja Galuh di
Priangan Timur, yang sekarang menjadi Kabupaten Ciamis. Pada saat itu gurami
hanya dinikmati oleh kalangan kerajaan. Pemeliharaan gurami lalu menyebar ke
berbagai daerah di Ciamis seperti Cikoneng, Cijeungjing, Purbaratu, Sadananya,
Bojongnangka, Simenak, Cibodas, Galunggung, Kawalu, lalu ke Singaparna di
Tasikmalaya.
Di berbagai daerah, gurami dikenal dengan berbagai sebutan, di
antaranya gurameh (Jawa), gurame (Sunda, Betawi), kalau, kala, alui
(Sumatera). Dalam bahasa Inggris, gurami disebut giant gouramy. Menurut
Bleeker yang kemudian disempurnakan oleh Sunier, Weber, dan De Beaufort,
klasifikasi gurami sebagai berikut (Agromedia, 2007).
Filum
Subfilum
Chordata
:
Kelas
Vertebrata
:
Bangsa
Pisces
:
Suku
Labirinthici
:
Marga
Spesies
Anabantidae
:
Osphronemus
:
Mulut kecil, dengan rahang atas dan bawah tidak rata. Di bagian rahang
terdapat gigi-gigi kecil berbentuk kerucut. Deretan gigi sebelah luar lebih
besar dibandingkan dengan gigi sebelah dalam.
Pada jari pertama sirip perut terdapat alat peraba berupa benang panjang.
Pada gurami muda, di depan sirip duburnya terdapat bintik hitam dengan
pinggiran kuning atau keperakan. Sementara itu, di dasar sirip dada
terdapat bintik-bintik hitam yang menandakan bahwa gurami itu masih
berusia muda.
Pada ikan yang sudah tua, terdapat duri di sirip punggung dan sirip dubur
yang ukurannya akan semakin besar (Agromedia, 2007).
Kepala pada gurami muda berbentuk lancip dan berdahi normal atau rata.
Sedangkan
pada
gurami
dewasa/tua
mempunyai
bentuk
kepala
Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia dan Cina. Beberapa literatur
menyebutkan ikan gurami berasal dari Kepulauan Sunda Besar atau sekarang
lebih dikenal dengan Jawa Barat, yaitu di daerah Ciamis. Selanjutnya, gurami
menyebar ke Tondano di Sulawesi Utara pada tahun 1902, ke Madura tahun
1916 dan ke Filiphina tahun 1926.
Ikan gurami dapat tumbuh dan berkembang pada perairan tropis dan
subtropis. Secara geografis ikan ini tersebar diberbagai Negara seperti :
Indonesia (Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi), Malaysia,
Filiphina, Thailand, Pulau Syellin dan Australia (Puspowardoyo dan Djarijah,
2003).
Kebiasaan Makan
Menurut Agromedia (2007), di alam bebas, gurami mempunyai
hydrilla, kangkung, genjer dan apu-apu. Di kolam budidaya, gurami dewasa juga
menyukai daun singkong, dan pepaya, dan daun talas atau sente, yang diberikan
oleh petani. Namun dalam budidaya secara intensif, pemberian pakan alami ini
belum cukup. Petani biasanya juga memberikan pellet atau pakan buatan pabrik
agar pertumbuhannya optimal (Agromedia, 2007).
Mahyuddin (2009) menambahkan, berdasarkan tingkah laku kebiasaan
makan tersebut, pada waktu masih larva/benih ikan gurami bersifat karnivora
(pemakan daging). Sedangkan pada gurami dewasa berubah menjadi ikan
pemakan campuran (omnivora) yang cenderung pemakan tumbuhan (herbivora).
2.1.4.
Pertumbuhan
Menurut Sarwono dan Sitanggang (2002), pertumbuhan gurami sangat
lambat dibandingkan jenis - jenis ikan budidaya lainnya seperti ikan mas, lele,
dan nila. Pertumbuhan individu gurami per hari rata-rata hanya mencapai 2,0
gram. Untuk mendapatkan gurami ukuran konsumsi 500 gram/ekor dari benih 1
cm, diperlukan masa pemeliharaan lebih dari satu tahun. Pertumbuhan gurami
sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan (strain), kesehatan, pakan, ruang hidup,
dan umur.
10
Uku
Bobot
Panjang
ran
1 12
hari
0,5 cm
larva
Biji
12 30
0,5 1
oyon
hari
cm
g
2
Daun
0,5 - 2,5
1 2,5
bula
kelor
cm
n
2,5 4
3 bulan
Silet
2,5 5 g
cm
Korek
4 bulan
5 10 g
4 6 cm
api
Bungkus
12 15
5 bulan
roko
50 g
cm
k
Telapak
6 bulan
9 bulan
150
tang
200
an
Konsums
500 g
11
i
umu
m
Konsums
1
tahun
i
ke
1 kg
khus
atas
us
Menurut Kordi (2010), dalam budidaya ekstensif (tradisional), untuk
menghasilkan ikan gurami berbobot 1 kg membutuhkan waktu pemeliharaan 3
5 tahun. Kini waktu produksi ikan berukuran 1 kg dapat diperpendek menjadi 10
12 bulan dengan menerapkan sistem pemeliharaan intensif dengan padat
penebaran tinggi dan pemberian pakan bergizi secara teratur.
2.1.5.
Jenis-jenis Gurami
Menurut Agromedia (2007), R.O.A Diwinata mengelompokkan gurami
menjadi dua strain yakni gurami soang dan gurami jepun. Dari kedua jenis
gurami inilah diperkirakan lahir berbagai strain baru yang kita kenal sekarang.
Akan tetapi, gurami strain baru ini umumnya tidak dibudidayakan untuk tujuan
konsumsi, hanya sebagai ikan hias.
a. Gurami Jepun
12
Gurami jepun juga dikenal dengan nama gurami di Jawa Tengah atau
gurami Purwokerto. Ukuran tubuhnya lebih kecil, panjang 45 - 50 cm
dengan bobot 3,5 - 4 kg. Tubuhnya berwarna hitam dengan sisik kecil-kecil.
Produksi telurnya 2.000 3.000 butir per periode bertelur.
b. Gurami Soang
Gurami ini juga dikenal sebagai gurami Jawa Barat karena pada awalnya
banyak terdapat di Jawa Barat, terutama di Ciamis dan sekitarnya. Gurami
jantan memiliki dahi yang lebih menonjol dibandingkan gurami betina.
Semakin dewasa, bentuk dahi semakin menonjol ke atas seperti kepala
angsa (soang Sunda). Karena itulah, gurami ini disebut gurami soang.
Selain ciri khas ini, gurami soang memiliki ciri tubuh seperti berikut.
13
putih. Sosoknya bongsor seperti gurami soang, tetapi kepalanya tidak terlalu
nongnong. Laju pertumbuhannya pun cepat. Sayangnya, produksi telurnya
hanya 2.000 3.000 butir setiap kali memijah.
d. Gurami Bluesafir
Tubuhnya berwana merah muda cerah. Berat maksimum hanya 2
kg/ekor. Sekali memijah, induk betina menghasilkan sekitar 6.000 butir
telur. Gurami ini biasanya dijadikan hiasan akuarium.
e. Gurami Paris
Tubuhnya berwarna dasar merah muda cerah mirip gurami bluesafir.
Kepalanya berwarna putih dan terdapat bintik atau totol hitam di sekujur
tubuhnya. Bobot maksimum hanya 1,5 kg/ekor. Gurami paris mampu
menghasilkan sekitar 5.000 butir telur sekali memijah. Jenis ini tergolong
tidak produktif untuk dijadikan gurami konsumsi.
f. Gurami Porselen
Tubuhnya berwarna merah muda cerah dengan bagian bawah tubuh
putih. Ukuran kepala relatif kecil. Gurami porselen mampu manghasilkan
telur sampai 10.000 butir sekali memijah. Gurami ini dicari sebagai benih
unggul.
g. Gurami Kapas
14
2.2.
Pembesaran Gurami
2.2.1. Persiapan Wadah
a. Kolam Terpal
Menurut Kordi (2010), Salah satu sistem budidaya pada akuakultur air
tawar adalah sistem budi daya kolam terpal. Sistem budi daya ikan di kolam
terpal merupakan salah satu inovasi baru dalam pengembangan budi daya
ikan. Sistem budi daya kolam terpal pertama dikembangkan oleh Bapak
Mujarob, seorang petani di Bekasi, Jawa Barat, pada tahun 1999, dengan
membudidayakan ikan lele. Saat ini kolam terpal telah digunakan untuk
budidaya berbagai jenis ikan, seperti lele, gurami, nila, patin, bawal air
tawar, dan sebagainya.
Menurut Mahyuddin (2009), kolam terpal dapat dimanfaatkan untuk
memelihara gurami, mulai dari penetasan, pendederan, hingga pembesaran.
15
Kolam terpal merupakan salah satu solusi pemeliharaan ikan gurami apabila
jenis tanah lahan budidaya bersifat porus atau kurang dapat menahan air.
Menurut Kordi (2010), budidaya ikan di kolam terpal mempunyai
banyak keunggulan, antara lain :
1. Dapat diterapkan di lahan terbatas
Teknologi budidaya ikan gurami di kolam terpal dapat diterapkan di
lahan sempit, seperti di pekarangan atau halaman rumah, bahkan
teknologi ini dapat diterapkan di garasi mobil atau teras rumah.
2. Dapat diterapkan di lahan atau tanah yang porous (tanah yang
menyerap air) atau tanah berpasir
Tanah porous atau tanah berpasir tidak baik atau tidak cocok untuk
membangun kolam karena tidak mampu menahan air atau menyerap air.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membangun kolam beton,
namun biaya yang dibutuhkan untuk membangun kolam beton
sangatlah mahal. Kolam terpal merupakan alternatif yang baik karena
selain biaya pembuatannya muran, kolam terpal juga mudah
dipindahkan.
16
4. Pembuatannya praktis
Kolam terpal hanya membutuhkan sedikit bahan dan alat, serta
waktu pembuatannya hanya beberapa jam. Hal tersebut tertentu berbeda
dengan pembuatan kolam tanah atau kolam beton yang membutuhkan
banyak bahan dan waktu selama berhari-hari.
5. Waktu produksi yang lebih singkat
Jika menggunakan kolam tanah maka ketika selesai panen, kolam
harus dijemur dan diolah lagi. Pada kolam terpal, ketika selesai panen,
kolam terpal cukup dibersihkan dan diisi air untuk pemeliharaan lagi.
6. Ikan gurami yang dibudidayakan di kolam terpal tidak berbau
lumpur.
Salah satu kelemahan ikan yang dipelihara di kolam tadah hujan atau
di air tergenang adalah berbau lumpur. Hal tersebut terjadi karena
kotoran ikan yang menumpuk, sisa-sisa makanan, metabolisme tubuh
ikan, atau sumber air yang tidak bersih. Pada kolam terpal, hal-hal
tersebut dapat diminimalkan dengan menyifon (menyedot kotoran)
dasar kolam.
17
Pada kolam tadah hujan atau kolam air tergenang, padat penebaran
ikan dapat tinggi, namun pertumbuhannya melambat dan sintasan
menurun.
9. Pertumbuhan ikan lebih cepat
Pertumbuhan ikan yang dipelihara di kolam terpal lebih cepat dari
pada kolam biasa karena di kolam terpal pertumbuhan ikan dapat
dipacu.
10. Biaya pembuatan kolam terpal lebih murah
Pembuatan kolam terpal lebih murah karena bahan yang digunakan
lebih sedikit dari kolam beton dll. Selain itu kolam terpal juga bisa
dialih fungsikan dan dipindahkan.
18
19
20
21
Menurut Kordi (2010), setelah kolam terpal diisi air sesuai kebutuhan,
untuk membunuh patogen, taburkan garam 200 g/m3.
22
Penebaran Benih
Menurut Mahyuddin (2009), benih ikan gurami sebelum ditebar dan
23
24
25
2.2.3.
Pemeliharaan
Menurut Sunarya (2008), kegiatan yang dilakukan selama tahap
Satuan
Pembesaran I
Pembesaran II
26
Ukuran tebar
g/ekor
7-15
200-300
Padat tebar
ekor/m2
15-20
5-7
Hari
90-120
120-150
85-95
85-95
g/ekor
200-300
500-750
Waktu penebaran
Sintasan
Ukuran panen
a. Sampling Pertumbuhan
Menurut Saparinto (2008), pertumbuhan ikan merupakan pertambahan
ukuran panjang atau berat ikan dalam suatu waktu. Laju pertumbuhan dapat
dipengaruhi oleh faktor dalam yaitu genetika, seks, umur, berat dan penyakit
serta faktor luar yaitu suhu, oksigen, pH, amonia, pakan, dan kepadatan.
Menurut Saparinto (2008), sampling dilakukan dengan cara mengambil
beberapa ekor ikan dan menimbang beratnya. Selain untuk mengonversi
perubahan kebutuhan pakan bioma, sampling juga dapat digunakan untuk
mengamati kondisi kesehatan ikan.
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), pengontrolan pertumbuhan
ikan dilakukan setiap 1 2 bulan sekali, yaitu dengan mengambil beberapa
ekor ikan kemudian ditimbang dan diukur panjangnya. Hasil setiap
peimbangan ini kemudian diplotkan ke dalam bentuk kurva. Gurami yang
kelihatan terlambat pertumbuhannya dan selalu menyendiri di sisi kolam
27
2.2.4.
28
Agromedia
(2007),
akibat
secara
langsung
yang
29
30
Kertas dicelupkan ke dalam air kolam. Warna yang timbul pada ujung
kertas yang dicelupkan dicocokkan dengan skala pH yang terdapat pada
bungkus kertas pH. Apabila pH perairan di bawah 6,5, dapat dikatakan
perairan itu terlalu asam. Untuk menaikkan pH perairan dapat dilakukan
pengapuran dengan CaCO3. Kebutuhan kapur untuk setiap kolam
berbeda-beda tergantung letak dan keasaman kolam (Suryani, 2006).
d. Senyawa Beracun
Menurut Kordi (2010), pada budidaya ikan dengan teknologi intensif
yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian makanan teratur
dan banyak, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat. Sebagian
besar pakan dimakan oleh ikan dan akan dikeluarkan dalam bentuk
kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia). Kotoran padat dan sisa pakan
yang tidak termakan akan diuraikan menjadi asam amino, dan akhirnya
amonia sebagai produk akhir yang terakumulasi dalam air.
Menurut Amri dan Khairuman (2005), salah satu senyawa beracun di
dalam air yang berbahaya bagi kehidupan gurami adalah amoniak. Ada
dua jenis amonia dalam air, yaitu amonia bukan ion (NH 3) dan ion
amonium (NH4). Gas yang berbau sangat menyengat ini dapat berasal
dari proses metabolisme ikan dan proses pembusukan bahan organik
yang dilakukan oleh bakteri. Amonia merupakan racun bagi ikan,
terutama jika fitoplankton banyak yang mati dan diikuti penurunan pH
karena kandungan karbondioksida meningkat.
31
Mahyuddin
(2009)
menambahkan,
kondisi
perairan
yang
32
33
2.2.5.
Pengelolaan Pakan
Sebelum ditemukan pakan buatan, petani memberikan daun-daunan
untuk pakan pokok gurami. Namun setelah ditemukan pakan pelet yang dapat
diatur kadar gizinya, orang beralih ke pelet untuk pakan utama gurami. Istilah
pelet digunakan orang untuk menyatakan bentuk pakan ikan yang tidak berupa
tepung maupun butiran, tetapi dalam bentuk potongan-potongan silinder. Pakan
dibuat dari bahan pakan ternak, baik berupa bahan hewani maupun nabati.
Komposisinya dapat diatur sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan ikan
(Sarwono dan Sitanggang, 2002).
34
a. Jenis Pakan
Untuk membesarkan gurami, pemberian pakan secara intensif
memegang peranan penting. Menurut Suseno (dalam Bittner,1989), pakan
alami gurami berupa dedaunan hanya menghasilkan gurami dengan tingkat
produksi 1kg/50 m2/tahun. Untuk meningkatkan bobotnya, pemberian pakan
buatan harus diseimbangi dengan pakan alami (Khairuman dan Amri, 2005).
Menurut Agromedia (2007), untuk merangsang pertumbuhan gurami
perlu diberikan pakan hewani dan pakan nabati dalam komposisi yang ideal.
Gurami tidak dapat diberi 100% pakan pabrik karena dagingnya akan
menjadi lembek.
Menurut Khairuman dan Amri (2005), kandungan protein pakan yang
memberikan hasil pertambahan berat optimal bagi gurami adalah 32%.
Tabel 3. Perbandingan laju pertumbuhan ikan gurami yang diberi pakan
dengan kandungan protein berbeda (pemeliharaan selama empat bulan).
Prot
Berat
wa
Pad
Debit
Kedala
Ber
Ai
ma
(lit
Ai
(g/
er/
ek
det
(c
or)
ik)
m)
35
m
2
)
32%
26%
185
250
15
80
19
8
185
5
374,
250
15
80
19
18%
447,
8
185
2
250
15
80
19
8
Dari tabel diatas maka didapatkan laju pertumbuhan ikan gurami
dengan pakan berprotein 32% adalah 1,64 g/hari.
Menurut Mahyuddin (2009), pakan hijauan (tumbuhan) adalah pakan
daun-daunan yang diberikan dalam bentuk apa adanya kepada ikan. Ikan
gurami merupakan ikan air tawar yang bersifat herbivora, yaitu ikan
0
268,
9
7
36
37
dicampur agar ikan bisa beradaptasi dengan pakan dengan jenis dan ukuran
yang berbeda. Ukuran pakan ditetapkan sesuai dengan bukaan mulut ikan.
(Mahyuddin, 2009).
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), hijauan tumbuhan ini
dapat dibuat dalam bentuk tepung atau dalam bentuk hijauan tumbuhan
segar dengan cara dicacah (dipotong-potong) dan disebarkan dipermukaan
kolam. Bila diberikan dalam bentuk segar biasanya akan mencemari air
kolam terutama bila berlebihan dan banyak sisa yang akhirnya akan
membusuk dan mengendap di dasar kolam.
d. Konversi pakan (Food Convertion Rate)
Menurut Saparinto (2008), jumlah pakan yang diperlukan untuk
pertumbuhan atau menambah berat badan disebut nilai ubah atau konversi.
Jumlah makanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penambahan berat
daging ikan sebanyak 1 kg disebut faktor konversi atau food convertion rate
(FCR).
e. Cara Penyimpanan
Menurut Saparinto (2008), kualitas pakan buatan harus dijaga sebaik
mungkin. Penyimpanan dan distribusi pakan relatif sederhana. Syaratnya,
tempat penyimpanannya berada dalam kondisi kering, tidak lembab, serta
memiliki sirkulasi udara yang baik. Pakan hendaknya tidak langsung
bersinggungan dengan lantai atau dinding dengan cara memberi alas berupa
papan. Pakan yang disimpan dalam ruangan lembab akan dihinggapi oleh
jamur dan merusak mutu pakan.
38
2.2.6.
39
(2009)
menambahkan,
pencegahan
dengan
cara
40
2. Penyakit
Menurut Kordi (2010), penyakit pada ikan didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari
alat-alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak
lagsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan budidaya tidak
datang begitu saja, melainkan melalui hubungan tiga faktor, yaitu kondisi
lingkungan (kualitas air), kondisi inang (biota budi daya), dan adanya jasad
pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan budi
daya, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini
menyebabkan stress pada ikan budi daya sehingga mekanisme pertahanan diri
41
yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya ikan menjadi mudah terserang
penyakit.
a. Penyakit Infeksi
1. Penyakit Pendarahan (Luka Berdarah)
Penyakit ini disebabkan oleh Argulus, yaitu parasit yang termasuk
dalam kelompok Crustacea. Parasit ini menempel pada tubuh ikan dan
menggigit sehingga ikan yang terserang akan mengalami pendarahan.
Penularannya melalui air atau kontak langsung. Parasit ini muncul pada
kolam-kolam yang kualitas airnya kurang baik.
Pencegahan terhadap serangan penyakit ini adalah dengan
menisolasikan ikan-ikan yang sudah terserang. Beberapa jenis bahan
kimia yang biasa dipergunakan untuk mengobati adalah larutan NH4Cl
atau NaCl. Ikan-ikan yang sakit direndam dalam larutan NH4Cl 1,5%
selama 15 menit atau NaCl 2% selama 10 menit (Puspowardoyo dan
Djarijah, 2003).
2. Dactylogyriasis dan Gyrodactyliasis
Penyakit ini disebabkan oleh Dactylogyrus dan Gyrodactylus yaitu
parasit golongan Monogenea. Faktor-faktor yang menyebabkan
tumbuhnya parasit ini adalah kualitas air yang kurang baik, kurang
makanan, kepadatan ikan yang tinggi dan adanya fluktuasi suhu. Gejala
klinis ikan yang terserang adalah nafsu makannya menurun dan megapmegap di permukaan air. Gejala lain adalah ikan berenang miring atau
menentang arah arus dan terkadang berbaring degan insang terbuka
42
lebar. Bagian ikan yang diserang terutama adalah tubuh, sirip dan
insang.
Kedua parasit ini biasanya menyerang ikan pada musim kemarau
atau menjelang musim peghujan. Kedua jenis parasit ini masih sulit
untuk dikendalikan/diberantas. Penularannya adalah melalui air atau
kontak langsung.
Pencegahan yang praktis terhadap parasit ini adalah dengan
manipulasi lingkungan. Bila ada gejala ikan terserang oleh parasit ini,
air dalam kolam harus diganti dengan air baru seluruhnya. Bilamana
perlu air yang masuk ke dalam kolam diperbesar volumenya (debitnya)
dan
dilakukan
memindahkan
penyaringan.
(mengisolasi)
Lalu
dilakukan
ikan-ikan
yang
penjarangan
sudah
dan
terserang
43
4. Penyakit Jamur
Hampir semua jenis ikan, baik telur, benih maupun ikan dewasa
dapat terserang jamur. Dua jenis jamur yang biasa menyerang jenis ikan
air tawar adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Gejala klinis ikan yang
terserang infeksi jamur ini adalah adanya benang-benang halus mirip
kapas yang menempel pada telur atau tubuh ikan yang terluka.
Infeksinya pada tubuh ikan biasanya merupakan akibat dari luka atau
kurang makan.
Jamur ini berbiak dengan spora. Spora hasil pembiakannya dilepas
di dalam air, kemudian menempel pada ikan sebagai inang. Jika
kebetulan menemukan tempat hidup yang cocok, seperti luka-luka pada
tubuh ikan, maka spora tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi
jamur. Dalam waktu yang relatif singkat, jamur tersebut menyebar pada
seluruh ikan di kolam pemeliharaan.
Jamur ini memang tidak menimbulkan kematian, tetapi ikan yang
terserang akan lemah, nafsu makan kurang dan akhirnya ikan menjadi
kurus. Akibat selanjutnya ketahanan ikan menurun sehingga dapat
menimbulkan serangan penyakit lain yang bisa menyebabkan kematian.
Beberapa pengobatan untuk menyembuhkan penyakit jamur adalah
dengan perendaman ikan yang terserang dalam larutan malachite green
oxalate 1 ppm selama 1 jam atau 0,15 - 0,70 ppm selama 24 jam. Bisa
juga dengan merendam ikan yang terserang dalam larutan formalin 200
ppm selama 2 jam. Cara yang lebih praktis dan mudah adalah
merendam ikan yang terserang dengan garam dapur (NaCl) 10
44
45
lemah dan sering nampak pada permukaan kolam dan akhirnya ikan
tersebut akan mati.
Penyakit bakteri lebih berbahaya daripada serangan penyakit lain.
Serangan penyakit bakterial sering menyebabkan kematian massal
terhadap ikan yang dipelihara. Penyakit bakterial lebih cepat menular,
sehingga dalam waktu singkat semua ikan di kolam akan terserang dan
mati.
Meskipun telah banyak ditemukan bahan kimia untuk memberantas
penyakit ini, seperti Kalium Permanganat (PK), larutan Nitrofuran,
larutan Oxytetracycline, linequil, baytril, kanamysin, dan sebagainya,
namun masih sulit untuk mengatasi infeksi bakteri ini. Paling praktis
untuk penanggulangan penyakit bakterial adalah dengan pencegahan,
yaitu dengan sanitasi air kolam maupun vaksinasi ikan. Tetapi cara-cara
yang terakhir ini pun masih perlu dilakukan pengujian terus-menerus
(Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).
b. Penyakit Non Infeksi
Menurut Saparinto (2008), penyakit non infeksi bukan disebabkan
adanya serangan parasit, tetapi oleh gangguan media tempat hidup,
malnutrisi, dan keturunan.
1. Kekurangan Nutrisi
Penyakit ini disebabkan kekurangan asam amino dan vitamin pada
pakan. Selain itu, juga dapat disebabkan keracunan alfatokin. Penyakit
ini menyerang bagian insang dan badan bagian luar. Gejalanya adalah
tutup insang keriput, tubuh ikan bengkok, dan pertumbuhannya lambat.
46
Munculnya penyakit ini dipicu oleh kualitas pakan yang jelek atau
pakan yang sudah tercemar jamur. Karena itu, penyakit ini dapat diobati
dengan mengganti pakan yang lebih berkualitas dan memberikannya
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan (Agromedia, 2007).
2. Kejenuhan Gas
Menurut Agromedia (2007), penyakit ini disebabkan oleh
kandungan nitrogen, oksigen, dan karbondioksida di dalam air kolam
terlalu jenuh. Bagian yang terserang adalah kulit, mata, dan insang.
Penyakit ini lebih banyak menyerang benih gurami mengalami emboli
gas (gas bubble disease). Gejala klinis yang timbul pada ikan yang
terkena penyakit ini adalah timbulnya gelembung udara di bagian kulit,
mata, dan insang.
Saparinto (2008) menambahkan, gelembung gas muncul akibat
saturasi oksigen atau nitrogen, perubahan suhu mendadak, atau terjadi
blooming alga.
Penyakit ini tidak menular, tetapi jika tidak segera diobati akan
menyebabkan gangguan kronis. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara
mengganti air atau meningkatkan kualitas air kolam (Agromedia,
2007).
3. Kekurangan Oksigen
Menurut Agromedia (2007), penyakit ini disebabkan oleh oksigen
terlarut di dalam air rendah. Bagian yang terserang adalah organ tubuh
bagian dalam (paru). Penyakit ini menyerang gurami dari semua
golongan umur. Gejala klinis yang muncul adalah gurami sering
membuka tutup insang dan berkumpul di permukaan air. Munculnya
penyakit ini dipicu oleh pertumbuhan plankton yang berlebihan dan
kadar bahan organik sangat tinggi. Oleh karena itu, cara mengatasinya
47
plankton.
Penguraian bahan organik oleh mikroba membutuhkan oksigen
Peningkatan suhu air pada perairan dangkal yang menyebabkan
48
2.2.7.
yang diperoleh. Parameternya adalah jumlah, ukuran, dan kualitas ikan yang
dihasilkan. Ada dua produk panen gurami yaitu benih dan konsumsi
(Agromedia, 2006).
Menurut Mahyuddin (2009), ukuran gurami konsumsi dinilai layak
dipanen jika telah mencapai ukuran 500 800 g/ekor.
Panen ikan konsumsi dilakukan dengan menggunakan jaring. Jaring
tersebut dibentangkan lalu ditarik oleh dua orang secara perlahan-lahan. Setelah
sampai ke salah satu sisi kolam jaring diangkat sehingga gurami mudah untuk
diambil dan dipilih yang ukurannya memenuhi syarat konsumsi. Berbeda dengan
panen benih, untuk ikan konsumsi tidak perlu mengeringkan kolam, cukup
mengurangi air hingga setinggi jaring. Supaya ikan merasa nyaman, para petani
sering memasukkan daun pisang ke dalam kolam pembesaran. Setelah
ditangkap, ikan di masukkan ke dalam tempat penampungan berupa ember atau
blong plastik besar yang permukaannya dilapisi jaring atau kain tipis.
(Agromedia, 2006).
Mahyuddin (2009) menambahkan, ikan yang ditangkap dimasukkan ke
wadah penampungan, langkah selanjutnya gurami disortir berdasarkan ukuran
yang
diingingkan,
kemudian
ditimbang
dan
dimasukkan
ke
wadah
49
pengangkutan. Apabila ada gurami yang masih kecil ikut tertangkap, sebaiknya
dilepaskan kembali untuk dipelihara lebih lanjut.
Menurut Saparinto (2008), pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat
teduh, yaitu pada pagi atau sore hari. Hal tersebut dilakukan agar gurami yang
dipanen tidak rusak karena sengatan sinar matahari. Waktu panen yang cukup
lama dalam suhu yang tinggi (siang hari) akan mempercepat kerusakan dan
menurunkan mutu ikan.
1. Cara Pengangkutan
Menurut Mahyuddin (2009), pengangkutan yaitu suatu kegiatan
pemindahan ikan gurami hasil panen dari suatu tempat lokasi budidaya ke
tempat lain. Pengangkutan gurami harus dilakukan secara hati-hati, karena
banyak kasus ikan mati di tempat tujuan akibat salah angkut, seperti
kepadatan tinggi dan dilakukan secara mendadak tanpa ada proses
penyesuaian.
Menurut Agromedia (2006), pengangkutan gurami untuk konsumsi
memliki lebih banyak kendala dibandingkan pengangkutan benih. Jika
gurami diangkut dengan kepadatan cukup tinggi, biasanya sirip dan tutup
insangnya saling melukai. Akibatnya, gurami megalami stres yang cukup
berat dan kualitas penampilan fisiknya menjadi berkurang.
Stres merupakan penyebab utama terjadinya kematian gurami pada saat
pengangkutan. Stres bisa disebabkan oleh terjadinya perubahan suhu yang
terlalu besar. Untuk mengatasi permasalahan ini, disarankan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
50
Lakukan panen pada pagi hari. Setelah itu, puasakan gurami selama
tiga hari berturut-turut agar kotorannya tidak mengotori media
angkut.
Gunakan drum plastic volume 200 liter yang bagian tengahnya diberi
pintu berbentuk persegi. Drum tersebut bisa mengangkut gurami
sebanyak 30 kg. Sebelum diberangkatkan, ganti terlebih dahulu
airnya degan yang baru. Gurami akan tahan selama 10 jam tanpa
tambahan aerasi.
2. Pasca Panen
Penanganan pasca panen merupakan tahap terakhir dari rangkaian
budidaya gurami. Penanganan pasca panen berhubungan dengan teknik
menjual gurami dalam kondisi hidup, segar, dan sehat. Dengan sendirinya,
juga berhubungan dengan pelayanan pasar dan tingkat kelayakan harga
(Agromedia, 2006).
2.3.
Analisa Finansial
Menurut Umar (2005), analisa finansial bertujuan untuk menentukan rencana
investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana,
51
biaya modal, kemampuan proyek, untuk membayar kembali dana tersebut dalam
waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang
terus. Di dalam menganalisa aspek finansial dengan menggunakan analisa sebagai
berikut :
1. Biaya Investasi
Menurut Umar (2005), biaya investasi adalah biaya yang umumnya
dikeluarkan pada awal kegiatan dan pada saat tertentu untuk memperoleh
manfaat beberapa tahun kemudian. Pengeluaran biaya investasi umumnya
dilakukan satu kali atau lebih, sebelum bisnis berproduksi dan baru
menghasilkan manfaat beberapa tahun kemudian.
Investasi dalam usaha adalah alokasi dana ke dalam suatu usaha yang
bersangkutan, dimana investasi tersebut meliputi penggunaan dana untuk
pengadaan sarana dan prasarana produksi (Ryanto, 1995).
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan pengeluaran yang dikeluarkan dari
kegiatan budidaya. Biaya operasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu biaya
tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Umar, 2005).
a. Biaya Tetap
Menurut Umar (2005), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya
tetap, tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam
menghasilkan keluaran atau produk di dalam interval tertentu.
52
53
3. METODE PRAKTEK
3.1.Waktu dan Tempat
54
Praktek Integrasi ini dilaksanakan pada tangga l Mei sampai 30 Juni 2013 di
Pandanarum Gurame, Blitar Jawa Timur.
3.2.
3.2.1.
Alat
Alat diperlukan untuk menunjang kegiatan pembesaran ikan gurami
Bahan
Kegiatan budidaya pembesaran ikan gurami memerlukan bahan guna
55
panen hingga analisa usaha serta diskusi dilapangan (wawancara). Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui studi literatur yang terkait dengan judul praktek
maupun sumber pustaka lainnya.
3.4.
Metode Kerja
56
57
2. Penumbuhan Plankton
-
c. Penebaran Benih
Pengamatan terhadap penebaran benih yaitu sebagai berikut :
1. Pemilihan Benih
-
2. Aklimatisasi Benih
58
d. Pengelolaan Pakan
Pengelolaan pakan yang dilakukan dengan cara :
1. Jenis Pakan
-
5. Penyimpanan Pakan
-
59
2. Penyifonan
-
3. Aplikasi Probiotik
-
60
g. Panen
61
2. Waktu Panen
-
3. Teknik Panen
-
4. Pengangkutan
-
62
1. Hama
-
2. Penyakit
3.5.
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa data deskriptif dan
kuantitatif.
Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan terlebih dahulu akan
diolah selanjutnya dianalisa dengan metode deskriptif yaitu membahas dengan
sistematis,
kemudian
mengkaji
dan
menganalisa
lebih
dalam
dan
1. Aspek Teknis
63
a. Laju Pertumbuhan
Melakukan sampling pertumbuhan untuk mengetahui laju pertumbuhan
berat dan panjang, yaitu dengan cara mengambil sampel dari kolam yang
kemudian diukur panjang total dengan penggaris dan berat dengan
timbangan.
Perhitungan laju pertumbuhan harian dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
ADG ( g /hari) =
W2 - W1
t
Keterangan :
W1
W2
64
Keterangan :
SR
Nt
No
FCR =
2. Analisa Finansial
a. Analisa Rugi/Laba
Analisa Laba Rugi = Total Penjualan Total
Biaya
65
PP =
Investasi
x 1 tahun
Keuntungan+Penyusutan
B/C Ratio =
Total Pendapatan
Total biaya
BEP (harga) =
Biaya Tetap
Biaya Variabel
1-(
)
Penjualan
BEP (Unit) =
BEP (harga)
X 1 Unit
Harga per unit
66
4.1.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur yang
secara geografis Kabupaten Blitar terletak pada 111 25 112 20 BT dan 7 57-8
951 LS berada di Barat daya Ibu Kota Propinsi Jawa Timur Surabaya dengan
jarak kurang lebih 160 Km. Adapun batas batas wilayah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
Sebelah Timur
: Kabupaten Malang
Sebelah Selatan
: Samudra Indonesia
Sebelah Barat
Kabupaten Blitar tercatat sebagai salah satu kawasan yang strategis dan
mempunyai perkembangan yang cukup dinamis. Kabupaten Blitar berbatasan
dengan tiga kabupaten lain, yaitu sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Malang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten
Kediri sedangkan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang. Sementara itu untuk sebelah Selatan adalah Samudera
Indonesia yang terkenal dengan kekayaan lautnya. Apabila diukur dari atas
permukaan laut, maka Kabupaten Blitar mempunyai ketinggian 167 meter dan
luas 1.588,79 km. Di Kabupaten Blitar terdapat Sungai Brantas yang membelah
67
daerah ini menjadi dua yaitu kawasan Blitar Selatan yang mempunyai luas 689,85
km dan kawasan Blitar Utara, Blitar Selatan termasuk daerah yang kurang subur.
Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang berbatu,
dimana batuan tersebut cenderung berkapur sehingga mengakubatkan tanah
tandus dan susah untuk ditanami. Sebaliknya kawasan Blitar Utara termasuk
daerah surplus karena tanahnya yang subur, sehingga banyak tanaman yang
tumbuh dengan baik.
4.2.
68
4.3.
Pandanarum Gurame
Pandanarum gurame terletak di Dusun Klampok, Desa Pandanarum,
2. Kelembagaan :
Lingkungan/Dusun : 3 buah
69
Sawah : 179 Ha
Jalan : 52 Km
Pemakaman/kuburan : 100 Ha
Perkantoran : 376,18 m2
Tanah/bangunan pendidikan : - m2
70
71
3. Karyawan
Pandanarum Gurame tidak memiliki karyawan tetap tetapi dalam
penggarapan kegiatan di kolam sektor utara mengandalkan karyawan/pemelihara
yang biasanya dibayar saat panen tiba. Selain itu terdapat karyawan tidak tetap
yaitu untuk melakukan pembersihan kolam /persiapan kolam pasca panen, sifon
kolam dan pembuatan kolam. Jadi tidak ada teknisi yang benar-benar bekerja
seluruhnya mengurusi seluruh kolam karena pekerjaan yang tidak banyak seperti
pemberian pakan, sifon kolam itu masih bisa dilaksanakan oleh pemilik
pandanarum gurami dan kadang dibantu oleh pemelihara kolam di sektor utara.
Pandanarum Gurame mempunyai tempat pelatihan budidaya, yaitu P2MKP
Pandanarum Gurame. Sering mengadakan pelatihan budidaya baik itu
pembesaran ikan gurami atau ikan lele kepada petani-petani ikan atau pemula
usaha budidaya. Pandanarum Gurame ini adalah pusat pelatihan budidaya ikan
konsumsi satu-satunya di wilayan Blitar.
72
73
74
5.1.1.
yang akan dibuat, luas kolam di Pandanarum Gurame bervariasi yaitu 8x11 m,
9x14 m, 8x12 m, 9x16 m. Lalu dilakukan penggalian tanah, tanah yang akan
digunakan untuk kolam digali dengan menggunakan cangkul sampai kedalaman
1,5 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), kolam terpal dibawah
permukaan tanah adalah kolam yang dibangun/dibuat di bawah permukaan
tanah, yang dalam pembuatannya harus melubangi atau menggali tanah untuk
memendam sebagian atau seluruh kolam terpal.
Setelah itu dibentuk dinding pematang kolam dan dasar kolam diratakan,
dinding pematang kolam dibuat dari tanah liat yang dipadatkan dan dibuat
bentuk trapesium dengan bawah lebih lebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sarwono dan Sitanggang (2002), pematang dibuat berbentuk trapesium dengan
bagian bawah lebih lebar. Bahannya dapat dipergunakan papan, anyaman
bambu, tembok, atau tanah liat.
75
76
akan membuat suhu kolam stabil dan tidak mengalami fluktuasi yang sangat
mencolok.
Karena sekam yang dipasang akan terkena air dari tanah dan akan
berdekomposisi dan membentuk panas sehingga walaupun suhu diluar dingin
suhu kolam tetap terjaga pada keadaan stabil. Sekam diratakan pada seluruh
dasar kolam kecuali bagian caren. Sekam akan bertahan dalam kolam sampai 5
tahun lamanya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), sekam tersebut
dihamparkan setebal 10-15 cm di bawah terpal, kemudian dibasahi secukupnya.
Proses dekomposisi sekam akan menghasilkan panas yang dapat merambat ke
air kolam hingga ketinggian 1 m, dengan demikian suhu air kolam lebih stabil.
Sekam dapat bertahan selama 5 tahun.
Gambar 5. Sekam (kiri) dan proses pemberian sekam pada kolam (kanan)
Lalu tahapan selanjutnya adalah pemasangan terpal, terpal yang
digunakan adalah terpal dengan ketebalan A5 dengan panjang dan lebar
disesuaikan dengan kolam yang dibuat dan diberi kelebihan masing-masing 3
meter, terpal bisa dipesan dari produsen atau distributor terpal sesuai dengan
77
luasan yang dipesan. Terpal dipasang dengan dilembarkan dan menutup seluruh
petakan kolam, lalu terpal dirakatan dan dirapikan dengan melipat, menarik dan
menginjak bagian pinggirnya sesuai dengan bentuk petakan kolam.
Setelah terpal terpasang lalu isi kolam dengan air bersih sampai penuh
agar petakan kolam benar-benar terbentuk. Setelah itu pasang batako pada
keliling kolam dengan menindih terpal bagian tepi agar tepi kolam menjadi lebih
kuat, lalu lipat bagian terpal yang lebih tadi dengan cara melipat terpal kedalam
dan ditimbun dengan tanah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), jika kolam ditanam
seluruhnya dalam tanah maka terpal harus diikat dengan pasak disepanjang
tepian lubang atau pada ujung terpal dilipat dan ditindih dengan batu bata atau
batako, kayu, atau pot tanaman.
Gambar 6. Proses pemasangan terpal (kiri) dan pelipatan tepian kolam (kanan)
Pembuatan kolam di sini dengan ukuran kolam 9x14 meter
membutuhkan waktu 10 hari dengan 3 orang pekerja. Kolam terpal mempunyai
ketahanan yaitu selama 5 tahun masa pemakaian asalkan dilakukan perawatan
dan pembersihan dengan baik agar terpal tidak cepat rusak.
5.1.2.
78
79
sumur bor lalu disedot dengan pompa diesel dan dialirkan ke kolam dengan
menggunakan pipa paralon atau selang spiral.
Hal ini sesuai dengan pernyataaan Mahyuddin (2009), pengisian air pada
kolam semen atau terpal biasanya menggunakan air yang bersumber dari sumur
bor atau pompa dengan menggunakan pompa diesel dan disalurkan
menggunakan selang plastik atau paralon ke kolam.
Pengisian air dilakukan sampai air mencapai ketinggian 1,2 meter atau
Gambar 8. Proses pengisian air pada
kolam
pada posisi setengah batako pada kolam. Setelah air terisi penuh, biarkan sampai
1 2 hari agar air membentuk kolam dan terpal sesuai dengan bentuknya dan
menyesuaikan dengan terpal yang baru dipasang.
5.2.2. Penumbuhan Plankton
Sebelum penumbuhan plankton, dilakukan penggaraman pada kolam.
Penggaraman dilakukan dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri dan bibit
penyakit pada kolam sebelum ditebari benih. Garam yang diberikan di sini
adalah garam ikan dengan dosis 10 kg untuk 1 kolam ukuran 9x14 m. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Kordi (2010), setelah kolam terpal diisi air sesuai
kebutuhan, untuk membunuh patogen, taburkan garam 200 g/m3.
Penumbuhan plankton dilakukan dengan menebar probiotik. Tujuan
aplikasi probiotik ini adalah untuk mendominasi bakteri baik ke dalam
lingkungan air kolam dengan bakteri yang ditebar sehingga menekan mikroba
atau bakteri yang merugikan serta memacu pertumbuhan plankton dalam air.
Probiotik yang digunakan adalah probiotik terapi air Pro-Big-Fish buatan
80
Pandanarum
Gurame
sendiri
dengan
komposisi
bakteri
nitrosomonas,
nitrobacter, bacillus sp. Dosis probiotik yang digunakan yaitu 1 liter untuk 1
kolam ukuran 9x14 meter. Pemberian probiotik dilakukan dengan cara
mencampur dengan air dan ditebarkan merata ke seluruh bagian kolam dengan
menggunakan gayung. Selain diberikan probiotik, untuk menumbuhkan plankton
digunakan pupuk kandang atau urea dan TSP dengan dosis 500 g untuk 100 m 2.
Lalu diamkan air hingga kurang lebih 5 hari sampai air berubah menjadi
berwarna agak gelap, itu tandanya air sudah ditumbuhi oleh plankton. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), untuk mempersiapkan air
kolam sebelum ditebari benih maka dilakukan penumbuhan pakan alami
(plankton) di kolam dengan pemupukan. Pupuk yang digunakan terdiri dari
pupuk kandang dan buatan, pupuk kandang (kotoran sapi, kambing, ayam, dll)
dengan takaran 150 g/m2 dan untuk pupuk buatan yang biasa digunakan adalah
pupuk urea dosis 15 g/m2 dan TSP dosis 10 g/m2. Dengan penumbuhan pakan
alami dikolam sebelum penebaran dilakukan maka ikan gurami disini
mempunyai tingkat kehidupan yang cukup tinggi mulai dari awal penebaran.
81
ditebar dipilih dengan krtiteria benih tidak cacat/bentuk tubuh normal, organ
tubuh lengkap, gerakan gesit dan tidak terkena penyakit, serta ukurannya
seragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), benih ikan gurami
sebelum ditebar dan dipelihara di kolam harus dilakukan pemilihan terlebih
dahulu.
Kriteria pemilihan benih gurami :
g. Umur dan ukuran benih seragam
h. Tidak cacat dan tidak ada luka ditubuhnya
i.Gerakannya lincah dan gesit
j.Sisiknya mengkilap dan licin serta tidak ada sisik yang lepas
k. Bebas dari bibit penyakit
l.
Dengan pemilihan benih yang baik dan sesuai dengan kriteria diatas, ikan
gurami disini mempunyai tingkat kehidupan yang tinggi dan pertumbuhan yang
baik.
5.3.2.
Aklimatisasi Benih
Penebaran benih dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk
mengurangi tingkat stres pada benih yang akan ditebar. Benih diangkut dengan
sistem pengangkutan terbuka yaitu dengan jurigen plastik volume 30 liter karena
benih sudah berukuran besar jadi jika diangkut dengan menggunakan plastik
maka duri-durinya akan merusak plastik pengemas dan menyebabkan
kebocoran/kerusakan wadah pengemasan dan ikan bisa mati karena kehabisan
air. Benih diangkut dalam jurigen dengan kepadatan disesuaikan dengan ukuran
ikan, untuk benih ukuran silet (3 cm) diangkut dengan kepadatan 50 ekor/liter.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahyuddin (2009), umumnya
pengangkutan benih gurami dilakukan secara terbuka dengan menggunakan
82
drum yang dilubangi, benih yang diangkut mulai dari ukuran silet karena ukuran
tersebut telah memiliki duri keras yang dikhawatirkan dapat merobek kemasan
plastik, apabila pengangkutan sistem tertutup.
Sebelum penebaran benih dilakukan penyesuaian keadaan/aklimatisasi,
aklimatisasi yang dilakukan adalah aklimatisasi suhu dan pH dengan cara
mengapungkan jurigen plastik di permukaan kolam kurang lebih 5 10 menit.
Setelah itu percikkan air kolam ke dalam jurigen sambil memiringkan jurigen
perlahan sehingga kondisi di dalam jurigen akan cepat sama dengan kondisi air
kolam dan ikan akan keluar dengan sendirinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahyuddin (2009), untuk menekan
tingkat stres yang dialami ikan pasca penebaran maka pada saat penebaran perlu
dilakukan aklimatisasi (adaptasi) terlebih dahulu, proses adaptasi atau
aklimatisasi benih setelah sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut :
d. Setibanya di lokasi, wadah yang dberisi benih ikan langsung
diapungkan dalam air kolam selama 10-15 menit agar terjadi
penyesuaian suhu.
e. Untuk mempercepat proses penyesuaian suhu, bisa dibantu dengan
memasukkan air kolam ke dalam wadah yang berisi benih.
f. Jika suhu sudah sesuai, langkah selanjutnya adalah wadah tersebut
dibuka atau dimiringkan ke dalam air dan benih-benih ikan dibiarkan
keluar dengan sendirinya.
83
Jenis Pakan
Jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan ikan gurami adalah
84
a. Kangkung
b. Daun Talas
c. Daun ketela pohon
Gambar 10. Pakan alami untuk ikan gurami
85
5.4.2.
kebutuhan ikan. Frekuensi pemberian pada ikan muda berbeda dengan ikan
dewasa. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari dengan waktu pagi pukul
06.30 WIB dan sore pukul 16.30 WIB. Jumlah pakan yang diberikan di sini tidak
dilakukan penghitungan sesuai dengan berat biomassa ikan, hanya saat pertama
tebar setelah itu penambahan pakan dilakukan dengan memperkirakan dari
pakan yang habis satu sak. Porsi yang diberikan lebih banyak pada sore hari
karena nafsu makan ikan tinggi pada sore hari untuk pakan buatan/pellet, untuk
pakan alami/dedaunan diberikan sekali dalam sehari yaitu pada siang atau sore
hari.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), untuk
penggunaan pakan secara kombinasi, diberikan pelet sebanyak 2% per hari dari
berat total tubuh dan pakan hijauan sebanyak 5% per hari dari berat total tubuh
ikan. pagi pukul 07.00, siang pukul 12.00, dan sore pada pukul 17.00, sedangkan
pakan daun diberikan pada sore hari.
Walaupun tidak dilakukan penghitungan dosis pakan secara jelas,
sebenarnya dosis pemberian pakan yang dilakukan sudah sesuai dengan dosis
yang diajurkan tetapi karena tidak dilakukan penghitungan pakan secara tertulis
jelas dan terjadwal maka tidak terlihat bahwa pakan yang diberikan sesuai
dengan dosis yang dianjurkan hanya berdasarkan perkiraan.
5.4.3. Cara Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan dengan cara disebar secara merata keseluruh
areal kolam secara manual menggunakan wadah ember dan pelempar pakan
serokan. Sebelum ditebar pakan dicampur dengan probiotik pakan lalu dibiarkan
selama 5 menit sampai meresap lalu pakan ditebar ke kolam dengan melempar
secara merata.
86
87
Penyimpanan Pakan
Prinsip dasar penyimpanan pakan adalah mampu mempertahankan
88
89
mutu air baik maka ikan akan tumbuh dengan baik. Beberapa parameter kualitas
air yang diukur selama praktek berlangsung adalah sebagai berikut :
Hasil monitoring kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 3.
a. Suhu
Suhu mempengaruhi laju metabolisme ikan yang akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan ikan serta mempengaruhi parameter kualitas air
lainnya. Pengukuran suhu air kolam yang dilakukan disini dilakukan dengan
mengukur suhu air menggunakan termometer alkohol dengan ketelitian 1C.
Pengukuran suhu air dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
hari.
90
Hasil pengukuran suhu pada kolam terpal dapat dilihat dalam Gambar 15.
Pengukuran Suhu
34
32
30
suhu
28
26
pagi
sore
5
15
25
35
46
55
60
hari ke-
91
pH biasanya naik sejalan dengan kenaikan oksigen terlarut dalam air (DO)
yaitu saat sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryani (2006), untuk
suatu kolam budidaya yang produktif, pH yang terbaik adalah antara 6,5
8,5.
c. Oksigen Terlarut
Pengukuran DO bertujuan untuk mengetahui fluktuasi perubahan DO
selama pemeliharaan berlangsung. Pengukuran DO dilakukan 2 kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari dengan menggunakan DO meter dengan
ketelitian 0,1 mg/l. Cara pengukuran DO yaitu :
1. Hidupkan power On pada DO meter sampai menunjukkan angka
00.00
2. Lalu colokkan kabel kedalam songket dan geser tombol DO ke
tombol CAL.untuk melakukan kalibrasi dengan oksigen di udara
sampai mencapai kisaran 20.09
3. Setelah itu langsung geser tombol CAL. ke tombol DO
4. Lalu celupkan batang sensor DO kedalam air
5. Lihat sampai menunjukkan angka yang stabil
92
Hasil pengukuran DO pada kolam terpal dapat dilihat dalam Gambar 17.
Pengukuran DO Kolam 2
6
5
4
3
Oksigen terlarut 2
1
0
Pagi
Sore
Hari-ke
93
sesuai dengan pendapat Amri dan Khairuman (2005), gurami termasuk salah
satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen karena mampu
mengambil langsung oksigen dari udara bebas, bahkan gurami dapat bertahan
hidup lama di darat tanpa air, sehingga oksigen bukan merupakan faktor
pembatas ikan gurami.
d. Amoniak dan Nitrat
Pengukuran amonia dan nitrat dilakukan satu kali dalam seminggu.
Pengukuran amonia dan nitrat bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar
amonia dan nitrat di dalam kolam selama pemeliharaan berlangsung.
Pengukuran amonia dan nitrat menggunakan testkit amonia dengan jangkauan
0 8 ppm dan testkit nitrat dengan jangkauan 0 100 ppm.
94
Pengukuran Amonia
2
amonia (mg/l)
1
0
kolam 2
kolam 3
kolam 4
kolam 5
Hari-ke
95
Aplikasi Probiotik
96
tambak.
Probiotik
diaplikasikan
sejak
persiapan
media
97
oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh
bakteri dalam proses nitrifikasi terutama Nitrosomonas dan Nitrobacter.
Probiotik ini diramu sendiri dengan menggunakan bahan rempahrempah, susu, gula, tetes atau molase yang akan digunakan sebagai media
perkembangbiakan bakteri yang diinokulasikan agar populasi bakterinya
menjadi banyak.
Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling. Sampling
merupakan pengambilan ikan pada satu titik pada setiap kolam yang dilakukan
secara rutin dan dilakukan pada pagi hari hal ini dilakukan karena pada pagi hari
suhu tidak terlalu panas yang akan menyebebkan ikan menjadi stres. Sampling
bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan, biomassa, ABW dan untuk
menentukan jumlah pakan. Sebelumnya disini tidak pernah dilakukan sampling
ikan dan penentuan pakan berdasarkan perkiraan. Maka saya melakukan
98
sampling ikan di kolam tersebut dengan mengambil sampel secara acak dengan
serokan jaring lalu dihitung.
Sampling menggunakan serokan jaring karena jika menggunakan jala
maka akan merusak ikan karena sisik dan siripnya tersangkut pada jala yang
akhirnya akan mengakibatkan ikan menjadi stres. Selain itu jika sampling terlalu
sering dilakukan dan dengan banyak titik yang diambil dalam satu kolam maka
ikan akan menjadi stres karena sering diobok dan ditangkap. Maka sampling
yang saya lakukan dengan menggunakan serokan dan mengambil beberapa titik
sampel secara acak dilakukan 7 hari sekali.
Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Puspowardoyo dan Djarijah
(2003), pengontrolan pertumbuhan ikan dilakukan setiap 1 2 bulan sekali,
yaitu dengan mengambil beberapa ekor ikan kemudian ditimbang dan diukur
panjangnya.
Pengontrolan pertumbuhan yang dilakukan disini tidak dilakukan sesuai
dengan pendapat diatas karena tidak pernah dilakukan sampling, dan sampling
yang saya lakukan tidak sesuai dengan waktu pengontrolan pertumbuhan sesuai
anjuran diatas tetapi hasil yang didapat bisa dilihat perubahan pertumbuhannya.
laju
pertumbuhan
menggunakan rumus :
ADG ( g /hari) =
W2 - W1
t
harian
dapat
dilakukan
dengan
99
Keterangan :
W1
W2
berat (gr)
100
kolam 2
80
kolam 3
60
kolam 4
40
kolam 5
20
0
sampling ke-
100
kolam 3
kolam 4
kolam 5
0.5
0
sampling ke-
pengontrolan jumlah gurami yang mati setiap harinya untuk mengetahui tingkat
kelangsungan hidupnya. Selain itu bisa juga dilakukan dengan cara menghitung
jumlah ikan pada saat panen dan membagikan dengan ikan pada awal tebar
maka akan didapatkan hasil tingkat kelangsungan hidup.
101
Pada praktek ini didapatkan tingkat kelangsungan hidup ikan gurami saat
pemeliharaan yaitu.
SR = (Nt/No) x 100 %
Dari hasil penghitungan didapatkan hasil bahwa ikan yang ditebar awal
sejumlah 2000 ekor dan pada saat panen didapatkan ikan dengan jumlah 1880
ekor sehingga didapatkan tingkat kelangsungan hidup ikan adalah 94 %. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kordi (2010), sintasan atau kelangsungan hidup
(survival rate) ikan gurami yang dipelihara di kolam terpal lebih tinggi, dapat
mencapai 95%. Hal tersebut karena pengawasan yang lebih mudah dan intensif.
Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami disini dapat dikatakan baik,
karena selama pemeliharaan tidak banyak ditemukan ikan yang mati dan
hasilnya ikan gurami yang dipanen masih dalam kisaran jumlah yang banyak.
5.6.3.
yang habis dari awal sampai panen. Konversi pakan dihitung dengan cara
membagi antara jumlah berat total pakan yang habis dengan jumlah berat total
ikan hasil panen. Disini konversi pakan yang dapat saya hitung adalah.
FCR =
102
1260 kg
864,8 kg
= 1,45
103
memakannya. Hama ini biasanya memangsa ikan-ikan yang masih kecil, mereka
bersembunyi di sekitar pematang kolam yang kotor dan banyak tempat
bersembunyi seperti rumput, dedaunan kering dll.
Maka untuk pencegahan dari hama tersebut harus sering dilakukan
sanitasi areal kolam seperti membersihkan pematang dari rerumputan dan benda
yang tidak diperlukan agar tidak terdapat lagi tempat persembunyian hama
tersebut. Salah satu hama yang menyerang ikan gurami selama praktek dapat
dilihat pada Gambar 25.
104
105
106
tersebut. Serta dilakukan kontrol secara rutin pada kolam pemeliharaan agar bisa
memantau segala hama yang masuk dan akan menyerang ikan, dan dilakukan
penjagaan di areal kolam agar menghindari tindakan pencurian.
Hal ini sesuai dengan pendapat Agromedia (2006), hama dan penyakit
menjadi momok bagi para petani gurami. Cara paling praktis untuk mencegahnya
adalah menjaga sanitasi lingkungan tempat pemeliharaan. Untuk mencegahnya
perlu diperhatikan faktor-faktor, seperti tingkat kepadatan tebar, kualitas air, dan
banyaknya jumlah pakan yang diberikan.
5.7.2. Penyakit
Di lokasi praktek kondisi ikan selama masa pemeliharaan dapat dinyatakan
dalam kondisi yang sehat dan bagus. Hal ini ditandai dengan kondisi ikan yang
aktif, anggota tubuh masih lengkap serta responsif terhadap pakan dan responsif
terhadap adanya rangsangan dari luar. Hal ini diduga karena kondisi dan
kesehatan ikan yang bagus dengan ditunjang oleh penggunaan probiotik. Probiotik
yang digunakan akan memperbaiki media pemeliharaan yaitu kualitas air.
Lingkungan budidaya yang baik diharapkan dapat membantu ikan dalam
mempertahankan kesehatannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), pada prinsipnya penyakit
yang menyerang ikan budidaya tidak datang begitu saja, melainkan melalui
hubungan tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kualitas air), kondisi inang (biota
budi daya), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Tetapi dalam pasca
penebaran dikolam nomor 7, 8, 9 ditemukan ikan yang terserang penyakit.
Penyakit yang menyerang adalah jamur, penyakit ini menyerang ikan beberapa
107
hari setelah ditebar. Penyakit ini mempunyai ciri yaitu menyerang ikan dengan
jamur yang tampak seperti kapas yang menyelimuti tubuh ikan dan membusukkan
bagian tubuh ikan dan akhirnya ikan mati. Ikan yang terserang jamur ini biasanya
menunjukkan aktifitas yang aneh, gerakan berenang yang tidak normal, kadang
berenang dipermukaan, tidak nafsu makan dan tubuh diselimuti benang halus
seperti kapas. Diduga penyakit ini timbul karena persiapan kolam yang kurang,
jadi masih terdapat bibit penyakit dalam kolam dan menyerang ikan yang dalam
kondisi kurang sehat. Pencegahan penyakit ini adalah dengan melakukan
penggaraman dengan garam ikan yang ditebar langsung dikolam pemeliharaan
dengan dosis 4 kg untuk 1 petakan kolam seluas 100 m2.
Selama praktek terdapat ikan yang terserang penyakit jamur, dapat dilihat
pada Gambar 27.
Gambar 27. Ikan yang terserang penyakit jamur (kiri) dan garam ikan (kanan)
108
109
kolam sebelumnya. Dilakukan panen parsial dengan mengambil ikan yang besar
atau sesuai permintaan dan menyisakan ikan yang berukuran agak kecil. Ikan
sudah berumur 10 bulan. Panen ketiga yaitu panen di kolam sektor utara pada 10
Juni, dilakukan panen karena sudah mencapai ukuran permintaan, dan dilakukan
panen seluruhnya.
5.8.2. Waktu Panen
Panen dilaksanakan pada saat ikan berukuran sesuai permintaan pasar, yaitu
berbeda-beda sesuai ukuran berat ikan. Ikan yang berukuran 350 500 gr yang
dipesan untuk pemancingan biasanya dipanen pada saat ikan berumur 6 8 bulan
pemeliharaan dari benih ukuran silet. Ikan yang berukuran 500 800 gr yang
biasanya dipesan oleh rumah makan dipanen pada saat ikan berumur 8 10 bulan
pemeliharaan yang sama. Ikan yang telah berukuran 1 kg/ekor biasanya dipanen
pada saat ikan berumur 12 bulan/1 tahun. Panen bisa juga dilakukan secara
parsial/sebagian untuk mengurangi kepadatan ikan di kolam.
Panen ikan gurami disini dilakukan pada pagi, siang atau sore hari baik
cuaca cerah ataupun hujan. Untuk mengurangi stres pada ikan maka pada saat
penangkapan ikan dilakukan pemasukan air baru dengan pompa diesel.
Pemanenan ikan gurami biasanya membutuhkan waktu 2 3 jam. Hal ini sesuai
dengan pernyatan Saparinto (2008), pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat
teduh, yaitu pada pagi atau sore hari. Hal tersebut dilakukan agar gurami yang
dipanen tidak rusak karena sengatan sinar matahari. Waktu panen yang cukup
lama dalam suhu yang tinggi (siang hari) akan mempercepat kerusakan dan
menurunkan mutu ikan.
5.8.3. Teknik Panen
110
Teknik panen di kolam terpal ini dengan cara langsung masuk kedalam
kolam tanpa menyurutkan tetapi apabila air kolam terlalu tinggi maka harus
dilakukan pengurangan terlebih dahulu agar mempermudah proses pemanenan.
Pengurangan air kolam menggunakan pompa diesel dan selang spiral dengan
penyaring pada bagian ujungnya.
Setelah dirasa air kolam sudah tidak terlalu tinggi maka bisa dimulai
penanenan, pemanenan menggunakan jaring dengan berbahan jaring halus
berukuran panjang 6 m dan ukuran mata jaring 0,1 mm dengan pelampung dan
pemberat berupa rantai. Jaring dibentangkan didalam kolam lalu ikan digiring ke
tepian kolam dan jaring ditahan pada kedua sisinya lalu dimulailah pemanenan
dengan menangkap satu per satu ikan gurami di dalam kolam. Hal ini sesuai
dengan pendapat Agromedia (2006), panen ikan konsumsi dilakukan dengan
menggunakan jaring. Jaring tersebut dibentangkan lalu ditarik oleh dua orang
secara perlahan-lahan. Setelah sampai ke salah satu sisi kolam jaring diangkat
sehingga gurami mudah untuk diambil dan dipilih yang ukurannya memenuhi
syarat konsumsi. Berbeda dengan panen benih, untuk ikan konsumsi tidak perlu
mengeringkan kolam, cukup mengurangi air hingga setinggi jaring.
Pemanenan ikan gurami harus dilakukan secara hati-hati tidak seperti
panen ikan lainnya, panen ikan gurami harus dilakukan secara halus dan hari-hari
karena ikan gurami adalah ikan yang sering kaget dan jika sudah kaget mereka
akan saling bertabrakan dan akhirnya bisa melukai satu sama lain atau bahkan
melukai pemanen. Ikan ditangkap satu persatu dari dalam jaring tersebut dan
diangkat lalu dimasukkan kedalam blong/drum panen. Menangkap ikan gurami
ada tekniknya, jika salah cara menangkapnya maka ikan akan langsung meronta
111
dan dan durinya bisa melukai tangan pemanen. Cara menangkap ikan gurami
yaitu pegang ikan gurami mulai dari bagian bawah/perut dan bagian punggung
lalu angkat secara perlahan dan hati-hati dengan posisi tubuh ikan terbalik maka
ikan tidak akan meronta, walaupun meronta tetapi tidak segesit ketika ikan
tersebut tidak dalam posisi tubuh terbalik.
Seluruh ikan yang berada di dalam jaring ditangkap sambil dilakukan
pemilahan ukuran/grading sesuai dengan jenis permintaan dan memisahkan dari
ikan yang tidak normal/cacat karena ikan yang cacat tubuhnya tidak akan bisa
bertahan lama dalam perjalanan seperti ikan yang normal, lalu masukkan ke
dalam blong/drum plastik dan setelah semua drum penuh maka angkat drum
tersebut ke luar kolam untuk dilakukan pemilahan dan penimbangan.
Ikan yang berada dalam drum akan dipilah lagi dan ditimbang beratnya,
penimbangan dilakukan dengan cara menimbang drum yang berisi air lalu ikan
dimasukkan ke dalam blong lalu timbang dan akan didapatkan berat ikan yaitu
berat total (air dengan ikan) dikurangi berat air awal. Penimbangan dilakukan
menggunakan timbangan gantung dengan ketelitian 0,5 kg dan dengan beban
maksimal 110 kg dan cara menimbangnya dengan dipikul oleh dua orang
menggunakan kayu atau bambu lalu blong digantungkan pada timbangan lalu
geser pemberat pada timbangan sampai seimbang dan didapatkan hasilnya. Panen
dilakukan sampai ikan dikolam habis, dan ikan yang tidak masuk dalam kriteria
panen akan dipelihara sendiri dalam wadah yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mahyuddin (2009), ikan yang ditangkap dimasukkan ke wadah
penampungan, langkah selanjutnya gurami disortir berdasarkan ukuran yang
diingingkan, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke wadah pengangkutan.
112
Apabila ada gurami yang masih kecil ikut tertangkap, sebaiknya dilepaskan
kembali untuk dipelihara lebih lanjut.
Proses pemanenan ikan gurami bisa dilihat pada Gambar 28.
113
bagus bisa dilihat dari ciri fisik yaitu matanya bening dan badannya berlendir.
Pengangkutan ikan gurami konsumsi bisa dilihat pada Gambar 29.
114
dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 48.158.000. Rincian biaya tetap dan tidak
tetap dapat dilihat pada Lampiran 5.
5.9.2.
Biaya Total
Biaya total adalah jumlah seluruh biaya tetap dan biaya operasional atau
biaya variabel.
Biaya total = biaya tetap + biaya variable
= Rp. 6.578.200+ Rp. 48.158.000
= Rp. 54.736.200
5.9.3.
Analisa Finansial
a. Pendapatan Usaha
Selama pemeliharaan menghasilkan panen dengan total rata-rata 864,8
kg/kolam dengan harga jual Rp.25.000/kg. Dalam satu tahun dioperasikan
4 kolam, maka di peroleh hasil dengan perhitungan sebagai berikut :
Pendapatan/kolam
Pendapatan/tahun
b. Analisa laba/rugi
Keuntungan
115
BEP (harga) =
BEP (harga) =
Biaya Tetap
Biaya Variabel
1-(
)
Penjualan
Rp. 6.578.200
Rp. 48.158.000
1-(
)
Rp. 86.480.000
116
BEP (harga) =
Rp. 6.578.200
0,44
BEP (Unit) =
BEP (harga)
X 1 Unit
Harga per unit
BEP (Unit) =
Rp. 14.950.454
X 1 Unit
Rp. 25.000/kg
Rp. 14.950.454
117
PP =
Investasi
x 1 tahun
Keuntungan+Penyusutan
15.076.000
x 1 tahun
31.743.800+ 3.378.200
15.076.000
x 1 tahun
35.122.000