Anda di halaman 1dari 117

1

1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Ikan Gurami merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi, karena harga jual di pasaran paling mahal, bahkan
menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan harga jual ikan konsumsi air
tawar lainnya dan fluktuasi harganyapun relatif stabil. Harga jual ukuran
konsumsi ditingkat konsumen lebih mahal, terutama jika sudah berada di
supermarket atau restoran kelas menengah keatas yang berada di kota besar.
Peluang bisnis usaha ikan gurami memang sangat menjanjikan dan potensial
untuk dikembangkan. Permintaan pasar cukup tinggi dan masih belum terpenuhi
karena produksinya masih kurang. Permintaannya terus berkembang, untuk
kebutuhan Jakarta saja, setiap minggu mencapai 100 ton. Warung makan dan
restoran penyedia menu khusus gurami bermunculan di sudut-sudut kota. Inilah
yang menyebabkan pasokan gurami tak pernah mengenal kata cukup (Mahyuddin,
2009).
Gurami dikenal sebagai ikan mewah karena cita rasa dagingnya yang
gurih dan lezat melebihi ikan air tawar jenis lainnya. Secara umum, daging gurami
berwarna putih, tergolong renyah tetapi kompak (tidak mudah hancur) dengan
sedikit duri dan sedikit lemak sehingga mudah dimasak dan diolah dalam berbagai
variasi menu yang eksklusif. Sebagai bahan pangan, daging ikan Gurami
mengandung gizi yang baik.

Kini budidaya Gurami tidak membutuhkan waktu yang lama, dengan


menerapkan teknologi yang sederhana bisa menghasilkan ikan gurami siap
konsumsi dalam waktu yang singkat. Dengan penerapan teknologi kolam terpal,
budidaya gurami sistem intensif, ikan didorong untuk tumbuh secara maksimum
hingga mencapai ukuran pasar melalui penyediaan lingkungan hidup atau wadah
pemeliharaan yang optimal bagi gurami, pengelolaan pakan dan kualitas air serta
pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan secara optimal membuat
budidaya ikan gurami bisa dilakukan dalam tempo waktu yang relatif cepat dari
biasanya.
Karena alasan tersebut diatas sehingga penulis mengambil judul Produksi
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Pandanarum Gurame, Blitar
Jawa Timur.

1.2.

Tujuan

Tujuan dari praktek integrasi ini adalah


a. Mengetahui dan mampu melaksanakan teknik pembesaran ikan gurami
(Osphronemus gouramy).
b. Mengetahui dan mampu menganalisa aspek finansial usaha pembesaran
ikan gurami (Osphronemus gouramy).

1.3.

Batasan Masalah

Dalam praktek integrasi ini penulis membuat batasan masalah yaitu


mengenai

Teknik pembesaran ikan gurami yang meliputi kegiatan persiapan wadah


meliputi, pembuatan kolam terpal, persiapan kolam pasca panen; persiapan
media meliputi pengisian air, penumbuhan pakan alami; penebaran benih
meliputi pemilihan benih, alkimatisasi benih; pengelolaan pakan meliputi
jenis pakan, Jumlah dan frekuensi pemberian pakan, cara pemberian
pakan, pemberian probiotik pakan, penyimpanan pakan; pengelolaan
kualitas air meliputi pengamatan kualitas air, pergantian air, penyifonan,
aplikasi probiotik; pemeliharaan meliputi monitoring pertumbuhan, tingkat
kelangsungan hidup, konversi pakan; penanggulangan hama dan penyakit
meliputi hama, penyakit, cara pencegahan; panen dan pasca panen
meliputi panen, waktu panen, teknik panen, pengangkutan.

Perhitungan analisa usaha dalam pembesaran ikan gurami meliputi biaya


investasi, biaya produksi, pendapatan, analisa laba/rugi, Payback Period
(PP), Break Even Point (BEP), B/C Ratio.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Biologi Ikan Gurami


2.1.1.

Klasifikasi dan Morfologi


Menurut Mahyuddin (2009), klasifikasi adalah penggolongan ikan yang

didasarkan pada ilmu taksonomi, yaitu berdasarkan bentuk tubuh dan sifatsifatnya. Ikan gurami diklasifikasikan dalam suatu tata nama sehingga
memudahkan dalam identifikasi. Tata nama dalam klasifikasi ikan tersebut
biasanya menggunakan bahasa latin.
Menurut Agromedia (2007), gurami merupakan ikan asli perairan
Indonesia yang diperkirakan sudah dipelihara sejak zaman Raja Galuh di
Priangan Timur, yang sekarang menjadi Kabupaten Ciamis. Pada saat itu gurami
hanya dinikmati oleh kalangan kerajaan. Pemeliharaan gurami lalu menyebar ke
berbagai daerah di Ciamis seperti Cikoneng, Cijeungjing, Purbaratu, Sadananya,
Bojongnangka, Simenak, Cibodas, Galunggung, Kawalu, lalu ke Singaparna di
Tasikmalaya.
Di berbagai daerah, gurami dikenal dengan berbagai sebutan, di
antaranya gurameh (Jawa), gurame (Sunda, Betawi), kalau, kala, alui
(Sumatera). Dalam bahasa Inggris, gurami disebut giant gouramy. Menurut
Bleeker yang kemudian disempurnakan oleh Sunier, Weber, dan De Beaufort,
klasifikasi gurami sebagai berikut (Agromedia, 2007).

Filum

Subfilum

Chordata
:

Kelas

Vertebrata
:

Bangsa

Pisces
:

Suku

Labirinthici
:

Marga
Spesies

Anabantidae
:

Osphronemus
:

Osphronemus gouramy Lac.

Sementara itu, morfologi gurami sebagai berikut :

Bentuk badan oval agak panjang, pipih, dan punggung tinggi.

Mulut kecil, dengan rahang atas dan bawah tidak rata. Di bagian rahang
terdapat gigi-gigi kecil berbentuk kerucut. Deretan gigi sebelah luar lebih
besar dibandingkan dengan gigi sebelah dalam.

Pada jari pertama sirip perut terdapat alat peraba berupa benang panjang.

Memiliki alat pernapasan tambahan (labirin) yang berfungsi menghirup


oksigen langsung dari udara. Alat berupa selaput yang berkelok-kelok dan
menonjol ini terdapat di tepi atas insang pertama. Pada labirin terdapat
pembuluh kapiler yang memungkinkan gurami untuk mengambil oksigen
langsung dari udara dan menyimpannya.

Pada gurami muda, di depan sirip duburnya terdapat bintik hitam dengan
pinggiran kuning atau keperakan. Sementara itu, di dasar sirip dada
terdapat bintik-bintik hitam yang menandakan bahwa gurami itu masih
berusia muda.

Pada ikan yang sudah tua, terdapat duri di sirip punggung dan sirip dubur
yang ukurannya akan semakin besar (Agromedia, 2007).

Mahyuddin (2009) menambahkan, sisiknya berukuran relatif besar dengan


tipe sisik ctenoid (tidak membulat secara penuh). Pada tepian, sisiknya
agak kasar, terutama pada bagian kepalanya.

Kepala pada gurami muda berbentuk lancip dan berdahi normal atau rata.
Sedangkan

pada

gurami

dewasa/tua

mempunyai

bentuk

kepala

dempak/tumpul. Khusus pada gurami jantan yang sudah tua terdapat


tonjolan seperti cula pada bagian dahi atau kepala.

Pada gurami muda/benih terdapat 78 buah garis tegak berwarna hitam


dan garis-garis itu akan hilang atau tidak terlihat pada gurami dewasa.

Warna tubuh pada gurami muda umumnya berwarna biru kehitam-hitaman


dan bagian perut berwarna putih. Warna tersebut akan berubah menjelang
dewasa, yakni pada bagian punggung berwarna kecoklatan dan pada
bagian perut berwarna keperaka atau kekuning-kuningan.

Sirip ekor gurami berbentuk membulat (rounded). Panjang badan gurami


di alam dapat mencapai 65 cm dengan berat badan lebih dari 10 kg.

Gambar 1. Morfologi ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Saparinto,


2008).
2.1.2.

Habitat dan Penyebaran


Menurut Mahyuddin (2009), ikan gurami merupakan ikan asli perairan

Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia dan Cina. Beberapa literatur
menyebutkan ikan gurami berasal dari Kepulauan Sunda Besar atau sekarang
lebih dikenal dengan Jawa Barat, yaitu di daerah Ciamis. Selanjutnya, gurami
menyebar ke Tondano di Sulawesi Utara pada tahun 1902, ke Madura tahun
1916 dan ke Filiphina tahun 1926.
Ikan gurami dapat tumbuh dan berkembang pada perairan tropis dan
subtropis. Secara geografis ikan ini tersebar diberbagai Negara seperti :
Indonesia (Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi), Malaysia,
Filiphina, Thailand, Pulau Syellin dan Australia (Puspowardoyo dan Djarijah,
2003).

Di habitat aslinya gurami hidup di perairan tawar yang tergenang seperti


rawa, danau, dan situ. Namun, beberapa jenis gurami dapat hidup di perairan
payau. Selain itu, gurami dapat hidup di habitat air tergenang yang keruh dan
tidak dapat ditinggali oleh ikan tawes atau ikan mas. Gurami dapat bertelur dan
berkembang biak di air yang keruh sekali pun. Namun, sebenarnya gurami lebih
menyukai perairan yang jernih dan tenang (Agromedia, 2007).
Menurut Mahyuddin (2009), gurami hidup, tumbuh, dan berkembang
baik di dataran rendah dengan ketinggian tempat antara 1400 m dari permukaan
laut (dpl). Apabila lokasi budidaya gurami berada di dataran tinggi dengan
ketinggian lebih dari 800 m dpl maka pertumbuhan ikan akan menjadi lambat
karena dipengaruhi oleh suhu yang dingin.
2.1.3.

Kebiasaan Makan
Menurut Agromedia (2007), di alam bebas, gurami mempunyai

kebiasaan makan makanan yang spesifik pada setiap stadium pertumbuhannya.


Gurami stadia larva dan benih umunya memakan jasad renik seperti
fitoplankton, zooplankton, chlorella, kutu air, larva serangga dan serangga air.
Menurut Mahyuddin (2009), gurami mempunyai kebiasaan makan di
permukaan perairan atau kolam. Berdasarkan jenis pakannya, gurami
digolongkan sebagai ikan yang bersifat herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan).
Hal ini terlihat dari kebiasaan makan dan makanan yang biasa dimakan.
Berdasarkan anatominya juga, terutama ususnya, cukup panjang yang
merupakan ciri ikan herbivora.
Sementara itu, gurami dewasa cenderung lebih menyukai tumbuhan.
Gurami dewasa biasanya memakan tumbuhan air yang lunak seperti azolla,

hydrilla, kangkung, genjer dan apu-apu. Di kolam budidaya, gurami dewasa juga
menyukai daun singkong, dan pepaya, dan daun talas atau sente, yang diberikan
oleh petani. Namun dalam budidaya secara intensif, pemberian pakan alami ini
belum cukup. Petani biasanya juga memberikan pellet atau pakan buatan pabrik
agar pertumbuhannya optimal (Agromedia, 2007).
Mahyuddin (2009) menambahkan, berdasarkan tingkah laku kebiasaan
makan tersebut, pada waktu masih larva/benih ikan gurami bersifat karnivora
(pemakan daging). Sedangkan pada gurami dewasa berubah menjadi ikan
pemakan campuran (omnivora) yang cenderung pemakan tumbuhan (herbivora).
2.1.4.

Pertumbuhan
Menurut Sarwono dan Sitanggang (2002), pertumbuhan gurami sangat

lambat dibandingkan jenis - jenis ikan budidaya lainnya seperti ikan mas, lele,
dan nila. Pertumbuhan individu gurami per hari rata-rata hanya mencapai 2,0
gram. Untuk mendapatkan gurami ukuran konsumsi 500 gram/ekor dari benih 1
cm, diperlukan masa pemeliharaan lebih dari satu tahun. Pertumbuhan gurami
sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan (strain), kesehatan, pakan, ruang hidup,
dan umur.

10

Berikut ini tahap pertumbuhan gurami berdasarkan umurnya dapat dilihat


pada Tabel 1. (Agromedia, 2007).
Tabel 1. Tahap pertumbuhan gurami
Sebutan
Umur

Uku

Bobot

Panjang

ran
1 12
hari

0,5 cm

larva
Biji
12 30

0,5 1
oyon

hari

cm
g

2
Daun

0,5 - 2,5

1 2,5

bula
kelor

cm

n
2,5 4
3 bulan

Silet

2,5 5 g
cm

Korek
4 bulan

5 10 g

4 6 cm

api
Bungkus
12 15
5 bulan

roko

50 g
cm

k
Telapak
6 bulan

9 bulan

150

tang

200

an

Konsums

500 g

11

i
umu
m
Konsums
1

tahun
i
ke

1 kg

khus
atas
us
Menurut Kordi (2010), dalam budidaya ekstensif (tradisional), untuk
menghasilkan ikan gurami berbobot 1 kg membutuhkan waktu pemeliharaan 3
5 tahun. Kini waktu produksi ikan berukuran 1 kg dapat diperpendek menjadi 10
12 bulan dengan menerapkan sistem pemeliharaan intensif dengan padat
penebaran tinggi dan pemberian pakan bergizi secara teratur.

2.1.5.

Jenis-jenis Gurami
Menurut Agromedia (2007), R.O.A Diwinata mengelompokkan gurami

menjadi dua strain yakni gurami soang dan gurami jepun. Dari kedua jenis
gurami inilah diperkirakan lahir berbagai strain baru yang kita kenal sekarang.
Akan tetapi, gurami strain baru ini umumnya tidak dibudidayakan untuk tujuan
konsumsi, hanya sebagai ikan hias.
a. Gurami Jepun

12

Gurami jepun juga dikenal dengan nama gurami di Jawa Tengah atau
gurami Purwokerto. Ukuran tubuhnya lebih kecil, panjang 45 - 50 cm
dengan bobot 3,5 - 4 kg. Tubuhnya berwarna hitam dengan sisik kecil-kecil.
Produksi telurnya 2.000 3.000 butir per periode bertelur.
b. Gurami Soang
Gurami ini juga dikenal sebagai gurami Jawa Barat karena pada awalnya
banyak terdapat di Jawa Barat, terutama di Ciamis dan sekitarnya. Gurami
jantan memiliki dahi yang lebih menonjol dibandingkan gurami betina.
Semakin dewasa, bentuk dahi semakin menonjol ke atas seperti kepala
angsa (soang Sunda). Karena itulah, gurami ini disebut gurami soang.
Selain ciri khas ini, gurami soang memiliki ciri tubuh seperti berikut.

Bentuk badan lebih memanjang dan daging lebih tebal.

Warna tubuh putih keperakan dengan kombinasi hitam dan merah.

Dibandingkan dengan gurami jenis lain, ukuran tubuhnya jauh lebih


bongsor. Panjang tubuh dapat mencapai 65 cm dengan bobot 8 kg.
Pertumbuhannya juga dapat dipacu lebih cepat. Dengan perawatan intensif,
pada umur 9 10 bulan, gurami ini sudah dapat mencapai bobot 700
kg/ekor. Karena itu, gurami soang lebih banyak dibudidayakan. Selain
pertumbuhannya cepat, produktivitas telurnya pun cukup tinggi dengan
jumlah telur antara 3.000 5.000 butir sekali bertelur.
c. Gurami Bastar
Gurami lain yang banyak dikenal oleh petani di Jawa Barat ialah gurami
bastar. Gurami bersisik besar ini berwarna agak kehitaman dengan kepala

13

putih. Sosoknya bongsor seperti gurami soang, tetapi kepalanya tidak terlalu
nongnong. Laju pertumbuhannya pun cepat. Sayangnya, produksi telurnya
hanya 2.000 3.000 butir setiap kali memijah.
d. Gurami Bluesafir
Tubuhnya berwana merah muda cerah. Berat maksimum hanya 2
kg/ekor. Sekali memijah, induk betina menghasilkan sekitar 6.000 butir
telur. Gurami ini biasanya dijadikan hiasan akuarium.
e. Gurami Paris
Tubuhnya berwarna dasar merah muda cerah mirip gurami bluesafir.
Kepalanya berwarna putih dan terdapat bintik atau totol hitam di sekujur
tubuhnya. Bobot maksimum hanya 1,5 kg/ekor. Gurami paris mampu
menghasilkan sekitar 5.000 butir telur sekali memijah. Jenis ini tergolong
tidak produktif untuk dijadikan gurami konsumsi.

f. Gurami Porselen
Tubuhnya berwarna merah muda cerah dengan bagian bawah tubuh
putih. Ukuran kepala relatif kecil. Gurami porselen mampu manghasilkan
telur sampai 10.000 butir sekali memijah. Gurami ini dicari sebagai benih
unggul.
g. Gurami Kapas

14

Warnanya putih keperakan seperti kapas. Sisiknya kasar dan besar.


Bobotnya hanya mencapai 1,5 kg/ekor. Sementara itu, produksi telurnya
hanya 3.000 butir sekali memijah.
h. Gurami Batu
Warnanya hitam merata dan sisiknya kasar. Pertumbuhannya termasuk
lamban. Pada umur 13 bulan bobot hanya mencapai 0,5 kg. Karena itu,
gurami ini sangat tidak produktif untuk dibudidayakan sebagai gurami
konsumsi.

2.2.

Pembesaran Gurami
2.2.1. Persiapan Wadah
a. Kolam Terpal
Menurut Kordi (2010), Salah satu sistem budidaya pada akuakultur air
tawar adalah sistem budi daya kolam terpal. Sistem budi daya ikan di kolam
terpal merupakan salah satu inovasi baru dalam pengembangan budi daya
ikan. Sistem budi daya kolam terpal pertama dikembangkan oleh Bapak
Mujarob, seorang petani di Bekasi, Jawa Barat, pada tahun 1999, dengan
membudidayakan ikan lele. Saat ini kolam terpal telah digunakan untuk
budidaya berbagai jenis ikan, seperti lele, gurami, nila, patin, bawal air
tawar, dan sebagainya.
Menurut Mahyuddin (2009), kolam terpal dapat dimanfaatkan untuk
memelihara gurami, mulai dari penetasan, pendederan, hingga pembesaran.

15

Kolam terpal merupakan salah satu solusi pemeliharaan ikan gurami apabila
jenis tanah lahan budidaya bersifat porus atau kurang dapat menahan air.
Menurut Kordi (2010), budidaya ikan di kolam terpal mempunyai
banyak keunggulan, antara lain :
1. Dapat diterapkan di lahan terbatas
Teknologi budidaya ikan gurami di kolam terpal dapat diterapkan di
lahan sempit, seperti di pekarangan atau halaman rumah, bahkan
teknologi ini dapat diterapkan di garasi mobil atau teras rumah.
2. Dapat diterapkan di lahan atau tanah yang porous (tanah yang
menyerap air) atau tanah berpasir
Tanah porous atau tanah berpasir tidak baik atau tidak cocok untuk
membangun kolam karena tidak mampu menahan air atau menyerap air.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membangun kolam beton,
namun biaya yang dibutuhkan untuk membangun kolam beton
sangatlah mahal. Kolam terpal merupakan alternatif yang baik karena
selain biaya pembuatannya muran, kolam terpal juga mudah
dipindahkan.

3. Dapat diterapkan di daerah sulit air


Ikan gurami adalah ikan yang dapat bertahan dalam kondisi perairan
yang minim oksigen. Dengan kolam yang sulit dari sumber air bisa
digunakan kolam terpal yang bisa menghemat kebutuhan air dengan
menampung dan menahan dengan terpal.

16

4. Pembuatannya praktis
Kolam terpal hanya membutuhkan sedikit bahan dan alat, serta
waktu pembuatannya hanya beberapa jam. Hal tersebut tertentu berbeda
dengan pembuatan kolam tanah atau kolam beton yang membutuhkan
banyak bahan dan waktu selama berhari-hari.
5. Waktu produksi yang lebih singkat
Jika menggunakan kolam tanah maka ketika selesai panen, kolam
harus dijemur dan diolah lagi. Pada kolam terpal, ketika selesai panen,
kolam terpal cukup dibersihkan dan diisi air untuk pemeliharaan lagi.
6. Ikan gurami yang dibudidayakan di kolam terpal tidak berbau
lumpur.
Salah satu kelemahan ikan yang dipelihara di kolam tadah hujan atau
di air tergenang adalah berbau lumpur. Hal tersebut terjadi karena
kotoran ikan yang menumpuk, sisa-sisa makanan, metabolisme tubuh
ikan, atau sumber air yang tidak bersih. Pada kolam terpal, hal-hal
tersebut dapat diminimalkan dengan menyifon (menyedot kotoran)
dasar kolam.

7. Sintasan dan kelangsungan hidup (survival rate)


Sintasan atau kelangsungan hidup (survival rate) ikan gurami yang
dipelihara di kolam terpal lebih tinggi, dapat mencapai 95%. Hal
tersebut karena pengawasan yang lebih mudah dan intensif.
8. Padat penebarannya lebih tinggi

17

Pada kolam tadah hujan atau kolam air tergenang, padat penebaran
ikan dapat tinggi, namun pertumbuhannya melambat dan sintasan
menurun.
9. Pertumbuhan ikan lebih cepat
Pertumbuhan ikan yang dipelihara di kolam terpal lebih cepat dari
pada kolam biasa karena di kolam terpal pertumbuhan ikan dapat
dipacu.
10. Biaya pembuatan kolam terpal lebih murah
Pembuatan kolam terpal lebih murah karena bahan yang digunakan
lebih sedikit dari kolam beton dll. Selain itu kolam terpal juga bisa
dialih fungsikan dan dipindahkan.

Menurut Kordi (2010), jenis jenis kolam terpal :


1. Kolam terpal di atas permukaan tanah
Kolam terpal di atas permukaan tanah adalah kolam yang
dibangun/dibuat di atas permukaan tanah tanpa menggali atau
melubangi permukaan tanahnya. Kolam terpal jenis ini lebih cocok
dibangun di lahan yang miskin air, di tanah yang relative datar, dan di
tanah berpasir, tetapi luasnya mencukupi. Konstruksi kolam yang
dibangun di atas permukaan tanah dapat menggunakan kerangka dari
bambu, kayu, pipa besi atau batako/batu bata.
2. Kolam terpal di bawah permukaan tanah

18

Kolam terpal dibawah permukaan tanah adalah kolam yang


dibangun/dibuat di bawah permukaan tanah, yang dalam pembuatannya
harus melubangi atau menggali tanah untuk memendam sebagian atau
seluruh kolam terpal. Bila kolam terpal yang dimasukkan ke dalam
hanya sebagian saja maka keliling kolamnya harus diberi kerangka dari
kayu, bambu, besi, atau batu bata untuk menyangga sisi atau tepi
kolam. Jika kolam ditanam seluruhnya dalam tanah maka terpal harus
diikat dengan pasak disepanjang tepian lubang atau pada ujung terpal
dilipat dan ditindih dengan batu bata, kayu, atau pot tanaman.
Kolam terpal jenis ini cocok dibangun di tanah yang porus, seperti
tanah berpasir. Kolam terpal yang dibangun dibawah permukaan tanah
selain berfungsi menghemat air agar tidak merembes, juga mencegah
berbagai organisme tanah yang melubangi kolam. Suhu air di kolam
terpal yang dibangun di bawah permukaan tanah juga lebih stabil.

Berdasarkan bahan dan cara membuatnya, terutama dinding atau


kerangka kolam, ada beberapa jenis kolam terpal, antara lain :
1. Kolam terpal dengan kerangka bambu, kayu, atau besi.
2. Kolam terpal dengan dinding batako atau batu bata.
3. Kolam terpal dengan dinding tanah.
4. Kolam beton atau kolam tanah berlapis terpal.

19

Kolam 1 dan 2 merupakan kolam di atas permukaan tanah, kolam 3


adalah kolam di bawah permukaan tanah, sedangkan kolam 4 adalah
kolam di bawah permukaan tanah atau di atas permukaan tanah.
Menurut Mahyuddin (2009), usaha pembesaran ikan gurami dengan
kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah.
Lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya ini dapat berupa lahan yang
belum termanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang
produktif. Dengan demikian, dapatlah ditentukan luas kolam yang akan
dibuat sesuai dengan lahan yang tersedia.
b. Pembuatan Kolam
Menurut Mahyuddin (2009), kolam terpal yang akan dibuat ini
menggunakan terpal plastik dengan kualitas terpal pilih yang nomor satu,
karena kualitas terpal pastik macam-macam. Ketebalan terpal bisa
digunakan adalah A5 atau A6 yang mampu bertahan hingga 5 tahun. Terpal
plastik yang dipilih umumnya yang berukuran lebar 68 m dan panjang 8
12 m. Ukuran terpal plastik tersebut dapat dihasilkan sebuah kolam terpal
dengan ukuran lebar 46 m, panjang 610 m, dan tinggi kurang lebih 1 m.
Langkah awal yaitu menggali tanah yang akan digunakan untuk kolam,
selanjutnya pematang kolam dibuat. Besar kecilnya pematang yang akan
dibangun tergantung dari besar kecilnya kolam yang dibuat. Pematang
dibuat berbentuk trapesium dengan bagian bawah lebih lebar. Bahannya
dapat dipergunakan papan, anyaman bambu, tembok, atau tanah liat
(Sarwono dan Sitanggang, 2002).

20

Langkah selanjutnya, permukaan tanah yang akan digunakan untuk


tempat kolam terpal harus diratakan dahulu dengan menggunakan cangkul.
Pada dasar tanah dibuat kemalir atau saluran air tengah untuk memudahkan
pengeringan air dan pengumpulan gurami pada waktu panen. Untuk luas
kolam 100 m2, lebar caren cukup 1 m dan dalamnya 25 cm.
Setelah itu, permukaan tanah yang telah rata dan kemalir tersebut
ditimbun dengan pasir halus seluas ukuran kolam terpal yang akan dibuat.
Lapisan pasir sebagai landasan kolam terpal kemudian disiram pakai air
agar menjadi lebih padat. Ketinggian pasir sebagai dasar terpal kurang lebih
10 cm. Lapisan pasir tersebut berfungsi sebagai pelapis agar dasar kolam
tidak mudah bocor atau pecah kalau terinjak kaki saat masuk kolam.
Selain menggunakan pasir halus, alas terpal dapat menggunakan sekam
padi. Penggunaan sekam padi berfungsi melindungi ikan dari goncangan
suhu, terutama pada musim pancaroba. Selain stres, ikan juga mengeluarkan
lebih banyak energi untuk melawan hawa dingin. Sekam tersebut
dihamparkan setebal 1015 cm di bawah terpal, kemudian dibasahi
secukupnya. Proses dekomposisi sekam akan menghasilkan panas yang
dapat merambat ke air kolam hinga ketinggian 1 m. Dengan demikian, suhu
air kolam lebih stabil. Sekam dapat bertahan selama 5 tahun sehingga
pergantiannya bisa berbarengan dengan penggantian terpal.
Kolam terpal plastik mempunyai nilai efisiensi dan efektivias untuk
budidaya gurami. Cara pembuatannya pun relatif mudah, oleh karena itulah
teknologi ini termasuk tepat guna. Untuk budidaya gurami, disarankan

21

menggunakan terpal berwarna gelap, seperti hitam atau cokelat (Kordi,


2010).
c. Kolam Terpal Sebelum Digunakan
Menurut Saparinto (2009), perlakuan terhadap air media sebelum ditebari
ikan adalah salah satu hal yang penting agar air dapat membentu kestabilan
di kolam terpal.
Cara menstabilkan air media antara lain sebagai berikut :
1. Setelah kolam terpal selesai dibuat, bilas terlebih dahulu. Bila yang
digunakan adalah terpal bekas pakai, cuci hingga bersih dan jemur
hingga kering.
2. Masukkan air bersih ke dalam kolam dengan ketinggian sesuai
kebutuhan.
3. Setelah kolam terisi air, biarkan selama 2 3 hari.
4. Untuk menjaga sterilitas, kolam terpal dapat diberikan perlakuan
dengan cara tradisional, misalnya dengan memberi tumpukan daun
pepaya atau daun ketapang yang dibiarkan selama 6 7 hari. Daun
pepaya tersebut berfungsi sebagai antiseptik.
5. Setelah media air siap, benih ikan pun bisa ditebar. Tambahkan
antibakteri seperti boster dengan dosis 2 cc/m3 air selama 3 hari.

Menurut Kordi (2010), setelah kolam terpal diisi air sesuai kebutuhan,
untuk membunuh patogen, taburkan garam 200 g/m3.

22

Menurut Mahyuddin (2009), untuk mempersiapkan air kolam sebelum


ditebari benih maka dilakukan penumbuhan pakan alami (plankton) di
kolam dengan pemupukan. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk
kandang dan buatan, pupuk kandang (kotoran sapi, kambing, ayam, dll)
dengan takaran 150 g/m2 dan untuk pupuk buatan yang biasa digunakan
adalah pupuk urea dosis 15 g/m2 dan TSP dosis 10 g/m2. Dosis tersebut tidak
mutlak, tetapi disesuaikan dengan kseuburan kolam. Pemupukan dilakukan
dengan cara disebar pada dasar kolam atau dionggokkan ditepi kolam
dengan menggunakan karung. Hasil pemupukan dapat dilihat pada
perubahan warna air kolam.
2.2.2.

Penebaran Benih
Menurut Mahyuddin (2009), benih ikan gurami sebelum ditebar dan

dipelihara di kolam harus dilakukan pemilihan terlebih dahulu. Benih gurami


yang dipilih harus benar-benar baik dan sehat. Kesalahan dalam pemilihan benih
akan berdampak buruk terhadap produksi yang diharapkan. Jangan sampai salah
pilih karena benih gurami yang mutunya rendah gampang sekali terkena
penyakit dan petumbuhannya kurang optimal alias kerdil atau kuntet.
Kriteria pemilihan benih gurami :
a. Umur dan ukuran benih seragam
b. Tidak cacat dan tidak ada luka ditubuhnya
c. Gerakannya lincah dan gesit
d. Sisiknya mengkilap dan licin serta tidak ada sisik yang lepas
e. Bebas dari bibit penyakit

23

f. Posisi tubuh dalam air normal


Menurut Mahyuddin (2009), umumnya pengangkutan benih gurami
dilakukan secara terbuka dengan menggunakan drum yang dilubangi, benih yang
diangkut mulai dari ukuran silet karena ukuran tersebut telah memliki duri keras
yang dikhawatirkan dapat merobek kemasan plastik, apabila pengangkutan
sistem tertutup.
Menurut Sunarya (2008), penebaran benih gurami baru dapat dilakukan
setelah persiapan kolam selesai dan dipastikan kondisi air benar-benar stabil.
Agar tidak stres, sebaiknya penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari,
yakni ketika suhu air masih rendah. Penebaran benih dilakukan secara hati-hati.
Suhu air di dalam wadah pengangkutan benih harus diaklimatisasi terlebih
dahulu ke dalam kolam pembesaran sehingga benih tidak mengalami gangguan
stres. Apabila benih diambil dari tempat yang jauh dengan waktu tempuh yang
lama, suhu dan lingkungan tempat atau wadah benih disamakan dengan suhu
dan lingkungan kolam yang akan ditebari benih.
Menurut Mahyuddin (2009), untuk menekan tingkat stres yang dialami
ikan pasca penebaran maka pada saat penebaran perlu dilakukan aklimatisasi
(adaptasi) terlebih dahulu.

Proses adaptasi atau aklimatisasi benih setelah sampai di tempat tujuan


adalah sebagai berikut :

24

a. Setibanya di lokasi, wadah yang dberisi benih ikan langsung


diapungkan dalam air kolam selama 10-15 menit agar terjadi
penyesuaian suhu.
b. Untuk mempercepat proses penyesuaian suhu, bisa dibantu dengan
memasukkan air kolam ke dalam wadah yang berisi benih.
c. Jika suhu sudah sesuai, langkah selanjutnya adalah wadah tersebut
dibuka atau dimiringkan ke dalam air dan benih-benih ikan dibiarkan
keluar dengan sendirinya.
Salah satu upaya untuk mencegah dan mengobati penyakit pada benih
ikan sebelum penebaran yaitu merendam benih dengan larutan antibiotic, seperti
Oxytetracycline (OTC), Enrofloxaxin, Tetrasiklin dan Supertetra sebanyak 1
sendok teh/10 liter selama 15 menit. Gunanya untuk mengantisipasi penyakit
melekat pada kulit atau insang.
Sebelum ditebar haruslah ditentukan seberapa banyak padat penebaran
benih, padat penebaran benih yaitu banyaknya jumlah ikan yang ditebarkan per
satuan luas atau volume. Semakin tinggi padat penebaran benih maka semakin
intensif tingkat pemeliharaannya (Mahyuddin, 2009). Menurut Saparinto (2008),
padat tebar ikan gurami berkisar 10 20 ekor/m2.
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), untuk sementara waktu,
sekitar 4 5 hari, benih gurami yang baru ditebar belum perlu diberi makanan
tambahan karena masih tersedia makanan alami yang tumbuh dari hasil
pemupukan. Pada hari keenam biasanya perlu diberikan makanan tambahan
berupa pakan buatan.

25

2.2.3.

Pemeliharaan
Menurut Sunarya (2008), kegiatan yang dilakukan selama tahap

pemeliharaan ini adalah pengontrolan gurami yang dipelihara. Apabila terjadi


serangan penyakit atau gangguan hama, segera lakukan pengobatan terhadap
ikan yang terkena penyakit tersebut dan memberantas hama pengganggu. Ikan
yang terserang penyakit di pisahkan di kolam tersendiri dan diobati sesuai
dengan jenis penyakitnya. Disamping itu, juga perlu dilakukan pengotrolan air
agar kedalaman air kolam sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan.
Pemeriksaan saluran pemasukan juga perlu dilakukan agar air yang masuk tidak
membawa kotoran dengan cara disaring terlebih dahulu. Saluran pengeluaran
juga perlu diperiksa supaya tidak tersumbat.
Menurut Trubus (2001), untuk mendapatkan ikan ukuran konsumsi, 500
g/ekor memerlukan waktu pemeliharaan 90-100 hari dari benih ukuran sebesar
bungkus rokok atau 10-12 ekor/kg. Perawatan sehari-hari di tahap ini hampir
sama dengan tahap pendederan. Benih masih relatif rentan serangan penyakit
dan gangguan atau perubahan lingkungan secara mendadak.
Menurut SNI 01-7241-2006 Ikan gurami (Osphronemous gouramy Lac.),
proses produksi ikan gurami yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Proses produksi ikan gurami


Karakteristik

Satuan

Pembesaran I

Pembesaran II

26

Ukuran tebar

g/ekor

7-15

200-300

Padat tebar

ekor/m2

15-20

5-7

Hari

90-120

120-150

85-95

85-95

g/ekor

200-300

500-750

Waktu penebaran
Sintasan
Ukuran panen

a. Sampling Pertumbuhan
Menurut Saparinto (2008), pertumbuhan ikan merupakan pertambahan
ukuran panjang atau berat ikan dalam suatu waktu. Laju pertumbuhan dapat
dipengaruhi oleh faktor dalam yaitu genetika, seks, umur, berat dan penyakit
serta faktor luar yaitu suhu, oksigen, pH, amonia, pakan, dan kepadatan.
Menurut Saparinto (2008), sampling dilakukan dengan cara mengambil
beberapa ekor ikan dan menimbang beratnya. Selain untuk mengonversi
perubahan kebutuhan pakan bioma, sampling juga dapat digunakan untuk
mengamati kondisi kesehatan ikan.
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), pengontrolan pertumbuhan
ikan dilakukan setiap 1 2 bulan sekali, yaitu dengan mengambil beberapa
ekor ikan kemudian ditimbang dan diukur panjangnya. Hasil setiap
peimbangan ini kemudian diplotkan ke dalam bentuk kurva. Gurami yang
kelihatan terlambat pertumbuhannya dan selalu menyendiri di sisi kolam

27

harus diambil dan dipelihara dalam kolam tersendiri dan dilakukan


identifikasi terhadap kemungkinan adanya serangan hama penyakit.

2.2.4.

Pengelolaan Kualitas Air


Menurut Agromedia (2007), kualitas air termasuk faktor yang paling

menentukan dalam budidaya gurami. Tidak sedikit kegagalan budidaya gurami


yang disebabkan oleh buruknya kualitas air.
Menurut Bittner (1983) dalam Saparinto (2008), gurami termasuk ikan
yang sangat tahan dan jarang diserang penyakit. Oleh sebab itu, tindakan
pencegahan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas air sangat diperlukan.
a. Pengamatan Kualitas Air
Menurut Sarwono dan Sitanggang (2002), ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan terhadap kualitas air ditinjau dari sudut kepentingan budidaya
dan produktivitas kolam. Kualitas air antara lain dipengaruhi oleh faktor fisik
lingkungan seperti suhu, kandungan oksigen, keasaman, dan kedalaman air.
a. Suhu
Suhu dipengaruhi oleh kecepatan reaksi kimia, baik dalam media
luar maupun air (cairan) dalam tubuh ikan. Jika suhu semakin naik maka
reaksi kimia akan semakin cepat, sedangkan konsentrasi gas dalam air
akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya ikan akan membuat
reaksi toleransi atau tidak toleran (sakit sampai kematian). Suhu air ideal
bagi pertumbuhan gurami adalah 25 30C. Apabila perbedaan suhu
antara siang dan malam terlalu besar, pertumbuhan gurami akan
terganggu. Untuk menjaga ikan gurami dari perubahan suhu yang terlalu

28

besar, sebaiknya kolam diberi naungan dengan penanaman pohon


peneduh pada pematangnya (Suryani, 2006).
Mahyuddin (2009) menambahkan, perubahan suhu air pada kolam
pemeliharaan dijaga tidak sampai lebih dari 4C. Perubahan suhu yang
terlalu ekstrim akan menyebabkan ikan stres, yang akhirnya akan
menyebabkan kematian pada ikan.
Menurut SNI 01-7241-2006 Ikan gurami, pengukuran suhu
dilakukan dengan menggunakan termometer, pada permukaan air dan
dasar wadah dua kali per hari, pagi dan sore.
b. Kandungan oksigen terlarut
Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan komponen
utama bagi metabolisme (pembakaran dalam tubuh ikan). Keperluan
organisme air terhadap oksigen tergantung pada jenis, umur, dan
aktivitasnya.
Menurut Amri dan Khairuman (2005), untuk mempertahankan
tingkat pertumbuhan gurami sebaiknya kadar oksigen di dalam kolam
minimum 2 ppm.
Menurut

Agromedia

(2007),

akibat

secara

langsung

yang

ditimbulkan oleh menipisnya kandungan oksigen adalah menurunnya


daya tahan tubuh ikan. Kadar oksigen dapat ditingkatkan dengan cara
menjaga aliran air agar tetap lancar dan membiarkan permukaan kolam
dalam kondisi terbuka.
Menurut Kordi (2010), jika kandungan oksigen di dalam kolam
sangat rendah, kurang dari 3 ppm, dapat menggunakan aerator atau

29

blower untuk menyuplai oksigen ke dalam kolam. Mahyuddin (2009)


menambahkan, kadar oksigen dalam kolam budi daya dapat ditingkatkan
dengan cara yaitu adanya aliran air yang masuk ke kolam dan
membiarkan permukaan air kolam dalam kondisi terbuka atau bisa
dengan penggunaan aerator, kincir, dan pemasukan air baru.
Menurut Mahyuddin (2009), kadar oksigen sebenarnya kurang
berpengaruh terhadap kehidupan gurami. Ikan gurami kurang sensitif
terhadap keberadaan oksigen yang rendah, karena ikan gurami bisa
mengambil oksigen langsung ke udara dengan alat pernapasan tambahan
berupa labirin. Namun, untuk menjaga kestabilan lingkungan, kadar
oksigen terlarut akan sangat berpengaruh.
Menurut SNI 01-7241-2006 Ikan gurami, Pengukuran kadar oksigen
terlarut menggunakan DO meter pada permukaan air dan dasar wadah
sesuai dengan spesifikasi teknis alat masing-masing. Pengukuran
dilakukan dua kali perhari yaitu pagi dan sore.
c. Derajat Keasaman (pH) air
Menurut Suryani (2006), derajat keasaman (pH) merupakan ukuran
ion hydrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan.
Derajat keasaman (pH) suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2
dan senyawa yang bersifat asam. Perairan yang terlalu asam dapat
menyerap fosfat yang merupakan nutrient penting sebagai bahan
penyubur perairan, sehingga kesuburan kolam akan terganggu.
Untuk suatu kolam budidaya yang produktif, pH yang terbaik adalah
antara 6,5 8,5. Penentuan pH air dapat dilakukan dengan kertas lakmus.

30

Kertas dicelupkan ke dalam air kolam. Warna yang timbul pada ujung
kertas yang dicelupkan dicocokkan dengan skala pH yang terdapat pada
bungkus kertas pH. Apabila pH perairan di bawah 6,5, dapat dikatakan
perairan itu terlalu asam. Untuk menaikkan pH perairan dapat dilakukan
pengapuran dengan CaCO3. Kebutuhan kapur untuk setiap kolam
berbeda-beda tergantung letak dan keasaman kolam (Suryani, 2006).
d. Senyawa Beracun
Menurut Kordi (2010), pada budidaya ikan dengan teknologi intensif
yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian makanan teratur
dan banyak, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat. Sebagian
besar pakan dimakan oleh ikan dan akan dikeluarkan dalam bentuk
kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia). Kotoran padat dan sisa pakan
yang tidak termakan akan diuraikan menjadi asam amino, dan akhirnya
amonia sebagai produk akhir yang terakumulasi dalam air.
Menurut Amri dan Khairuman (2005), salah satu senyawa beracun di
dalam air yang berbahaya bagi kehidupan gurami adalah amoniak. Ada
dua jenis amonia dalam air, yaitu amonia bukan ion (NH 3) dan ion
amonium (NH4). Gas yang berbau sangat menyengat ini dapat berasal
dari proses metabolisme ikan dan proses pembusukan bahan organik
yang dilakukan oleh bakteri. Amonia merupakan racun bagi ikan,
terutama jika fitoplankton banyak yang mati dan diikuti penurunan pH
karena kandungan karbondioksida meningkat.

31

Mahyuddin

(2009)

menambahkan,

kondisi

perairan

yang

mengandung amoniak tinggi dicirikan dengan warna air yang kehitaman,


keruh dan adanya bau menyengat. Apabila hal ini terjadi maka air kolam
harus segera diganti dengan air baru.
Menurut Colt dan Amstrong (1981) dalam Kordi (2010), makin
tinggi pH air kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab
sebagian besar dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk
molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4).
Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel
lebih cepat daripada ion NH4.
Amonia berada dalam air karena pemupukan, kotoran biota dan hasil
kegiatan jasad renik di dalam pembusukan bahan organik yang kaya akan
nitrogen (protein). Senyawa ini dapat digunakan oleh fitoplankton dan
tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri dalam
proses nitrifikasi terutama Nitrosomonas dan Nitrobacter (Kordi, 2010).
Meurut Mahyuddin (2009), kandungan amoniak dalam air jangan
sampai lebih dari 1 ppm ( < 1 ppm). Kandungan NH3 untuk 1 ppm akan
menghambat daya serap hemoglobin darah terhadap oksigen sehingga
dapat mematikan ikan akibat kekurangan oksigen.
Menurut Mahyuddin (2009), prinsip dalam pengelolaan air adalah
penggantian dengan air baru yang bermanfaat (oksigen) dan membuang
bahan yang tidak bermanfaat, bahkan membahayakan keluar dari kolam
budidaya, seperti sisa pakan, kotoran ikan, dan amonia (NH 3) yang bersifat

32

beracun dan dapat menghambat pertumbuhan ikan. Dengan demikian air


harus diganti dengan air yang baru.
Untuk memperbaiki kualitas air yang buruk maka bisa diatasi dengan
melakukan pergantian air media. Pergantian air kolam dilakukan secara
periodik 3 4 minggu sekali atau bila kualitasnya sudah menurun. Kualitas
air yang sudah menurun ditandai dengan tingkat kekeruhan yang berbeda,
atau warnanya berubah menjadi hijau tua. Disamping itu, aktivitas ikan juga
menjadi berubah, mulai dari kurangnya nafsu makan hingga berhenti makan.
Selain itu, ikan juga sering muncul ke permukaan kolam untuk mengambil
oksigen secara langsung yang dilakukan secara terus menerus
Pada proses pergantian air dilakukan secara bertahap, dimana air
dikeluarkan 1/3 bagian dan diisi dengan air baru. Air yang dikeluarkan adalah
bagian dasar kolam, dengan harapan timbunan kotoran (feses) dan sisa-sisa
pakan yang membusuk di dasar kolam ikut terbuang. Penambahan air juga
sangat penting terutama di musim kemarau karena volume air berkurang
akibat menguap.
Pengisia air pada kolam semen atau terpal biasanya menggunakan air
yang bersumber dari sumur bor atau pompa dengan menggunakan pompa
diesel dan disalurkan menggunakan selang plastik atau paralon ke kolam
(Mahyuddin, 2009).
b. Penyifonan
Kegiatan lain yang tidak kalah penting dalam budi daya gurami di kolam
terpal adalah penyifonan. Tujuannya agar di dasar kolam terpal tidak terdapat
tanah dan mikroorganisme pengurai kotoran. Karena itu, sisa pakan dan

33

kotoran di dalam kolam harus dikeluarkan. Salah satunya dilakukan dengan


teknik penyifonan minimum dilakukan satu bulan sekali.
Penyifonan dilakukan dengan menggunakan pompa dengan menyedot
kotoran yang berada di dasar kolam menggunakan selang yang telah
dimodifikasi sehingga kotoran bisa dikeluarkan. Penyifonan dilakukan hingga
ketinggian air di kolam berkurang 20 - 30 cm. Setelah itu, tambahkan air baru
hingga ketinggian semula. Untuk mencegah masuknya penyakit dari air yang
baru, taburkan garam 100 gram/m3 setelah penyifonan (Agromedia, 2010).
Kordi (2010) menambahkan, jika penyifonan terlambat dilakukan,
tumpukan kotoran di dasar kolam sudah sangat banyak, ikan akan muncul ke
permukaan kolam dan megap-megap karena kekurangan oksigen. Hal ini
terjadi karena di dasar kolam terjadi penumpukan amonia dan nitrit. Lamakelamaan ikan akan teler dan lemas karenanya.

2.2.5.

Pengelolaan Pakan
Sebelum ditemukan pakan buatan, petani memberikan daun-daunan

untuk pakan pokok gurami. Namun setelah ditemukan pakan pelet yang dapat
diatur kadar gizinya, orang beralih ke pelet untuk pakan utama gurami. Istilah
pelet digunakan orang untuk menyatakan bentuk pakan ikan yang tidak berupa
tepung maupun butiran, tetapi dalam bentuk potongan-potongan silinder. Pakan
dibuat dari bahan pakan ternak, baik berupa bahan hewani maupun nabati.
Komposisinya dapat diatur sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan ikan
(Sarwono dan Sitanggang, 2002).

34

a. Jenis Pakan
Untuk membesarkan gurami, pemberian pakan secara intensif
memegang peranan penting. Menurut Suseno (dalam Bittner,1989), pakan
alami gurami berupa dedaunan hanya menghasilkan gurami dengan tingkat
produksi 1kg/50 m2/tahun. Untuk meningkatkan bobotnya, pemberian pakan
buatan harus diseimbangi dengan pakan alami (Khairuman dan Amri, 2005).
Menurut Agromedia (2007), untuk merangsang pertumbuhan gurami
perlu diberikan pakan hewani dan pakan nabati dalam komposisi yang ideal.
Gurami tidak dapat diberi 100% pakan pabrik karena dagingnya akan
menjadi lembek.
Menurut Khairuman dan Amri (2005), kandungan protein pakan yang
memberikan hasil pertambahan berat optimal bagi gurami adalah 32%.
Tabel 3. Perbandingan laju pertumbuhan ikan gurami yang diberi pakan
dengan kandungan protein berbeda (pemeliharaan selama empat bulan).
Prot

Berat

wa

Pad

Debit

Kedala

Ber

Ai

ma

(lit

Ai

(g/

er/

ek

det

(c

or)

ik)

m)

35

m
2

)
32%

26%

185

250

15

80

19

8
185

5
374,

250

15

80

19
18%

447,

8
185

2
250

15

80

19
8
Dari tabel diatas maka didapatkan laju pertumbuhan ikan gurami
dengan pakan berprotein 32% adalah 1,64 g/hari.
Menurut Mahyuddin (2009), pakan hijauan (tumbuhan) adalah pakan
daun-daunan yang diberikan dalam bentuk apa adanya kepada ikan. Ikan
gurami merupakan ikan air tawar yang bersifat herbivora, yaitu ikan

0
268,
9
7

36

pemakan tumbuh-tumbuhan. Pakan tumbuhan untuk gurami muda yaitu


diberi dedaunan lunak seperti daun mata ikan, Azolla pinnata, hydrilla (ekor
kucing), Myriophyllum (ekor tupai), dan pistia (apu-apu).
Sedangkan pakan tumbuhan (hijauan) yang disukai oleh ikan gurami
dewasa adalah daun talas, sente, daun ketela pohon, daun pepaya dan daun
kangkung. Pemberian daun yang bergetah pada gurami sebaiknya dilakukan
terlebih dahulu dengan dijemur di bawah sinar matahari, karena getah daun
ini dapat menimbulkan cacar pada ikan gurami (Mahyuddin, 2009).
b. Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan
Menurut SNI 01-7241-2006 Ikan gurami, ransum harian pakan buatan
1-3% bobot biomasa per hari dengan frekuensi pemberian satu kali sampai
dengan dua kali per hari yaitu pagi dan sore. Saparinto (2008)
menambahkan, pakan dedaunan dapat diberikan 5-10 % per 1 atau 2 hari
sekali.
Menurut Mahyuddin (2009), frekuensi pemberian pakan untuk ikan
kecil bisa 3 4 kali dalam sehari, sementara itu ikan besar 2 kali dalam
sehari, sedangkan pakan hijauan 1 kali dalam sehari. Waktu pemberian
pakan ditetapkan dengan memperhatikan nafsu makan ikan yaitu pada pagi
pukul 07.00, siang pukul 12.00, dan sore pada pukul 17.00.

c. Cara Pemberian Pakan


Cara pemberian pakan ditaburkan secara merata di setiap sisi kolam
agar setiap ikan memiliki peluang mendapatkan makanan. Setiap pergantian
jenis atau ukuran pakan yang berbeda dilakukan secara bertahap dengan

37

dicampur agar ikan bisa beradaptasi dengan pakan dengan jenis dan ukuran
yang berbeda. Ukuran pakan ditetapkan sesuai dengan bukaan mulut ikan.
(Mahyuddin, 2009).
Menurut Puspowardoyo dan Djarijah (2003), hijauan tumbuhan ini
dapat dibuat dalam bentuk tepung atau dalam bentuk hijauan tumbuhan
segar dengan cara dicacah (dipotong-potong) dan disebarkan dipermukaan
kolam. Bila diberikan dalam bentuk segar biasanya akan mencemari air
kolam terutama bila berlebihan dan banyak sisa yang akhirnya akan
membusuk dan mengendap di dasar kolam.
d. Konversi pakan (Food Convertion Rate)
Menurut Saparinto (2008), jumlah pakan yang diperlukan untuk
pertumbuhan atau menambah berat badan disebut nilai ubah atau konversi.
Jumlah makanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penambahan berat
daging ikan sebanyak 1 kg disebut faktor konversi atau food convertion rate
(FCR).
e. Cara Penyimpanan
Menurut Saparinto (2008), kualitas pakan buatan harus dijaga sebaik
mungkin. Penyimpanan dan distribusi pakan relatif sederhana. Syaratnya,
tempat penyimpanannya berada dalam kondisi kering, tidak lembab, serta
memiliki sirkulasi udara yang baik. Pakan hendaknya tidak langsung
bersinggungan dengan lantai atau dinding dengan cara memberi alas berupa
papan. Pakan yang disimpan dalam ruangan lembab akan dihinggapi oleh
jamur dan merusak mutu pakan.

38

2.2.6.

Penanggulangan Hama dan Penyakit


Memelihara gurami tidak lepas dari resiko serangan hama dan penyakit.

Hama dan penyakit umumnya menyerang setelah ikan mengalami gangguan


fisik, kurang gizi, menurunnya kualitas air,dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Pemeliharaan secara intensif lebih mudah dalam mengatasi hama dan penyakit.
Serangan hama dan penyakit terutama mulai mengancam kelangsungan hidup
mulai dari stadium telur menetas, benih, hingga sampai pada tahap pendederan.
Ikan yang dipelihara dalam kolam atau sawah akan lebih mudah terserang hama
dan penyakit dibandingkan dengan ikan yang dipelihara disangkar atau juga
disebut jaring apung. Umumnya, ikan yang berwarna merah muda atau albino
lebih beresiko sebagai sasaran hama daripada yang berwarna gelap (Khairuman
dan Amri, 2005).
1. Hama
Menurut Sunarya (2008), hama adalah segala jenis hewan atau tumbuhan
yang ada di kolam selain ikan yang dibudidayakan dan dianggap dapat
merugikan karena mengurangi produktivitas.
Menurut Mahyuddin (2009), berdasarkan tingkat kerugian yang dapat
ditimbulkan serta sifat-sifatnya, hama ikan dikelompokkan menjadi
pemangsa, penyaing, dan perusak.
a. Pemangsa (predator)
Menurut Sunarya (2008), predator adalah hewan yang secara langsung
membunuh dan memakan ikan yang dibudidayakan sehingga jumlahnya di
dalam kolam menjadi berkurang. Jenis-jenis hewan pemangsa yang biasa

39

ditemukan di kolam pemeliharaan yaitu ular, biawak, burung, katak dan


sero (lingsang).
Mahyuddin

(2009)

menambahkan,

pencegahan

dengan

cara

pembuatan pagar pengaman di sekeliling kolam atau pemasangan jaring,


penutupan kolam dengan jaring dan pengontrolan secara rutin ke sekeliling
kolam. Pemberantasan melalui perburuan, penangkapan dan dibunuh atau
bisa dengan memasang perangkap.
b. Penyaing (kompetitor)
Keberadaan hewan atau tumbuhan penyaing di dalam kolam dapat
menimbulkan beberapa kerugian. Salah satunya menghambat pertumbuhan
gurami melalui persaingan makanan, baik makanan alami maupun
makanan tambahan, persaingan oksigen, dan persaingan tempat. Adapun
jenis-jenis hewan dan tumbuhan penyaing yang sering dijumpai di kolam
pemeliharaan di antaranya adalah udang, lumut (spirogyra), berudu, ikan
seribu, ikan mujair, dan siput (Sunarya, 2008).
Mahyuddin (2009) menambahkan, pengendalian hama ini dengan cara
memasang saringan pada pintu masuk air sehingga larva atau telur
organisme tidak bisa masuk ke kolam.
c. Perusak
Menurut Sunarya (2008), hama perusak dapat menimbulkan beberapa
kerugian, diantaranya menyebabkan kerusakan pada pematang kolam.
Kerugian paling besar adalah terjadinya kebocoran yang diakibatkan oleh
kepiting dan belut yang membuat lubang pada pematang. Adanya
kebocoran akan mengakibatkan antara lain :

40

1. Kedalaman air sulit dipertahankan.


2. Masuknya hama pemangsa dan penyaing ke dalam kolam
pemeliharaan.
3. Banyak gurami yang lolos (keluar) melalui lubang kepiting atau
belut.
4. Ada gurami yang dimangsa oleh belut atau kepiting.
d. Manusia
Menurut Saparinto (2008), manusia dapat menjadi hama bagi usaha
budi daya gurami. Sikap merugikan yang ditimbulkan manusia yaitu
melakukan pencurian atau sabotase.

2. Penyakit
Menurut Kordi (2010), penyakit pada ikan didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari
alat-alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak
lagsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan budidaya tidak
datang begitu saja, melainkan melalui hubungan tiga faktor, yaitu kondisi
lingkungan (kualitas air), kondisi inang (biota budi daya), dan adanya jasad
pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan budi
daya, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini
menyebabkan stress pada ikan budi daya sehingga mekanisme pertahanan diri

41

yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya ikan menjadi mudah terserang
penyakit.
a. Penyakit Infeksi
1. Penyakit Pendarahan (Luka Berdarah)
Penyakit ini disebabkan oleh Argulus, yaitu parasit yang termasuk
dalam kelompok Crustacea. Parasit ini menempel pada tubuh ikan dan
menggigit sehingga ikan yang terserang akan mengalami pendarahan.
Penularannya melalui air atau kontak langsung. Parasit ini muncul pada
kolam-kolam yang kualitas airnya kurang baik.
Pencegahan terhadap serangan penyakit ini adalah dengan
menisolasikan ikan-ikan yang sudah terserang. Beberapa jenis bahan
kimia yang biasa dipergunakan untuk mengobati adalah larutan NH4Cl
atau NaCl. Ikan-ikan yang sakit direndam dalam larutan NH4Cl 1,5%
selama 15 menit atau NaCl 2% selama 10 menit (Puspowardoyo dan
Djarijah, 2003).
2. Dactylogyriasis dan Gyrodactyliasis
Penyakit ini disebabkan oleh Dactylogyrus dan Gyrodactylus yaitu
parasit golongan Monogenea. Faktor-faktor yang menyebabkan
tumbuhnya parasit ini adalah kualitas air yang kurang baik, kurang
makanan, kepadatan ikan yang tinggi dan adanya fluktuasi suhu. Gejala
klinis ikan yang terserang adalah nafsu makannya menurun dan megapmegap di permukaan air. Gejala lain adalah ikan berenang miring atau
menentang arah arus dan terkadang berbaring degan insang terbuka

42

lebar. Bagian ikan yang diserang terutama adalah tubuh, sirip dan
insang.
Kedua parasit ini biasanya menyerang ikan pada musim kemarau
atau menjelang musim peghujan. Kedua jenis parasit ini masih sulit
untuk dikendalikan/diberantas. Penularannya adalah melalui air atau
kontak langsung.
Pencegahan yang praktis terhadap parasit ini adalah dengan
manipulasi lingkungan. Bila ada gejala ikan terserang oleh parasit ini,
air dalam kolam harus diganti dengan air baru seluruhnya. Bilamana
perlu air yang masuk ke dalam kolam diperbesar volumenya (debitnya)
dan

dilakukan

memindahkan

penyaringan.
(mengisolasi)

Lalu

dilakukan

ikan-ikan

yang

penjarangan
sudah

dan

terserang

(Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).


3. Penyakit Mata Belo
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti. Diduga
penyebabnya adalah infeksi cacing dan virus. Sampai sekarang belum
ditemukan bahan kimia yang efektif untuk pengendalian/pemberantasan
penyakit mata belo ini.
Gejala klinis dari ikan yang terserang penyakit ini adalah mata
membengkak menonjol keluar dari kelopaknya. Mula-mula gurami
mengalami kebutaan dan lama-kelamaan menjadi lemah dan mati
(Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).

43

4. Penyakit Jamur
Hampir semua jenis ikan, baik telur, benih maupun ikan dewasa
dapat terserang jamur. Dua jenis jamur yang biasa menyerang jenis ikan
air tawar adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Gejala klinis ikan yang
terserang infeksi jamur ini adalah adanya benang-benang halus mirip
kapas yang menempel pada telur atau tubuh ikan yang terluka.
Infeksinya pada tubuh ikan biasanya merupakan akibat dari luka atau
kurang makan.
Jamur ini berbiak dengan spora. Spora hasil pembiakannya dilepas
di dalam air, kemudian menempel pada ikan sebagai inang. Jika
kebetulan menemukan tempat hidup yang cocok, seperti luka-luka pada
tubuh ikan, maka spora tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi
jamur. Dalam waktu yang relatif singkat, jamur tersebut menyebar pada
seluruh ikan di kolam pemeliharaan.
Jamur ini memang tidak menimbulkan kematian, tetapi ikan yang
terserang akan lemah, nafsu makan kurang dan akhirnya ikan menjadi
kurus. Akibat selanjutnya ketahanan ikan menurun sehingga dapat
menimbulkan serangan penyakit lain yang bisa menyebabkan kematian.
Beberapa pengobatan untuk menyembuhkan penyakit jamur adalah
dengan perendaman ikan yang terserang dalam larutan malachite green
oxalate 1 ppm selama 1 jam atau 0,15 - 0,70 ppm selama 24 jam. Bisa
juga dengan merendam ikan yang terserang dalam larutan formalin 200
ppm selama 2 jam. Cara yang lebih praktis dan mudah adalah
merendam ikan yang terserang dengan garam dapur (NaCl) 10

44

selama 30 menit. Perendaman dilakukan selama 3 hari berturut-turut,


kemudian gurami yang telah sembuh dipindahkan ke kolam lain atau
dilakukan penggantian air kolam secara total (Puspowardoyo dan
Djarijah, 2003).
Mahyuddin (2009) menambahkan, ikan yang terinfeksi dapat
ditanggulangi dengan cara pemberian garam dapur sebanyak 400 gr/m3
ke kolam. Perlakuan itu dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan
dilanjutkan setiap bulan.
5. Penyakit Bakterial
Dua jenis bakteri yang sering menyerang ikan gurami adalah
Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Bakteri-bakteri ini berbentuk
batang berukuran 2 3 mikron yang mempunyai alat gerak berupa
flagella.
Bakteri ini sering menyerang ikan gurami yang dipelihara di kolam
yang tercemar oleh bahan organik. Bakteri ini umumnya menyerang
ikan gurami pada musim kemarau atau menjelang musim penghujan.
Adanya fluktuasi suhu yang tidak teratur dan cemaran bahan organik
tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp.
Gejala klinis pada ikan yang terserang bakteri ini adalah pada tubuh
ikan terjadi luka dan berdarah (pendarahan), perut mebesar (busung)
dan lendir ikanmencair, sisik ikan mengelupas dan timbul borok (luka
busuk). Dalam waktu yang tidak lama, ikan yang terserang menjadi

45

lemah dan sering nampak pada permukaan kolam dan akhirnya ikan
tersebut akan mati.
Penyakit bakteri lebih berbahaya daripada serangan penyakit lain.
Serangan penyakit bakterial sering menyebabkan kematian massal
terhadap ikan yang dipelihara. Penyakit bakterial lebih cepat menular,
sehingga dalam waktu singkat semua ikan di kolam akan terserang dan
mati.
Meskipun telah banyak ditemukan bahan kimia untuk memberantas
penyakit ini, seperti Kalium Permanganat (PK), larutan Nitrofuran,
larutan Oxytetracycline, linequil, baytril, kanamysin, dan sebagainya,
namun masih sulit untuk mengatasi infeksi bakteri ini. Paling praktis
untuk penanggulangan penyakit bakterial adalah dengan pencegahan,
yaitu dengan sanitasi air kolam maupun vaksinasi ikan. Tetapi cara-cara
yang terakhir ini pun masih perlu dilakukan pengujian terus-menerus
(Puspowardoyo dan Djarijah, 2003).
b. Penyakit Non Infeksi
Menurut Saparinto (2008), penyakit non infeksi bukan disebabkan
adanya serangan parasit, tetapi oleh gangguan media tempat hidup,
malnutrisi, dan keturunan.
1. Kekurangan Nutrisi
Penyakit ini disebabkan kekurangan asam amino dan vitamin pada
pakan. Selain itu, juga dapat disebabkan keracunan alfatokin. Penyakit
ini menyerang bagian insang dan badan bagian luar. Gejalanya adalah
tutup insang keriput, tubuh ikan bengkok, dan pertumbuhannya lambat.

46

Munculnya penyakit ini dipicu oleh kualitas pakan yang jelek atau
pakan yang sudah tercemar jamur. Karena itu, penyakit ini dapat diobati
dengan mengganti pakan yang lebih berkualitas dan memberikannya
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan (Agromedia, 2007).
2. Kejenuhan Gas
Menurut Agromedia (2007), penyakit ini disebabkan oleh
kandungan nitrogen, oksigen, dan karbondioksida di dalam air kolam
terlalu jenuh. Bagian yang terserang adalah kulit, mata, dan insang.
Penyakit ini lebih banyak menyerang benih gurami mengalami emboli
gas (gas bubble disease). Gejala klinis yang timbul pada ikan yang
terkena penyakit ini adalah timbulnya gelembung udara di bagian kulit,
mata, dan insang.
Saparinto (2008) menambahkan, gelembung gas muncul akibat
saturasi oksigen atau nitrogen, perubahan suhu mendadak, atau terjadi
blooming alga.
Penyakit ini tidak menular, tetapi jika tidak segera diobati akan
menyebabkan gangguan kronis. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara
mengganti air atau meningkatkan kualitas air kolam (Agromedia,
2007).
3. Kekurangan Oksigen
Menurut Agromedia (2007), penyakit ini disebabkan oleh oksigen
terlarut di dalam air rendah. Bagian yang terserang adalah organ tubuh
bagian dalam (paru). Penyakit ini menyerang gurami dari semua
golongan umur. Gejala klinis yang muncul adalah gurami sering
membuka tutup insang dan berkumpul di permukaan air. Munculnya
penyakit ini dipicu oleh pertumbuhan plankton yang berlebihan dan
kadar bahan organik sangat tinggi. Oleh karena itu, cara mengatasinya

47

dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas air, mengurangi bahan


organik, dan mengurangi kepadatan ikan.
Menurut Saparinto (2008), menurunnya oksigen di perairan dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
Adanya organisme kompetitor

seperti tumbuhan air dan

mikroorganisme heterotrop seperti bakteri, protozoa serta

plankton.
Penguraian bahan organik oleh mikroba membutuhkan oksigen
Peningkatan suhu air pada perairan dangkal yang menyebabkan

berkurangnya kandungan oksigen.


4. Keracunan amonia
Menurut Kordi (2010), pengaruh langsung dari kadar amonia tinggi
yang belum mematikan ialah rusaknya jaringan insang, di mana
lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai alat
pernapasan terganggu. Sebagai akibat lanjut, dalam keadaan kronis
ikan tidak lagi dapat hidup normal.
Menurut Agromedia (2006), hama dan penyakit menjadi momok bagi para
petani gurami. Cara paling praktis untuk mencegahnya adalah menjaga
sanitasi lingkungan tempat pemeliharaan. Untuk mencegahnya perlu
diperhatikan faktor-faktor, seperti tingkat kepadatan tebar, kualitas air, dan
banyaknya jumlah pakan yang diberikan.
Mahyuddin (2009) menambahkan, langkah mencegah penyakit yaitu
dengan persiapan kolam yang baik, pemenuhan pakan sesuai dengan jumlah
dan kualitas, hindari padat penebaran tinggi, perbaikan kualitas air, mencegah
masuknya hewan, unggas, atau ikan pembawa penyakit, jaga kebersihan dan
sanitasi kolam, peralatan dan wadah budi daya, taburkan garam dapur
sebanyak 150 200 g/m3 setiap sepuluh hari sekali tujuannya membunuh

48

mikroorganisme patogen, meningkatkan salinitas air, dan mengurangi stres


ikan.

2.2.7.

Panen dan Pasca Panen


Keberhasilan usaha budidaya gurami dapat diketahui dari hasil panen

yang diperoleh. Parameternya adalah jumlah, ukuran, dan kualitas ikan yang
dihasilkan. Ada dua produk panen gurami yaitu benih dan konsumsi
(Agromedia, 2006).
Menurut Mahyuddin (2009), ukuran gurami konsumsi dinilai layak
dipanen jika telah mencapai ukuran 500 800 g/ekor.
Panen ikan konsumsi dilakukan dengan menggunakan jaring. Jaring
tersebut dibentangkan lalu ditarik oleh dua orang secara perlahan-lahan. Setelah
sampai ke salah satu sisi kolam jaring diangkat sehingga gurami mudah untuk
diambil dan dipilih yang ukurannya memenuhi syarat konsumsi. Berbeda dengan
panen benih, untuk ikan konsumsi tidak perlu mengeringkan kolam, cukup
mengurangi air hingga setinggi jaring. Supaya ikan merasa nyaman, para petani
sering memasukkan daun pisang ke dalam kolam pembesaran. Setelah
ditangkap, ikan di masukkan ke dalam tempat penampungan berupa ember atau
blong plastik besar yang permukaannya dilapisi jaring atau kain tipis.
(Agromedia, 2006).
Mahyuddin (2009) menambahkan, ikan yang ditangkap dimasukkan ke
wadah penampungan, langkah selanjutnya gurami disortir berdasarkan ukuran
yang

diingingkan,

kemudian

ditimbang

dan

dimasukkan

ke

wadah

49

pengangkutan. Apabila ada gurami yang masih kecil ikut tertangkap, sebaiknya
dilepaskan kembali untuk dipelihara lebih lanjut.
Menurut Saparinto (2008), pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat
teduh, yaitu pada pagi atau sore hari. Hal tersebut dilakukan agar gurami yang
dipanen tidak rusak karena sengatan sinar matahari. Waktu panen yang cukup
lama dalam suhu yang tinggi (siang hari) akan mempercepat kerusakan dan
menurunkan mutu ikan.
1. Cara Pengangkutan
Menurut Mahyuddin (2009), pengangkutan yaitu suatu kegiatan
pemindahan ikan gurami hasil panen dari suatu tempat lokasi budidaya ke
tempat lain. Pengangkutan gurami harus dilakukan secara hati-hati, karena
banyak kasus ikan mati di tempat tujuan akibat salah angkut, seperti
kepadatan tinggi dan dilakukan secara mendadak tanpa ada proses
penyesuaian.
Menurut Agromedia (2006), pengangkutan gurami untuk konsumsi
memliki lebih banyak kendala dibandingkan pengangkutan benih. Jika
gurami diangkut dengan kepadatan cukup tinggi, biasanya sirip dan tutup
insangnya saling melukai. Akibatnya, gurami megalami stres yang cukup
berat dan kualitas penampilan fisiknya menjadi berkurang.
Stres merupakan penyebab utama terjadinya kematian gurami pada saat
pengangkutan. Stres bisa disebabkan oleh terjadinya perubahan suhu yang
terlalu besar. Untuk mengatasi permasalahan ini, disarankan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :

50

Lakukan panen pada pagi hari. Setelah itu, puasakan gurami selama
tiga hari berturut-turut agar kotorannya tidak mengotori media
angkut.

Lakukan perjalanan pada malam hari karena suhu udaranya lebih


dingin.

Gunakan drum plastic volume 200 liter yang bagian tengahnya diberi
pintu berbentuk persegi. Drum tersebut bisa mengangkut gurami
sebanyak 30 kg. Sebelum diberangkatkan, ganti terlebih dahulu
airnya degan yang baru. Gurami akan tahan selama 10 jam tanpa
tambahan aerasi.

Untuk meurunkan stres, bisa dilakukan pembiusan terlebih dahulu.


Obat bius yang bisa digunakan adalah phenaxyethanol dengan dosis
0,15 mg/l air media (Agromedia, 2006).

2. Pasca Panen
Penanganan pasca panen merupakan tahap terakhir dari rangkaian
budidaya gurami. Penanganan pasca panen berhubungan dengan teknik
menjual gurami dalam kondisi hidup, segar, dan sehat. Dengan sendirinya,
juga berhubungan dengan pelayanan pasar dan tingkat kelayakan harga
(Agromedia, 2006).
2.3.

Analisa Finansial
Menurut Umar (2005), analisa finansial bertujuan untuk menentukan rencana
investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana,

51

biaya modal, kemampuan proyek, untuk membayar kembali dana tersebut dalam
waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang
terus. Di dalam menganalisa aspek finansial dengan menggunakan analisa sebagai
berikut :
1. Biaya Investasi
Menurut Umar (2005), biaya investasi adalah biaya yang umumnya
dikeluarkan pada awal kegiatan dan pada saat tertentu untuk memperoleh
manfaat beberapa tahun kemudian. Pengeluaran biaya investasi umumnya
dilakukan satu kali atau lebih, sebelum bisnis berproduksi dan baru
menghasilkan manfaat beberapa tahun kemudian.
Investasi dalam usaha adalah alokasi dana ke dalam suatu usaha yang
bersangkutan, dimana investasi tersebut meliputi penggunaan dana untuk
pengadaan sarana dan prasarana produksi (Ryanto, 1995).
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan pengeluaran yang dikeluarkan dari
kegiatan budidaya. Biaya operasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu biaya
tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Umar, 2005).

a. Biaya Tetap
Menurut Umar (2005), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya
tetap, tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam
menghasilkan keluaran atau produk di dalam interval tertentu.

52

Biaya tetap tidak berkaitan langsung dan besar kecilnya tidak


bergantung pada besar/kecilnya produksi, misalnya gaji pegawai, biaya
listrik, pajak dan biaya administrasi kantor.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang nilainya selalu berubah sesuai
dengan volume produksi atau penjualan. Contoh biaya variabel adalah
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
3. Analisa Rugi-Laba Usaha
Menurut Umar (2005), analisa pendapatan usaha bertujuan untuk
mengetahui keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan yaitu
dengan membandingkan total penerimaan dan total pengeluaran.
Laporan laba rugi dapat memperlihatkan besar keuntungan dan kerugian
yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu per tahun, per periode
produksi atau waktu yang lainnya (Soeharto, 1997).
4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan arus kas. Dengan kata
lain, Payback Period merupakan rasio antara initial cast investmen dan cash
flow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2005).
5. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Analisa imbangan penerimaan dan biaya yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dalam

53

kegiatan usaha yang dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai


manfaat (Umar, 2005).
6. Break Even Point (BEP)
Menurut Ryanto (1995), titik impas menunjukkan bahwa tingkat
produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya (biaya
produksi) yang dikeluarkan. Keadaan BEP menunjukkan bahwa total
penjualan sama dengan total pengeluaran.
Rangkuti (2001) menambahkan, perhitungan BEP digunakan untuk
menentukan batas minimum volume penjualan. Pada titik impas, BEP
merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya
produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan dengan demikian
pada saat itu pengusaha mengalami impas.

3. METODE PRAKTEK
3.1.Waktu dan Tempat

54

Praktek Integrasi ini dilaksanakan pada tangga l Mei sampai 30 Juni 2013 di
Pandanarum Gurame, Blitar Jawa Timur.
3.2.

3.2.1.

Alat dan Bahan

Alat
Alat diperlukan untuk menunjang kegiatan pembesaran ikan gurami

dengan menggunakan kolam terpal. Peralatan pendukung yang digunakan dalam


pelaksanaan Praktek Integrasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.1.

Bahan
Kegiatan budidaya pembesaran ikan gurami memerlukan bahan guna

menjalankan kegiatan budidaya diantaranya, benih, pakan, dll. Bahan yang


digunakan selama Praktek Integrasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan diterapkan dalam pelaksanaan Praktek


Integrasi adalah metode survei dengan pola magang yaitu mengikuti semua
kegiatan yang ada khususnya yang berkaitan dengan produksi ikan gurami.
Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan berpartisipasi lagsung dan melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan budidaya gurami. Sehingga data primer yang diperoleh dari
pengamatan di lokasi praktek mengamati seluruh kolam yang meliputi persiapan
kolam, persiapan media pemeliharaan, benih dan penebaran benih, pengelolaan
pakan, pengelolaan kualitas air dan manajemen kesehatan ikan, panen dan pasca

55

panen hingga analisa usaha serta diskusi dilapangan (wawancara). Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui studi literatur yang terkait dengan judul praktek
maupun sumber pustaka lainnya.
3.4.

Metode Kerja

Dalam praktek integrasi ini penulis melakukan pengamatan di kolam


pembesaran gurami dengan sistem kolam terpal. Adapun rangkaian kegiatan yang
dilakukan, dijelaskan pada cara kerja di bawah ini :
a. Persiapan Wadah
1. Pembuatan Kolam Terpal
Persiapan kolam pemeliharaan dimulai dengan tahapan pembuatan
kolam pemeliharaan. Kolam yang digunakan adalah kolam tanah
berlapiskan terpal. Pengamatan terhadap proses pembuatan kolam terpal
yaitu :
-

Mengamati cara pembuatan kolam.

Mengukur luasan kolam yang akan dibuat dan mengukur kedalaman


galian kolam dengan menggunakan alat ukur meteran.

Mengamati proses pembentukan dinding pematang kolam.

Mengamati proses pembuatan caren dan mengukur lebar dan dalam


caren.

Mengamati sekam padi yang digunakan untuk kolam dan mengukur


ketebalan sekam yang diberikan.

56

Mengetahui cara pemberian sekam

Mengetahui jenis terpal yang dipakai

Mengetahui cara pemasangan terpal.

Mengetahui waktu pembuatan kolam

Mengamati proses pemasang batako pada keliling tepian kolam.

Mengamati pelipatan dan perapian kolam terpal.

2. Persiapan Kolam Pasca Panen


Pengamatan persiapan kolam pemeliharaan pasca panen yaitu
sebagai berikut :
-

Melakukan pengurangan air media dan mengamati alat yang


digunakan

Mengamati dan melakukan pembersihan kolam

Mengamati dan mencatat waktu pengeringan kolam

Melakukan penambalan kolam

b. Persiapan Media Pemeliharaan

57

Pengamatan terhadap persiapan media pemeliharaan adalah sebagai


berikut :
1. Pengisian Air
-

Mengetahui alat yang digunakan untuk pengisian air

Mengukur tinggi air yang diisi kedalam kolam

2. Penumbuhan Plankton
-

Menghitung dosis garam yang digunakan untuk sterilisasi air kolam.

Menghitung dosis probiotik yang digunakan untuk penumbuhan


plankton.

Mengetahui komposisi bakteri dalam probiotik

Mengetahui cara pemberian probiotik

Mengetahui jenis dan dosis pupuk

Mengamati perubahan warna kolam

c. Penebaran Benih
Pengamatan terhadap penebaran benih yaitu sebagai berikut :
1. Pemilihan Benih
-

Menimbang berat benih

Mengamati ukuran wadah yang digunakan dalam pengangkutan


benih.

Mengamati ciri benih yang baik.

2. Aklimatisasi Benih

58

Mengamati kesesuaian waktu penebara benih.

Mengamati proses aklimatisasi benih.

Mengamati penebaran benih

Mengitung padat penebaran benih.

d. Pengelolaan Pakan
Pengelolaan pakan yang dilakukan dengan cara :
1. Jenis Pakan
-

Mengamati jenis pakan yang digunakan

Mengamati kadar protein dalam pakan

2. Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan


-

Menimbang pakan sesuai dengan dosis

Mengamati waktu pemberian pakan

3. Cara Pemberian Pakan


-

Mengetahui cara pemberian pakan

Mengetahui alat yang digunakan.

4. Pemberian Probiotik Pakan


-

Mengamati probiotik yang digunakan

Menghitung dosis probiotik

5. Penyimpanan Pakan
-

Mengamati cara penyimpanan pakan

59

Menentukan tempat penyimpanan pakan

e. Pengelolaan Kualitas air


Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara :
1. Pengamatan kualitas air
-

Mengamati dan mengukur parameter kualitas air kolam

Mengetahui waktu pengukuran kualitas air

Mengetahui nilai optimum parameter kualitas air

Mengetahui kesesuaian air media terhadap kehidupan ikan

Mengamati alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air

2. Penyifonan
-

Mengetahui cara penyifonan

Mengetahui waktu penyifonan

Mengukur batas ketinggian air yang berkurang selama penyifonan

Mengetahui dosis pemberian garam

Mengamati pergantian air dan alat yang digunakan

3. Aplikasi Probiotik
-

Mengamati Probiotik yang digunakan

Menghitung dosis yang digunakan

f. Monitoring Kesehatan Ikan

60

Pengamatan mengenai monitoring kesehatan ikan yang dilakukan adalah


sebagai beriktu :
1. Monitoring Pertumbuhan
-

Melakukan pengamatan pertumbuhan ikan melalui sampling berat


ikan secara berkala dan mengamati kondisi kesehatan ikan.

Menghitung pertambahan berat per hari ikan.

Mengetahui cara sampling

Mengetahui cara penghitungan laju pertumbuhan harian

2. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)


-

Melakukan pengamatan ikan yang mati

Menghitung tingkat kelangsungan hidup ikan.

Mengetahui cara menghitung tingkat kelangsungan hidup ikan

3. Feed Convertion Ratio (FCR)


-

Mengamati kesesuaian pakan terhadap kondisi ikan melalui hasil


pertumbuhan

Menghitung rasio konversi pakan

g. Panen

61

Pengamatan panen yang dilakukan adalah sebagai berikut :


1. Panen
-

Mengetahui ukuran ikan yang dipanen

Mengetahui sistem panen

2. Waktu Panen
-

Mengamati waktu panen

3. Teknik Panen
-

Mengetahui teknik panen

Mengetahui alat yang digunakan untuk panen

Menghitung berat dan jumlah ikan yang dipanen

4. Pengangkutan
-

Mengetahui daerah sasaran pengangkutan

Mengetahui cara pengangkutan

Mengetahui alat dan bahan yang digunakan

Mengetahui sarana pengangkutan

Menghitung kepadatan ikan di dalam wadah

Mengetahui kapasitas pengangkutan\

h. Hama dan Penyakit

62

1. Hama
-

Mengetahui jenis-jenis hama

Mengetahui cara penanggulangan hama

2. Penyakit

3.5.

Mengetahui jenis-jenis penyakit

Mengetahui cara penanggulangan penyakit

Metoda Analisa Data

3.5.1. Analisa Deskriptif

Metode analisa data yang digunakan adalah analisa data deskriptif dan
kuantitatif.
Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan terlebih dahulu akan
diolah selanjutnya dianalisa dengan metode deskriptif yaitu membahas dengan
sistematis,

kemudian

mengkaji

dan

menganalisa

lebih

dalam

dan

membandingkan dengan literatur yang ada serta memberikan pendapat pribadi.


Setelah itu menampilkan data-data hasil pengukuran dalam bentuk grafik.
3.5.2. Analisa Kuantitatif

Analisa yang digunakan berupa perhitungan. Perhitungan yang dilakukan


selama pengamatan adalah sebagai berikut :

1. Aspek Teknis

63

a. Laju Pertumbuhan
Melakukan sampling pertumbuhan untuk mengetahui laju pertumbuhan
berat dan panjang, yaitu dengan cara mengambil sampel dari kolam yang
kemudian diukur panjang total dengan penggaris dan berat dengan
timbangan.
Perhitungan laju pertumbuhan harian dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
ADG ( g /hari) =

W2 - W1
t

Keterangan :
W1

= rata-rata berat total akhir (g)

W2

= rata-rata berat total awal (g)

= waktu peeliharaan (hari)

b. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate / SR %)


Melakukan pendataan dan pengontrolan jumlah gurami yang mati
setiap harinya untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup. Bisa juga
dengan melalui sampling.
Kelangsungan hidup diperoleh dengan cara menghitung prosentase
benih pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus
berikut :
SR = (Nt/No) x 100 %

64

Keterangan :
SR

= Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Nt

= Jumlah ikan akhir (ekor)

No

= Jumlah ikan awal (ekor)

c. Konversi Pakan (Food Convertion Ratio)


Food Convertion Ratio atau konversi pakan adalah suatu ukuran yang
menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg
daging ikan gurami. Konversi pakan (FCR) dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan ikan.
Perhitungan nilai konversi pakan atau FCR (Food Convertion Ratio), yaitu
perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang
dihasilkan.
Konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus :

FCR =

Jumlah Pakan yang Habis Diguanakan


Biomassa Ikan yang Dihasilkan

2. Analisa Finansial
a. Analisa Rugi/Laba
Analisa Laba Rugi = Total Penjualan Total
Biaya

65

b. Pay Back Periode (PP)

PP =

Investasi
x 1 tahun
Keuntungan+Penyusutan

c. Analisa B/C Ratio

B/C Ratio =

Total Pendapatan
Total biaya

d. Analisa Break Even Point (BEP)

BEP (harga) =

Biaya Tetap
Biaya Variabel
1-(
)
Penjualan

BEP (Unit) =

BEP (harga)
X 1 Unit
Harga per unit

66

4. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1.

Letak Lokasi dan Geografis

Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur yang
secara geografis Kabupaten Blitar terletak pada 111 25 112 20 BT dan 7 57-8
951 LS berada di Barat daya Ibu Kota Propinsi Jawa Timur Surabaya dengan
jarak kurang lebih 160 Km. Adapun batas batas wilayah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang

Sebelah Timur

: Kabupaten Malang

Sebelah Selatan

: Samudra Indonesia

Sebelah Barat

: Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri

Kabupaten Blitar tercatat sebagai salah satu kawasan yang strategis dan
mempunyai perkembangan yang cukup dinamis. Kabupaten Blitar berbatasan
dengan tiga kabupaten lain, yaitu sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Malang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten
Kediri sedangkan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang. Sementara itu untuk sebelah Selatan adalah Samudera
Indonesia yang terkenal dengan kekayaan lautnya. Apabila diukur dari atas
permukaan laut, maka Kabupaten Blitar mempunyai ketinggian 167 meter dan
luas 1.588,79 km. Di Kabupaten Blitar terdapat Sungai Brantas yang membelah

67

daerah ini menjadi dua yaitu kawasan Blitar Selatan yang mempunyai luas 689,85
km dan kawasan Blitar Utara, Blitar Selatan termasuk daerah yang kurang subur.
Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang berbatu,
dimana batuan tersebut cenderung berkapur sehingga mengakubatkan tanah
tandus dan susah untuk ditanami. Sebaliknya kawasan Blitar Utara termasuk
daerah surplus karena tanahnya yang subur, sehingga banyak tanaman yang
tumbuh dengan baik.
4.2.

Kondisi Iklim dan Tofografi

Lokasi Kabupaten Blitar berada di sebelah Selatan Khatulistiwa. Tepatnya


terletak antara 11140-11210 Bujur Timur dan 758-8951 Lintang Selatan.
Hal ini secara langsung mempengaruhi perubahan iklim. Iklim Kabupaten Blitar
termasuk tipe C.3 dimana rata-rata curah hujan tahunan 1.478,8 mm dengan curah
hujan tertinggi 2.618,2 mm per tahun dan terendah 1.024,7 per tahun. Sedangkan
suhu tertinggi 30 Celcius dan suhu terendah 18 celcius Perubahan iklimnya seperti
di daerah-daerah lain mengikuti perubahan putaran dua iklim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Satu kenyataan yang dapat kita lihat sampai saat
ini, bahwa betapapun Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kecil dengan segala
potensi alam, gografis dan iklim serta kualitas sumber daya manusia yang sedang,
ternyata telah mampu tampil ke depan dalam keberhasilan pembangunan.
Kemajuan demi kemajuan dan kemenangan demi kemenangan yang telah dicapai
daerah ini adalah karena besarnya partisipasi, kesadaran dan pengabdian seluruh
lapisan masyarakat. Sedangkan jika dilihat dari letak Tofografi tinggi tempat
tertinggi adalah 800 meter (dpa) dan tinggi tempat terendah adalah 40 meter (dpa)

68

4.3.

Pandanarum Gurame
Pandanarum gurame terletak di Dusun Klampok, Desa Pandanarum,

Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Secara umum


gambaran desa Pandanarum adalah sebagai berikut.
1. Batas-batas desa adalah :

Sebelah utara : HUTAN PLOSOREJO

Sebelah timur : Kel. KEDUNG BUNDER

Sebelah selatan : HUTAN GONDANG LEGI

Sebelah barat : HUTAN PLOSOREJO

2. Kelembagaan :

Lingkungan/Dusun : 3 buah

Rukun Warga (RW) : 10 buah

Rukun Tetangga (RT) : 45 buah

Lembaga Sosial Masyarakat : LPM/LPPD, BPD, LSM

3. Pemanfaatan lahan di Desa PANDANARUM sebagai berikut :

69

Perumahan/pemukiman dan pekarangan : - Ha

Sawah : 179 Ha

Ladang/ tanah kering/tegalan : 179 Ha

Tanah Basah/balong/kolam : 2800 Ha

Tanah Hutan : 125 Ha

Jalan : 52 Km

Pemakaman/kuburan : 100 Ha

Perkantoran : 376,18 m2

Lapangan olahraga : 0,7 Ha

Tanah/bangunan pendidikan : - m2

1. Sarana dan Prasarana


Pandanarum gurame memiliki luas lahan total 2500 m2 yang terperinci yaitu
areal kolam halaman belakang seluas 1200 m2, kolam sektor timur seluas 500
m2, dan kolam sektor utara seluas 800 m 2. Areal tersebut terdiri dari berbagai
macam ukuran kolam, di halaman belakang rumah terdapat kolam berukuran 9 x
14 m sebanyak 4 petak sebagai kolam pemeliharaan, kolam berukuran 8 x 11 m
sebanyak 4 petak sebagai kolam pemeliharaan, kolam berukuran 9 x 16 m
sebanyak 2 petak, 1 sebagai kolam pemeliharaan dan 1 sebagai kolam induk ikan

70

gurami, serta 2 petak kolam berukuran 6 x 8 sebagai kolam pendederan dan


terdapat gubug saung dan penyimpanan pakan ukuran 3 x 2 m. Areal kolam
sektor timur terdiri dari 4 petak kolam, 2 kolam berukuran 9 x 16 m dan 2 kolam
lagi berukuran 8 x 10 m dan terdapat gudang penyimpanan pakan dengan ukuran
2 x 2 m. Areal kolam sektor utara terdiri dari 6 petak kolam berukuran 8 x 12 m
dan terdapat gudang penyimpanan pakan seluas 3 x 2 m. Semua kolam dengan
kedalaman 1,5 m. Selain kolam untuk pembesaran ikan gurami, disini juga
terdapat kolam pembesaran ikan lele dengan ukuran 3 x 4 m sebanyak 8 petak.
Kolam yang digunakan adalah kolam terpal di bawah permukaan tanah,
yaitu kolam tanah yang dilapisi dengan terpal. Terpal yang dipakai dengan
kualitas A5 dan A8.
Selain areal perkolaman di rumah pemilik Pandanarum Gurame ini
mempunya laboratorium mini perikanan sebagai laboratorium pengembangan
pembuatan probiotik yang dibuat langsung oleh pemilik Pandanarum Gurami.
Laboratorium brukuran 3 x 2 m dengan berbagai peralatan kultur sederhana,
drum penampung dll.
2. Sumber Air
Air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan gurami di Pandanarum
Gurame ini berasal dari sumur bor. Untuk mengalirkan airnya dengan
menyedotnya menggunakan pompa air, bisa pompa diesel atau pompa listrik.
Kedalaman rata rata setiap sumur bor adalah 20 m.
Air dari sumur bor berwarna jernih, dengan suhu 28 C dan pH 7,
kuantitasnya juga selalu memadai untuk pengoperasian kolam.

71

3. Karyawan
Pandanarum Gurame tidak memiliki karyawan tetap tetapi dalam
penggarapan kegiatan di kolam sektor utara mengandalkan karyawan/pemelihara
yang biasanya dibayar saat panen tiba. Selain itu terdapat karyawan tidak tetap
yaitu untuk melakukan pembersihan kolam /persiapan kolam pasca panen, sifon
kolam dan pembuatan kolam. Jadi tidak ada teknisi yang benar-benar bekerja
seluruhnya mengurusi seluruh kolam karena pekerjaan yang tidak banyak seperti
pemberian pakan, sifon kolam itu masih bisa dilaksanakan oleh pemilik
pandanarum gurami dan kadang dibantu oleh pemelihara kolam di sektor utara.
Pandanarum Gurame mempunyai tempat pelatihan budidaya, yaitu P2MKP
Pandanarum Gurame. Sering mengadakan pelatihan budidaya baik itu
pembesaran ikan gurami atau ikan lele kepada petani-petani ikan atau pemula
usaha budidaya. Pandanarum Gurame ini adalah pusat pelatihan budidaya ikan
konsumsi satu-satunya di wilayan Blitar.

72

5. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan yang digunakan pada proses pemeliharaan ikan gurami
di Pandanarum Gurami ini adalah menggunakan kolam terpal dengan luasan yang
berbeda-beda yaitu, 8x11 m, 9x14 m, 8x12 m, 9x16 m dengan ketinggian kolam
1,5 m dan kedalaman air minimal 1 m.
Kolam terpal disini yaitu kolam terpal di bawah permukaan tanah. Kolam
yang dibangun dengan menggali tanah dasar. Terpal yang digunakan dengan
ketebalan A5 dan dengan batako yang disusun rapi ditepi kolam untuk
menguatkan tepian kolam terpal. Alasan digunakannya terpal adalah karena
mudah dalam pembuatan dan biayanya relatif lebih murah daripada kolam semen.
Selain itu di dalam kolam terpal ini tidak terjadi perbedaan suhu yang
mencolok dan bisa dikatakan stabil, hal ini dikarenakan di dasar kolam terpal
diberikan sekam padi. Sekam yang mengalasi kolam akan melakukan proses

73

dekomposisi yang akan menghasilkan panas, yang kemudian akan menghangatkan


air sehingga suhu kolam tetap terjaga pada kondisi 28C. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kordi (2010), penggunaan sekam padi berfungsi melindungi ikan dari
goncangan suhu, terutama pada musim pancaroba. Selain stres, ikan juga
mengeluarkan lebih banyak energi untuk melawan hawa dingin. Sekam tersebut
dihamparkan setebal 1015 cm di bawah terpal, kemudian dibasahi secukupnya.
Proses dekomposisi sekam akan menghasilkan panas yang dapat merambat ke air
kolam hinga ketinggian 1 m. Dengan demikian, suhu air kolam lebih stabil.

Gambar 2. Kolam terpal


Kolam terpal disini dibangun pada tiga sektor lokasi yang berbeda yaitu
lahan pekarangan belakang rumah milik sendiri sedangkan kolam sektor utara dan
sektor timur menggunakan lahan milik orang yang kurang produktif dengan
menyewanya untuk dibuat kolam. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin
(2009), usaha pembesaran ikan gurami dengan kolam terpal dapat dilakukan di
pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan
budidaya ini dapat berupa lahan yang belum termanfaatkan atau lahan yang telah
dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.

74

5.1.1.

Pembuatan Kolam Terpal


Proses pembuatan kolam terpal dimulai dengan pengukuran luas kolam

yang akan dibuat, luas kolam di Pandanarum Gurame bervariasi yaitu 8x11 m,
9x14 m, 8x12 m, 9x16 m. Lalu dilakukan penggalian tanah, tanah yang akan
digunakan untuk kolam digali dengan menggunakan cangkul sampai kedalaman
1,5 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), kolam terpal dibawah
permukaan tanah adalah kolam yang dibangun/dibuat di bawah permukaan
tanah, yang dalam pembuatannya harus melubangi atau menggali tanah untuk
memendam sebagian atau seluruh kolam terpal.
Setelah itu dibentuk dinding pematang kolam dan dasar kolam diratakan,
dinding pematang kolam dibuat dari tanah liat yang dipadatkan dan dibuat
bentuk trapesium dengan bawah lebih lebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sarwono dan Sitanggang (2002), pematang dibuat berbentuk trapesium dengan
bagian bawah lebih lebar. Bahannya dapat dipergunakan papan, anyaman
bambu, tembok, atau tanah liat.

Gambar 3. Proses pembuatan kolam terpal (pembuatan pematang dan


perataan tanah dasar.

75

Setelah dinding terbentuk dengan rapi maka tahap selanjutnya adalah


pembentukan caren/kemalir yaitu dasar kolam yang dibuat lebih dalam dari pada
dasar kolam seluruhnya bentuknya memanjang pada tengah kolam sehingga
membagi kolam menjadi dua bagian. Tujuan pembuatan caren ini adalah agar
kotoran di kolam bisa berkumpul ke dalam caren tersebut karena posisinya lebih
dalam daripada dasar kolam dengan begitu proses pembersihan dasar kolam
(sifon) bisa dilakukan lebih mudah melalui caren tersebut. Caren ini dibuat
dengan bentuk memanjang dengan cara menggali tanah dasar dengan lebar 50
cm dan dalam 10 cm pada kolam 9 x 14 m. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Kordi (2010), untuk luas kolam 100 m2, lebar caren cukup 1 m dan dalamnya 25
cm.

Gambar 4. Kemalir (caren) yang dibuat di tengah-tengah kolam


Setelah petakan kolam terbentuk lalu dilakukan pemberian sekam pada
dasar kolam secara merata dengan ketebalan 5-10 cm. Pemberian sekam
dilakukan dengan menghamparkan sekam pada dasar kolam lalu diratakan.
Disini adalah kunci keberhasilan pada kolam terpal yaitu adanya sekam pada
dasar kolam, sekam adalah hasil sisa gilingan padi yaitu kulit dari padi. Sekam

76

akan membuat suhu kolam stabil dan tidak mengalami fluktuasi yang sangat
mencolok.
Karena sekam yang dipasang akan terkena air dari tanah dan akan
berdekomposisi dan membentuk panas sehingga walaupun suhu diluar dingin
suhu kolam tetap terjaga pada keadaan stabil. Sekam diratakan pada seluruh
dasar kolam kecuali bagian caren. Sekam akan bertahan dalam kolam sampai 5
tahun lamanya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), sekam tersebut
dihamparkan setebal 10-15 cm di bawah terpal, kemudian dibasahi secukupnya.
Proses dekomposisi sekam akan menghasilkan panas yang dapat merambat ke
air kolam hingga ketinggian 1 m, dengan demikian suhu air kolam lebih stabil.
Sekam dapat bertahan selama 5 tahun.

Gambar 5. Sekam (kiri) dan proses pemberian sekam pada kolam (kanan)
Lalu tahapan selanjutnya adalah pemasangan terpal, terpal yang
digunakan adalah terpal dengan ketebalan A5 dengan panjang dan lebar
disesuaikan dengan kolam yang dibuat dan diberi kelebihan masing-masing 3
meter, terpal bisa dipesan dari produsen atau distributor terpal sesuai dengan

77

luasan yang dipesan. Terpal dipasang dengan dilembarkan dan menutup seluruh
petakan kolam, lalu terpal dirakatan dan dirapikan dengan melipat, menarik dan
menginjak bagian pinggirnya sesuai dengan bentuk petakan kolam.
Setelah terpal terpasang lalu isi kolam dengan air bersih sampai penuh
agar petakan kolam benar-benar terbentuk. Setelah itu pasang batako pada
keliling kolam dengan menindih terpal bagian tepi agar tepi kolam menjadi lebih
kuat, lalu lipat bagian terpal yang lebih tadi dengan cara melipat terpal kedalam
dan ditimbun dengan tanah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), jika kolam ditanam
seluruhnya dalam tanah maka terpal harus diikat dengan pasak disepanjang
tepian lubang atau pada ujung terpal dilipat dan ditindih dengan batu bata atau
batako, kayu, atau pot tanaman.

Gambar 6. Proses pemasangan terpal (kiri) dan pelipatan tepian kolam (kanan)
Pembuatan kolam di sini dengan ukuran kolam 9x14 meter
membutuhkan waktu 10 hari dengan 3 orang pekerja. Kolam terpal mempunyai
ketahanan yaitu selama 5 tahun masa pemakaian asalkan dilakukan perawatan
dan pembersihan dengan baik agar terpal tidak cepat rusak.
5.1.2.

Persiapan Kolam Pasca Panen

78

Persiapan kolam pasca panen berbeda dengan persiapan awal kolam,


persiapan ini lebih mudah dan praktis. Persiapan kolam disini dilakukan dengan
cara membersihkan petakan kolam dari kotoran yang menempel pada terpal.
Langkah pertama yaitu menyurutkan air di dalam kolam, lalu lakukan
pembersihan pada dinding dan dasar kolam dengan cara menyikat dinding dan
dasar kolam terpal dengan menggunakan sikat dan sapu, lalu bilas dengan air
bersih dan buang air kotor keluar dari kolam dengan menggunakan pompa
diesel, biarkan hingga kering kurang lebih 1 hari. Setelah itu dilakukan
penambalan bagian kolam yang bocor dengan potongan terpal dan rekatkan
dengan lem sambil menekannya agar menempel degan kuat.
Kolam yang tambalannya sudah kering maka siap diisi air untuk proses
pemeliharaan lagi.

Gambar 7. Proses persiapan kolam pasca panen


Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), jika menggunakan kolam
tanah maka ketika selesai panen, kolam harus dijemur dan diolah lagi. Pada
kolam terpal, ketika selesai panen, kolam terpal cukup dibersihkan dan diisi air
untuk pemeliharaan lagi.

5.2. Persiapan Media Pemeliharaan


5.2.1. Pengisian air
Pengisian air dilakukan dengan menggunakan pompa diesel dengan
kekuatan 6,5 HP dengan bahan bakar bensin. Pengisian air mengambil air dari

79

sumur bor lalu disedot dengan pompa diesel dan dialirkan ke kolam dengan
menggunakan pipa paralon atau selang spiral.
Hal ini sesuai dengan pernyataaan Mahyuddin (2009), pengisian air pada
kolam semen atau terpal biasanya menggunakan air yang bersumber dari sumur
bor atau pompa dengan menggunakan pompa diesel dan disalurkan
menggunakan selang plastik atau paralon ke kolam.

Pengisian air dilakukan sampai air mencapai ketinggian 1,2 meter atau
Gambar 8. Proses pengisian air pada
kolam

pada posisi setengah batako pada kolam. Setelah air terisi penuh, biarkan sampai
1 2 hari agar air membentuk kolam dan terpal sesuai dengan bentuknya dan
menyesuaikan dengan terpal yang baru dipasang.
5.2.2. Penumbuhan Plankton
Sebelum penumbuhan plankton, dilakukan penggaraman pada kolam.
Penggaraman dilakukan dengan tujuan untuk mengeliminasi bakteri dan bibit
penyakit pada kolam sebelum ditebari benih. Garam yang diberikan di sini
adalah garam ikan dengan dosis 10 kg untuk 1 kolam ukuran 9x14 m. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Kordi (2010), setelah kolam terpal diisi air sesuai
kebutuhan, untuk membunuh patogen, taburkan garam 200 g/m3.
Penumbuhan plankton dilakukan dengan menebar probiotik. Tujuan
aplikasi probiotik ini adalah untuk mendominasi bakteri baik ke dalam
lingkungan air kolam dengan bakteri yang ditebar sehingga menekan mikroba
atau bakteri yang merugikan serta memacu pertumbuhan plankton dalam air.
Probiotik yang digunakan adalah probiotik terapi air Pro-Big-Fish buatan

80

Pandanarum

Gurame

sendiri

dengan

komposisi

bakteri

nitrosomonas,

nitrobacter, bacillus sp. Dosis probiotik yang digunakan yaitu 1 liter untuk 1
kolam ukuran 9x14 meter. Pemberian probiotik dilakukan dengan cara
mencampur dengan air dan ditebarkan merata ke seluruh bagian kolam dengan
menggunakan gayung. Selain diberikan probiotik, untuk menumbuhkan plankton
digunakan pupuk kandang atau urea dan TSP dengan dosis 500 g untuk 100 m 2.
Lalu diamkan air hingga kurang lebih 5 hari sampai air berubah menjadi
berwarna agak gelap, itu tandanya air sudah ditumbuhi oleh plankton. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), untuk mempersiapkan air
kolam sebelum ditebari benih maka dilakukan penumbuhan pakan alami
(plankton) di kolam dengan pemupukan. Pupuk yang digunakan terdiri dari
pupuk kandang dan buatan, pupuk kandang (kotoran sapi, kambing, ayam, dll)
dengan takaran 150 g/m2 dan untuk pupuk buatan yang biasa digunakan adalah
pupuk urea dosis 15 g/m2 dan TSP dosis 10 g/m2. Dengan penumbuhan pakan
alami dikolam sebelum penebaran dilakukan maka ikan gurami disini
mempunyai tingkat kehidupan yang cukup tinggi mulai dari awal penebaran.

5.3. Penebaran Benih


5.3.1. Pemilihan Benih
Benih yang ditebar berasal dari unit pembenihan rakyat di sekitar. Benih
yang ditebar berukuran silet dan dengan bobot rata-rata 30 gram/ekor. Benih
biasanya diangkut dengan pengangkutan terbuka menggunakan jurigen plastik
volume 30 liter. Benih yang ditebar ukuran silet karena disini susah
mendapatkan benih yang berukuran lebih besar dari silet, biasanya para
pembudidaya banyak mengambil ketika benih berukuran silet. Benih yang akan

81

ditebar dipilih dengan krtiteria benih tidak cacat/bentuk tubuh normal, organ
tubuh lengkap, gerakan gesit dan tidak terkena penyakit, serta ukurannya
seragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), benih ikan gurami
sebelum ditebar dan dipelihara di kolam harus dilakukan pemilihan terlebih
dahulu.
Kriteria pemilihan benih gurami :
g. Umur dan ukuran benih seragam
h. Tidak cacat dan tidak ada luka ditubuhnya
i.Gerakannya lincah dan gesit
j.Sisiknya mengkilap dan licin serta tidak ada sisik yang lepas
k. Bebas dari bibit penyakit
l.

Posisi tubuh dalam air normal

Dengan pemilihan benih yang baik dan sesuai dengan kriteria diatas, ikan
gurami disini mempunyai tingkat kehidupan yang tinggi dan pertumbuhan yang
baik.
5.3.2.

Aklimatisasi Benih
Penebaran benih dilakukan pada pagi hari atau sore hari untuk

mengurangi tingkat stres pada benih yang akan ditebar. Benih diangkut dengan
sistem pengangkutan terbuka yaitu dengan jurigen plastik volume 30 liter karena
benih sudah berukuran besar jadi jika diangkut dengan menggunakan plastik
maka duri-durinya akan merusak plastik pengemas dan menyebabkan
kebocoran/kerusakan wadah pengemasan dan ikan bisa mati karena kehabisan
air. Benih diangkut dalam jurigen dengan kepadatan disesuaikan dengan ukuran
ikan, untuk benih ukuran silet (3 cm) diangkut dengan kepadatan 50 ekor/liter.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahyuddin (2009), umumnya
pengangkutan benih gurami dilakukan secara terbuka dengan menggunakan

82

drum yang dilubangi, benih yang diangkut mulai dari ukuran silet karena ukuran
tersebut telah memiliki duri keras yang dikhawatirkan dapat merobek kemasan
plastik, apabila pengangkutan sistem tertutup.
Sebelum penebaran benih dilakukan penyesuaian keadaan/aklimatisasi,
aklimatisasi yang dilakukan adalah aklimatisasi suhu dan pH dengan cara
mengapungkan jurigen plastik di permukaan kolam kurang lebih 5 10 menit.
Setelah itu percikkan air kolam ke dalam jurigen sambil memiringkan jurigen
perlahan sehingga kondisi di dalam jurigen akan cepat sama dengan kondisi air
kolam dan ikan akan keluar dengan sendirinya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahyuddin (2009), untuk menekan
tingkat stres yang dialami ikan pasca penebaran maka pada saat penebaran perlu
dilakukan aklimatisasi (adaptasi) terlebih dahulu, proses adaptasi atau
aklimatisasi benih setelah sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut :
d. Setibanya di lokasi, wadah yang dberisi benih ikan langsung
diapungkan dalam air kolam selama 10-15 menit agar terjadi
penyesuaian suhu.
e. Untuk mempercepat proses penyesuaian suhu, bisa dibantu dengan
memasukkan air kolam ke dalam wadah yang berisi benih.
f. Jika suhu sudah sesuai, langkah selanjutnya adalah wadah tersebut
dibuka atau dimiringkan ke dalam air dan benih-benih ikan dibiarkan
keluar dengan sendirinya.

83

Padat tebar benih ikan gurami yang dilakukan di Pandanarum Gurami


adalah 20 ekor/m dengan luasan kolam 96 m dengan ketinggian air 120 cm.
Hal ini sesuai dengan pendapat Saparinto (2008), padat tebar ikan gurami
berkisar 10 20 ekor/m2.

Gambar 9. Proses penebaran benih ikan gurami


Dengan menerapkan aklimatisasi sebelum penebaran benih dan dengan
padat penebaran yang sesuai maka ikan gurami bisa hidup dengan baik.
5.4. Pengelolaan Pakan
Dalam budidaya ikan gurami secara intensif pengelolaan pakan sangatlah
diperhatikan karena 80% dari biaya produksi dihabiskan untuk pakan. Maka
dalam pengelolaan pakan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
5.4.1.

Jenis Pakan
Jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan ikan gurami adalah

pakan buatan/pellet dan pakan alami/dedaunan. Pakan buatan yang digunakan


memiliki nutrisi seimbang dan lengkap sesuai kebutuhan ikan gurami. Pakan
yang digunakan adalah pakan dengan merk dagang Wonokoyo, pellet yang
digunakan mempunyai nilai protein yang berbeda berdasarkan usia ikan gurami.
Ikan gurami yang berusia muda atau masih kecil dengan berat >30 100 gram

84

dengan kadar protein 31 33% dengan kode pakan SL 2 2 atau SI 2 2 karena


dilihat dari sifatnya ikan gurami mulai dari kecil bersifat karnivora/pemakan
daging, maka agar pertumbuhannya optimal ikan gurami diberikan pakan
dengan kadar protein tinggi dan dengan komposisi bahan dari hewani. Ikan
gurami yang berusia dewasa dengan berat >200 gram diberikan pellet dengan
kandungan protein 30 32% dengan kode pakan SI 1 3 dengan komposisi
bahan nabati karena ikan gurami yang berusia dewasa sudah mulai
meninggalkan sifat karnivoranya dan sudah berubah menjadi omnivora tetapi
cenderung herbivora/pemakan tumbuhan, sehingga pertumbuhan ikan gurami
bisa optimal. Pakan pellet yang digunakan di Pandanarum Gurami ini adalah
pellet merk Wonokoyo dengan kode SL 2-2 dan SI 2-2 dan SI 1-3.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2005),
kandungan protein pakan yang memberikan hasil pertambahan berat optimal
bagi gurami adalah 32%.
Pakan alami/dedaunan yang diberikan adalah daun sente/talas, ketela
pohon, dan kangkung. Pakan alami diberikan kepada ikan gurami berusia
dewasa, karena sifatnya sudah berubah menjadi herbivora dan sangat tepat bila
diberikan pakan dedaunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009),
pakan tumbuhan (hijauan) yang disukai oleh ikan gurami dewasa adalah daun
talas, sente, daun ketela pohon, daun pepaya dan daun kangkung.
Dengan pemberian pakan dengan jenis dan protein yang sesuai, ikan
gurami disini bisa tumbuh dengan baik dan mempunyai FCR yang tidak tinggi.

a. Kangkung

b. Daun Talas
c. Daun ketela pohon
Gambar 10. Pakan alami untuk ikan gurami

85

5.4.2.

Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan


Penentuan frekuensi pemberian pakan dilakukan berdasarkan umur dan

kebutuhan ikan. Frekuensi pemberian pada ikan muda berbeda dengan ikan
dewasa. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari dengan waktu pagi pukul
06.30 WIB dan sore pukul 16.30 WIB. Jumlah pakan yang diberikan di sini tidak
dilakukan penghitungan sesuai dengan berat biomassa ikan, hanya saat pertama
tebar setelah itu penambahan pakan dilakukan dengan memperkirakan dari
pakan yang habis satu sak. Porsi yang diberikan lebih banyak pada sore hari
karena nafsu makan ikan tinggi pada sore hari untuk pakan buatan/pellet, untuk
pakan alami/dedaunan diberikan sekali dalam sehari yaitu pada siang atau sore
hari.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), untuk
penggunaan pakan secara kombinasi, diberikan pelet sebanyak 2% per hari dari
berat total tubuh dan pakan hijauan sebanyak 5% per hari dari berat total tubuh
ikan. pagi pukul 07.00, siang pukul 12.00, dan sore pada pukul 17.00, sedangkan
pakan daun diberikan pada sore hari.
Walaupun tidak dilakukan penghitungan dosis pakan secara jelas,
sebenarnya dosis pemberian pakan yang dilakukan sudah sesuai dengan dosis
yang diajurkan tetapi karena tidak dilakukan penghitungan pakan secara tertulis
jelas dan terjadwal maka tidak terlihat bahwa pakan yang diberikan sesuai
dengan dosis yang dianjurkan hanya berdasarkan perkiraan.
5.4.3. Cara Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan dengan cara disebar secara merata keseluruh
areal kolam secara manual menggunakan wadah ember dan pelempar pakan
serokan. Sebelum ditebar pakan dicampur dengan probiotik pakan lalu dibiarkan
selama 5 menit sampai meresap lalu pakan ditebar ke kolam dengan melempar
secara merata.

86

Gambar 11. Proses penebaran pakan degan cara merata


Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), cara pemberian pakan
ditaburkan secara merata di setiap sisi kolam agar setiap ikan memiliki peluang
mendapatkan makanan.
Pakan alami/dedaunan diberikan secara langsung atau dengan cara
dicincang kecil agar memudahkan gurami untuk memakannya. Untuk daun yang
bergetah seperti talas dilakukan penjemuran hingga layu agar kandungan
getahnya hilang agar tidak menimbulkan penyakit pada gurami. Cara pemberian
dengan menyebar merata pada seluruh permukaan kolam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Puspowardoyo dan Djarijah (2003),
hijauan tumbuhan ini dapat dibuat dalam bentuk tepung atau dalam bentuk
hijauan tumbuhan segar dengan cara dicacah (dipotong-potong) dan disebarkan
dipermukaan kolam. Serta Mahyuddin (2009), pemberian daun yang bergetah
pada gurami sebaiknya dilakukan terlebih dahulu dengan dijemur di bawah sinar
matahari, karena getah daun ini dapat menimbulkan cacar pada ikan gurami.
5.4.4. Pemberian Probiotik Pakan
Pemberian pakan dilakukan dengan mencampurkan probiotik dengan
pakan. Probiotik berisi bahan-bahan yang dapat meningkatkan nafsu makan,
menjaga kekebalan tubuh ikan dan mengandung vitamin selain itu probiotik juga
mengandung sejumlah bakteri yang menguntungkan untuk pencernaan ikan
seperti Lactobacillus.sp, Acetobacter.sp, Basillus.sp, Saccharomyces, dll.
Probiotik diberikan dengan cara mencampurkan kedalam pakan dengan
melarutkan dengan air lalu pakan direndam dan diaduk sampai probiotik
meresap kedalam pakan 5 menit. Pemberian probiotik ini bertujuan untuk

87

meningkatkan nafsu makan ikan, melancarkan pencernaan ikan, dan


mempercepat pertumbuhan ikan. Pemberian probiotik dilakukan setiap
pemberian pakan dengan dosis 10 ml/kg. Probiotik yang dipakai adalah Pro-BigFish yaitu probiotik buatan pandanarum gurami sendiri.

Gambar 12. Probiotik Pakan Pro-Big-Fish


5.4.5.

Penyimpanan Pakan
Prinsip dasar penyimpanan pakan adalah mampu mempertahankan

kualitas pakan selama proses budidaya berlangsung, pakan ditumpuk maksimal


10 tumpukan, bagian dasar di beri alas agar tidak lembab. Gudang pakan diberi
fentilasi, dan penyusunan tumpukan pakan disesuaikan dengan pakan yang akan
segera diberikan sehingga tidak merepotkan dalam pengambilan pakan. Tempat
pakan harus aman dari binatang yang dapat merusak pakan, pakan terlindung
dari sinar matahari langsung, karena bisa merusak vitamin dan kualitas lemak,
penumpukan pakan tidak berdekatan dengan bahan kimia beracun, penumpukan
pakan tidak langsung di atas lantai, tetapi memakai pallet dan tidak
bersinggungan dengan dinding.
Pakan buatan/pellet disimpan dalam gudang penyimpanan pakan
tersendiri agar pakan tidak tercampur dengan bahan lain, dan diletakkan pada
ruang yang tertutup dengan fentilasi dan lantai yang telah diberikan alas berupa
kayu agar pakan tidak bersinggungan langsung dengan tanah/lantai yang dapat
menyebabkan pakan menjadi lembab dan berjamur sehingga kualitas pakan
menjadi buruk dan tidak baik jika diberikan untuk ikan.

88

Gambar 13. Penyimpanan pakan buatan


Hal ini sesuai dengan pendapat Saparinto (2008), kualitas pakan buatan
harus dijaga sebaik mungkin. Penyimpanan dan distribusi pakan relatif
sederhana. Syaratnya, tempat penyimpanannya berada dalam kondisi kering,
tidak lembap, serta memiliki sirkulasi udara yang baik. Pakan hendaknya tidak
langsung bersinggungan dengan lantai atau dinding dengan cara memberi alas
berupa papan. Pakan yang disimpan dalam ruangan lembap akan dihinggapi oleh
jamur dan merusak mutu pakan.
Dengan penyimpanan pakan yang dilakukan sesuai dengan pendapat
diatas maka pakan yang disimpan disini tetap terjaga kualiatas mutunya.

5.5. Pengelolaan Kualitas Air


5.5.1. Pengamatan Kualitas Air
Pengamatan kualitas air disini dilakukan dengan melakukan pengecekan
parameter kualitas air. Pengecekan kualitas air bertujuan untuk mengetahui nilai
kualitas air, apabila sudah menujukkan pada kondisi yang buruk atau nilai
rendah maka haruslah dilakukan penanganan seperti sifon, dan pergantian air
atau aplikasi probiotik.
Kondisi ikan di dalam air dipengaruhi oleh fluktuasi berbagai parameter
kualitas air. Pada dasarnya keberhasilah usaha budidaya ditentuka oleh
kemampuan untuk mengolah/mengendalikan parameter-parameter mutu air. Jika

89

mutu air baik maka ikan akan tumbuh dengan baik. Beberapa parameter kualitas
air yang diukur selama praktek berlangsung adalah sebagai berikut :
Hasil monitoring kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 3.
a. Suhu
Suhu mempengaruhi laju metabolisme ikan yang akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan ikan serta mempengaruhi parameter kualitas air
lainnya. Pengukuran suhu air kolam yang dilakukan disini dilakukan dengan
mengukur suhu air menggunakan termometer alkohol dengan ketelitian 1C.
Pengukuran suhu air dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore
hari.

Hasil pengukuran suhu air selama pengamatan di lokasi praktek pada


pagi hari suhu berkisar 28 30 C dan sore hari berkisar 29 32 C. Selama
praktek, cuaca tidak menentu saat satu bulan pertama cenderung panas dan
Gambar 14. Pengukuran
suhu
bulan kedua cenderung dingin
dan hujan. Fluktuasi suhu harian pada masing-

masing petak rata-rata 1 - 2 C.


Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi dan Tancung (2005), yang
menyatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di daerah tropis
adalah antara 28 32 C. Batas fluktuasi harian yang aman berdasarkan data
produksi. Suhu terendah ditunjukkan saat kondisi pagi hari dan suhu tertinggi
ditunjukkan pada siang hari.
Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Suryani (2006), suhu ideal bagi
pertumbuhan gurami adalah 25 30 C tetapi untuk sore hari suhunya tinggi
dan Mahyuddin (2009), perubahan suhu air pada kolam pemeliharaan dijaga
tidak sampai lebih dari 4C. Perubahan suhu yang terlalu ekstrim akan
menyebabkan ikan stres, yang akhirnya akan menyebabkan kematian pada
ikan.

90

Hasil pengukuran suhu pada kolam terpal dapat dilihat dalam Gambar 15.

Pengukuran Suhu
34
32
30
suhu
28
26

pagi
sore
5
15
25
35
46
55
60
hari ke-

Gambar 15. Grafik pengukuran suhu pada kolam terpal


Terlihat dari tabel hasil pengukuran suhu menunjukkan suhu terendah
terjadi pada suhu 28C yang terjadi pada pagi hari dan suhu tertinggi yaitu
32C pada sore hari.
Dengan kisaran suhu tersebut dan sesuai dengan pendapat diatas maka
ikan gurami disini dapat hidup dengan baik dan dengan tingkat kehidupan
serta pertumbuhan yang baik.
b. pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui fluktuasi harian pH.
Pengukuran pH untuk mengetahui pH pagi dan pH sore hari. Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal dengan ketelitian 0,5.
Cara pengukuran pH yaitu :
1. ambil 1 lembar keras pH universal
2. celupkan kedalam air kolam dan tunggu 20 detik
3. angkat kertas lakmus dan lihat perubahan warna pada kertas pH
dan langsung cocokkan dengan warna pada komparator dan akan
didapatkan nilai pH perairan tersebut.
Kisaran pH pemeliharaan yang diperoleh pada pagi hari yaitu 7, begitu
pula untuk pH sore hari antara 7 8. Tidak ada fluktuasi yang ekstrim,
biasanya nilai pH turun setelah terjadi hujan, tetapi masih dalam kondisi baik,

91

pH biasanya naik sejalan dengan kenaikan oksigen terlarut dalam air (DO)
yaitu saat sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryani (2006), untuk
suatu kolam budidaya yang produktif, pH yang terbaik adalah antara 6,5
8,5.

c. Oksigen Terlarut
Pengukuran DO bertujuan untuk mengetahui fluktuasi perubahan DO
selama pemeliharaan berlangsung. Pengukuran DO dilakukan 2 kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari dengan menggunakan DO meter dengan
ketelitian 0,1 mg/l. Cara pengukuran DO yaitu :
1. Hidupkan power On pada DO meter sampai menunjukkan angka
00.00
2. Lalu colokkan kabel kedalam songket dan geser tombol DO ke
tombol CAL.untuk melakukan kalibrasi dengan oksigen di udara
sampai mencapai kisaran 20.09
3. Setelah itu langsung geser tombol CAL. ke tombol DO
4. Lalu celupkan batang sensor DO kedalam air
5. Lihat sampai menunjukkan angka yang stabil

92

Gambar 16. Pengukuran DO

Hasil pengukuran DO pada kolam terpal dapat dilihat dalam Gambar 17.

Pengukuran DO Kolam 2
6
5
4
3
Oksigen terlarut 2
1
0

Pagi
Sore

Hari-ke

Gambar 17. Grafik Oksigen terlarut harian pada kolam 2


Dari hasil pengamatan di lapangan kadar DO pada kolam 2 adalah 0,5
5,5 mg/l. Kadar oksigen tinggi biasanya saat sore hari yaitu saat puncak hasil
proses fotosintesis oleh plankton dan tumbuhan air dan rendah saat tidak
terjadi fotosintesis dan terjadi respirasi yaitu saat malam menjelang pagi hari.
Hal ini tidak sesuai dengan Amri dan Khairuman (2005), untuk
mempertahankan tingkat pertumbuhan gurami, sebaiknya kadar oksigen di
dalam kolam minimum 2 ppm.
Tetapi dalam kondisi kadar oksigen seperti diatas ikan gurami disini
jarang terjadi masalah karena kekurangan oksigen dan masih tumbuh dengan
baik, karena ikan gurami bisa mengambil oksigen dari udara bebas. Hal ini

93

sesuai dengan pendapat Amri dan Khairuman (2005), gurami termasuk salah
satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen karena mampu
mengambil langsung oksigen dari udara bebas, bahkan gurami dapat bertahan
hidup lama di darat tanpa air, sehingga oksigen bukan merupakan faktor
pembatas ikan gurami.
d. Amoniak dan Nitrat
Pengukuran amonia dan nitrat dilakukan satu kali dalam seminggu.
Pengukuran amonia dan nitrat bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar
amonia dan nitrat di dalam kolam selama pemeliharaan berlangsung.
Pengukuran amonia dan nitrat menggunakan testkit amonia dengan jangkauan
0 8 ppm dan testkit nitrat dengan jangkauan 0 100 ppm.

Gambar 18. Pengukuran Amonia


Berikut ini adalah hasil pengukuran kadar amonia pada budidaya ikan
gurami di kolam terpal dapat dilihat pada Gambar 19.

94

Pengukuran Amonia
2
amonia (mg/l)

1
0

kolam 2
kolam 3
kolam 4
kolam 5

Hari-ke

Gambar 19. Grafik Amonia pada Setiap Kolam


Dari hasil pengamatan di lapangan kadar amonia pada keseluruhan kolam
adalah 0,25 1 ppm. Dari hasil pengamatan kadar nitrat di dalam perairan
bernilai 12,5 ppm. Hasil ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), kadar
amonia dalam air untuk budidaya ikan gurami sebaiknya < 1 ppm.
Dengan kadar amonia yang tidak melebihi dari 1 ppm kualitas air akan
tetap terjaga dalam kondisi baik dan ikan gurami dapat hidup dan tumbuh
dengan baik, tetapi jika kadar amonia melebihi batas 1 ppm maka kualitas air
menjadi buruk dan dapat mengganggu kehidupan ikan gurami karena bisa
meracuni bahkan mematikan ikan karena kadar amonia yang terlalu tinggi.
5.5.2. Penyifonan
Penyifonan atau pembersihan kotoran pada dasar kolam disini dilakukan
setiap satu bulan sekali atau bahkan jika kandungan amonia di dalam kolam
sudah tinggi atau > 1 ppm maka harus dilakukan penyifonan kolam. Penyifonan
dilakukan dengan cara menyedot bagian dasar kolam dengan selang spiral
menggunakan sistem gravitasi atau bisa dengan bantuan mesin diesel.
Air kolam yang disifon biasanya dikurangi 30 50% lalu diisi dengan air
bersih baru dan dilakukan penggaraman pada kolam dengan dosis 100 g/m 3
dengan tujuan agar membunuh bibit penyakit yang masuh pada air baru.
Hal ini sesuai dengan pendapat Agromedia (2010), penyifonan dilakukan
dengan menggunakan pompa dengan menyedot kotoran yang berada di dasar
kolam menggunakan selang yang telah dimodifikasi sehingga kotoran bisa

95

dikeluarkan. Penyifonan dilakukan hingga ketinggian air di kolam berkurang 20


30 cm. Setelah itu, tambahkan air baru hingga ketinggian semula. Untuk
mencegah masuknya penyakit dari air yang baru, taburkan garam 100 gram/m3
setelah penyifonan.

Gambar 20. Proses penyifonan kolam terpal


Penyifonan harus dilakukan rutin, biasanya 2 4 minggu sekali. Jika
tidak dilakukan penyifonan ikan akan mabuk karena teracuni oleh amonia dan
bisa mati bahkan ikan dewasa sekalipun. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi
(2010), jika penyifonan terlambat dilakukan, tumpukan kotoran di dasar kolam
sudah sangat banyak, ikan akan muncul ke permukaan kolam dan megap-megap
karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi karena di dasar kolam terjadi
penumpukan amonia dan nitrit. Lama-kelamaan ikan akan teler dan lemas
karenanya.
Air kolam yang sudah buruk ditandai dengan bau pada air kolam, bau
yang ditimbulkan karena tumpukan amonia yang sudah banyak di kolam
tersebut maka haruslah dilakukan pembersihan dasar kolam. Dengan mengetahui
tanda bahwa kadar amonia dalam kolam sudah tinggi maka bisa dilakukan
penanganan secara cepat dan tepat agar kualitas air bisa dijaga tetap dalam
kondisi baik agar ikan bisa hidup dan tumbuh dengan optimal.
5.5.3.

Aplikasi Probiotik

96

Probiotik yang digunakan selama pemeliharaan yaitu probiotik dengan


merk Pro-Big-Fish yaitu buatan sendiri oleh Pandanarum Gurami. Kegunaan
probiotik adalah untuk mempercepat pertumbuhan plankton, menjaga kestabilan
perameter kualitas air pada kondisi optimum, menekan mikrobia merugikan
(pathogen) dengan meningkatkan mikrobia menguntungkan dan meningkatkan
produktivitas

tambak.

Probiotik

diaplikasikan

sejak

persiapan

media

pemeliharaan hingga menjelang panen.


Pemberian probiotik dilakukan satu bulan sekali dan pada saat persiapan
dan pada saat air kolam mengalami gangguan/penurunan kualitas air yang
menyebabkan ikan tidak mau makan.pemeliharaan. Selain itu mikroba-mikroba
tersebut dapat menjaga kestabilan kualitas air dengan cara mempercepat
penguraian bahan-bahan organik menjadi senyawa lebih sederhana yang sangat
bermanfaat bagi pertumbuhan plankton serta menguraikan zat-zat beracun yaitu
amonia yang sering menjadi permasalahan budidaya ikan gurami dan ikan lain
yang menggunakan sistem tertutup. Amonia dihasilkan dari kotoran ikan, sisa
pakan, dan plankton mati yang telah mengedap dalam air dan bersifat racun.
Dengan aplikasi probiotik air diharapkan mampu memperbaiki kualitas
air yang buruk, probiotik air mengadung bakteri pengurai amonia dan bakteri
pengurai lainnya, diantaranya adalah Nitrosomonas, Nitrobacter, dan Bacillus
sp. yang akan bekerja menguraikan bahan berbahaya/amonia menjadi bahan
yang bermanfaat/nitrat yang akan dimanfaatkan oleh pankton sebagai makanan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), amonia berada dalam air karena
pemupukan, kotoran biota dan hasil kegiatan jasad renik di dalam pembusukan
bahan organik yang kaya akan nitrogen (protein). Senyawa ini dapat digunakan

97

oleh fitoplankton dan tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh
bakteri dalam proses nitrifikasi terutama Nitrosomonas dan Nitrobacter.
Probiotik ini diramu sendiri dengan menggunakan bahan rempahrempah, susu, gula, tetes atau molase yang akan digunakan sebagai media
perkembangbiakan bakteri yang diinokulasikan agar populasi bakterinya
menjadi banyak.

Gambar 21. Probiotik Terapi Air Pro-Big-Fish


5.6. Monitoring Kesehatan Ikan
Monitoring ikan dilakukan untuk mengetahui perkembangan ikan secara
kesehatan maupun pertumbuhannya. Monitoring kesehatan ikan dilakukan dengan
cara melihat pengamatan kondisi ikan dan melihat aktivitas serta nafsu makan
ikan dalam kolam. Kegiatan ini dilakukan kerena apabila ditemukan masalah
visual dari tubuh ikan dan ada masalah lain seperti ikan tidak mau makan atau
terkena penyakit dapat segera dilakukan penanggulangan.
5.6.1.

Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling. Sampling

merupakan pengambilan ikan pada satu titik pada setiap kolam yang dilakukan
secara rutin dan dilakukan pada pagi hari hal ini dilakukan karena pada pagi hari
suhu tidak terlalu panas yang akan menyebebkan ikan menjadi stres. Sampling
bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan, biomassa, ABW dan untuk
menentukan jumlah pakan. Sebelumnya disini tidak pernah dilakukan sampling
ikan dan penentuan pakan berdasarkan perkiraan. Maka saya melakukan

98

sampling ikan di kolam tersebut dengan mengambil sampel secara acak dengan
serokan jaring lalu dihitung.
Sampling menggunakan serokan jaring karena jika menggunakan jala
maka akan merusak ikan karena sisik dan siripnya tersangkut pada jala yang
akhirnya akan mengakibatkan ikan menjadi stres. Selain itu jika sampling terlalu
sering dilakukan dan dengan banyak titik yang diambil dalam satu kolam maka
ikan akan menjadi stres karena sering diobok dan ditangkap. Maka sampling
yang saya lakukan dengan menggunakan serokan dan mengambil beberapa titik
sampel secara acak dilakukan 7 hari sekali.
Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Puspowardoyo dan Djarijah
(2003), pengontrolan pertumbuhan ikan dilakukan setiap 1 2 bulan sekali,
yaitu dengan mengambil beberapa ekor ikan kemudian ditimbang dan diukur
panjangnya.
Pengontrolan pertumbuhan yang dilakukan disini tidak dilakukan sesuai
dengan pendapat diatas karena tidak pernah dilakukan sampling, dan sampling
yang saya lakukan tidak sesuai dengan waktu pengontrolan pertumbuhan sesuai
anjuran diatas tetapi hasil yang didapat bisa dilihat perubahan pertumbuhannya.

Gambar 22. Sampling ikan


Perhitungan

laju

pertumbuhan

menggunakan rumus :
ADG ( g /hari) =

W2 - W1
t

harian

dapat

dilakukan

dengan

99

Keterangan :
W1

= rata-rata berat total akhir (g)

W2

= rata-rata berat total awal (g)

= waktu peeliharaan (hari)

Hasil sampling yang dilakukan selama kegiatan praktek dapat dilihat


pada Gambar 23. dan Gambar 24.

Grafik Pertambahan Berat


140
120

berat (gr)

100

kolam 2

80

kolam 3

60

kolam 4

40

kolam 5

20
0

sampling ke-

Gambar 23. Grafik Pertambahan Berat Ikan Gurami


Dari hasil sampling diatas, didapatkan pertambahan berat yaitu 5 20
gram per 7 hari pada setiap sampling. Hasil sampling dan laju pertumbuhan
harian dapat dilihat pada lampiran 4.

100

Grafik Laju Pertumbuhan


3
2.5
kolam 2

kolam 3

berat (gr/hari) 1.5

kolam 4

kolam 5

0.5
0

sampling ke-

Gambar 24. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Gurami


Dari hasil sampling diatas, didapatkan pertambahan berat per 7 hari yaitu
berkisar antara 5 20 gr dan laju pertumbuhan rata-rata harian pada masingmasing petak, nilai yang diperoleh berkisar antara 0.7 2.8 gr/hari. Hasil ini
sesuai dengan pendapat Sarwono dan Sitanggang (2002), pertumbuhan individu
gurami per hari rata-rata hanya mencapai 2,0 gram
Dengan laju pertumbuhan harian seperti diatas, ikan gurami bisa dipanen
dalam waktu 10-12 bulan, tetapi jika dioptimalkan kembali pada pemeliharaan
yaitu pada pengelolaan pakan dan pengelolaan kualitas air maka ikan gurami
bisa dipanen dalam waktu kurang dari 10 bulan dan dengan laju pertumbuhan
yang lebih tinggi.
5.6.2.

Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)


Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan dengan melakukan

pengontrolan jumlah gurami yang mati setiap harinya untuk mengetahui tingkat
kelangsungan hidupnya. Selain itu bisa juga dilakukan dengan cara menghitung
jumlah ikan pada saat panen dan membagikan dengan ikan pada awal tebar
maka akan didapatkan hasil tingkat kelangsungan hidup.

101

Pada praktek ini didapatkan tingkat kelangsungan hidup ikan gurami saat
pemeliharaan yaitu.
SR = (Nt/No) x 100 %

= ( 1880 ekor / 2000 ekor ) x 100 %


= 94 %

Dari hasil penghitungan didapatkan hasil bahwa ikan yang ditebar awal
sejumlah 2000 ekor dan pada saat panen didapatkan ikan dengan jumlah 1880
ekor sehingga didapatkan tingkat kelangsungan hidup ikan adalah 94 %. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kordi (2010), sintasan atau kelangsungan hidup
(survival rate) ikan gurami yang dipelihara di kolam terpal lebih tinggi, dapat
mencapai 95%. Hal tersebut karena pengawasan yang lebih mudah dan intensif.
Tingkat kelangsungan hidup ikan gurami disini dapat dikatakan baik,
karena selama pemeliharaan tidak banyak ditemukan ikan yang mati dan
hasilnya ikan gurami yang dipanen masih dalam kisaran jumlah yang banyak.

5.6.3.

Food Convertion Ratio (FCR)


Pengamatan konversi pakan dilakukan dengan mengetahui jumlah pakan

yang habis dari awal sampai panen. Konversi pakan dihitung dengan cara
membagi antara jumlah berat total pakan yang habis dengan jumlah berat total
ikan hasil panen. Disini konversi pakan yang dapat saya hitung adalah.
FCR =

Jumlah Pakan yang Habis Diguanakan


Biomassa Ikan yang Dihasilkan

102

1260 kg
864,8 kg

= 1,45

Dari hasil penghitungan didapatkan bahwa satu petakan kolam dengan


jumlah tebar ikan awal 2000 ekor sampai dengan panen menghabiskan 1260 kg
pakan dan saat panen didapatkan hasil ikan dengan berat 864,8 ekor. Maka
didapatkan konversi pakan yaitu 1,45 artinya setiap pemberian pakan sejumlah
1,45 kg akan menghasilkan 1 kg daging ikan gurami. Jadi dengan konversi
pakan seperti itu menunjukkan konversi pakan dalam kondisi normal dengan
artian pakan : daging 1,45 : 1.
Dengan konversi pakan seperti diatas maka pemeliharaan ikan gurami
disini dapat dikatakan masih dalam kondisi yang baik, karena pakan yang
dihabiskan tidak melebihi dua kali lipat pertambahan berat ikan yang dihasilkan.

5.7. Hama dan Penyakit


5.7.1. Hama
Hama yang ditemukan selama pemeliharaan ikan gurami di Pandanarum
gurami adalah ular, kadal, kucing, burung, siput, berudu, katak dan manusia.
Hama di dalam budidaya ikan gurami digolongkan menjadi empat, yaitu :
predator (pemangsa), penyaing (kompetitor), perusak sarana dan pencuri.
Predator adalah organisme yang dapat memangsa ikan peliharaan. Jenis-jenis
hama predator yang sering ditemukan dikolam yaitu : ular, katak, kadal, burung,
kucing. Jenis hama predator ini terutama menyerang ikan dengan cara

103

memakannya. Hama ini biasanya memangsa ikan-ikan yang masih kecil, mereka
bersembunyi di sekitar pematang kolam yang kotor dan banyak tempat
bersembunyi seperti rumput, dedaunan kering dll.
Maka untuk pencegahan dari hama tersebut harus sering dilakukan
sanitasi areal kolam seperti membersihkan pematang dari rerumputan dan benda
yang tidak diperlukan agar tidak terdapat lagi tempat persembunyian hama
tersebut. Salah satu hama yang menyerang ikan gurami selama praktek dapat
dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Ular, salah satu hama (predator) ikan gurami

Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), predator adalah


hewan yang secara langsung membunuh dan memakan ikan yang dibudidayakan
sehingga jumlahnya di dalam kolam menjadi berkurang. Jenis-jenis hewan
pemangsa yang biasa ditemukan di kolam pemeliharaan di antara ular, biawak,
burung, katak dan sero (lingsang).

104

Kompetitor adalah organisme yang dapat menyaingi ikan dalam hal


dapat memakan ruang hidup dan oksigen. Akibatnya jatah makanan ikan
berkurang sehigga menghambat pertumbuhan. Jenis hama kompetitor yang
ditemukan dikolam ikan gurami adalah : larva katak (kecebong), larva serangga,
serangga air, siput kecil. Hama tersebut walaupun tidak merugikan ikan secara
langsung tetapi merugikan untuk tempat hidup ikan tersebut. Hama tersebut juga
menjadi pesaing untuk mendapatkan makanan dan oksigen.
Salah satu hama yang menjadi kompetitor ikan gurami selama praktek
dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Siput kecil, hama (kompetitor) ikan gurami


Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2009), keberadaan hewan
atau tumbuhan penyaing di dalam kolam dapat menimbulkan beberapa kerugian.
Salah satunya menghambat pertumbuhan gurami melalui persaingan makanan,
baik makanan alami maupun makanan tambahan, persaingan oksigen, dan

105

persaingan tempat. Adapun jenis-jenis hewan dan tumbuhan penyaing yang


sering dijumpai di kolam pemeliharaan di antaranya adalah udang, lumut
(spirogyra), berudu, ikan seribu, ikan mujair, dan siput.
Hama perusak adalah organisme yang dapat merusak sarana budidaya.
Contoh yang paling umum adalah ular, belut. Hewan ini membuat lubang-lubang
di pematang kolam sehingga menyebabkan kebocoran. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mahyuddin (2009), hama perusak dapa menimbulkan beberapa
kerugian, diantaranya menyebabkan kerusakan pada pematang kolam. Kerugian
paling besar adalah terjadinya kebocoran yang diakibatkan oleh kepiting dan
belut yang membuat lubang pada pematang.
Pencuri digolongkan sebagai pemangsa. Pencuri adalah hama atau
pemangsa yang sangat berbahaya karena sifat gangguannya terhadap ikan
budidaya lebih parah. Dalam waktu singkat, sebuah kolam ikan bisa kosong
total akibat dimangsa oleh pencuri. Pengalaman warga di sekitar yang
membudidayakan ikan gurami disini pernah mengalami gangguan hama yaitu
pencuri, pencuri sangat merugikan karena mereka beraksi pada malam hari, saat
sehari ikan akan dipanen ternyata keesokan paginya ikan sudah tinggal beberapa
ekor saja.
Sebagai antisipasi dan penanggulangan hama tersebut diatas maka disini
dilakukan pemagaran kolam dengan menggunakan jaring penghalang agar tidak
ada hama yang masuk kedalam kolam dan mencegah ikan melompat keluar
petakan kolam. Selain itu haruslah dilakukan pembersihan areal kolam secara
rutin untuk membersihkan tempat yang dapat digunakan untuk bersembunyi hama

106

tersebut. Serta dilakukan kontrol secara rutin pada kolam pemeliharaan agar bisa
memantau segala hama yang masuk dan akan menyerang ikan, dan dilakukan
penjagaan di areal kolam agar menghindari tindakan pencurian.
Hal ini sesuai dengan pendapat Agromedia (2006), hama dan penyakit
menjadi momok bagi para petani gurami. Cara paling praktis untuk mencegahnya
adalah menjaga sanitasi lingkungan tempat pemeliharaan. Untuk mencegahnya
perlu diperhatikan faktor-faktor, seperti tingkat kepadatan tebar, kualitas air, dan
banyaknya jumlah pakan yang diberikan.
5.7.2. Penyakit
Di lokasi praktek kondisi ikan selama masa pemeliharaan dapat dinyatakan
dalam kondisi yang sehat dan bagus. Hal ini ditandai dengan kondisi ikan yang
aktif, anggota tubuh masih lengkap serta responsif terhadap pakan dan responsif
terhadap adanya rangsangan dari luar. Hal ini diduga karena kondisi dan
kesehatan ikan yang bagus dengan ditunjang oleh penggunaan probiotik. Probiotik
yang digunakan akan memperbaiki media pemeliharaan yaitu kualitas air.
Lingkungan budidaya yang baik diharapkan dapat membantu ikan dalam
mempertahankan kesehatannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010), pada prinsipnya penyakit
yang menyerang ikan budidaya tidak datang begitu saja, melainkan melalui
hubungan tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kualitas air), kondisi inang (biota
budi daya), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Tetapi dalam pasca
penebaran dikolam nomor 7, 8, 9 ditemukan ikan yang terserang penyakit.
Penyakit yang menyerang adalah jamur, penyakit ini menyerang ikan beberapa

107

hari setelah ditebar. Penyakit ini mempunyai ciri yaitu menyerang ikan dengan
jamur yang tampak seperti kapas yang menyelimuti tubuh ikan dan membusukkan
bagian tubuh ikan dan akhirnya ikan mati. Ikan yang terserang jamur ini biasanya
menunjukkan aktifitas yang aneh, gerakan berenang yang tidak normal, kadang
berenang dipermukaan, tidak nafsu makan dan tubuh diselimuti benang halus
seperti kapas. Diduga penyakit ini timbul karena persiapan kolam yang kurang,
jadi masih terdapat bibit penyakit dalam kolam dan menyerang ikan yang dalam
kondisi kurang sehat. Pencegahan penyakit ini adalah dengan melakukan
penggaraman dengan garam ikan yang ditebar langsung dikolam pemeliharaan
dengan dosis 4 kg untuk 1 petakan kolam seluas 100 m2.
Selama praktek terdapat ikan yang terserang penyakit jamur, dapat dilihat
pada Gambar 27.

Gambar 27. Ikan yang terserang penyakit jamur (kiri) dan garam ikan (kanan)

108

5.8. Panen dan Pasca Panen


5.8.1. Panen
Pemanenan dilakukan ketika ikan sudah mencapai ukuran konsumsi dan
sesuai permintaan pasar. Ikan yang dipanen berukuran beragam mulai dari ukuran
350-500 gr dan 500-800 gr serta 1 kg/ekor. Biasanya ikan yang berukuran berat
350-500 gr berasal dari permintaan pemancingan untuk dijadikan ikan pancingan,
ikan yang berukuran berat 500-800 gr biasanya dari permintaan rumah makan dan
ikan berukuran 1 kg akan dipesan oleh rumah makan khusus tetapi jarang sekali
datang permintaan untuk ikan yang berukuran 1 kg/ekor dan harganya pun lebih
murah dari ikan yang berukuran dibawahnya dikarenakan permintaannya yang
sedikit.
Sistem panen disini dengan memanggil tukang panen sekaligus membeli
ikan yang dipanen, tukang panen sudah menyediakan alat dan transportasi yang
digunakan untuk pemanenan dan sekaligus melakukan pemanenan ikan. Jadi
pemilik tinggal mendapat hasil bersih dari hasil panen tersebut.
Disini saya terlibat dalam tiga kali panen, yaitu panen pertama pada
tanggal 3 Mei 2013 yaitu panen di kolam sektor timur petakan 11 dan 12.
Dilakukan panen karena kolam sudah tidak bisa menahan air karena kebocoran
kolam sehingga harus sering dilakukan penambahan air, selain itu kondisi kolam
yang kurang dalam menyebabkan ikan gurami sering loncat keluar kolam
sehingga diputuskan untuk dipanen karena tidak ada tempat lain lagi untuk
menampung ikan gurami tersebut. Panen kedua yaitu pada tanggal 24 dan 26 Mei
2013 di kolam sektor timur kolam 13. Dilakukan panen dikarenakan kepadatan
ikan sudah melebihi batas karena ikan di kolam 13 berasal dari campuran kolam-

109

kolam sebelumnya. Dilakukan panen parsial dengan mengambil ikan yang besar
atau sesuai permintaan dan menyisakan ikan yang berukuran agak kecil. Ikan
sudah berumur 10 bulan. Panen ketiga yaitu panen di kolam sektor utara pada 10
Juni, dilakukan panen karena sudah mencapai ukuran permintaan, dan dilakukan
panen seluruhnya.
5.8.2. Waktu Panen
Panen dilaksanakan pada saat ikan berukuran sesuai permintaan pasar, yaitu
berbeda-beda sesuai ukuran berat ikan. Ikan yang berukuran 350 500 gr yang
dipesan untuk pemancingan biasanya dipanen pada saat ikan berumur 6 8 bulan
pemeliharaan dari benih ukuran silet. Ikan yang berukuran 500 800 gr yang
biasanya dipesan oleh rumah makan dipanen pada saat ikan berumur 8 10 bulan
pemeliharaan yang sama. Ikan yang telah berukuran 1 kg/ekor biasanya dipanen
pada saat ikan berumur 12 bulan/1 tahun. Panen bisa juga dilakukan secara
parsial/sebagian untuk mengurangi kepadatan ikan di kolam.
Panen ikan gurami disini dilakukan pada pagi, siang atau sore hari baik
cuaca cerah ataupun hujan. Untuk mengurangi stres pada ikan maka pada saat
penangkapan ikan dilakukan pemasukan air baru dengan pompa diesel.
Pemanenan ikan gurami biasanya membutuhkan waktu 2 3 jam. Hal ini sesuai
dengan pernyatan Saparinto (2008), pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat
teduh, yaitu pada pagi atau sore hari. Hal tersebut dilakukan agar gurami yang
dipanen tidak rusak karena sengatan sinar matahari. Waktu panen yang cukup
lama dalam suhu yang tinggi (siang hari) akan mempercepat kerusakan dan
menurunkan mutu ikan.
5.8.3. Teknik Panen

110

Teknik panen di kolam terpal ini dengan cara langsung masuk kedalam
kolam tanpa menyurutkan tetapi apabila air kolam terlalu tinggi maka harus
dilakukan pengurangan terlebih dahulu agar mempermudah proses pemanenan.
Pengurangan air kolam menggunakan pompa diesel dan selang spiral dengan
penyaring pada bagian ujungnya.
Setelah dirasa air kolam sudah tidak terlalu tinggi maka bisa dimulai
penanenan, pemanenan menggunakan jaring dengan berbahan jaring halus
berukuran panjang 6 m dan ukuran mata jaring 0,1 mm dengan pelampung dan
pemberat berupa rantai. Jaring dibentangkan didalam kolam lalu ikan digiring ke
tepian kolam dan jaring ditahan pada kedua sisinya lalu dimulailah pemanenan
dengan menangkap satu per satu ikan gurami di dalam kolam. Hal ini sesuai
dengan pendapat Agromedia (2006), panen ikan konsumsi dilakukan dengan
menggunakan jaring. Jaring tersebut dibentangkan lalu ditarik oleh dua orang
secara perlahan-lahan. Setelah sampai ke salah satu sisi kolam jaring diangkat
sehingga gurami mudah untuk diambil dan dipilih yang ukurannya memenuhi
syarat konsumsi. Berbeda dengan panen benih, untuk ikan konsumsi tidak perlu
mengeringkan kolam, cukup mengurangi air hingga setinggi jaring.
Pemanenan ikan gurami harus dilakukan secara hati-hati tidak seperti
panen ikan lainnya, panen ikan gurami harus dilakukan secara halus dan hari-hari
karena ikan gurami adalah ikan yang sering kaget dan jika sudah kaget mereka
akan saling bertabrakan dan akhirnya bisa melukai satu sama lain atau bahkan
melukai pemanen. Ikan ditangkap satu persatu dari dalam jaring tersebut dan
diangkat lalu dimasukkan kedalam blong/drum panen. Menangkap ikan gurami
ada tekniknya, jika salah cara menangkapnya maka ikan akan langsung meronta

111

dan dan durinya bisa melukai tangan pemanen. Cara menangkap ikan gurami
yaitu pegang ikan gurami mulai dari bagian bawah/perut dan bagian punggung
lalu angkat secara perlahan dan hati-hati dengan posisi tubuh ikan terbalik maka
ikan tidak akan meronta, walaupun meronta tetapi tidak segesit ketika ikan
tersebut tidak dalam posisi tubuh terbalik.
Seluruh ikan yang berada di dalam jaring ditangkap sambil dilakukan
pemilahan ukuran/grading sesuai dengan jenis permintaan dan memisahkan dari
ikan yang tidak normal/cacat karena ikan yang cacat tubuhnya tidak akan bisa
bertahan lama dalam perjalanan seperti ikan yang normal, lalu masukkan ke
dalam blong/drum plastik dan setelah semua drum penuh maka angkat drum
tersebut ke luar kolam untuk dilakukan pemilahan dan penimbangan.
Ikan yang berada dalam drum akan dipilah lagi dan ditimbang beratnya,
penimbangan dilakukan dengan cara menimbang drum yang berisi air lalu ikan
dimasukkan ke dalam blong lalu timbang dan akan didapatkan berat ikan yaitu
berat total (air dengan ikan) dikurangi berat air awal. Penimbangan dilakukan
menggunakan timbangan gantung dengan ketelitian 0,5 kg dan dengan beban
maksimal 110 kg dan cara menimbangnya dengan dipikul oleh dua orang
menggunakan kayu atau bambu lalu blong digantungkan pada timbangan lalu
geser pemberat pada timbangan sampai seimbang dan didapatkan hasilnya. Panen
dilakukan sampai ikan dikolam habis, dan ikan yang tidak masuk dalam kriteria
panen akan dipelihara sendiri dalam wadah yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mahyuddin (2009), ikan yang ditangkap dimasukkan ke wadah
penampungan, langkah selanjutnya gurami disortir berdasarkan ukuran yang
diingingkan, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke wadah pengangkutan.

112

Apabila ada gurami yang masih kecil ikut tertangkap, sebaiknya dilepaskan
kembali untuk dipelihara lebih lanjut.
Proses pemanenan ikan gurami bisa dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Proses pemanenan ikan gurami


5.8.4. Pengangkutan
Ikan gurami yang dipanen dipasarkan dari kota Surabaya, Yogyakarta
hingga Jakarta. Pengangkutan dalam panen ikan gurami ini dilakukan dengan cara
pengangkutan basah ikan hidup, yaitu ikan dipanen secara hidup dan diangkut
dengan menggunakan jurigen volume 32 liter yang berisi air bersih dan disusun
dalam mobil bak terbuka lalu ditutup dengan menggunakan pelepah pisang dan
siap untuk ditransportasikan tanpa menggunakan aerasi atapun es. Ikan yang
diangkut bisa bertahan sampai 36 jam dengan menggunakan transportasi mobil
bak, satu mobil bak bisa menampung 1,5 kW ikan. Ikan gurami akan lebih tinggi
harganya jika dipasarkan secara segar atau dalam kondisi masih hidup. Ikan yang

113

bagus bisa dilihat dari ciri fisik yaitu matanya bening dan badannya berlendir.
Pengangkutan ikan gurami konsumsi bisa dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Pengangkutan ikan gurami menggunakan mobil dengan jurigen


Ikan gurami dimasukkan ke dalam jurigen yang sudah berisi air bersih dan
diisi 10-12 ekor ikan gurami setiap jurigen. Lalu untuk pengiriman jarak yang
cukup jauh jurigen diberikan tutup berupa pelepah pisang agar air dalam jurigen
tidak berkurang karena tumpah saat perjalanan.

5.9. Analisa Usaha


5.9.1.
Biaya Investasi
Biaya investasi untuk memulai usaha pembesaran ikan gurami adalah
sebesar Rp.15.076.000 yang digunakan untuk penyediaan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan. Biaya operasional yang dibutuhkan meliputi biaya tetap dan
biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, tenaga kerja dan
sedangkan biaya tidak tetap meliputi, kebutuhan pakan, benih, probiotik dan
lain-lain. Biaya tetap yang dibutuhkan selama 1 tahun sebesar Rp. 6.578.200

114

dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 48.158.000. Rincian biaya tetap dan tidak
tetap dapat dilihat pada Lampiran 5.
5.9.2.
Biaya Total
Biaya total adalah jumlah seluruh biaya tetap dan biaya operasional atau
biaya variabel.
Biaya total = biaya tetap + biaya variable
= Rp. 6.578.200+ Rp. 48.158.000
= Rp. 54.736.200
5.9.3.
Analisa Finansial
a. Pendapatan Usaha
Selama pemeliharaan menghasilkan panen dengan total rata-rata 864,8
kg/kolam dengan harga jual Rp.25.000/kg. Dalam satu tahun dioperasikan
4 kolam, maka di peroleh hasil dengan perhitungan sebagai berikut :

Pendapatan/kolam

= Rp. 25.000 x 864,8 kg


= Rp. 21.620.000

Pendapatan/tahun

= Rp. 21.620.000 x 4 kolam


= Rp 86.480.000 /tahun

b. Analisa laba/rugi
Keuntungan

= Penerimaan Total biaya


= Rp. 86.480.000 Rp. 54.736.200
= Rp. 31.743.800 /tahun

c. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)


B/C Ratio

= Penerimaan / Total biaya

115

= Rp. 86.480.000 / Rp. 54.736.200


= 1,57
Berdasarkan perhitungan diatas dihasilkan B/C ratio sebesar 1,57 yang
artinya kegiatan usaha pebesaran ikan gurami

layak untuk diteruskan

karena nilai B/C Ratio > 1.


Keterangan :
1. B/C > 1, maka usaha budidaya udang layak untuk dilakukan.
2. B/C < 1, maka usaha budidaya udang tidak layak untuk dilakukan.
3. B/C = 1, maka usaha budidaya udang dalam keadaan impas.

d. Analisa Break Even Point (BEP)


Titik impas adalah suatu titik dimana perusahaan mengalami tidak
untung dan tidak rugi. BEP dapat ditinjau dari beberapa sudut seperti harga,
volume produksi dan sebagainya. Dengan ketentuan rata-rata Survival Rate
selama 1 tahun = 94%, rata-rata size selama 1 tahun = 460 g/ekor sehingga
rata-rata biomassa = 864,8 kg dengan harga jual per kg sebesar Rp. 25.000,-,
maka analisa BEP sebagai berikut :

BEP (harga) =

BEP (harga) =

Biaya Tetap
Biaya Variabel
1-(
)
Penjualan

Rp. 6.578.200
Rp. 48.158.000
1-(
)
Rp. 86.480.000

116

BEP (harga) =

Rp. 6.578.200
0,44

BEP (harga) = Rp . 14.950.454

BEP (Unit) =

BEP (harga)
X 1 Unit
Harga per unit

BEP (Unit) =

Rp. 14.950.454
X 1 Unit
Rp. 25.000/kg

BEP (Unit) = 598,01 kg

Dari perhitungan diatas dapat diketahui dari usaha pembesaran ikan


gurami tidak akan memperoleh keuntungan maupun kerugian jika
pendapatan yang di peroleh

Rp. 14.950.454

dari hasil penjualan ikan

gurami sebanyak 598,01 kg .


e. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi
Rumus analisa Payback Period (PP) yang digunakan adalah sebagai
berikut :

117

PP =

Investasi
x 1 tahun
Keuntungan+Penyusutan

15.076.000
x 1 tahun
31.743.800+ 3.378.200

15.076.000
x 1 tahun
35.122.000

= 0,42 tahun atau 5 bulan 12 hari

Hasil perhitungan Payback period di atas menunjukkan bahwa investasi


sebesar Rp.15.076.000 memerlukan waktu pengembalian selama 0,42 tahun atau
5 bulan 12 hari.

Anda mungkin juga menyukai