Anda di halaman 1dari 1

Noda Kopi Selarik Puisi

Oleh: Syukron Rizqi


Rindu itu masih membekas, jiwa yang sepi tersayat penyesalan
Engkau puisi yang tak sempat aku maknai
Hangat cintamu tertuang laksana secangkir kopi
Legam di mata, pahit rasa terlanjur larut dalam persepsi
Tiada tersentuh oleh jemari, hingga dinding cangkir melepas panas energi
Hangatnya tersapu oleh badai imaji yang derunya ideal sekali
Masih engkau tunggui aku
Dalam kehampaan mencoba menghibur diri
Ceriamu mulai luntur seiring asap hangat kopi yang perlahan berhenti mengepul
Tak jua ku pahami arti pucat pasi, sembunyi menepi kau tulis puisi
Secarik kertas usang tempat mencurah
Rasa terpendam kau paksa congkel ke permukaan lewat tajam pena
Kau acuhkan egomu namun tiada bergeming aku terbuai imaji
Dengan segenap cinta yang masih tersisa kau tampar agar aku tersadar
Cangkir keramik pun akan retak bila terlalu lama menampung harapan
Kini engkau pergi
Meninggalkan noda pada secarik kertas bergoreskan larik puisi
Perlahan coba ku pahami, aksara isyaratkan cinta
Namun engkau terlanjur pergi wahai puisi
Berlari dan mendekap jiwa merela diri mengemis apresiasi
Larut dalam hangatnya nafsu dunia seperti serbuk kopi lupa diri
Mungkin kau telah membenci
Meski sempat aku seruput cicipi secangkir dingin kopi
Bagimu nikmatnya tlah tumpah percuma
Tinggallah kini hambar ampas residu
Seperti tak pernah kita tambahkan gula dan mengaduknya rata
Manis cinta hanya ujung lidah yang peka
Andai engkau kembali, tamparlah aku dan caci maki
Akan ku balas dengan dekap hangat dari hati
Agar malaikat cinta menjadi saksi, berkenan hadir sekali lagi
Hangatkan kembali kopi dingin basi, terbitkan mentari di wajah pucat pasi
Selarik puisi ternoda kopi, kini aku mengerti arti cinta suci.

Anda mungkin juga menyukai