Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882.Penyakit ini mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama
di negara berkembang.Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh Mycobacterium tuberculosis.1
Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia.Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.Demikian juga, kematian wanita
akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata
waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial sampai dikucilkan oleh
masyarakat.2
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan
dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal
tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia
(global emergency).3
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
TB yang sulit ditangani.2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan

pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.3

BAB II
PEMBAHASAN
A. LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: Ny. R
i. No. Registrasi : 0038211
b. Jenis Kelamin : Perempuan
j. Nama RS : IS
c. Umur
: 43 tahun
d. Agama
: Islam
e. Pekerjaan
: Guru
f. Alamat
: Makassar
g. Tgl. MRS
: 29 Oktober 2013 pukul 20.22 WITA
2

h. Dokter jaga

: dr. KR

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
: Sesak napas
b. Anamnesis Terpimpin :
Sesak napas dialami sekitar 1 jam yang lalu sebelum masuk Rumah
Sakit, terus-menerus, memberat pada malam hari dan berkurang pada saat
istirahat, sesak napas sudah dialami sejak sebulan yang lalu. Batuk (+)
dialami sejak 1 bulan yang lalu disertai lendir berwarna putih dan
kental.Nafsu makan menurun sejak 2 minggu, sehingga pasien
mengalami penurunan berat badan sebesar 5 kg dalam kurun waktu 3
bulan.
c. Anamnesis Sistematis :
Nyeri kepala (-), pusing (-), kejang (-). Nyeri menelan (-), susah menelan
(-).Demam sejak seminggu yang lalu, menggigil (-), keringat malam
(+) sejak seminggu yang lalu. Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-). Lemas
(+), nyeri otot (-).BAK: lancar. kuning BAB : biasa, kuning.
d. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
1. Riwayat berobat 6 bulan dengan pengobatan OAT, berhenti pada
bulan ketiga karena terdiagnosis Tuberkulosis Paru sebelumnya.
2. Riwayat penyakit yang sama dalam satu rumah dalam hal ini ibu
3.
4.
5.
6.

kandung(+)
Riwayat kontak dengan penderita TB paru (+)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)

3. PEMERIKSAAN FISIS
a. Status Generalis :
1. Sakit sedang
2. Kesan Gizi Kurang
40
IMT = (1,54)2 = 16,86 kg/m2
3. Compos Mentis
b. Status Vitalis :
1. T : 130/90 mmHg
2. N : 100 x/menit,radialis
3. P : 30x/menit

4. S : 38,2C, axilla
c. Kepala :
1. Konjungtiva anemis +/+
2. Sklera ikterus -/3. Sianosis (+)
d. Leher :
1. Pembesaran kelenjar getah bening (+)
2. Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax :
1. I : simetris (kiri-kanan),bentuk dada (normochest), retraksi subcostal
(+)
2. P : vocal fremitus (kanan>kiri), massa tumor (-), nyeri tekan (-),
krepitasi (-).
3. P :
a. batas paru kanan depan (ICS V dextra anterior)
b. batas paru kanan belakang (vertebra thoracal XI)
c. batas paru kiri belakang (vertebra thoracal X)
4. A : Bunyi Pernafasan : vesicular
Bunyi Tambahan:Rh:Wh :
f. Jantung :
1. I : Ictus Cordis tampak
2. P : Ictus Cordis teraba
3. P : Pekak, batas jantung:
Atas

: ICS II

Kanan

: linea parasternalis sinistra

Kiri

: linea midclavicula sinistra

4. A : Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)


g. Abdomen :
1. I : Datar, ikut gerak napas.
2. A : Peristaltik (+), bising (-), kesan normal
3. P : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Hepar :tidak teraba
Lien : tidak teraba
4. P : Tympani (+), kesan normal
h. Ektremitas

1. Edema -/2. Deformitas -/3. Fraktur -/4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah rutin
b. Pemeriksaan sputum SPS (BTA)
c. Pemeriksaan foto thorax
d. EKG (Elektrokardiografi)
5. DIAGNOSIS
TB paru drop out/default.
6. DIAGNOSIS BANDING
a. Asma bronkhial
b. Bronkhitis kronik
c. Bronkiektasis
7. PENATALAKSANAAN/TERAPI
a. Tirah baring
b. O2 via nasal kanul (3-4 LPM)
c. IVFD RL 28 tpm
d. Nebulizer (Fentolin)
e. Paracetamol 500 mg, 3x1
f. Neurobion drips/24jam
8. PROGNOSIS
a. Quad ad vitam : Dubia
b. Quad ad bonam : Dubia
9. RESUME
Seorang perempuan 43 tahun, mengalami dypsnea sekitar 1 jam yang lalu
sebelum masuk Rumah Sakit, kontinu, memberat pada malam hari dan berkurang
pada saat istirahat, dypsnea sudah dialami sejak sebulan yang lalu, batukdialami
sejak 1 bulan yang lalu disertai lendir berwarna putih dan kental. Febris sejak
seminggu yang lalu, keringat malam (+) sejak seminggu yang lalu. Malaise (+),
atralgia (-).anoreksiasejak 2 minggu yang lalu, penurunan berat badan.
Riwayat berobat 6 bulan dengan pengobatan OAT berhenti pada bulan
ketiga,riwayat penyakit yang sama dalam satu rumah dalam hal ini ibu kandung (+),
riwayat kontak dengan penderita batuk lama (+).
5

Pada pemeriksaan fisis didapatkan :


a. Status Generalis : SS/GK/CM
b. Status vitalis :
T : 130/90 mmHg
N : 100 x/menit,radialis
P :30x/menit
S : 38,2C, axilla.
c. Kepala : konjungtiva anemis (+/+), sianosis (+)
d. Leher:pembesaran kelenjar gatah bening (+)
e. Thorax :Vocal fremitus kanan > kiri, retraksi subcostal (+)
Rh :
Wh :

B. DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis didapatkan pasien
mengalami sesak nafas sekitar satu jam sebelum masuk rumah sakit dan terusmenerus, memberat pada malam hari dan berkurang saat istirahat. Sesak nafas sudah
dialami sejak satu bulan yang lalu.Didapatkan pula batuk yang dialami sejak satu
bulan yang lalu disertai lendir berwarna putih dan kental.Demam sudah seminggu
yang lalu dan sering keringat malam.Nafsu makan menurun sejak dua minggu yang
lalu dan terjadi penurunan berat badan sekitar 5 kg selama 3 bulan.
Riwayat berobat 6 bulan dengan pengobatan OAT dan berhenti pada bulan
ketiga. Ibu kandung yang satu rumah pernah mengalami gejala yang sama danada
riwayat kontak dengan penderita TB paru.
Dari hasil pemeriksaan vital didapatkan:
a. Tekanan darah : 130/90 mmHg
b. Denyut nadi : 100x/menit
c. Pernapasan : 30x/menit
d. Suhu badan : 38,2o C, axilla
Terapi yang diberikan yaitu tirah baring, O2 via nasal kanul (3-4 LPM) untuk
memenuhi kebutuhan oksigen pasien karena sesak yang dialami, IVFD RL 28 tpm

untuk maintenance cairan. Paracetamol 500 mg 3 x 1 diberikan karena pasien


mengalami demam,Neurobion drips/24jam diberikan karena pasien mengalami
anemia. Pemberian ventolin dengan nebulizer. Ventolin mengandung salbutamol
sulfate yang berfungsi meredakan bronkospasme. Dengan adanya batuk darah dan
keringat malam sehingga kami menyingkirkan diagnosis bronkitis kronik,
bronkiektasis, asma dantuberkulosis paru sebagai diagnosis karena mendekati gejala
klinis yang ada.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan

oleh

basil

Mycobacterium

tuberculosis.

Sebagian

besar

basil

Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection


dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari
Ghon.Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuhlainnya.3,4
B. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGIRESPIRASI
1. ANATOMI
Organ-organ yang termasuk dalam saluran pernapasan terdiri dari saluran napas
atas dan saluran napas bawah sebagai berikut :
a. Saluran Nafas Bagian Atas

Gambar 1.Anatomi Saluran Napas atas5

i) Hidung eksternal
Berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini
tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroareolar.5

Gambar 2. Nares5

ii) Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari
bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus.6

Gambar 3. Faring5

Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring.


1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga yang membuka kearah rongga
nasal melalui dua naris internal (koana). Dua tuba Eustachius (auditorik)
menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi
untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu
perpanjangan palatum keras tulang.
3. Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan
gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
b. Saluran Nafas Bagian Bawah

Gambar 4.Saluran napas bagian bawah5

i)

Laring

Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring


adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan topang oleh
sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan.6
ii)

Trakea
Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan

diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini
merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra
toraks kelima tempatnya membela menjadi dua bronkus utama.6
iii)

Bronkus dan Percabangannya


Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan

lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan
trakea bawah ke kanan.6
Setiap bronkus primer bercabang sembilan sampai dua belas kali untuk
membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameternya yang semakin
kecil.Bronki disebut ekstrapulmonar sampai masuk paru-paru, setelah itu
disebut intrapulmonari.6
Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronchial
yang selanjutnya: bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.6

Gambar 5. Percabangan bronkus5

iv)

Paru-paru
Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara,

terletak dalam rongga toraks.Paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri
memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian
10

atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas
diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dari paru lain
oleh mediastinum, dan permukaan kostal terletak di atas kerangka iga.
Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya
pembuluh darah bronki, pulmonari, dan bronchial dari paru.6
Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
a. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,
mediastinum).
b. Pleura visceral melapisi paru dan bersambung dengan pleura parietal di
bagian bawah paru.
c. Rongga pleura (ruang intraplueral) adalah ruang potensial antara pleura
parietal dan visceral yang mengandung lapisan cairan pelumas.
d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak terisi jaringan paru.
4. FISIOLOGI
Respirasi (pernapasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan
pergerakan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel,
serta pergerakan pasif CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme
dari jaringan ke atmosfer. Organ organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi
wicara dan berperan dalam keseimbangan asam-basa, pertahanan tubuh melawan
benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.6
Respirasi terdiri dari respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi internal
atau seluler mengacu kepada proses metabolisme intrasel.6
Respirasi eksternal mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang
terlibat dalam pertukaran O2dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Respirasi ekternal meliputi empat langkah : Ventilasi, Difusi, Transportasi, dan
Regulasi.Secara fisiologis, Airway meliputi mekanisme Ventilasi yang melibatkan
Jalan Udara Pernafasan.6
a. Ventilasi

11

Gambar 6. Otot Pernafasan6

Pemicu yang mengontrol Ventilasi : dinding dada dan pleura; otot-otot


pernafasan (M. intercostalis dan M. diaphragmatica). Juga penggunaan otot aksesoris
respirasi (M. sternocleidomastoideus, M. scalenius, M. pectoralis, M. latissimus
dorsi) dalam menunjang situasi dimana kerja pernafasan meningkat.6
b. Difusi

Gambar 7. Difusi6

Pada orang normal dengan posisi tegak dan dalam keadaan istirahat, ventilasi
dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru. Sirkulasi pulmonal dengan
tekanan dan resistensi rendah mengakibatkan aliran darah di basis paru lebih besar
daripada di bagian apeks, disebabkan pengaruh gaya tarik bumi.6
Oksigen dapat diangkut dari paru ke jaringan-jaringan melalui 2 jalan : secara
fisik larut (sekitar 1,5%) dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb

12

sebagai oksiHb (HbO2 sekitar 98,5%). Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk
dibuang dilakukan dengan tiga cara. Sekitar 10% CO 2 secara fisik larut dalam
plasma, karena tidak sperti O2, CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20% CO 2
berikatan dengan gugus amino pada Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel darah
merah, dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO 3-). CO2
berikatan dengan air dalam reaksi berikut ini :
(CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-)
c. Regulasi

Regulasi6

Gambar 8. Proses

Otot-otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron
dan reseptor pada pons dan medulla oblongata.Pusat pernapasan merupakan bagian
sistem saraf yang mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama pada pengaturan
pernapasan adalah respons dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernapasan terhadap
tekanan parsial (tegangan) karbondioksida (PaCO2) dan pH darah arteri. Peningkatan
PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernapasan.6
Penurunan tekanan parsial O2 dalam darah arteri PaO2 dapat juga merangsang
ventilasi. Kemoreseptor perifer yakni badan karotis dan arkus aorta, peka terhadap
penurunan PaO2 dan pH, dan peningkatan PaCO2. Akan tetapi PaO2 harus turun dari
nialin normal kira-kira sebesar 90-100 mmHg hingga mencapi sekitar 60 mmHg
sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti.6
Otot polos terdapat pada trakea hingga bronkiolus terminalis dan dikontrol
oleh sistem saraf otonom.Persarafan parasimpatis (kolinergik) (melalui nervus vagus)
memberikan tonus bronkokonstriktor pada jalan napas.Rangsangan parasimpatis
13

menyebabkan bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel


goblet.Rangsangan simpatis terutama ditimbulkan oleh epinefrin melalui reseptor
reseptor adrenergik beta, dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus,
bronkodilatasi, dan berkurangnya sekresi bronkus. Stimulasi serat saraf ini terletak
pada nervus vagus dan menyebabkan bronkodilatasi, dan neurotransmiter yang
digunakan adalah nitrogen oksida.6
5. HISTOLOGI
Sistem pernapasan dibagi menjadi dua daerah utama, yaitu:7
a. Bagian konduksi, yang terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring,
trakea,bronki, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis.
b. Bagian respirasi (tempat berlangsungnya pertukaran gas), yang terdiri atas
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli.
Epitel Respirasi

Gambar 9. Mukosa Olfaktorius pada Hidung7


Epitel respirasi merupakan epitel bertingkat silindris bersilia yang mengandung
banyak sel goblet. Epitel respirasi yang khas terdiri atas 5 jenis sel:7
1) Sel terbanyak, sel epitel silindris bersilia.
2) Sel kedua terbanyak, sel goblet mukosa. Bagian apikal sel inimengandung
droplet mukus yang terdiri atas glikoprotein.
3) Sel silindris selebihnya dikenal sebagai sel sikat(brush cells) karena banyaknya
mikrovili pada permukaan apikalnya. Sel sikat memiliki ujung saraf aferen
pada permukaan basalnya dan dianggap sebagai sel reseptor sensorik.

14

4) Sel basal (pendek), yaitu sel bulat kecil yang terletak di atas lamina basal
namun tidak meluas sampai permukaan lumen epitel. Sel-sel ini diduga
merupakan sel induk generatif yang mengalami mitosis dan kemudian
berkembang menjadi jenis sel lain.
5) Jenis sel terakhir adalah sel granul kecil, yang mirip sel basal kecuali bahwa sel
ini memiliki banyak granul berdiameter 100-300 nm denganbagian pusat yang
padat.

Gambar 10.Histologi Sistem Pernapasan7

Histologi bronkus intrapulmonal mirip dengan histologi trakea dan bronkus


ekstra pulmonal, kecuali bahwa di bronkus intrapulmonal, cincin tulang rawan trakea
bentuk-C diganti denganlempeng tulang rawan. Semua tulang rawan di trakea dan
paru adalah tulang rawan hialin.7
Dinding bronkus intrapulmonal diidentifikasi oleh adanya lempeng tulang
rawan hialin. Bronkus juga dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia
dengan sel goblet. Dinding bronkus intrapulmonal terdiri dari lamina propria yang
tipis, lapisan tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkialis, lempeng tulang
rawan hialin, dan adventisia.7
Ketika bronkus intrapulmonal bercabang menjadi bronkus yang lebih kecil
dan bronkioulus, ketinggian epitel dan tulang rawan di sekitar bronkus berkurang,

15

sampai kadangkala hanya ditemukan potongan kecil tulang rawan. Bronkus dengan
diameter kurang dari 1 mm tidak memiliki tulang rawan.7
Di bronkiolus, lumen dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia
dengan adakalanya ditemukan sel goblet. Lumen menunjukkan lipatan mukosa akibat
kontraksi lapisan otot polos. Kelenjar bronkialis dan lempeng tulang rawan sudah
tidak ada, dan bronkiolus dikelilingi oleh adventisia. Pada gambar ini, suatu nodulus
limfoid dan vena dekat adventisia menyertai bronkiolus.7
Bronkiolus terminalis memperlihatkan lipatan mukosa dan dilapisi oleh epitel
silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan tipis lamina propria dan otot polos serta
adventisia mengelilingi bronkiolus terminalis.7
Bronkiolus repiratorius dengan kantung-kantung alveoli berhubungan langsung
dengan duktus alveolaris dan alveoli. Di bronkiolus respiratorius epitel yang silidris
rendah atau kuboid dan mungkin bersilia di bagian proksimal saluran. Lapisan
jaringan ikat tipis menyokong otot polos, serat elastis di lamina propria, dan
pembuluh darah yang menyertai alveoli di dinding bronkiolus respiratorius tampak
berupa kantung atau evaginasi kecil.7
Setiap bronkiolus repiratorius bercabang menjadi beberapa duktus alveolaris.
Dinding duktus alveolaris dilapisi oleh alveoli yang langsung bermuara ke dalam
duktus alveolaris. Kelompok alveoli yang mengelilingi dan bermuara ke dalam
duktus alveolaris disebut sakus alveolaris.7
Vena pulmonalis dan arteri pulmonalis juga bercabang sewaktu menyertai
bronkus dan bronkiolus ke dalam paru. Pembuluh darah kecil juga terlihat di jaringan
ikat trabekula yang membagi paru-paru menjadi berbagai segmen.7
Serosa atau pleura visceral mengelilingi paru. Serosa terdiri dari lapisan tipis
jaringan ikat pleura dan epitel selapis gepeng mesotelium pleura.7

C. ETIOLOGI
16

Mycobacterium

tuberculosis

termasuk

salah

satu

dari

limaspecies

Mycobacterium yaitu M. tuberculosis, M. canetti, M. africanum, M. pinnipedii.


Mycobacterium tuberculosismerupakan agen kompleks penyebab infeksi terutama di
daerah tropis.9
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab tuberkulosis dan patogen
manusia yang sangat penting.Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran
2-4 x 0,2-0,5m, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai.
Dinding sel mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat
terjadi penetrasi zat warna.Pewarnaan yang lazim digunakan adalah pewarnaan
Ziehl-Nielsen.Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat
tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika.M.
tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki
mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar
antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.8,9,10

Gambar 11. Mycobacterium tuberculosis8

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena dibatukkan atau dibersinkan keluar


menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.3
D. EPIDEMIOLOGI

17

WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian


akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB. Sedangkan data Departemen Kesehatan
pada tahun 2001 di Indonesia terdapat 50.443 penderita TB paru BTA (+) yang
diobati (23% dari perkiraan penderita TB BTA (+). Tiga perempat dari kasus berusia
15-49 tahun dan baru 20% yang tercakup dalam program pemberantasan tuberkulosis
yang dilaksanakan pemerintah.3
Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa
angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara
regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah,
yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk,
2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3.
wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Berdasarkan pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan
penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.2
Pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta kasus baru tuberculosis aktif di seluruh dunia
(13% di antaranya merupakan infeksi sekunder dari HIV) dan 1,4 juta meninggal,
termasuk 430.000 meninggal dengan infeksi HIV. Diperkirakan bahwa 310.000 kasus
Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR) dikarenakan resisten terhadap Isoniazid
dan Rifampisin, pada kasus pasien-pasien yang dilaporkan menderita TB pada tahun
2011. Lebih dari 60% pasien-pasien berada di Cina, India, Rusia, Pakistan, dan
Afrika Selatan. Kasus tuberculosis paru tertinggi terdapat di Asia, India, dan Cina.4
E. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis primer :
Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Mycobacterium
tuberculosis. Setelah melalui barrier mukosilier saluran napas, basil TB akan
mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, disebut focus Ghon.
Melalui aliran limfe, basil mencapai kelenjar limfe hilus.Focus Ghon dan
limfadenopati hilus membentuk kompleks primer.Melalui kompleks primer basil
dapat

menyebar

melalui

pembuluh

darahke

seluruh

tubuh.Respons

imun

seluler/hipersensistivitas tipe lambat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi primer.


Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan menentukan
18

perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respons imun tubuh dapat
menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman. Pada
penderita dengan daya tahan tubuh yang buruk, respons imun tidak dapat
menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa bulan
kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai
berikut:3,9,10
i.
Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat (restirution ad
ii.
iii.

integrum)
Sembuh dengan meninggalkan bekas (sarang Ghon, fibrotik, perkapuran)
Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya.Sebagai contoh adalah
pembesaran kelenjar limfe di hilus, sehingga menyebabkan penekanan
bronkus lobus medius, berakibat atelektasis. Kuman akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat menuju lobus yang atelektasis, hal ini
disebut sebagai epituberkulosis. Pembesaran kelenjar limfe di leher, dapat
menjadi

abses

disebut

scrofuloderma.

Penyebaran

ke

pleura

menyebabkan efusi pleura.Penyebaran bronkogen ke paru bersangkutam


atau paru sebelahnya. Atau tertelan bersama dahak sehingga terjadi
penyebaran di usus.3
b. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti
tuberculosis milier, meningitis, ke tulang, ginjal, genitalia.3
2. Tuberkulosis post primer
Terjadi setelah periode laten (beberapa bulan / tahun) setelah infeksi primer.
Dapat terjadi karena reaktivasi atau reinfeksi.Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman
yang berada pada jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer,
mengalami multiplikasi.Hal ini dapat terjadi akibat daya tubuh yang lemah.Reinfeksi
diartikan adanya infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya pernah mengalami
infeksi primer. TB post primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat
lain di seluruh tubuh umumnya pada usia dewasa. Karakteristik TB post primer
adalah dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati
intratoraks.3,10

19

Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen
apical lobus superior atau lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil.
Sarang ini dapat mengalami salah satu keadaan sebagai berikut :3
1. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa jaringan fibrosis
dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan keju dan bila
dibatukkan menimbulkan kaviti.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju, yang bila dibatukkan
akan menimbulkan kaviti. Kaviti awalnya berdinding tipis kemudian menjadi
tebal (kaviti sklerotik). Kaviti akan mengalami:3
a. Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
b. Memadat dan membungkus diri disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat
mengapur dan sembuh, tapi dapat aktif kembali dan mencair
menimbulkan kaviti kembali.
c. Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau menyembuh dengan
membungkus diri, akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan tampak
sebagai bintang (stellate shape).
F. GEJALA KLINIS
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yangtimbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secaraklinik.3,4
1. Respiratorik : batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih,batuk darah,
nyeridada, sesak napas
2. Sistemik
: demam, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise.
Diagnosis TB pada anak berdasarkan sistem skoring yang ditegakkan oleh
dokter.Pada anak, gejala klinik :
1. Respiratorik
2. Sistemik

: batuk selama 3 minggu, sesak napas


: demam, berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfe,

aksila,inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang


20

Penderita (dewasa) dengan gejala tersebut dianggap sebagai curigai TB dan


harus diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (pagi-sewaktupagi/SPS) dengan cara pewarnaan. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala,
TB paru dapat terdeteksi adanya kontak dengan pasien TB paru dewasa. Kira-kira
30-50% anak yangkontak dengan penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif.Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TB paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.3
G. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
1)
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis

yang

menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput


2)

paru) dan kelenjar pada hilus.2


Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.2

Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TBparu.


b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,keaadan ini
terutama ditujukan pada TB Paru:2
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2/3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
21

b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.


c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV negatif.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Catatan:
1. Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan
sebagai BTA negatif, dicatat sebagai pemeriksaaan dahak tidak dilakukan.
2. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
3. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagaitipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif
atau negatif.2
2) Kasus yang sebelumnya diobati
a. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah

pasien

tuberkulosis

yang

sebelumnya

pernah

mendapatpengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau


pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).2
b.

Kasus setelah putus berobat (Default )


Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.2

c. Kasus setelah gagal (Failure)


Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif ataukembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.2
3) Kasus Pindahan (Transfer In)

22

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan


pengobatannya.2
4) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang:
a. tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
b. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
c. kembali diobati dengan BTA negatif.
H. DIAGNOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesis (Diagnosis klinis)
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien.Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalahbatuk
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam lebih dari satu bulan.2,11
2. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan turun.Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan
dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang
didapatkan tergantung luas kelainan struktur paru. Tanda fisik penderita TB tidak
khas, tidak dapat membantu untuk membedakan TB dengan penyakit paru lain.
Tanda fisik tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur paru.
Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas
bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas tertinggal,
keredupan dan suara napas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat
limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di daerah
leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.3,11
3.

Pemeriksaan Laboratorium

23

a) Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik. Pada kasus baru akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
dibawah normal. LED mulai meningkat.1,3
b) Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan

bakteriologis

sangat

berperan

untuk

menegakkan

diagnosis.Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro spinalis,


bilasan lambung, bronkoalveolar lavage, urin, dan jarigan biopsi. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara mikroskopik dan biakan.1
Pemeriksaan dahak untuk menentukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang diurigai menderita
tuberculosis atau suspek.Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu / pagi /
sewaktu),

dengan

pewarnaan

Gabbet.Interpretasipembacaan

Ziehl-Nielsen

didasarkan

skala

atau
IUATLD

Kinyoun
atau

bronkhorst.Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan


asam pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis.

Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak


ditemukan BTA (+).1,3
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
a.

S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

b.

dahak pagi pada hari kedua.3


P(Pagi):

24

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit Pelayanan
c.

Kesehatan.3
S(Sewaktu):
Dahak dikumpulkan di Unit Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.3
Bila hanya satu spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau
SPS ulang.bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru
BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang.bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan penderita
TB. Bila SPS positif berarti penderita TB BTA (+). Bila foto toraks mendukung
TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnsis adalah TB paruBTA negatif
rontgen positif.3

4. Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak. Secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.Namun
pada kondisi tertentupemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:2
a. Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaanfoto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

25

Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto thoraks tidak
diperlukan lagi. Pada berapa kansus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto
thoraks bila :3
a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
b. Hemoptisis berulang atau berat
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA(+).
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif/primer :3
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif/laten/lama :3
a. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
b. Kalsifikasi
c. Penebalan pleura.

Gambar 12. Foto thoraks8

Keterangan : Terdapat kavitas dikelilingi bayangan opak berawan.


5.

Uji Tuberkulin

26

Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST) merupakan alat diagnostik yang


sampai saat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk
mendiagnosis adanya infeksi tuberkulosis. Pertama kali Robert Koch membuat filtrat
dari kulturMycobacterium tuberculosis dengan tujuan sebagai terapi. Pada
penerapannya, tenyata pemberian tuberkulin yang bertujuan menyembuhkan
menimbulkan reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot, mual dan muntah sedangkan
mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan reaksi tersebut. Akhirnya pada
perkembangannya

tuberkulin

digunakan

sebagai

alat

diagnostik

dengan

mengaplikasikannya secara lokal untuk mencegah reaksi sistemik.1,9

Gambar 13.Uji Tuberkulin8

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. 1,2
Jenis dan Dosis Oat :
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
27

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant ( persister ) yang


tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita
berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik.Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
Prinsip pengobatan:1,2
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosisi tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment)
oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO).
Tahap awal (intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

28

2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya


pasienmenular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangkawaktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegahterjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan

OAT

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

PengendalianTuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE):
a. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat diIndonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitupirazinamid and
etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paketberupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiridari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnyadisesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satupaket untuk satu pasien.
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan(kontinuitas)

29

pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjaminefektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OATLini Pertama dan Peruntukannya
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1) Pasien baru TB paru BTA positif.
2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru
Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 12
Berat Badan

30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap intensif tiap hari


selama 56 hari RHZE
(150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap Lanjutan 3 kali


seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tabel 2. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 12


Tahap
pengobatan

Lama
pengobatan

Intensif
Lanjutan

2 bulan
4 bulan

Tablet
Isoniazid
@ 300
mgr
1
2

Dosis per hari / kali


Kaplet
Tablet
Rifampisin Pirazinamid
@450 mgr
@ 500 mgr
1
1

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

30

3
-

Tablet
Etambuto
l @250
mgr
3
-

Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 22


Berat
Badan

Tahap Intensif tiap hari RHZE


(150/75/400/275) + S

30 37 kg
38 54 kg
56 70 kg

71 kg

Selama 56 hari
2 tab 4KDT
+ 500 mg Sterptomisin inj.
3 tab 4KDT
+ 750 mg Sterptomisin inj.
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Sterptomisin
inj.
5 tab 4KDT
+ 1000 mg Sterptomisin
inj.

Selama 26 hari
2 tab 4KDT
3 tab 4KDT
4 tab 4KDT

5 tab 4KDT

Tahap Lanjutan 3
kali seminggu RH
(150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT + 2 tab
Etambutol
3 tab 2KDT + 3 tab
Etambutol
4 tab 2KDT + 4 tab
Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab
Etambutol

Tabel 4. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 22


Tahap
Pengobatan

Lama
Pengobatan

Kaplet
Rifampisin
@450 mgr

2 bulan
1 bulan

Tablet
Isoniazid
@300
mgr
1
1

1
1

Kaplet
Pirazinamid @
500 mgr
3
3

Tahap
Intensif
(dosis
harian)
Tahap
Lanjut :
R/ 3x
per
minggu

4 bulan

untuk

pasien

Paduan

OAT ini

diberikan

Etambutol
Tablet
Tablet
@250
@400
mgr
mgr
3
3
-

Sterpto
-misin
injeksi
0.75 gr
-

Jumlah
hari/x
mnelan
obat
56
28

60

BTA positif

yang

telah

diobatisebelumnya:
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal
3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
31

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.


c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu denganmenambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 5. Dosis KDT untuk Sisipan2
Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tabel 6. Dosis OAT Kombipak Untuk Sisipan2


Tahap
Pengobatan

Tahap
intensif
(dosis
harian)

Lamanya
Pengobatan

Tablet
Isoniasid
@mgr

Kaplet
Rifampisin
@450mgr

Tablet
Pirazinamid
@500mgr

Tablet
Etambuto
l
@250mgr

Jumlah
hari/kali
menelan
obat

1 bulan

28

Penggunaan

OAT

lini

kedua

misalnya

golongan

aminoglikosida

(misalnyakanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada


pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lini kedua.
Pengobatan TB pada Anak
Skor 6

32

Beri OAT
selama 2 bulan dan
dievaluasi

Respons (+)
Terapi TB diteruskan

Respons (-)
Teruskan terapi TB sambil mencari
Penyebabnya

Gambar 14. Alur tatalaksana pasien TB anak


ada unit pelayanan kesehatan dasar.2

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun
gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap
dihentikan.

33

I. KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut :1
a. Komplikasi Dini :
1) Efusi pleura/pleuritis eksudativa
2) Emfisema
3) Laringitis
b. Komplikasi Lanjut
Sindrom
Obstruksi

Pasca

Tuberculosis,

kerusakan

beratSOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,

parenkim
sindroma

gagal napas (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.2
Komplikasi berikut sering terjadi pada stadium lanjut: Hemoptisis berat
(perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi
bronkhial. Bronkiektasis dan fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan: kolaps
spontan akibat kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti
otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufisiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat
inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan yang lebih luas
yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini
sering kali dikeluhkan oleh kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan
OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan
berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.8
J. PENCEGAHAN
Untuk mencegah tuberkulosis, digunakan vaksin BCG di seluruh dunia.
Namun, catatan terakhir penggunaan vaksin BCG tidak direkomendasikan untuk
bayi. Selain penggunaan BCG diharapkan untuk melakukan konsultasi dengan ahli
paru yang ada.8
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini
dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini.Menurut hukum, semua orang
34

dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan.


Tujuan

mendeteksi

dini

seseorang

dengan

infeksi

TB

adalah

untuk

mengidentifikasikan siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi


pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program
pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah
terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya.Karena itu, penduduk yang
sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan
program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.
Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi
kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan pada
pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok
populasi yang berisiko tinggi.8
K. PROGNOSIS
Tergantung dari luas proses,saat mulai pengobatan, kepatuhan penderita,
mengikuti aturan penggunaan, dan cara pengobatan yang digunakan.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Zulkifli, Bahar Asril.Tuberkulosis Paru Ilmu Penyakit DalamJilid III Edisi
V.Indonesia :Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
2. Aditama Tjandra Yoga, Kamso Sudijanto, Basri Carmelia, Surya Asik, editors.
Pedoman

Nasional

Penanggulangan

Tuberkulosis.Indonesia

Kesehatan Republik Indonesia; 2011.


3. Helmia Hasan, Editor. Buku Ajar

Ilmu

Penyakit

:Departemen
Paru

2010.

Surabaya :Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair. 2012.


4. Zumla Alimuddin, dkk. Tuberculosis. England : The New England Journal of
Medicine. 2013. Vol. 368;8 21 February 2013
5. Putz, R & Pabst, R.Atlas Anatomi Manusia Sobotta.Edisi 22. 2007, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.

35

7. Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi FungsionalEdisi


11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006
8. Thomas E Herchline. Tuberculosis. [online]. 2013 Nov 4 [cited 2014 Feb 2];
Available from: URL: http://www.emedicine.medscape.com
9. Luisa Jordao, Vieira V. Tuberculosis. Portugal: International Jurnal Of Cell
Biology. 2011. Volume 2011
10. Robert, LS. Pathophysiology and Microbiology of Pulmonary Tuberculosis.
2013. Sudan: South Sudan Medical Journal. Vol. 6 No.1 February 2013.
11. American Lung Association. Tuberculosis[online]. 2014Feb5 [cited 2014
Maret10]; Available from: URL: http://www.lungusa.org
12. Sylvia P. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 ed.Jakarta :
EGC; 2006.
13. Benjamin, Palgunadi, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit
Paru. 3 ed. Surabaya : Unair.

36

Anda mungkin juga menyukai