Anda di halaman 1dari 29

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. P

Tempat dan Tanggal Lahir

: Solo/ 22 juli 1959

Usia

: 55 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: kp.baru klender no:34 RT:012/01. Kel: jatinegara


kec: Cakung. Kota Jakarta Timur

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Status

: Menikah

MRS

: 7 September 2014

ANAMNESIS
Dilakukan metode autoanamnesis
KELUHAN UTAMA
BAK berwarna coklat 2 minggu SMRS
KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri perut kanan atas, mual, muntah, demam, sakit kepala,
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Dua minggu SMRS pasien mengeluhkan BAK berwarna coklat. Tanpa disertai rasa nyeri dan
berlangsung terus menerus. Perubahan dari frekuensi dan volume disangkal pasien. pasien
juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang menjalar kepunggung dan bertambah berat
saat mengambil napas. Nyeri hilang timbul disertai dengan rasa panas. Nyeri juga dirasakan
terutama didaerah ulu hati ketika pasien selesai makan. Pasien mengeluh demam yang
dirasakan hilang timbul, yang dirasakan mulai terasa menjelang sore, mengigil (+), keringan

dingin (+), riwayat berpergian jauh disangkal, batuk dan pilek disangkal, mual dan muntah
4x berisi makan yang dimakan. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang hilang timbul.
BAB berwarna kuning dan konsistensi lunak, riwayat BAB berwarna dempul disangkal.
Pasien minum obat-obatan tradisonal yang diracik sendiri dan gejala panas membaik. Pasien
mengeluhkan adanya penurunan berat badan 4kg dalam 1 bulan terakhir. riwayat berobat 6
bulan karena penyakit paru disangkal. Riwayat perut membesar disangkal
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Nyeri pada pinggang kanan yang hilang timbul dirasakan 1 tahun 4 bulan
Menderita Hipertensi 7 tahun
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Suami menderita hipertensi 6 tahun
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien minum obat-obatan tradisonal yang diracik sendiri dan gejala panas membaik
RIWAYAT ALERGI
Riwayat Alergi obat-obatan (-)
Riwayat Alergi cuaca (-)
Riwayat Alergi binatang (-)
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Sering sekali makan makanan yang mengadung lemak dan santan, jeroan (+), merokok (-),
alkohol (-), kopi (+) 5 kali/minggu.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: komposmentis / GCS 15 (E4V5M6)

TANDA VITAL

Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu Tubuh
Tekanan Darah

: 78x/menit, teratur dan kuat angkat


: 20x/menit
: 36C
: 160/90 mmHg

STATUS GENERALIS
Kepala
Bentuk dan ukuran
Rambut
Mata
- Visus
- Konjungtiva
- Sklera
- Kornea
- Pupil

: normocephali, deformitas (-)


: warna hitam, distribusi rambut merata
: tidak diperiksa
: Berwarna merah muda
: Berwarna putih
: Jernih
: Bentuk bulat, diameter 3mm/3mm
: isokor
: Refleks cahaya langsung +/+
: reflex cahaya tidak langsung +/+

- Gerakan kedua bola mata baik


- Telinga
- Meatus Akustikus Eksternus bilateral
: intak, tidak tampak lesi
- Membran timpani
: Tidak diperiksa
- Sekret
: -/- Serumen
: -/Hidung
- Bentuk
: deviasi septum nasi (-), hipertrofi konka (-)
- Sekret
: -/Mulut
- Bibir simetris
- Mukosa oral tampak basah
- tidak tampak pucat /sianosis
- Warna gusi normal merah muda
- Gigi geligi dalam batas normal
Leher
- Trakea di tengah
- Tidak terdapat pembesaran KGB
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Faring
- Tonsil ukuran T1-T1
- Dinding faring tidak hiperemis

Toraks
Jantung:
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS IV linea midklavikula kiri

Perkusi

: kesan kardiomegali (-)

Paru:
Inspeksi

: gerakan nafas tampak simetris

Auskultasi

: vesikular +/+, ronki -/-, wheezing -/-, stridor(-)

Palpasi

: tidak terdapat bagian dada yang tertinggal saat bernafas, vokal


premitus teraba sama diseluruh lapang paru

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar, distensi (-)

Palpasi

: nyeri tekan pada regio epigastrium (+), hipocondriac kanan(+), hepatomegali


(-), splenomegali (-), massa suprapubis (-)

Perkusi

: timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi

: bising usus 6x/menit pada seluruh regio

Ekstremitas
- Akral teraba hangat
- Sianosis (-)
- Capillary Refill Time 2 detik
- Tonus otot baik pada semua ekstremitas

RESUME
Perempuan, 55 tahun mengeluhkan BAK berwarna coklat. Tanpa disertai rasa nyeri dan
berlangsung terus menerus. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang menjalar
kepunggung dan bertambah berat saat mengambil napas. Nyeri hilang timbul disertai dengan
rasa panas. Nyeri juga dirasakan terutama didaerah ulu hati ketika pasien selesai makan.
Pasien mengeluh demam yang dirasakan hilang timbul, yang dirasakan mulai terasa
menjelang sore, mengigil (+), keringan dingin (+), mual dan muntah 4x berisi makan yang
dimakan. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang hilang timbul. BAB berwarna kuning
dan konsistensi lunak. Pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan 4kg dalam 1
bulan terakhir. riwayat berobat 6 bulan karena penyakit paru disangkal. Riwayat perut

membesar disangkal. Riwayat Psikososial Sering sekali makan-makanan yang mengadung


lemak dan santan, jeroan (+), kopi (+) 5 kali/minggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan hipertensi grade 1, nyeri tekan pada regio
epigastrium (+), hipocondriac kanan(+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

BNO - IVP

Ekspertise
Besar dari kedua lekukan ginjal masih dalam batas normal. Tampak bayangan batu
opak di daerah kuadran kanan atas yang tampaknya diluar kontur ginjal.
Kontras tampak mengisi kedua ginjal, ureter dan buli-buli. Bentuk pelviokaliks kedua
ginjal normal, kedua ureter normal. Tampak flling defect pada buli-buli di dinding
kanan. Post voiding drainage kontras lancar
Kesan : - curiga masa pada buli-buli
- Fungsi kedua ginjal tampak normal
- Curiga cholelithiasis
Saran : - Cystogram
-

USG untuk kemungkinan batu kandung empedu

WORKING DIAGNOSA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
SISTEM HEPATOBILIARIS
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata 1.500 gr atau 2%
dari total berat badan orang dewasa normal. Letaknya tepat dibawah diafragma kanan. Hati
memiliki 2 lobus, yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang dibatasi oleh ligamentum falsiformis.

Pada bagian posterior hati terdapat porta hepatica tempat dimana masuknya vena porta dan
arteria hepatica dan keluarnya duktus hepatica. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di
bagian atas cavitas abdominlais tepat dibawah diafrgama. Sebagian besar hepar terletak di
profunda arcus costalis dextra, dan hemidiafrgma dextra memisahkan hepar dari pleura,
pulmo, pericardium dan cor. Hepar terbentang ke seblah kiri untuk mencapai hemidiafragma
sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Fascia
viseralis membentuk cetakan visera tang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi
tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesofagus, gaster,
duodenum, fleksura coli dextra, rend extra dan glandula suprarenalis dextra, serta vesica
biliaris. Hepar dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister yang
kecil oleh perlekatan ligamentum peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter
terbagi lagi menjadi lobus quadrates, dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissure
ligament teretis, vena cava inferior, dan fissure ligament venosi. Porta hepatis, atau hilus
hepatis, terdapat pada fascies viseralis, dan teletak diantara lobus caudatus dan lobus
quadrates. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta
hepatis. Pada tempat ini terdpat duktus hepaticus sinister dan dexter, ramus dexter dan sinister
arteria hepatica, vena portae hepatis, serta serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Disisni
terdapat beberapa kelenjar limf hepar. Kelenjar-kelnjar ini menapung cairan limf hepar dan
vesica biliarus, dan mengirimkan serabut eferannya ke nodi lymphoidei coeliaci.
Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh
peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis pada masing-masing lobules
bermuara ke vena hepaticae. Di dalam ruangan diantara lobules-lobulus terdapat canalis
hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang
duktus choledochus (trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar
melalui sinusoid dan dialirkan melalui vena sentralis.

Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae hepatis. a.hepatica
membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, sedangkan v.portae hepatis membawa darah
vena yang kaya hasil pencernaan yang telah diserap dari tractus gastrointestinal. Darah arteri
dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis melalui sinusoid hepar.Vena
centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan meninggalkan permukaan posterior
hepar menuju vena cava inferior.
Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe
meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vassa efferent
menuju

LN.coeliacus.

Sejumlah

LN.mediastinalis posterior.

kecil

vasa

limfe

menembus

diafragma

menuju

Secara mikroskopis, hepar terbagi menjadi unit fungsional yang disebut lobulus yang
berbentuk heksagonal. Lobulus tersebut mengelilingi vena sentralis dan lobulus tersebut
dikelilingi oleh cabang-cabang arteri hepatica,vena porta, dan saluran empedu. Hepar terdiri
atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih 60% sel hepar, sedangkan sisanya
terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit 64 sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari
efferent vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica
dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen
secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan
jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang
membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat permulaan sekresi empedu.
Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling
bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial endothelial berpori
yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat

dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki
aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping
sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata
tampaknya merupakan faktor kunci dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.

Fisiologi Hepar
Fungsi hepar yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus
intestinalis; (2) berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat,
lemak dan protein; (3) menyaring drah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang
masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Fungsi hepar yang utama adalah membentuk
dan mengekskresi empedu. Hati menyekresi sekitar sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu
kuning setiap hari. Hati juga berperan dalam metabolism makronutrien yaitu karbohidrat,
lemak dan protein, serta berperan dalam fungsi detoksifikasi.
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure porfirin dalam
hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel
retikuloendotelial. Wlaupun berasal dri hemoglobin, bilirubin tidak mengandung zat besi.
Bilirubin yang baru terbentuk ini larut dalam lemak. Di dalam plasma akan berikatan dengan
albumin. Oleh karena terbentuk secara normal dari penghancuran sel darah merah, maka
metabolism dan sekresi selanjutnya dapat berlangsung secara terus-menerus. Hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh makrofag di dalam limpa, hati, dan alat
retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses
oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk
pembentukan protein lain. Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi
menjadi biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase akan
mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Walaupun lebih dari 80% bilirubin
terjadi dari eritrosit namun sekitar 15-20% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain
seperti mioglobin, sitokrom. Bilirubin tak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut
dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan lewat urine
melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah
dilarutkan ke dalam alcohol). Karena sifat lipofilik zat ini dapat melalui membrane sel
dengan relative musah. Setelah dilepas ke dalam plasma sebagian besar bilirubin tak

terkonjugasi ini akan membentuk ikatan dengan albumin sehingga dapat larut dalam darah.
Pigmen ini secara bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin
tak terkonjugasi ini dikonjugasi dengan asam glukoronat membentuk bilirubin glukoronida
atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim
glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat di RE dan merupakan kelompok enzim
yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Bilirubin terkonjugasi larut dalam
air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi
dalam urine. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini ini dikeluarkan ke dalam empedu,
suatu komponen kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah
dilepas kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus,
sebagian menjadi urobilinogen yang akan keluar melalui tinja (sterkobilin), atau diserap
kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu.
Urobilinogen dapat larut ke dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang
mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari kollum
vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu
bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus
ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal
terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).
DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus kaudatus.
Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri
hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus
menjadi duktus koledokus.(5)
DUKTUS KOLEDOKUS

Duktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7 cm dibentuk oleh persatuan


duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis,

dimana dalam

perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian (5)


Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus wirsungi
membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars desenden duodeni
membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.(5)

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu


KOLELITHIASIS
Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai . Di negara-negara
barat, kelainan ini merupakan penyebab angka kesakitan yang penting. Operasi sistem bilier
merupakan operasi yang paling sering dilakukan dibandingkan operasi abdomen lainnya.
Empedu yang normal dibentuk oleh hepatosit, terdiri dari air,elektolit, dan solut organik.
Solut organik mengandung sedikit protein dan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu garam
empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya terkandung dalam 80% bagian kering dari
empedu. Garam empedu diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Asam empedu primer,

asam kolat dan asam kenodeoksikolat, disintesis di hepar dari kolesterol dan kemudian
berkonjugasi dengan glisin atau taurin. Siklus enterohepatik memungkinkan reabsorbsi dan
resirkulasi asam empedu primer. Sebagian kecil (kurang dari 5%) memasuki kolon dan
mengalami perubahan menjadi asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat dan asam
litokolat. Kolesterol empedu sebagian besar disintesis di hepar dengan sedikit berasal dari
makanan. Kolesterol bersifat hidrofobik dan memerlukan zat lain untuk menjadi larut.
Pemahaman terhadap mekanisme yang menyebabkan larutnya kolesterol dalam keadaan
fisiologis akan sangat membantu dalam menerangkan tejadinya batu kolesterol. Di lain pihak,
pengetahuan tentang konsentrasi kalsium dan bilirubin di dalam empedu diperlukan untuk
memahami bagaimana terjadinya batu pigmen.
Klasifikasi batu empedu
Batu empedu dibagi menjadi batu kolesterol, batu pigmen, dan batu campuran.

Patogenesis terjadinya batu empedu


Teori awal menyebutkan patogenesis pembentukan batu empedu tidak lepas dari
kandung empedu sebagai faktor utama terjadinya kelainan. Hal ini berlangsung sampai tahun
1924, saat Findlay memperkenalkan konsep bahwa kegagalan kolesterol untuk tetap larut
merupakan faktor kritis dalam permulaan pembentukan batu. Konsep ini diperjelas oleh
Admirand dan Small (1968) yang menyebutkan, adanya korelasi antara konsentrasi ketiga
unsur solut dalam empedu, yaitu fosfolipid (lesitin), garam empedu, dan kolesterol. Penelitian

ini mendorong berbagai penelitian yang menghubungkan gangguan sekresi hepatik dari lipid
bilier sebagai penyebab utama pembentukan batu kolesterol. Penelitian akhirakhirini
menunjukkan bahwa faktor kandung empedu tetap menjadi faktor yang tidak boleh
diabaikan. Tampaknya interaksi dinamis antara kedua organ ini sangat diperlukan untuk
terjadinya batu empedu. Adanya batu di CBD dapat disebabkan oleh pembentukan batu di
kandung empedu yang kemudian bermigrasi ke CBD (batu sekunder), atau pembentukan batu
terjadi pada duktus biliaris intrahepatik dan ekstrahepatik (batu primer). patogenesis
pembentukan batu keduanya berbeda.
a. Batu Kolesterol
Secara ringkas, batu kolesterol terbentuk melalui 4 tahapan proses:
- Saturasi
- Pembentukan nidus (nukleasi)
- Kristalisasi
- Pertumbuhan batu
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Admirand dan Small, kelarutan kolesterol
dipengaruhi tidak hanya oleh kadar kolesterol, namun juga oleh kandungan lesitin dan garam
empedu. Ketiganya membentuk mixed micelles ataupun vesikel, yang memungkinkan
kolesterol dapat larut dalam empedu. Kedua kendaraan empedu ini tersusun dalam senyawa
ampifatik, di mana bagian yang hidrofobik berada di dalam dan bagian hidrofilik berada di
luar. Vesikel berukuran lebih besar (600-700 A), mengandung kolesterol lebih banyak, namun
lebih metastabil dibandingkan micelles. Besarnya proporsi vesikel dibandingkan micelles
banyak dikaitkan dengan pembentukan nukleasi. terdapat keseimbangan fisiologis antara pro
nukleasi dan anti nukleasi dan factor lainnya, kegagalan proses tersebut dianggap berperan
dalam pembentukan batu empedu.
Faktor Risiko

Patofisiologi dan Gambaran Klinis


Batu yang terdapat di kandung empedu dapat tidak memberikan gejala (asimptomatik),
memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis akut, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik
berulang ataupun dispepsia flatulen. Impaksi batu di infundibulum (Hartmann pouch)
kandung empedu menyebabkan spasme kandung empedu sehingga menimbulkan nyeri bilier.
Jika batu jatuh kembali, kandung empedu menjadi kosong dan nyeri hilang, sedangkan
impaksi yang berlangsung terus menyebabkan nyeri berlanjut. Empedu yang terperangkap
mengalami konsentrasi dan menimbulkan iritasi kimia dan inflamasi lokal yang menimbulkan
nyeri yang menetap dan berlangsung berhari-hari. Isi kandung empedu dapat mengalami

infeksi sekunder. Infeksi pada kandung empedu dijumpai pada sekitar 30% pasien batu
empedu. Keadaan ini akan menimbulkan toksemia dan mengarah pada terjadinya empiema,
gangren ataupun perforasi. Empiema akan menyebabkan nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen dan pireksia yang hilang timbul. Peningkatan edema dan menurunnya vaskularisasi
menyebabkan infark dinding kandung empedu dan kemudian mengalami perforasi.

Gambar 6. batu empedu di Hartmann pouch


Kontraksi kandung empedu terhadap batu merupakan penjelasan yang banyak dipakai
untuk menerangkan timbulnya nyeri postprandial, meski demikian tidak ditemukan adanya
korelasi yang jelas antara keluhan ini dengan adanya batu empedu pada populasi umum.
Mukokel dapat timbul ketika batu mengalami impaksi pada Hartmann pouch. Kandung
empedu mensekresi mukus pada batu yang menyumbat sehingga menimbulkan pembesaran
kandung empedu sehingga dapat teraba pada palpasi. Korelasi antara temuan patologi dalam
kandung empedu dan gambaran klinis yang timbul, tidak jelas. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kuadran kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium
postprandial. Nyeri ini bertambah pada inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar
ke punggung atau ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai oleh mual, muntah, dan
penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung selama berhari-hari. Pada pemeriksaan
dapat dijumpai dengan toksemia, nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen dan tanda
klasik Murphys sign. Pada kasus yang lebih lanjut, dapat diraba massa yang mengalami
peradangan akibat kandung empedu yang edema dikelilingi oleh omentum yang melekat.
Tanda klinis dari toksisitas dan pireksia yang hilang timbul perlu dicurigai adanya empiema
dan nyeri peritonismus pada perut bagian atas sebagai tanda perforasi kandung empedu.
Adanya ikterus mengarah pada koledokolitiasis meskipun kompresi duktus biliaris
komunis akibat kandung empedu yang edema dan mengalami peradangan (sindrom Mirizzi)

merupakan faktor yang juga perlu dipertimbangkan. Nyeri bilier memberikan gejala yang
menyerupai kolesistitis akut, namun biasanya tidak dipengaruhi oleh gerakan dan berakhir
setelah beberapa jam. Nyeri yang timbul seringkali dipresipitasi oleh makanan yang berlemak
dan menghilang spontan. Nyeri kronis akibat batu empedu dikaitkan dengan dispepsia
flatulen, yang ditandai oleh rasa penuh setelah makan, sering bersendawa, mual, dan
regurgitasi makanan.
Diagnosis
Diagnosis batu empedu didasarkan pada temuan klinis yangditunjang oleh :
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan tes fungsi hepar merupakan pemeriksaan rutin pada penderita batu
empedu. Meski tidak banyak dipengaruhi oleh kolelitiasis, tes fungsi hati dapat
terganggu pada koledokolitiasis. Peningkatan bilirubin indirek terjadi pada ikterus
prehepatik, seperti pada hemolisis yang berlebihan. Gambaran biokimiawi dari ikterus
hepatik, misalnya pada hepatitis, adalah peningkatan bilirubin direk dan indirek,
SGOT, SGPT, dengan nilai alkali fosfatase yang relatif normal. Ikterus posthepatik
(obstruktif) memberikan gambaran kenaikan bilirubin direk dan alkali fosfatase
dengan nilai SGOT dan SGPT yang relatif normal. Pada kasus lanjut ikterus obstruktif
atau kolangitis akut, nilai transaminase meningkat akibat kerusakan yang timbul pada
sel-sel hepar. Pada keadaan akut, kadar amilase perlu diperiksa untuk mencari
kemungkinan terjadinya pankreatitis dan pemeriksaan leukosit untuk membantu
penilaian adanya kolesistitis akut. Untuk membedakan nyeri yang diakibatkan oleh
kandung empedu dan penyakit intraabdomen lainnya kadang dibutuhkan pemeriksaan
2. Penunjang Radiologis.
a. foto polos abdomen, namun batu empedu yang memberikan gambaran radioopak
kurang dari 10%, sehingga pemeriksaan ini jarang dilakukan. Kadang kala, pada
kasus obstruksi intestinal, gambaran udara tampak pada duktus biliaris,
mengarahkan kecurigaan adanya fistula kolesistoenterik dan gallstoneileus.
b. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling banyak digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis. Pemeriksaan ini relatif mudah dilakukan,
tidak terlalu menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien, mencegah radiasi dan
efek toksisitas zat kontras, serta dapat menilai struktur organ intraabdomen bagian
atas lainnya. Dinding kandung empedu dan isinya serta ukuran CBD serta batu di
dalamnya dapat dideteksi. Reabilitas pemeriksaan ini untuk menilai kolelitiasis
sangat tinggi, meski penilaian adanya koledokolitiasis lebih rendah serta
kemampuan operator sangat menentukan hasil temuan.

Gambar 2. gambaran ultrasonografi batu empedu pada vesika felea yang


memberikan gambaran hipoechoic dengan acoustic shadow ( tanda panah )

Penggunaan kolesistografi oral untuk mendeteksi batu empedu sangat berkurang


dengan adanya USG. Pemeriksaan tergantung pada fungsi kandung empedu untuk
mengkonsentrasikan kontras media. Hasil false negatif pada batu yang kecil
berkisar 6-8%. Pemeriksaan ini mempunyai peran dalam mengidentifikasi
diskinesia bilier.
c. Cholecystography Oral
Cholecystography oral sebagian besar telah digantikan oleh USG. Hal ini
melibatkan senyawa radiopak yang diserap, dieksresikan oleh hati, dan dilewatkan
kedalam kandung empedu. Batu empedu dicatat pada film sebagai kelainan yang
memenuhi kandung empedu, kemudian divisualisasikan. Cholecystography oral
tidak bermakna pada pasien dengan malabsorpsi usus, muntah, ikterus obstruktif,
dan kegagalan hati.

Gambar 3. kolesisttografi oral


menunjukan gambaran batu yang radiolusen yang mengambang di dalam kandung empedu

d. CT scan
CT scan lebih akurat dalam mencari batu CBD dibandingkan USG, dengan
sensitivitas mencapai 75%.
e. Hidroxyiminodiacetic acid (HIDA) / scintigrafi hepatobiliary
Diberi label dengan Technisium diekskresi ke dalam sistem bilier setelah injeksi
intravena. Pemeriksaan ini membantu dalam mendiagnosis kolesistitis akut,
memberi informasi patensi duktus sistikus namun kurang baik dalam
menggambarkan adanya batu di kandung empedu, ataupun di CBD.
f. Percutaneus transhepatic cholangiography (PTC)
Pemeriksaan penunjang paling baik dikerjakan pada pasien yang mempunyai
pelebaran cabang bilier, namun bukan merupakan pemeriksaan rutin pada pasien
yang dicurigai kolelitiasis.
g. Endoscopic retrograde cholangiopancreaticography (ERCP)
Merupakan pemeriksaan penting dalam pencitraan preoperatif untuk melihat
gambaran CBD. Dengan visualisasi langsung menggunakan duodenoskopi, papila
dapat secara selektif dikanulasi untuk mendapatkan gambaran duktus pankreas
dan CBD. Zat kontras yang larut dalam air diinjeksikan untuk memperlihatkan
gambaran sistem bilier. Pemeriksaan ini bisa pula digunakan untuk terapi yaitu
dapat dilakukan sfinkterotomi, pemasangan stent, dan ekstraksi batu.
TUMOR VESICA URINARIA

Tumor Buli-Buli atau juga bisa disebut tumor vesika urinaria (kandung
kemih)merupakan keganasan kedua setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali
lebih

bnyak

mengenai

laki-laki

dibanding

perempuan . b e b e r a p a

kasus

m e l a p o r k a n , pernah mengeluhkan kencing yang berwarna merah dan bercampur


darah. Tetapi karena pernah mendengar bahwa itu adalah tanda adanya infeksi di saluran
kemihdan bisa sembuh atau hilang dengan minum obat tertentu, pasien kemudian
menjaditenang. Tapi ketahuilah jangan pernah meremehkan kencing berdarah
karena itubukan hanya berarti infeksi, tapi bisa juga berarti tanda adanya batu saluran
kencing b a h k a n keganasan atau kanker di saluran kemih
ANATOMI VESICA URINARIA
Vesika urinaria terlentak tepat di belakang pubis di dalam cavitas pelvis. Vesika
urinaria cukup baik untuk menyimpan urine dan pada orang dewasa kapasitas maksimumnya
kurang lebih 500 ml. vesika urinaria mempunyai dinding otot yang kuat . bentuk dan batasbatasnya sangat bervariasi sesuai dengan jumlah urine di dalamnya. Vesika urinaria yang
kosong pada orang dewasa seluruhnya terletak di dalam pelvis, bila vesika urinaria terisi,
dinding atasnya terangkat sampai masuk region hypogastricum. Pada anak kecil, vesika
urinaria yang kosong menonjol di atas aperture pelvis superior, kemudian bila cavitas pelvis
membesar , vesika urinaria terbenam di dalam pelvis utuk menempati posisi seperti pada
orang dewasa.
Vesika urinaria yang kosong berbentuk piramida, mempunyai apex, basis, dan sebuah
fasies superior serta 2 buah facies inferolateralis, juga mempunyai collum.

Apex vesicae mengarah ke depan dan terletak di belakang pinggir atas sympisis
pubica . apex vesicae dihubungkan dengan umbulikus oleh ligamentum umbilicale medianum
(sisa urachus).
Basis, atau facies posterior vesicae, menghadap ke posterior dan berbentuk segitiga.
Sudut superolateralis merupakan tempat muara ureter, dan sudut inferior merupakan tempat
asal uretra. Kedua ductus deferens terletak berdampingan di facies posterior vesicae da
memisahkan vesikula seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior vesicae
diliputi olehperitonium, yang membentuk dinding anterior excavation rectovesikalis. Bagian
bawah facies posterior dipisahkan dari rectum oleh duktus deferens, vesicular seminalis, dan
fascia rectovesikalis.
Facies superior vesicae diliputi peritoneum dan berbatasan dengan lengkung ileum
atau colon sigmoideum. Sepanjang pinggir lateral permukaan ini, peritoneum melipat ke
dinding lateral pelvis.
Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong, facies superiornya membesar
dan menonjol ke atas, ke dalam cavitas abdominalis. Peritoneum yang meliputinya terangkat
pada bagian bawah dinding anterior abdomen sehingga vesica urinaria berhubungan langsung
dengan dinding anterior abdomen.

Facies inferolateralis di bagian depan berbatasan dengan bantalan lemak


retropubica dan pubis.lebih ke posterior, facies tersebut berbatasan di atas dengan musculus
obturator internus dan di bawah dengan musculus levator ani.
Collum vesicae berada di inferior dan terletak pada facies posterior prostatae. Disini ,
serabut otot polos dinding vesika urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostate.
Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum puboprostatikum pada
laki- laki dan ligamentum pubovesicale pada perempuan. Kedua ligamentum ini merupakan
penebalan fascia pelvis.
Bila vesika urinaria terisi, posisi facies posterior dan collum vesicae relative tetap,
tetapi facies superior vesicae naik ke atas,masuk ke dalam cavitas abdominalis seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
Tunica mucosa sebagian besar berlipat lipat pada vesica urinaria yang kosong dan
berlipat lipatan tersebut akan menghilang bila vesica urinaria terisi penuh. Area tunica
mukosa yang meliputi permukaan dalam basis vesica urinaria dinamakan trigonum vesicae
liutaudi. Di sini, tunia mucosa selalu licin, walaupun dalam kosong karena membrane
mucosa pada trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan otot yang ada di bawahnya.
Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara ureter dan sudut inferiornya
merupkan ostium urethrae internum. Ureter menembus dinding vesica urinaria secra miring
dan keadaan ini yang membuat keadaan ini yang membuat fungsinya seperti katup yang
mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu vesika urinaria terisi.
Trigonum vesicae dibatasi disebelah atas oleh rigi muscular yang berjalan dari muara
ureter yang satu ke muara ureter yang lain dan disebut sebagai plica interureterica. Uvula
vesicae merupakan tonjolan kecil yang terletak tepat di belakang ostium urethrae yang
disebabkan oleh lobus medius prostatae yang ada di bawahnya.
Tunika muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos yang tersusun dalam tiga
lapisan yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada
collum vesicae, komponen sirkuler dari lapisan otot ini menebal membentuk musculus
sphincter vesicae.
FISIOLOGI VESICA URINARIA

Buli buli berfungsi manampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli buli
mepunyai kapasitas maksimal yang volumnya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300
sampai 450 ml, sedangkan kapasitas buli buli pada anak anak menurut formula dari Koff
adalah :
Kapasitas buli buli = (umur dalam tahun + 2 ) X 30 ml
Pada saat kosong ,buli buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berda di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan perkusi.
Buli buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivitas pusat miksi di medulla spinalis segmen sacral 2-4. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli buli dan relaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.
KLASIFIKASI BERDASARKAN
JENIS SEL
Sembilan puluh persen tumor vesika urinaria merupakan karsinoma sel transisional.tumor
ini bersifat multifocal yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel
transisional yaitu di epielum, ureter atau uretra posterior. 7 persen jenis sel skuamosa, 2
persen adenokarsinoma dan 1 persen tak berdeferensiasi. Karsnoma sel skuamosa vesika
urinaria sering berhubungan dengan radang atau infeksi jangka lama. Pasien bisa mempunyai
riwayat infeksi traktus urinarius, batu vesika urinaria atau kateter yang ditinggalkan
terpasang. Tumor radioresisten ini disertai denagn prognosis sangat buruk dan hanya ada
angka kelangsungan hidup 1 tahun 20 sampai 30 persen. Karsinoma sel skuamosa sangat
lazim di antara pasien Schistosoma haematobium. Di afrika dan timur tengah, dimana sering
terdapat skistosomiasis, maka karsinoma sel skuamosa bertanggung jawab bagi 90 persen
tumor vesika urinaria. Karsinoma sel skuamosa yang berhubungan dengan skistosomiasis
merupakan suatu tumor relative tak agresif dengan prognosis yang jauh lebih baik.
Adenokarsinoma bisa berasal dari urakus atau non urakus dan terlihat dalam presentase yang
tinggi dalam pasien ekstrofi. Infeksi menahun bisa membawa ke perkembangan sistitis
glandularis yang diikuti oleh adenokarsinoma yang jelas. Adenokarsinoma merupakan lesi
agresif, dimana invasi dini dan metastasis lazim ditemukan.

a. K a r s i n o m a s e l t r a n s i s i o n a l
Sebagian besar dari seluruh tumor buli adalah karsinoma sel transisional.
Tumor ini biasanya berbentuk papiler, lesi eksofitik,sesile atau ulcerasi. Carsinoma in
situ berbentuk datar (non papiler anaplastik), sel-sel membesar dan nukleus tampak
jelas. Dapat terjadi dekat atau jauh dari lesi oksofitik,dapat juga fokal atau difuse.
Karsinoma urotelial datar a d a l a h t u m o r y a n g sangat agresif dan bertumbuh lebih
cepat dari tumor papilari.
b. K a r s i n o m a n o n s e l t r a n s i s i o n a l
Adenokarsinoma
Terdapat 3 kelompok adenokarsinoma pada buli-buli, di antaranya adalah :
Primer terdapat di buli-buli, dan biasanya terdapat di dasar dan di fundus
buli-buli. Pada beberapa aksus sistitis glandularis kronis dan ekstrofia
vesikapada perjalanan lebih lanjut dapat mengalami degenerasi menjadi

adenokarsinoma buli-buli.
Urakhus persisten adalah sisa duktus urakhus yang mengalami

degenerasimaligna menjadi adenokarsinoma.


Tumor sekunder yang berasal dari fokus metastasis da ri organ
lain,diantaranya adalah prostat, rektum, ovarium, lambung,

mamma,dan endometrium.
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada buli-buli
sehingga sel epitelnya mengalami

metaplasia berubah menjadiganas.

Rangsangan kronis itu dapat terjadi karena infeksi salurankemih kronis, batu bulibuli, kateter menetap yang dipasang dalam jangka waktu lama, infestasi cacing
schistosomiasis pada buli-buli, dan pemakaian obat siklofosfamid secara
intravesika.

BENTUK TUMOR
Tumor buli buli dapat berbentuk papiler, tumor non infasif (in situ), noduler
(infiltrat) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltrative.

o TNM
Penentuan derajat invasi tumor berdasarkan system TNM atau berdasarkan
penentuan stadium dari Marshall seperti yang terlihat dibawah ini:

GAMBARAN KLINIK
Perlu diwaspadai jika seorang pasien datang dengan mengeluh hematuria yang
bersifat: (1) tanpa disertai rasa nyeri (painless), (2) kambuhan (intermittent), dan (3) terjadi
pada seluruh proses miksi (hematuria total). Meskipun seringkali karsinoma buli-buli tanpa
disertai gejala disuri, tetapi pada karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah mengadakan
infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala iritasi buli-buli.
Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang meminta
pertolongan karena lidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang telah lanjut berupa
gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai ini disebabkan
karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang
membesar di daerah pelvis .

PALPASI BIMANUAL
Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot buli-buli relaks) pada
saat sebelum dan sesudah reseksi tumor TUR buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan
colok dubur atau colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi buli-buli di
daerah suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor (T)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan yang ditemukan biasanya hanya ditemukan dalam darah dan urin. Gejala
anemia dapat diumpai bila ada perdarahan dari tumor yang sudah lanjut. Dapat juga
ditemukan gejala gangguan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
dalam darah yang terjadi bila tumor tersebut menyumbat kedua muara ureter. Selain
pemeriksaan laboratorium rutin, diperiksa juga:
Sitology urin , yaitu pemeriksaan sel sel urotelium yang terlepas bersama urin.
Antigen permukaan sel dan flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan
kromosom sel sel urotelium.
B. Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen Dan Pielografi Intra Vena (IVP)
Digunkan sebagai pemeriksaan baku pada penderita yang diduga memiliki
keganasan saluran kemih termasuk juga keganasan buli buli.pada pemeriksaan ini
selain melihat adanya filling defek pada buli buli juga mendeteksi adanya tumor
sel transisional yang berada di ureter atay pielum, dan dapat mengevaluasi ada
tidaknya gangguan pada ginjal dan saluran kemih yang disebabkan oleh tumor
buli buli tersebut. Didapatkannya hidroureter atau hidronefrosis merupakan salah
satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter.
Jika penderita alergi terhadap zat kontras yang digunakan pada IVP maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Foto thorax juga perlu dilakukan untuk melihat bila
ada metastasis ke paru paru.
b. Sistoskopi dan biopsy
Sistoskopi dilakukan oleh urologis, mengevaluasi kantung kemih dengan
pemeriksaan visual langsung dengan menggunkan sebuah alat khusus yaitu
cytoscope.

Identifikasi

dari

sebuah

tumor

biasa

dilakukan

dengan

cytoscopi.banyak tumor yang muncul dari bagian yang lebih tergantung dari

kantung kemih, seperti basal, trigonum, dan daerah di sekitar orifium vesika.
Namun mereka juga dapat muncul dimana saja.
Pemeriksaan sistoskopi dan biopsy mutlak dilakukan pada penderita dengan
persangkutan tumor buli buli, terutama jika penderita berumur 40 -45 tahun.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat ada atau tidaknya tuor di buli buli sekaligus
dapat dilakukan biopsy untuk menentukan derajat infiltrasi tumor yang menetukan
terapi selanjutnya. Selain itu pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai
tindakan pengobatan pada tumor superfisial (permukaan)
c. CT scan atau MRI
Berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya. CT scanning
merupakan x-ray detail dari tubuh, yang menujukan persimpangan persimpangan
dari organ yang mana tidak ditunjukan oleh sinar X-ray konvensional. MRI lebih
sensitive dari pada CTscan, yang mmeberikan keuntungan dapat mendeteksi
kelenjar limfe yang membesar di dekat tumor yang menunjukan bahwa kanker
telah menyebar ke kelenjar limfe.

BAB III
ANALISA KASUS DAN KESIMPULAN

ANALISA KASUS

Perempuan, 55 tahun mengeluhkan BAK berwarna coklat. Tanpa disertai rasa nyeri dan
berlangsung terus menerus. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang menjalar
kepunggung dan bertambah berat saat mengambil napas. Nyeri hilang timbul disertai dengan
rasa panas. Nyeri juga dirasakan terutama didaerah ulu hati ketika pasien selesai makan.
Pasien mengeluh demam yang dirasakan hilang timbul, yang dirasakan mulai terasa
menjelang sore, mengigil (+), keringan dingin (+), mual dan muntah 4x berisi makan yang
dimakan. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang hilang timbul. BAB berwarna kuning
dan konsistensi lunak. Pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan 4kg dalam 1
bulan terakhir.
Riwayat Psikososial Sering sekali makan-makanan yang mengadung lemak dan santan,
jeroan (+), kopi (+) 5 kali/minggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan hipertensi grade 1, nyeri tekan pada regio
epigastrium (+), hipocondriac kanan(+)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, leukositosis, trombositosis, kadar
kreatinin, pada urinalisis didapatkan urobilonogen, albumin urin 3+, bilirrubin 2+, leukosit
esterase 3+, blood urine 5+, eritrosit penuh, epitel +, bskteri 2+,
Pada pemeriksaan BNO-IVP
Besar dari kedua lekukan ginjal masih dalam batas normal. Tampak bayangan batu opak di
daerah kuadran kanan atas yang tampaknya diluar kontur ginjal.
Kontras tampak mengisi kedua ginjal, ureter dan buli-buli. Bentuk pelviokaliks kedua ginjal
normal, kedua ureter normal. Tampak flling defect pada buli-buli di dinding kanan. Post
voiding drainage kontras lancar
Kesan :
- curiga masa pada buli-buli
- Fungsi kedua ginjal tampak normal
- Curiga cholelithiasis
Saran :
-

Cystogram
USG untuk kemungkinan batu kandung empedu

Gejala utama dari kolelithiasis adalah dua pertiga orang dengan batu empedu tidak
memberikan keluhan dan jarang mengalami komplikasi. Dari studi didapatkan bahwa 10

20% orang yang asimptomatik mengalami keluhan dalam perjalanan hidupnya, umumnya
berupa nyeri bilier.
Anamnesis
-

Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium


Terus menerus dan meningkat 30 menit pertama
Menjalar ke punggung atas atau di antara scapula
Biasanya 1 5 jam
Nyeri datang tiba tiba, biasanya malam hari
Setelah makan makanan berlemak
Sering mual, kadang kadang muntah

Pemeriksaan Fisik
-

Mild tenderness at RUQ abdomen

Gejala utama tumor vesica urinaria adalah pada 85-90% pasien mengeluhkan hematuria pada
kanker VU. Hematuria dapat berupa mikroskopik hematuria atau gross hematuria, bersifat
intermiten atau konstan. Pada sebagian kecil penderita, dapat mengeluhkan gejala iritabilitas
vesika urinaria, seprti frekuensi, urgensi, dan disuria. Gejala pada kanker VU yang lebih luas
lagi seperti nyeri pada tulang dari metastasis ke tulang atau nyeri tumpul akibat metastasis
retroperitoneum atau obstruksi uretra.
Umumnya, pasien dengan kanker VU tidak mempunyai tanda yang berhubungan dengan
penyakit ini. Namun pasien dengan ukuran tumor yang besar atau yang sudah bermetastasis
dapat ditemukan penebalan atau massa pada daerah suprapubis (> T3a). Hepatomegali dan
limfadenopati supraklavikular menjadi tanda pada kanker yang sudah bermetastasis
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang radiologi dapat
didiagnosis sebagai kolelithiasis dan tumor vesica urinaria susp malignancy

Anda mungkin juga menyukai