Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
R. S. PARHUSIP
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi, khususnya infeksi saluran nafas masih merupakan masalah
besar di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga 1986-menunjukkan bahwa
infeksi saluran nafas bagian bawah merupakan penyabab kematian nomor satu.
Walaupun pada survey kesehatan rumah tangga 1992 infeksi saluran nafas menjadi
peringkat 4 penyabab kematian, infeksi saluran nafas masih tetap merupakan
masalah besar di Indonesia. Penanganan infeksi sebenarnya tidak terlalu sulit bila
kuman penyababnya serta obat untuk mengatasinya sudah diketahui dengan pasti.
Memastikan kuman penyebab ini yang jauh lebih sulit, lebih-lebih lagi untuk
menentukan penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Umumnya sebagai bahan
pemeriksaan diambil dahak yang dibatukkan penderita karena bahan ini mudah
didapat. Infeksi saluran nafas sampai dewasa ini masih menduduki peringkat utama
penyakit infeksi karena paling sering menyebabkan kematian. Di Amerika Serikat
negara yang tergolong paling maju masih terdapat sekitar 50 ribu kematian setiap
tahun akibat pneumonia.
Data WHO yang dikumpulkan dari 88 negara di lima benua dengan jumlah
penduduk 1.200 juta menunjukkan angka kematian karena infeksi saluran nafas
pada tahun 1972 adalah sebesar 666 ribu. Pneumonia oleh virus atau bakteri
menempati 75% dari angka kematian tersebut. Hadiarto (1990) menemukan 50%
kuman Streptococcus Viridans, kemusian Streptococcus Pneumoniae (14,6% - 20%)
yang diisolasi dari bahan sputum dan sikatan bronkhus, sedangkan dari Gram
Negatif didapatkan Klepsiella Pneumonial, Pseudomonas dan E. Coli. Wibowo. S
(1991) melaporkan bahwa dari hasil kultur aspirat Transtrakheal 40 penderita
Bronkhiektase terinfeksi di RS. Persahabatan didapatkan Streptococcus Viridans
predominan dan diikuti oleh Pseodomonas Sp, Enterobachteriaceae dan dari kuman
anaerob Bacterioides Sp, menonjol.
KLASIFIKASI
Berdasarkan anatomis, ISPA dibagi dua yaitu Infeksi Saluran Pernafasan
bagian atas dan bawah. Termasuk kelompok Infeksi Saluran Pernfasan bagian atas
yaitu : rinitis, farinitis, tonsilitis, laringo-trakeo bronkitis atau “Croup”. Termasuk
dalam kelompok Infeksi Saluran Pernafasan bagian bawah yaitu: bronkitis,
bronkopneumonia dan pneumonia. Pneumonia merupakan bagian yang amat penting
karena merupakan salah satu jenis yang paling banyak ditemukan diantara
kelompok Infeksi Saluran Pernafasan bagian bawah.
KRITERIA DIAGNOSA
Bronkitis Akut
Klinis : Ditemukan batuk-batuk kering tanpa dahak, kemudian menjadi produktif
dengan dahak mukopurulen. Pilek-pilek disertai rasa nyeri dan kadang
disertai rasa panas disub sternal. Demam biasanya berlangsung antara 7-10
hari, walaupun kadang-kadang tanpa demam.
Pneumonia
Klinis : Biasanya didahului Infeksi Saluran Pernafasan bagian atas dalam beberapa
hari, kemudian terjadi demam tinggi. Sakit kepala, menggigil disertai batuk-
batuk kadang dengan nyeri dada, dan sesak nafas.
Fisis : Dada bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas. Suara nafas melemah
atau terdengar suara bronkial. Ronkhi basah mula-mula halus kemudian
menjadi kasar dalam stadium resolusi.
Laboratorium : Kenaikan Laju Endap Darah ( LED ), lekositosis, dan hitung jenis
bergeser ke kiri. Pemeriksaan bakteriolog penyebab dilakukan
dengan pengecatan langsung dari dahak. Selain itu dilakukan biakan
dari sediaan dahak, darah dan cairan pleura.
HASIL
Spektrum bakteria dari 101 penderita Infeksi Saluran Nafas bagian bawah di
BP4 Medan dapat dilihat pada tabel I dan diagram berikut.
Jumlah 103
PEMBAHASAN
Jumlah penderita yang diteliti sebanyak 101 kasus terdiri dari 46 ( 45,5% )
pria dan 55 ( 54,5% ) wanita, usia antara 16-70 tahun. Dari hasil penelitian ini
terlihat hasil biakan posotif pada semua penderita. Pada dua penderita dijumpai
tumbuhan dua galur bakteri sedangkan yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Dari
hasil biakan terlihat bahwa bakteri Streptococcus Viridans adalah yang terbanyak
diikuti oleh Enterobacter Aerogens, Pseudomonas Aureginosa dan Klebsiella Sp.
Bakteri Gram positif dijumpai sebanyak 54 galur, ( 52,4% ) dan bakteri gram
negatif 49 galur ( 47,6% ), dimana Streptococcus Viridans adalah bakteri yang
terbanyak dari gram positif, sedangkan bakteri gram negatif Enterobacter Aerogens,
Pseudomonas Aeroginosa, Klebsiella Sp, jumlahnya berimbang.
Pola bakteri tersebut tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wibowo. S tahun 1990 dari 36 penderita Infeksi Saluran Nafas bagian bawah di
RS. Persahabatan. Kuman aerob terbanyak, Streptococcus Anhaemolyticus 16 galur,
Pseudomonas Aeruginosa 9 galur, Streptococcus Viridans 7 galur diikuti
Streptococcus Pneumoniae 4 galur. Kuman anaerob Bacteroides Melaninogenicus 4
galur, Streptococcus Sp 3 galur, Peptostreptococcus 1 galur.
Dari data-data diatas maka nampaklah bahwa pola kuman aerob dari dahak
penderita berasal dari beberapa tempat di Indonesia adalah hampir sama dalam
urutan yang berbeda.
Bila kita perhatikan penelitian Krissubanu di Jakarta yang membiakkan nanah
berasal dari aspirasi cairan empiema dengan urutan sebagai berikut :
1. Pseudomonas
2. Streptococcus
3. Coliform
4. Staphylococcus
Maka nampaklah bahwa kecuali kuman coliform yang lain adalah kuman serupa
dengan hasil biakan dahak.
Laporan Nana Suryana di Jakarta dari hasil biakan aspirasi transtorakal
langsung ketempat lesidiparu, kuman yang tersering adalah :
1. Streptococcus Pneumoniae
2. Staphylococcus Albus
3. Staphylococcus Aureus
Dibandingkan dengan hasil biakan dahak ternyata bahwa kuman aerob dari nanah
empiema dan aspirasi transtorakal menunjukkan pola yang hampir sama. Hal ini
menunjukkan bahwa biakan dahak masih cukup bermanfaat untuk mendeteksi
kuman penyebab infeksi saluran nafa terutama jenis kuman aerob.
KESIMPULAN
Hasil biakan dahak untuk kuman aerob di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan poal sebagai berikut :
Klepsiella, Streptococcus, Enterobacter, Staphylococcus, Pseudomonas, dalam urutan
yang tidak sama.
Hasil biakan tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil biakan nanah dari
aspirasi empiena dan hasil biakan dari aspirasi transtorakal pada lokasi yang sakit.
Dalam hal jenis kuman penyebab belum bisa diketahui, bisa dipertimbangkan
pemakaian anti Microba yang tepat baik secara tunggal maupun kombinasi.
Disarankan setiap pusat kesehatan yang mampu untuk mengamati dan
melaporkan hasil penelitian serupa hingga akan didapatkan data nasional yang
bermanfaat.