Anda di halaman 1dari 6

PENGEMBANGAN PERKERASAN BETON SEMI-LENTUR MENGGUNAKAN

BAHAN TAMBAH LIMBAH BAN BEKAS

PERUMUSAN MASALAH
Konstruksi perkerasan jalan pada dasarnya dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement).
Perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sedangkan perkerasan kaku
menggunakan bahan pengikat semen. Penggunakan perkerasan kaku banyak
memiliki keuntungan, karena perencanaannya sederhana, tidak banyak memerlukan
perawatan, cocok untuk lalulintas tinggi dan juga cocok untuk tanah dasar yang
memiliki nilai CBR rendah. Tetapi, kelemahan utama perkerasan kaku adalah
rendahnya tingkat kenyamanan jalan akibat rendahnya nilai kelenturan beton.
Peningkatan kelenturan beton dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan
elastis ke dalam campuran beton. Hal ini karena bahan elastis yang tecampur dalam
beton akan menurunkan sifat getas beton. Bahan elastis yang tercampur juga akan
berfungsi sebagai tulangan dalam untuk menahan tegangan tarik yang terjadi,
sehingga akan mengurangi keretakan beton (cracking). Penambahan bahan elastis
dapat dilakukan dalam bentuk serbuk, serat, ataupun potongan. Tetapi berdasarkan
sifat mekanik bentuk geometri bahan elastis yang ditambahkan, maka bentuk serat
dan potongan akan memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap kelenturan
beton dibandingkan dengan bentuk serbuk.
Tetapi seiring dengan kadar penambahan bahan elastis yang meningkat, akan
menyebabkan kelecakan beton normal (workability) menurun (Suseno dan Saptono,
2000), sehingga campuran beton sulit untuk dipadatkan, akibatnya kuat tekan beton
normal menjadi turun. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
menggunakan beton SCC (Self Compacting Concrate) dengan bahan tambah
superplasticizer. SCC adalah beton yang memiliki sifat kecairan (fluidity) yang tinggi
sehingga mampu mengalir dan mengisi ruang-ruang di dalam cetakan tanpa proses
pemadatan atau hanya sedikit sekali memerlukan bantuan pemadatan (Wihardi, dkk,
2006; Sugiharto, dkk, 2006). SCC pertama kali digunakan di Jepang pada

pertengahan tahun 1980-an dan mulai digunakan dalam konstruksi beton pada awal
tahun 1990-an.
Penggunaan beton SCC perlu dilakukan karena dengan penggunaan beton SCC
konsentrasi bahan tambah limbah ban bekas akan dapat ditingkatkan lebih tinggi
lagi dibandingkan dengan beton normal/biasa tetapi tetap didapatkan kuat tekan
beton yang tinggi. Penggunaan limbah ban bekas juga harus memperhatikan jenis
ban, yaitu jenis biasa atau jenis tubeless (tidak menggunakan ban dalam). Hal ini
karena pada ban jenis tubeless terdapat serat baja (steel fiber) yang akan
mempengaruhi perilaku mekanik beton.
Sedangkan perencanaan tebal perkerasan semi-lentur harus memperhatikan
ketahanan terhadap faktor kelelahan (fatigue) akibat tarik lentur dan lendutan, hal ini
karena repetisi beban kendaraan yang terjadi akan menyebabkan penurunan nilai
kelenturan perkerasan jalan.
Melihat masalah di atas, maka persoalan yang harus dipecahkan adalah; (1)
Bagaimana sensitivitas pengaruh kadar ban bekas (bentuk serat dan potongan)
terhadap kuat tekan, kelenturan (modulus elasticity) dan ketahanan retak awal (first
cracking) perkerasan kaku (beton); (2) Berapa kadar optimum bahan tambah ban
bekas (bentuk serat dan potongan) dalam campuran beton normal maupun beton
SCC, (3) Berapa tebal minimum perkerasan semi-lentur harus dibuat pada kadar
ban bekas optimum dalam campuran beton normal maupun beton SCC, yang
tentunya sesuai dengan tipe jalan yang digunakan, dan (4) Bagaimana perilaku
mekanik perkerasan semi-lentur pada aplikasi langsung di lapangan, yaitu pada
penggunaan sesungguhnya.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian tahun ini adalah :
1. Mengetahui sensitivitas pengaruh kadar ban bekas dalam bentuk serat (fiber)
dan bentuk potongan (chip) terhadap kuat tekan, kelenturan (modulus elasticity)
dan ketahanan retak (crack) perkerasan kaku (beton)
2. Menentukan kadar optimum bahan tambah ban bekas (bentuk serat dan
potongan) dalam campuran beton normal;

3. Menentukan kadar optimum bahan tambah ban bekas (bentuk serat dan
potongan) dalam campuran beton SCC (Self Compaction Concrate) dengan
bahan tambah superplasticizer.
4. Menentukan tebal minimum perkerasan semi-lentur berdasarkan tipe jalan, pada
campuran beton normal;
5. Menentukan tebal minimum perkerasan semi-lentur berdasarkan tipe jalan, pada
campuran beton SCC (Self Compacting Concrate).
6. dst

HIPOTESIS
Beton dengan bahan tambah potongan limbah ban bekas akan memiliki nilai kuat
tarik dan kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton tanpa bahan
tambah potongan ban bekas.

PENGEMBANGAN MATERIAL BAMBU SUSPENSI SEMEN SEBAGAI BAHAN


ALTERNATIF KONSTRUKSI YANG KUAT, AWET, DAN MURAH.

Dalam kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan di Indonesia, bambu memegang


peranan sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik
untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah,
mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu
bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak
ditemukan di sekitar pemukiman. Bambu menjadi tanaman serbaguna bagi masyarakat
pedesaan.
Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah,
gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam
bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya.
Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan industri supit,
alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan
lain-lain.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu banyak menemui beberapa
keterbatasan. Antara lain ketidakawetan bahan bambu tersebut. Cuaca Indonesia yang
beriklim tropis basah menyebabkan bambu sangat mudah mengalami dekomposisi.
Penyebabnya antara lain adalah serangga, jamur, bakteri dan tumbuhan parasit lainnya.
Proses dekomposisi ini diperlukan, khususnya di hutan karena proses tersebut
mengembalikan bahan bambu tersebut menjadi tanah. Namun proses ini tentunya sangat
merugikan jika terjadi pada bahan-bahan bangunan dan karya-karya seni lainnya. Karena itu
bahan bangunan dan karya seni yang terbuat dari bambu harus diproses terlebih dahulu
sebelum dipakai agar awet, khususnya agar tahan terhadap serangan serangga dan binatangbinatang kecil lainnya atau pengaruh iklim. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari
bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan
bulukan, sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga
bubuk kering dan rayap kayu kering.
Usaha pengawetan bambu telah banyak dicoba, antara lain dengan perendaman di
dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau di air laut. Metode ini relatif sederhana dan
mudah, tetapi menyebabkan bambu berbau kurang sedap dan memerlukan waktu yang lama
(biasanya 3 bulan). Proses ini seringkali juga akan merusak warna bambu, bahkan dapat

mengaburkan garis-garis bambu (dekorasi), sehingga proses ini jarang digunakan untuk
bambu sebagai bahan mebel (furniture).
Usaha pengawetan lain adalah menggunakan bahan kimia seperti pestisida
(Martawijaya, 1964; Basri dan Jasni, 1995), senyawa boron (Supriana, 1987; Sumarni et al.,
1992), asam borat dan boraks (Abdurrochim, 1982; Permadi dan Sumarni ,1995), Koppers F
7 (Barly dan Permadi, 1987), dan lain-lain. Tetapi metode ini hanya efektif untuk
mengendalikan serangan serangga dan atau jasad renik saja, sedangkan bambu tetap cepat
membusuk atau lapuk akibat pengaruh iklim atau air hujan. Hal ini karena pori-pori bambu
masih tetap terbuka sehingga daya serap (absorbsi) air masih cukup besar.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka persoalan pokok yang harus dipecahkan
adalah, (1) bagaimana menciptakan metode pengawetan bambu yang dapat menghasilkan
bambu yang kedap air/keras sehingga absorsi kecil, tidak berbau setelah diawetkan, mudah,
dan awet (2) bagaimana peningkatan karakteristik fisik dan mekanik bambu suspensi semen
yang dihasilkan, sehingga dapat dikaji pemanfaatannya secara khusus maupun alternatifalternatif pemanfaatan lainnya, (3) bagaimana ketahanan (resistensi) bahan bambu suspensi
semen tersebut terhadap serangan asam, rayap tanah, dan bubuk kayu kering.
Permasalahan pokok tersebut diyakini dapat diselesaikan dengan cara mengalirkan
suspensi semen ke dalam bambu sehingga menyebabkan pori-pori bambu terisi oleh semen
dan mengeras. Hal ini akan membuat bambu menjadi kedap air dan masif, sehingga lebih
awet, kuat, anti rayap dan tidak cepat membusuk. Cara pelaksanaan cepat, mudah dan tidak
menyebabkan bahan bambu berbau. Agar suspensi semen dapat mengalir dengan baik ke
dalam pori-pori bambu, maka suspensi semen dialirkan pada bambu segar/basah baru tebang
dengan tekanan tertentu yang merupakan modifikasi dari metode Baucherie. Hal ini karena
bambu segar/basah baru tebang masih memiliki rongga pori-pori yang terbuka sempurna
sehingga suspensi semen lebih mudah dialirkan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif baru
metode pengawetan bambu dan sekaligus alternatif baru bahan konstruksi yang kuat, awet,
anti rayap dan murah, tetapi tetap memiliki nilai estetika yang tinggi.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui peningkatan karakteristik fisik dan mekanika bambu suspensi semen
yang dihasilkan, sehingga dapat dikaji pemanfaatannya secara khusus maupun
alternatif-alternatif pemanfaatan lainnya.
2. Mengetahui ketahanan (resistensi) bahan bambu suspensi semen tersebut terhadap
serangan asam, rayap tanah, dan bubuk bambu/kayu kering, sehingga diketahui
tingkat keawetannya.

HIPOTESIS
Suspensi semen dalam bambu akan menyebabkan pori-pori bambu terisi oleh semen dan
mengeras, hal ini akan membuat bambu menjadi kedap air dan masif, sehingga lebih awet,
kuat, anti rayap dan tidak cepat membusuk

Anda mungkin juga menyukai