Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut
kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut
sebagai elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolism memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat
menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah
penting bagi kelangsungan hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan
osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah
fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida
(Cl-), dan bikarbonat (HCO3 -). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut
dalam klinis dikenal sebagai profil elektrolit.
Kalium, kation intraselular terpenting, sangat penting untuk kehidupan
organisme dan dapat diperoleh secara mencukupi lewat makanan sehari-hari.
Penyerapan kalium dari saluran cerna sangat baik dan menghasilkan kelebihan
asupan sekitar 1 mEq/kg/24 jam (60-100 mEq). Sebagian besar kelebihan ini
(90%) diekskresikan lewat ginjal dan 10% lewat saluran cerna. Keseimbangan
kalium dipertahankan terutama lewat regulasi ekskresi ginjal. Lokasi regulasi
paling penting berada di duktus koledokus, di mana terdapat reseptor aldosteron
Asupan kalium berbeda-beda tergantung usia, jenis kelamin, latar
belakang etnis dan status sosioekonomik. Pada pasien yang menggunakan
diuretik non-hemat kalium, hipokalemia dapat ditemukan pada 20-50% pasien.
Pasien keturunan Afrika dan wanita lebih rentan, risiko juga ditingkatkan dengan
penyakit seperti gagal jantung dan sindroma nefrotik. Insidens tinggi menderita
hipokalemia termasuk dengan gangguan pola makan, insidens berkisar antara
4,6% sampai 19,7%; pasien dengan AIDS di mana sampai 23,1% pasien rawat
inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik yang berkisar sampai
12,6%.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERKALEMIA
2.1.Definisi
Hiperkalemia didefinsikan sebagai suatu keadaan dengan kadar kalium serum
lebih atau sama dengan 5,5 mEq/L. Hiperkalemia akut adalah suatu keadaan
kedaruratan medis yang perlu segera dikenali dan ditangani untuk menghindari
terjadinya disratmia dan henti jantung fatal.
2.2.Etiologi dan Patogenesis 1,2
Pada hipokalemia, kadar kalium serum yang rendah merupakan petunjuk
yang berharga, tetapi tidak demikian halnya pada hiperkalemia. Hasil
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan kadar kalium serum yang tinggi
tidak

selalu

mencerminkan

adanya

hiperkalemia

yang

sesungguhnya.

Pemasanagan torniket mengelilingi ekstremitas seseorang yang sedang


melakukan latihan (misalnya, membuka dan mengepalkan tangan) dapat
meningkatkan kadar kalium sebanyak 2-3 mEq/L.
Hemolisis eritosit juga memberikan peningkatan palsu kadar kalium serum,
karena sel darah mengandung kalium dengan kadar tinggi. Oleh karena itu,
penting untuk menyingkirkan artefak yang dapat menimbulkan peningkatan palsu
kadar kalium serum atau pseudohiperkalemia. Pemeriksaan serial laboratorium
perlu dilakukan jika ada kecurigaan terhadap kebenaran hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan cara lain adalah untuk pengukuran kadar K+ plasma dengan
mengambil sampel darah dalam tabung berisi heparin. Pada pseudohiperkalemia,
kadar K+ plasma akan berada dalam batas normal sedangkan kadar K+ serum
akan meningkat.
Kadar kalium dapat meningkat palsu pada pemeriksaan serum karena ECF
terpisah dari sel darah merah setelah terjadi pembekuan. Pada keadaan normal,
sejumlah kecil K+ keluar dari sel darah putih dari trombosit selama koagulasi,
dan jumlahnya dapat lebih banyak bila terjadi leukositosis atau trombositosis. Hal
ini mengakibatkan kadar K+ serum terukur melebihi kadar yang sebenarnya
dalam plasma.

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh ekskresi yang tidak memadai,


redistribusi K+ dalam tubuh, dan asupan yang meningkat. Penyebab hiperkalemia
yang paling sering adalah ekskresi melalui ginjal yang tidak memadai. Sebanyak
80-90% kalium diekskresi melalui ginjal, sehingga gagal ginjal dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Meskipun demikian, hiperkalemia tidak
akan terjadi hingga tahap lanjut perjalanan klinis gagal ginjal kronik, kecuali jika
pasien sengaja diberikan beban K+ berlebihan. Keadaan seperti ini bisa terjadi
pada pasien gagal ginjal kronik yang mendapat pengobatan mengandung K+ atau
pengganti garam (mengandung garam kalium).
Sumber endogen dari beban kalium yang berlebihan dapat berasal dari
pendarahan internal sehingga terjadi perlepasan K+ selama hemolisis eritrosit.
Pasien yang menderita penyakit Addison maupun hipoaldosteronisme sendiri
dapat mengalami hiperkalemia berat. Hipoaldosteronisme lebih sering terjadi
pada orang tua yang menderita gagal ginjal dan diabetes melitus. Diuretik hemat
kalium seperti spironolakton dapa menyebabkan terjadinya hiperkalemia berat,
terutama bila diberikan pada penderita insufisiensi ginjal yang juga mendapat
suplemen K+.
Asidosis dan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh luka bakar atau cedera
remuk dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ICF ke ECF, dan merupakan
penyebab lain dari hiperkalemia. Yang terakhir, larutan IV yang mengandung
kalium harus diberikan secara perlahan untuk mencegah terjadinya beban kalium
berlebihan iatrogenik. Bila memungkinkan, untuk transfusi sebaiknya dipakai
darah segar atau packed cells, karena K+ dilepaskan secara bertahap dari eritrosit
ke dalam ECF ketika darah disismpan.
Pada hipokalemia, ada korelasi kasar antara cadangan K+ tubuh total dengan
K+ serum, tetapi tidak terdapat korelasi yang demikian antara K+ tubuh total dan
K+ serum pada hiperkalemia. Pada hipokalemia, umumnya cadangan K+ total
tidak akan meningkat lagi karena tubuh hanya mempunyai kapasitas kecil untuk
menyimpan K+. Malah dalam kenyataannya, K+ tubuh yang tersimpan dapat
menurun pada hiperkalemia. Pada kebanyakkan tipe asidosis metabolik (kecuali
asidosis laktat), K+ berpindah dari ICF ke ECF, sehingga terjadi hiperkalemia

yang cukup berat jika cadangan kalium normal, atau menyebabkan K+ serum
normal jika cadangan K+ tubuh berkurang.
Tabel 1: Keadaan yang sering menyebabkan Hiperkalemia
Penyebab

Penjelasan

Singkirkan pseudohiperkalemia Teknik pengambilan darah vena yang buruk;


lisis sel darah
Ekskresi K+ tidak memadai

Gagal ginjal (akut atau kronik)


Insufisiensi adrenal
Hipoaldosteronisme
Penyakit Addison
Diuretik hemat-kalium (spironolactone)

Berpindahanya K+ keluar dari Asidosis metabolik


sel menuju ECF
Kerusakan jaringan
Luka bakar yang luas
Trauma berat
Pendarahan internal
Asupan yang berlebihan

Pemberian cepat larutan infus IV yang


mengandung K+
Pemberian cepat transfusi darah yang
disimpan
Makan pengganti garam pada pasien gagal
ginjal

Gambar 1: Gangguan keseimbangan kalium pada hiperkalemia dan hipokalemia

2.3. Manifestasi klinis 3


Manifestasi klinis dari hiperkalemia dari ringan sampai sedang biasanya
tidak spesifik dan mungkin termasuk umum misalnya kelemahan, kelelahan,
mual, muntah, kolik usus dan diare. Hiperkalemia berat dapat menyebabkan
hidup mengancam kondisi seperti aritmia jantung dan kelumpuhan otot. Kalium
dan natrium memainkan peran kunci dalam fungsi miokardium. Oleh karena itu,
konsentrasi

mereka

gradient

secara

ketat

dipertahankan.

Setiap

ketidakseimbangan ini gradien konsentrasi mempengaruhi kemampuan jantung


untuk mempertahankan irama normal.
Gradien konsentrasi dipertahankan oleh pompa natrium-kalium ATPase
terletak pada membran sel yang aktif memompa natrium dan kalium luar dalam
sel. Ketika peningkatan tingkat kalium dalam ruang ekstraselular, yang
konsentrasi kalium gradient di dinding sel menurun; dan ini mengurangi
membrane istirahat potensial. Perubahan potensial membran istirahat disebabkan
oleh hiperkalemia adalah patofisiologis prinsip. Mekanisme di balik sebagian
besar gejalanya. Penurunan potensial membrane istirahat mengurangi jumlah
saluran natrium aktif yang pada gilirannya menurunkan besarnya ke dalam
natrium saat ini. Ini menyebabkan konduksi berkepanjangan dorongan dengan
berkepanjangan depolarisasi.
Sebagai

miokardium sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion

kalium, ketidakseimbangan dari kalium gradien konsentrasi dalam hiperkalemia


dapat menyebabkan perkembangan EKG perubahan seperti peningkatan T
amplitudo gelombang (memuncak T waves), perpanjangan PR interval dan durasi
QRS, hilangnya gelombang P, AV konduksi delay, yang berpuncak pada
penggabungan QRS yang kompleks dengan gelombang T menghasilkan pola
gelombang sinus, dan detak jantung (3, 4). Secara klinis, pasien dapat hadir
dengan palpitasi, sinkop, dan kematian mendadak. Selain itu, depolarisasi otot
rangka yang berkelanjutan yang mengarah ke inaktivasi saluran natrium
membran otot. Perubahan ini dapat menghasilkan gejala otot kelemahan dan
dalam kasus yang ekstrim, kelumpuhan.

2.4. Diagnosis 3,4


2.4.1.Anamnesis
Gejala hiperkalemia yang spesifik dan sebagian besar terkait dengan fungsi
otot atau jantung. Keluhan yang paling umum adalah kelemahan dan kelelahan.
Kadang-kadang, pasien dapat mengeluhkan kelumpuhan otot atau sesak napas.
Pasien juga melaporkan palpitasi atau nyeri dada, mual, muntah, dan parestesia.
Sejarah yang paling berharga dalam mengidentifikasi kondisi yang dapat
menyebabkan rentan terhadap hiperkalemia.

Diet yang sangat tidak biasa yang terdiri hampir secara eksklusif dari
makanan tinggi kalium, seperti buah-buahan (misalnya, pisang, jeruk,
atau melon), buah-buahan kering, kismis, jus buah, kacang-kacangan,
dan sayuran dengan sedikit atau tidak ada natrium - gangguan makan

Hati-sehat diet - Sangat rendah sodium dan tinggi kalium diet dianjurkan
untuk pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus

Penggunaan suplemen kalium dalam over-the-counter suplemen herbal,


minuman olahraga, suplemen makanan seperti noni (Morinda citrifolia)
jus, pengganti garam, atau agen farmakologis yang ditentukan.

Dengan pasien rawat inap, meninjau daftar obat untuk suplemen kalium atau
dosis tinggi penisilin G potassium, dan meninjau grafik untuk menentukan
apakah pasien telah menerima transfusi. Dengan pasien yang telah menjalani
operasi

jantung, mempertimbangkan kemungkinan efek residual solusi

kardioplegik.
Penggunaan obat yang mengganggu ekskresi kalium ginjal, sebagai berikut:

Diuretik hemat kalium, yang sangat populer dalam pengobatan sirosis dan
gagal jantung kronis

Obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

Enzyme (ACE) inhibitor angiotensin-converting

Kombinasi spironolactone dan ACE inhibitor

Angiotensin-receptor blocker (ARB)

Inhibitor renin langsung (misalnya, aliskiren)

Cyclosporine atau tacrolimus

Antibiotik (misalnya, pentamidin dan trimetoprim-sulfametoksazol

Asam Epsilon-aminokaproat (EACA)

Agen kontrasepsi oral, seperti drosperinone

Untuk pergeseran kalium ke dalam ruang ekstraselular, permintaan pasien tentang


hal berikut:

Episode berulang flaccid paralysis

Diabetes mellitus

Penggunaan terapi beta blocker (misalnya, hipertensi atau angina)

Faktor risiko rhabdomyolysis, seperti stroke panas, alkoholisme kronis,


kejang, tenaga yang berlebihan tiba-tiba (seperti dalam merekrut militer
menjalani pelatihan dasar

Penggunaan obat-obatan yang mengganggu pembuangan panas (misalnya,


antidepresan trisiklik atau anestesi)

Faktor risiko sindrom lisis tumor, seperti perawatan berkelanjutan untuk


limfoma luas, leukemia, atau tumor besar lainnya

Faktor risiko hemolisis, seperti transfusi darah dan penyakit sel sabit

Redistribusi - asidosis metabolik (diabetic ketoacidosis [DKA]) dan


keadaan katabolik

2.4.2. Pemeriksaan Diagnostik 3,4,5


Pada pasien dengan hiperkalemia, tanda-tanda vital umumnya normal.
Temuan nonspesifik dapat mencakupi kelemahan otot, kelelahan, dan depresi.
Pemeriksaan jantung dapat mengungkapkan ekstrasistol, jeda, atau bradikardia
yang dihasilkan dari blok jantung atau takipnea akibat kelemahan otot
pernapasan. Kelemahan otot rangka dan flaccid paralysis dapat ditemukan,
bersama dengan depresi atau tidak ada refleks tendon dalam. Secara umum, hasil
pemeriksaan fisik

saja cukup untuk menegakan diagnosis, kecuali bila

bradikardia berat hadir atau nyeri otot menyertai kelemahan otot, menunjukkan
rhabdomyolysis. Namun, ketika hiperkalemia telah diakui, evaluasi tanda-tanda

vital

sangat

penting

untuk

menentukan

stabilitas

hemodinamik

dan

mengidentifikasi adanya aritmia jantung yang berhubungan dengan hiperkalemia.


2.4.3.Laboratorium 3,6
Pada pasien yang tidak memiliki kecenderungan untuk hiperkalemia, ulangi tes
darah sebelum mengambil tindakan untuk menurunkan tingkat kalium, kecuali
perubahan yang hadir pada elektrokardiografi (EKG). Pengujian fungsi ginjal
adalah penting. Jika pasien mengalami gagal ginjal, kadar kalsium serum harus
diperiksa karena hipokalsemia dapat memperburuk gangguan irama jantung. Tes
lain adalah sebagai berikut:

EKG

Urine kalium, natrium, dan osmolalitas

Hitung darah lengkap (CBC)

Profil metabolic

Pengukuran trans-tubular kalium gradien (TTKG) tetap banyak


digunakan sebagai alat untuk menilai apakah penurunan ekskresi
ginjal kalium kontribusi untuk hiperkalemia.

Berdasarkan pada temuan klinis dan hasil laboratorium, berikut ini dapat
diindikasikan:
Kadar glukosa

Pada pasien dengan diabetes mellitus yang


diketahui atau diduga

Tingkat digoxin

Jika pasien pada obat digitalis

Arteri atau vena gas darah

Jika asidosis dicurigai

Urinalisis

Jika

tanda-tanda

insufisiensi

ginjal

tanpa

penyebab yang sudah dikenal yang hadir (untuk


mencari bukti glomerulonefritis)
Serum

kortisol

dan Untuk memeriksa kekurangan mineralokortikoid

aldosteron tingkat

ketika penyebab lain dieliminasi

Serum asam urat dan fosfor Untuk sindrom lisis tumor


tes
Kreatinin

serum Untuk rhabdomyolysis

phosphokinase (CPK) dan

kalsium pengukuran
Tes urine myoglobin

Untuk

cedera

menghancurkan

atau

rhabdomyolysis; curiga jika urine menunjukkan


darah dalam urin tetapi tidak ada sel-sel darah
merah yang terlihat pada mikroskop urin
Elektrokardiografi
EKG sangat penting untuk menilai signifikansi fisiologis hiperkalemia.
Temuan EKG umumnya berkorelasi dengan tingkat kalium, namun aritmia
berpotensi mengancam nyawa bisa terjadi tanpa peringatan di hampir setiap
tingkat hiperkalemia. Pada pasien dengan penyakit jantung organik dan dasar
EKG normal, bradycardia mungkin satu-satunya EKG kelainan baru.
Perubahan EKG memiliki kemajuan berurutan, yang secara kasar
berkorelasi dengan perubahan kadar kalium. Hiperkalemia awal, ermasuk tinggi,
mencapai puncaknya gelombang T dengan basis yang sempit, terbaik terlihat
pada sadapan prekordial dipersingkat interval QT; dan ST-segmen depresi.
Perubahan ini biasanya terlihat pada tingkat kalium serum dari 5,5-6,5 mEq /
L.Pada tingkat kalium serum dari 6,5-8,0 mEq / L, selain memuncak gelombang
T, EKG menunjukkan sebagai berikut:

Interval PR yang berkepanjangan

Penurunan atau menghilang gelombang P

Pelebaran QRS (lihat gambar di bawah)

Amplified R waveWidened kompleks QRS di hiperkalemia.

Kompleks QRS melebar di hiperkalemia.

Kompleks QRS melebar pada pasien yang potas serum


Pada tingkat kalium serum lebih tinggi dari 8,0 mEq/L, EKG menunjukkan
adanya gelombang P, QRS melebar progresif, dan blok intraventrikular/
fasciculus / bundel-cabang. QRS semakin melebar akhirnya menyatu dengan
gelombang T, membentuk pola gelombang sinus. Fibrilasi ventrikel atau asistol
berikut. Perubahan EKG hiperkalemia membalikkan dengan pengobatan yang
tepat (lihat gambar di bawah).

Kompleks QRS melebar pada pasien yang serum kalium adalah 7,8 mEq / L. dan
perluasankompleks QRS setelah menerima 1 ampul kalsium klorida. Catatan
penyempitan kompleks QRS dan pengurangan gelombang T.

Penentuan Fungsi Ginjal


Periksa kadar serum urea nitrogen darah (BUN) dan kreatinin untuk menentukan
apakah insufisiensi ginjal hadir. Jika insufisiensi tersebut dikonfirmasi, periksa
24 jam urin untuk

kreatinin atau memperkirakan bersihan kreatinin

menggunakan persamaan Cockroft-Gault untuk

menilai apakah derajat

insufisiensi ginjal saja menjelaskan hiperkalemia tersebut.


Persamaan Cockroft-Gault adalah sebagai berikut:
(140 - umur [y]) 'berat (kg) / 72' serum kreatinin (mg / dL)
Bagi wanita, hasilnya dikalikan dengan 0,8.
Harus diingat bahwa karena tingkat serum kreatinin tergantung pada massa otot,
tingkat kreatinin yang tampaknya normal pada pasien geriatri atau sirosis akan
benar-benar mengindikasikan gangguan fungsi ginjal. Alat seperti Modifikasi
Diet di Renal Disease (MDRD) dan Ginjal Kronis Penyakit Epidemiologi
Kolaborasi (CKD-EPI) formula direkomendasikan untuk memperkirakan laju
filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien ini.
The MDRD formula untuk memperkirakan GFR adalah sebagai berikut:
186 'serum kreatinin (mg / dL)-1,154' usia (y) 0,203 ('0,742 jika
perempuan) (' 1.210 jika hitam)
Urine Kalium, Natrium, dan Osmolalitas
Pengukuran urin kalium dan natrium konsentrasi dan osmolalitas urine
sangat penting untuk menentukan apakah penurunan ekskresi ginjal memberikan
kontribusi untuk hiperkalemia tersebut. Tingkat urin kalium bawah 20 mEq / L
menunjukkan gangguan ekskresi ginjal. Tingkat urin kalium di atas 40 mEq / L
menunjukkan mekanisme ekskresi ginjal utuh, menyiratkan bahwa asupan tinggi
atau

kegagalan

penyerapan

sel

adalah

mekanisme

utama

untuk

hiperkalemia.Sebuah pengukuran urin spot kalium adalah tes yang paling mudah
dan paling sering diperoleh; pengukuran urin kalium 24 jam jarang diperlukan.
Namun, tingkat kalium urin terisolasi sering menyesatkan, karena
konsentrasi urin kalium dipengaruhi tidak hanya oleh sekresi oleh pengumpulan
tubulus kortikal tetapi juga oleh tingkat konsentrasi urin. Jika osmolalitas urine

tinggi (> 700 mOsm / kg), nilai mutlak untuk konsentrasi urin kalium dapat
menyesatkan dan menunjukkan bahwa ginjal membuang kalium tepat.
2.5.Penatalaksanaan 3,4,6
Garam Kalsium
Kalsium antagonis cardiotoxicity hiperkalemia dengan menstabilkan membran
sel jantung terhadap depolarisasi yang tidak diinginkan. Onset efek yang cepat (
15 menit) tetapi relatif berumur pendek. Agen ini adalah pengobatan lini pertama
untuk hiperkalemia berat (misalnya, >7 mEq / L), ketika elektrokardiogram
(EKG) menunjukkan kelainan yang signifikan (misalnya, pelebaran interval
QRS, hilangnya gelombang P, atau aritmia jantung). Kalsium biasanya tidak
ditunjukkan ketika EKG hanya menunjukkan memuncak gelombang T. Kalsium
tidak berpengaruh pada tingkat serum kalium. Oleh karena itu, pemberian
kalsium harus disertai dengan penggunaan terapi lain yang benar-benar
membantu menurunkan kadar kalium serum yang lebih rendah.Kalsium klorida
mengandung sekitar 3 kali lebih banyak kalsium elemental dari volume yang
sama kalsium glukonat: 1 g kalsium klorida memiliki 270 mg (13,5 mEq)
kalsium elemental, sedangkan 1 g kalsium glukonat memiliki 90 mg (4,5 mEq).
Karena itu, ketika hiperkalemia disertai dengan kompromi hemodinamik, kalsium
klorida lebih disukai kalsium glukonat. Garam kalsium lainnya (misalnya,
glubionate dan gluceptate) memiliki kalsium lebih sedikit unsur dari kalsium
glukonat dan umumnya tidak dianjurkan untuk terapi hiperkalemia.
Kalsium Glukonat
Kalsium meningkatkan potensi ambang batas, sehingga memulihkan gradien
normal antarapotensi threshold dan potensial istirahat membran, yang abnormal
dalam hiperkalemia. Onset tindakan adalah dalam waktu 5 menit, dan durasi
kerja adalah sekitar 30-60 menit. Dosis harus dititrasi dengan memonitor
perubahan EKG selama administrasi; ulangi dosis jika perubahan EKG tidak
normal dalam waktu 3-5 menit.

Kalsium Klorida
Kalsium mencegah efek merusak jantung dari hiperkalemia berat yang mungkin
terjadi sebelum tingkat kalium serum dikoreksi. Karena efek menjengkelkan
ketika diberikan secara parenteral, kalsium klorida umumnya dianggap sebagai
pilihan kedua, setelah kalsium glukonat.
Agonis Beta-Adrenergik
Melalui aktivasi siklik adenosin monofosfat (cAMP), agonis ini menstimulasi
natrium-kalium adenosin trifosfatase (Na + -K + -ATPase) pompa, sehingga
menggeser kalium ke dalam kompartemen intraseluler. Namun, pergeseran ini
kalium terjadi terutama selama latihan daripada saat istirahat.
Albuterol (Proventil, Ventolin, Vospire Er)
Albuterol adalah agonis adrenergik yang memiliki efek aditif dengan insulin dan
glukosa, yang pada gilirannya membantu pergeseran kalium ke dalam ruang
intraselular. Agen ini menurunkan tingkat kalium serum dengan 0,5-1,5 mEq / L.
Hal ini dapat sangat bermanfaat pada pasien dengan gagal ginjal ketika kelebihan
cairan kekhawatiran. Onset tindakan adalah 30 menit; durasi kerja 4-6 jam untuk
produk segera-release.
Antidiabetics, Insulin
Insulin diberikan dengan glukosa untuk memfasilitasi penyerapan glukosa ke
dalam sel otot, membawa potasium dengan itu, terutama dengan meningkatkan
aktivitas pompa Na + -K + - ATPase dan dengan demikian untuk sementara
menurunkan kadar kalium serum.
Insulin manusia biasa (Novolin R, Humulin R)
Insulin reguler merangsang ambilan kalium dalam waktu 20-30 menit dan
berlangsung selama 4-6 jam. Konsentrasi kalium serum biasanya mampir 0,5-1,2
mEq / L. Mengelola glukosa bersama dengan insulin untuk mencegah

hipoglikemia. Memonitor kadar gula darah sering. Meskipun efeknya cepat, itu
bersifat sementara; Oleh karena itu, terapi insulin harus diikuti dengan terapi
yang benar-benar meningkatkan kalium izin (misalnya, natrium polistiren
sulfonat [SPS]).
Diuretik, Loop
Diuretik loop nyata meningkatkan ginjal kalium ekskresi dan kadar serum
sehingga lebih rendah. Obat parenteral diberikan memiliki onset lebih cepat dari
tindakan dan lebih disukai dalam situasi darurat. Administrasi simultan dari
garam dapat mencegah penurunan volume parah.
Furosemide (Lasix)
Furosemide meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
klorida mengikat, yang, pada gilirannya, menghambat natrium, kalium, dan
klorida reabsorpsi dalam lingkaran

menaik Henle dan tubulus ginjal distal.

Furosemide memiliki onset lambat tindakan (sering 1 jam), dan pengaruhnya


pada penurunan tingkat kalium tidak konsisten. Dosis besar mungkin diperlukan
pada gagal ginjal. Individualize dosis kepada pasien. Untuk pengobatan edema,
tergantung pada respon, mengelola penambahan sebesar 20-40 mg, tidak lebih
cepat dari 6-8 jam setelah dosis sebelumnya, sampai diuresis diinginkan terjadi.
Jika respon diuretik tidak memuaskan, furosemide dapat dititrasi dengan
penambahan sebesar 1 mg / kg (tidak lebih cepat dari 2 jam setelah dosis
sebelumnya) sampai efek yang memuaskan dicapai (sampai 6 mg / kg).
Penyerapan oral furosemide bervariasi dari orang ke orang. Jika pasien
membutuhkan terapi yang cepat dan efektif, intravena (IV) dengan lebih disukai.
Infus furosemide (pada tingkat setinggi 40 mg / hr) kadang-kadang digunakan
untuk edema berat tapi jarang diperlukan untuk pengobatan hiperkalemia.
Bumetanide (Bumex)
Bumetanide meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
klorida mengikat, yang, pada gilirannya, menghambat natrium, kalium, dan
klorida reabsorpsi dalam lingkaran menaik Henle dan tubulus ginjal distal.

Individualize dosis kepada pasien. Untuk pengobatan edema pada orang dewasa,
mulai dari 0.5-1 mg IV atau intramuskular (IM); jika respon yang
diinginkan tidak tercapai, memberikan dosis kedua atau ketiga pada interval 2-3
jam. Titrasi dengan dosis maksimal 10 mg / hari. Jarang, dosis setinggi 20 mg /
hari digunakan untuk edema pada pasien dengan gangguan ginjal; Namun,
mereka umumnya tidak diperlukan untuk pengobatan hiperkalemia.
Asam Ethacrynic (Edecrin)
Asam ethacrynic meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem
cotransport klorida mengikat, yang pada gilirannya menghambat reabsorpsi
natrium dan klorida dalam lingkaran menaik Henle dan tubulus ginjal distal.
Untuk pengobatan edema pada orang dewasa, mulai dari 0.5-1 mg / kg IV.
Biasanya, 1 dosis adalah semua yang diperlukan; kadang-kadang, bagaimanapun,
dosis kedua dapat diberikan setelah 2-4 jam. Untuk dosis kedua, tempat suntikan
baru harus digunakan untuk menghindari kemungkinan tromboflebitis. IV dosis
tunggal yang lebih tinggi dari 100 mg tidak dianjurkan.
Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate, Klonex, Kalexate, SPS)
SPS pertukaran natrium kalium dan mengikat dalam usus, terutama di usus besar,
menurunkan kadar total kalium tubuh sekitar 0.5-1 mEq / L. Beberapa dosis yang
biasanya diperlukan. Onset aksi berkisar 2-24 jam setelah pemberian oral dan
bahkan lebih lama setelah pemberian dubur. Durasi kerja 4-6 jam. Jangan
gunakan SPS sebagai terapi lini pertama untuk parah hyperkalemia yang
mengancam jiwa; menggunakannya dalam tahap kedua terapi. The Food and
Drug Administration (FDA) mencatat bahwa SPS telah dikaitkan dengan nekrosis
usus dan pencernaan yang serius (GI) komplikasi lain dan menyarankan terhadap
penggunaannya pada pasien yang tidak memiliki fungsi usus normal. Penggunaan
bersamaan sorbitol dengan natrium polistiren sulfonat telah terlibat dalam kasus
nekrosis kolon.
Agen Alkalinizing
Pada pasien dengan asidosis metabolik berat, natrium bikarbonat IV digunakan

sebagai penyangga yang memecah air dan karbon dioksida setelah mengikat ion
hidrogen bebas. Dengan meningkatkan pH, natrium bikarbonat mempromosikan
pergeseran kalium sementara dari ekstraselular ke lingkungan intraselular. Hal ini
juga meningkatkan efektivitas insulin pada pasien dengan asidemia. Agen ini
telah berhasil digunakan dalam pengobatan overdosis akut slow release persiapan
kalium oral.

HIPOKALEMIA
2.6. Definisi 5,7
Hipokalemia secara umum didefinisikan sebagai kadar kalium di dalam serum
kurang dari 3,5 mEq / L (3,5 mmol / L). Hipokalemia moderate adalah kalium
dalam serum 2,5-3 mEq / L, dan hipokalemia berat adalah kurang dari 2,5 mEq /
L. Hipokalemia adalah ketidakseimbangan berpotensi mengancam nyawa.
Nilai Rujukan Kalium
- serum bayi

: 3,6-5,8 mmol/L

- serum anak

: 3,5-5,5 mmo/L

- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L


- urine anak

: 17-57 mmol/24 jam

- urine dewasa

: 40-80 mmol/24 jam

- cairan lambung : 10 mmol/L


2.7 Etiologi dan Patofisiologi 2,5,7
1. Penurunan asupan kalium
Asupan kalium normal berkisar antara 40-120 mEq per hari, kebanyakan
diekskresikan kembali di dalam urin. Ginjal memiliki kemampuan untuk
menurunkan ekskresi kalium menjadi 5 sampai 25 mEq per hari pada keadaan
kekurangan kalium. Oleh karena itu, penurunan asupan kalium dengan sendirinya
hanya akan menyebabkan hipokalemia pada kasus-kasus jarang. Meskipun
demikian, kekurangan asupan dapat berperan terhadap derajat keberatan
hipokalemia, seperti dengan terapi diuretik atau penggunaan terapi protein cair
untuk penurunan berat badan secara cepat.
2. Peningkatan laju kalium masuk ke dalam sel
Distribusi normal kalium antara sel dan cairan ekstraselular dipertahankan oleh
pompa Na-K-ATPase yang terdapat pada membran sel. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi peningkatan laju kalium masuk ke dalam sel sehingga terjadi
hipokalemia transien.

(a) Peningkatan pH ekstraselular, baik alkalosis metabolik atau respiratorik dapat


menyebabkan kalium masuk ke dalam sel. Pada keadaan ini ion-ion hidrogen
meninggalkan sel untuk meminimalkan perubahan pH ekstraselular; untuk
memertahankan netralitas elektrik maka diperlukan masuknya beberapa kalium
(dan natrium) masuk ke dalam sel. Secara umum efek langsung ini kecil, oleh
karena konsentrasi kalium turun hanya 0,4 mEq/L untuk setiap peningkatan 0,1
unit pH. Meskipun demikian, hipokalemia sering ditemukan pada alkalosis
metabolik. Mungkin keadaan ini disebabkan oleh kaitannya dengan kelainan
yang

menyebabkan

alkalosis

metabolik

tersebut

(diuretik,

vomitus,

hiperaldosteron).
(b) Peningkatan jumlah insulin, insulin membantu masuknya kalium ke dalam
otot skeletal dan sel hepatik, dengan cara meningkatkan aktivitas pompa Na-KATPase. Efek ini paling nyata pada pemberian insulin untuk pasien dengan
ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik berat. Konsentrasi kalium
plasma juga dapat menurun oleh karena pemberian karbohidrat. Oleh karenanya,
pemberian kalium klorida di dalam larutan mengandung dekstrosa pada terapi
hipokalemia dapat menurunkan kadar kalium plasma lebih lanjut dan
menyebabkan aritmia kardiak.
(c) Peningkatan aktivitas beta adrenergik, katekolamin, yang bekerja melalui
reseptor-reseptor beta 2-adrenergik, dapat membuat kalium masuk ke dalam sel,
terutama dengan meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase. Sebagai akibatnya,
hipokalemia transien dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan di mana terjadi
pelepasan epinefrin oleh karena stres, seperti penyakit akut, iskemia koroner atau
intoksikasi teofilin. Efek yang sama juga dapat dicapai oleh pemberian beta
agonis (seperti terbutalin, albuterol atau dopamin) untuk mengobati asma, gagal
jantung atau mencegah kelahiran prematur.

(d) Paralisis hipokalemik periodik, kelainan ini jarang ditemui dan disebabkan
oleh etiologi yang belum pasti dan ditandai dengan serangan-serangan kelemahan
otot potensial fatal atau paralisis yang dapat memengaruhi otot-otot pernapasan.
Serangan akut, pada keadaan di mana terjadi aliran kalium masuk ke dalam sel
secara tiba-tiba dapat menurunkan kadar kalium plasma sampai serendah 1,5 - 2,5
mEq/L, seringkali dicetuskan oleh istirahat sehabis olah raga, stres, atau makanan
tinggi karbohidrat, yang merupakan keadaan-keadaan di mana terjadi pelepasan
epinefrin atau insulin. Hipokalemia seringkali disertai dengan hipofosfatemia dan
hipomagnesemia.
Serangan berulang dengan kadar kalium plasma normal diantara serangan
membedakan antara paralisis periodik dengan paralisis hipokalemik lainnya,
seperti yang dapat dijumpai pada beberapa hipokalemia berat oleh karena
asidosis tubular ginjal (renal tubular acidosis, RTA). Meskipun demikian,
kemampuan untuk membedakan antara kelainan-kelainan ini sulit secara klinis.
(e) Peningkatan produksi sel-sel darah, peningkatan akut produksi sel-sel
hematopoietik dikaitkan dengan peningkatan ambilan kalium oleh sel-sel baru ini
dan mungkin menyebabkan hipokalemia. Hal ini paling sering terjadi pada saat
pemberian vitamin B12 atau asam folat untuk mengobati anemia megaloblastik
atau granulocyte-macrophage-colony stimulation factor (GM-CSF) untuk
mengobati netropenia.
Sel-sel yang aktif secara metabolik juga dapat mengambil kalium setelah
pengambilan darah. Keadaan ini telah ditemukan pada pasien-pasien leukemia
mielositik akut dengan kadar sel darah putih yang tinggi. Pada keadaa ini,
pengukuran kadar kalium plasma dapat dibawah 1 mEq/L (tanpa gejala) apabila
darah dibiarkan pada suhu ruangan. Hal ini dapat dicegah dengan pemisahan
plasma dari sel secara cepat atau penyimpanan darah pada suhu 4C.

(f) Hipotermia, baik oleh karena kecelakaan atau diinduksi secara sengaja dapat
menyebabkan kalium masuk ke dalam sel dan menurunkan kadar konsentrasi
kalium plasma sampai di bawah 3,0 sampai 3,5 mEq/L.
(g)

Intoksikasi

barium,

biasanya

disebabkan

oleh

asupan

makanan

terkontaminasi, dapat menyebabkan hipokalemia dengan menghambat kanal


kalium pada membran sel yang biasanya menyebabkan kalium mampu berdifusi
ke cairan ekstraselular. Pasien-pasien yang menjalani prosedur radiologik tidak
berisiko untuk menderita komplikasi ini, oleh karena barium sulfat yang
digunakan tidak masuk ke dalam peredaran sistemik.
(h) Intoksikasi klorokuin, hipokalemia dengan kadar kalium jatuh sampai di
bawah 2,0 mEq/L pada keadaan-keadaan berat, merupakan temuan yang sering
pada intoksikasi klorokuin akut. Efek ini mungkin dimediasi oleh pergerakan
kalium ke dalam sel dan dapat dieksakserbasi oleh pemberian epinefrin yang
digunakan untuk membantu mengatasi intoksikasi.

3. Peningkatan kehilangan gastrointestinal


Kehilangan sekresi gastrik atau intestinal dari penyebab apapun (muntah, diare,
laksatif atau drainase tabung) dikaitkan dengan kehilangan kalium dan
kemungkinan hipokalemia. Konsentrasi kalium pada kehilangan kalium saluran
cerna bawah cukup tinggi (20-50 mEq/L) pada sebagian besar kasus. Sebagai
perbandingan, konsentrasi kalium pada sekresi gastrik hanya 5-10 mEq/L;
sehingga deplesi kalium pada keadaan ini utamanya disebabkan oleh karena
kehilangan urin.
Keadaan berikut ini yang menyebabkan kehilangan kalium urin pada
kebocoran asam lambung. Alkalosis metabolik terkait meningkatkan konsentrasi
bikarbonat plasma dan oleh karenanya beban bikarbonat pada filtrasi ginjal
berada di atas ambang batas reabsorptif. Sebagai akibatnya, lebih banyak natrium
bikarbonat dan air yang dihantarkan kepada lokasi sekresi kalium distal dalam
kombinasi peningkatan aldosteron terinduksi hipovolemia. Efek nettonya adalah

peningkatan sekresi kalium dan kehilangan kalium urin secara besar-besaran.


Pada keadaan ini juga terjadi pengeluaran natrium secara tidak wajar,
sehingga hanya rendahnya kadar klorida urin yang menunjukkan adanya deplesi
volume. Kebocoran kalium urin yang diamati pada kehilangan sekresi gastrik
biasanya paling jelas pada beberapa hari pertama, setelah itu, kemampuan
reabsorsi bikarbonat meningkat, sehingga terjadi pengurangan kehilangan
natrium, bikarbonat dan kalium urin secara signifikan. Pada saat ini, pH urin
jatuh dari di atas 7,0 menjadi asam (di bawah 6,0).
Sebaliknya kehilangan dari saluran cerna bagian bawah (terutama karena
diare) biasanya dikaitkan dengan kehilangan bikarbonat dan asidosis metabolik.
Meskipun demikian, beberapa pasien dengan diare faktisiosa atau penggunaan
laksatif berlebihan dapat mengalami hipokalemia dengan metabolik alkalosis.
Hipokalemia oleh karena kehilangan saluran cerna bagian bawah paling sering
terjadi pada saat kehilangan timbul dalam jangka waktu lama, seperti pada
adenoma vilosa atau tumor pensekresi peptida intestinal vasoaktif (VIPoma).
Pada beberapa kasus, meskipun demikian, peningkatan kehilangan faeses tidak
dapat menjelaskan semua defisit kalium. Subyek normal biasanya mendapatkan
asupan kalium sekitar 80 mEq per hari. Ekskresi kalium normal harus turun di
bawah 15-25 mEq/hari pada keadaan defisit kalium. oleh karenanya, kehilangan
faeses (biasanya sekitar 10 mEq/hari) harus melewati 55-65 mEq/hari untuk
dapat menginduksi hipokalemia. Banyak pasien hipokalemik mempunyai kadar
ekskresi kalium faeses yang lebih rendah, sehingga mengindikasikan bahwa
faktor-faktor lain (seperti penurunan asupan dan mungkin ekskresi kalium urin
terinduksi hiperaldosteronisme) juga memainkan peranan penting.

4. Peningkatan kehilangan urin


Ekskresi kalium urin sebagian besar dikendalikan oleh sekresi kalium di nefron
distal, terutama oleh sel-sel prinsipal di tubulus koledokus kortikal. Proses ini
dipengaruhi oleh dua faktor: aldosteron dan hantaran air serta natrium distal.
Aldosteron berpengaruh sebagian melalui perangsangan reabsorpsi natrium,
pemindahan natrium kationik membuat lumen menjadi elektronegatif relatif,
sehingga mendorong sekresi kalium pasif dari sel tubular ke lumen melalui kanalkanal spesifik kalium di membran luminal.
Dengan demikian, kebocoran kalium urin umumnya memerlukan peningkatan
antara kadar aldosteron atau aliran distal, sementara parameter lainnya normal
atau juga meningkat. Pada sisi lain, hiperaldosteronisme terkait hipovolemia
biasanya tidak menyebabkan hipokalemia, oleh karena penurunan aliran distal
terkait (sebab adanya peningkatan reabsorpsi proksimal, sebagian dipengaruhi
oleh angiotensin II) mengimbangi efek stimulasi aldosteron.
(a) Diuretik, jenis apapun yang beraksi pada daerah proksimal lokasi sekresi
kalium, asetazolamid, diuretik ansa henle dan tiazid, akan meningkatkan hantaran
distal dan juga, lewat induksi penurunan volume, mengaktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron. Sebagai akibatnya, ekskresi kalium urin akan meningkat,
menyebabkan hipokalemia apabila kehilangan ini lebih besar dari asupan
(diagram 1).

Diagram 1. Efek diuretik terhadap penurunan kadar kalium di dalam darah.


(b) Kelebihan mineralokortikoid primer, kebocoran kalium urin dapat juga
merupakan ciri dari keadaan hipersekresi primer mineralokortikoid, seperti
adenoma adrenal penghasil aldosteron. Pasien-pasien ini hampir selalu
hipertensif, dan diagnosis diferensialnya meliputi terapi diuretik pada pasien
dengan hipertensi dan penyakit renovaskular, di mana terjadi peningkatan sekresi
renin yang pada akhirnya meningkatkan pelepasan aldosteron.
(c) Anion tak-terserap, gradien elektronegatif lumen yang diciptakan oleh
reabsorpsi natrium di tubulus koledokus kortikal sebagian ditekan oleh reabsorpsi
klorida. Namun demikian, terdapat beberapa keadaan klinis dimana natrium
berada di nefron distal dalam jumlah yang banyak oleh karena adanya anion takterserap, termasuk bikarbonat pada vomitus atau asidosis tubular ginjal tipe 2,
beta-hidroksibutirat pada ketoasidosis diabetikum, hipurat setelah penggunaan

toluen atau turunan penisilin. Pada keadaan-keadaan ini, sebagian besar natrium
akan diserap kembali ditukar dengan kalium, sehingga menghasilkan ekskresi
kalium yang meningkat. Sebagai contoh, konsentrasi kalium plasma dilaporkan
sampai di bawah 2 mEq/L pada seperempat pasien dengan metabolik asidosis
terinduksi toluen.
Efek anion tak terserap paling nyata pada saat terjadi kehilangan cairan
bersamaan. Pada keadaan ini, penurunan hantaran klorida distal dan peningkatan
sekresi aldosteron keduanya meningkatkan sekresi kalium.
(d) Asidosis metabolik, peningkatan kehilangan kalium lewat urin juga dapat
timbul pada beberapa bentuk asidosis metabolik, melalui mekanisme yang kurang
lebih sama dengan di atas. Pada ketoasidosis diabetikum sebagai contoh,
hiperaldosteronisme terinduksi hipovolemia dan beta-hidroksibutirat berperan
sebagai anion tak-terserap semua dapat berkontribusi kepada kehilangan kalium.
Kebocoran kalium juga dapat timbul pada asidosis tubular ginjal tipe 1 (distal)
dan 2 (proksimal). Pada kedua keadaan ini, derajat kehilangan kalium tersamar
oleh kecenderungan asidemia untuk menggerakkan kalium keluar dari sel. Oleh
karenanya, konsentrasi kalium plasma lebih tinggi daripada yang seharusnya
terjadi dibandingkan dengan kehilangan kalium. pada beberapa pasien,
konsentrasi kalium plasma dapat normal atau bahkan meningkat, walaupun
koreksi

asidemia

akan

menyingkapkan

keadaan

keseimbangan

kalium

sebenarnya.
(e) Hipomagnesemia, timbul pada sampai 40% pasien dengan hipokalemia. Pada
banyak kasus, seperti pada terapi diuretik, vomitus atau diare terdapat kehilangan
kalium dan magnesium secara bersamaan. Kemudian, hipomagnesemia juga
dapat meningkatkan kehilangan kalium urin lewat suatu mekanisme yang belum
dipastikan, kemungkinan terkait dengan peningkatan jumlah kanal kalium yang
terbuka.

Menentukan apakah ada hipomagnesemia sangat penting, oleh karena


hipokalemia seringkali tidak dapat dikoreksi sampai defisit magnesium dapat
diterapi. Keberadaan hipokalsemia seringkali menjadi petunjuk penting adanya
deplesi magnesium.
(f) Nefropati dengan kebocoran garam, penyakit-penyakit ginjal dikalitkan
dengan penurunan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal, ansa henle atau distal
dapat menyebabkan hipokalemia melalui mekanisme yang mirip dengan diuretik.
Keadaan ini dapat dijumpai pada sindroma Bartter atau Gitelman, penyakit
tubulointerstitial (seperti nefritis interstitial oleh karena sindrom Sjogren atau
Lupus)), hiperkalsemia dan juga trauma tubular terinduksi lisozim pada pasien
dengan leukemia. Peningkatan asupan kalium oleh sel leukemik juga dapat
berkontibusi pada penurunan konsentrasi kalium plasma.
(g) Poliuria, orang normal, pada keadaan kekurangan kalium, dapat menurunkan
konsentrasi kalium sampai 5 10 mEq/L. Namun apabila produksi urin sampai
melebihi 5-10 L/hari, maka kehilangan kalium wajib dapat di atas 50-100 mEq
per hari. Permasalahan ini paling mungkin terjadi pada keadaan polidipsia primer,
di mana produksi urin dapat meningkat selama jangka waktu lama. Derajat
poliuria yang sama juga dapat dijumpai pada diabetes insipidus sentral, namun
biasanya pasien dengan keadaan ini cepat mencari bantuan medis segera setelah
poliuria dimulai.
5. Peningkatan pengeluaran keringat
Pengeluaran keringat harian biasanya dapat diabaikan, oleh karena volumenya
rendah dan konsentrasi kalium hanya berkisar antara 5 10 mEq/L. Namun pada
pasien-pasien yang berolahraga pada iklim panas dapat mengeluarkan keringat
sampai 10 L atau lebih per hari, sehingga menyebabkan penurunan kadar kalium
bila kehilangan ini tidak digantikan. Kehilangan kalium dari keringat juga dapat
terjadi pada fibrosis kistik. Ekskresi kalium urin juga dapat berkontribuis, oleh
karena pelepasan aldosteron ditingkatkan baik oleh olahraga ataupun kehilangan
volume.

(a) Dialisis
Meskipun pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir biasanya meretensi kalium
dan cenderung hiperkalemia, hipokalemia dapat terjadi pada pasien-pasien
dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewat dialisis dapat mencapai 30 mEq
per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal kronik. Keadaan ini dapat menjadi
penting apabila terjadi penurunan asupan atau bila terjadi kehilangan
gastrointestinal bersamaan.

2.8. Manifestasi Klinis 1,7


Derajat manifestasi cenderung seimbang dengan keberatan dan lama
hipokalemia. Gejala biasanya tidak timbul sampai kadar kalium berada di bawah
3,0 mEq/L, kecuali kadar kalium turun secara cepat atau pasien tersebut
mempunyai faktor-faktor yang memperberat seperti kecenderungan aritmia
karena penggunaan digitalis. Gejala biasanya membaik dengan koreksi
hipokalemia.
a) Kelemahan otot berat atau paralisis
kelemahan otot biasanya tidak timbul pada kadar kalium di atas 2,5
mEq/L apabila hipokalemia terjadi perlahan. Namun, kelemahan yang signifikan
dapat terjadi dengan penurunan tiba-tiba, seperti pada paralisis hipokalemik
periodik, meskipun penyebab kelemahan pada keadaan ini mungkin lebih
kompleks. Hipokalemia juga dapat menyebabkan hal berikut ini: kelemahan otot
pernapasan yang dapat begitu berat sampai menyebabkan kegagalan pernapasan
dan kematian. Keterlibatan otot-otot pencernaan, menyebabkan ileus dan gejalagejala yang diakibatkannya seperti distensi, anoreksia, nausea dan vomitus.
Kram, parestesia, tetani, nyeri otot dan atrofi.
b) Aritmia kardiak dan kelainan EKG
Beberapa tipe aritmia dapat dilihat pada pasien dengan hipokalemia.
kelainan ini termasuk denyut atrial dan ventrikel prematur, bradikardia sinus,
takikardia atrial atau junctional paroksismal, blok atrioventrikular sampai kepada
takikardi atau fibrilasi ventrikel. Hipokalemia menghasilkan perubahanperubahan karakteristik pada EKG. Biasanya dapat ditemukan depresi segmen
ST, penurunan amplitudo gelombang T dan peningkatan amplitudo gelombang U
yang timbul setelah akhir gelombang . Gelombang U seringkali dapat dilihat pada
lead prekordial V4 sampai V6.

Gambaran khas gelombang U yang dapat dilihat pada akhir gelombang T,


terutama dapat ditemukan pada lead V4-6.

c) Rhabdomiolisis
Penurunan kadar kalium berat (kurang dari 2,5 mEq/L) dapat
menyebabkan keram otot, rhabdomiolisis dan mioglobinuria. Pelepasan kalium
dari sel otot secara normal menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan
aliran darah ke otot selama olah raga. Penurunan pelepasan kalium oleh karena
hipokalemia berat dapat menurunkan aliran darah ke otot sebagai respons olah
raga.
d) Kelainan ginjal
Hipokalemia dapat menginduksi beberapa kelainan ginjal yang kebanyakan
dapat dipulihkan dengan perbaikan kadar kalium. keadaan-keadaan ini termasuk
gangguan kemampuan konsentrasi urin (dapat timbul sebagai nokturia, poliuria
dan polidipsia), peningkatan produksi amonia renal oleh karena asidosis
intraselular, peningkatan reabsorpsi bikarbonat renal dan juga nefropati
hipokalemik. Hipokalemia dapat menyebabkan polidipsia yang berkontribusi
terhadap poliuria.

2.9. Penatalaksanaan 7
1) Evaluasi

Penilaian pasien

Pemantauan EKG dan kekuatan otot diindikasikan untuk menilai akibat


fungsional hipokalemia. Pada kadar kalium di bawah 2,5 mEq/L, kelemahan otot
berat atau perubahan elektrokardiografik signifikan dapat mengancam jiwa dan
memerlukan terapi segera. Terapi segera diindikasikan apabila terdapat perubahan
EKG atau kelainan neuromuskular perifer.

Defisit kalium,

Tidak terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi kalium serum dengan cadangan
kalium tubuh total, sehingga defisit kalium total pada pasien hipokalemia oleh
karena kehilangan kalium hanya dapat diperkirakan. Pada pasien dengan
hipokalemia kronik, defisit kalium 200 400 mEq diperlukan untuk menurunkan
kadar kalium serum sebesar 1 mEq/L. Pada saat kadar kalium jatuh sampai
kurang lebih 2 mEq/L, kehilangan kalium lebih jauh tidak akan mengakibatkan
hipokalemia lebih jauh oleh karena adanya pelepasan kalium dari cadangan
selular.
Pada ketoasidosis diabetikum, hiperosmolaritas, defisiensi insulin dan
mungkin juga asidemia menyebabkan pergerakan kalium keluar dari sel. Sebagai
akibatnya, pasien dengan kelainan ini mungkin mempunyai kadar kalium total
meningkat atau normal pada saat presentasi, meskipun memiliki defisit kalium
berat oelh karena kehilangan dari urin dan saluran cerna. Pada keadaan ini,
suplementasi kalium biasanya dimulai pada saat konsentrasi kalium serum
mencapai 4,5 mEq/L atau lebih rendah, mengingat pemberian insulin dan cairan
seringkali menyebabkan penurunan kadar kalium serum secara cepat.

2) Terapi
Sediaan kalium
Kalium klorida baik oral maupun intravena secara umum lebih disukai
dibandingkan kalium sitrat atau bikarbonat, terutama pada pasien dengan
alkalosis metabolik oleh karena terapi diuretik, vomitus dan hiperaldosteronisme.
Pada keadaan lain, kalium sitrat atau bikarbonat seringkali disukai pada pasien
dengan hipokalemia dan asidosis metabolik. Keadaan di atas paling sering terjadi
pada asidosis tubular ginjal dan keadaan diare kronik.
Kalium klorida oral dapat diberikan dalam bentuk kristal, cairan atau dalam
bentuk tablet lepas lambat. Kristal pengganti garam mengandung antara 50-65
mEq tiap sendok teh, secara umum sediaan ini aman, dapat ditoleransi dengan
baik dan lebih murah dibandingkan dengan sediaan lain sehingga dapat menjadi
pilihan apabila biaya menjadi salah satu faktor pertimbangan. Sebagai bandingan
cairan kalium klorida seringkali tidak enak dan tablet lepas lambat pada keadaankeadaan tertentu dapat menyebabkan lesi ulseratif atau stenotik pada saluran
cerna oleh karena akumulasi kalium konsentrasi tinggi. Beberapa makanan juga
dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kadar kalium, walaupun kurang
efektif dibandingkan dengan bentuk lain .

Terapi intravena
Kalium klodrida dapat diberikan secara intravena untuk pasien yang tidak

dapat makan atau sebagai tambahan terapi orap pada pasien dengan hipokalemia
simtomatik berat. Pada sebagian besar pasien, kalium intravena diberikan sebagai
tambahan cairan infus dengan konsentrasi 20-40 mEq per liter cairan lewat vena
perifer. Konsentrasi sampai 60 mEq/liter juga dapat digunakan, namun biasanya
konsentrasi setinggi ini akan menyakitkan bagi pasien.
Cairan salin lebih direkomendasikan daripada dekstrosa, oleh karena
pemberian dekstrosa akan menyebabkan penurunan kadar kalium transien sebesar
0,2-1,4 mEq/L. Efek ini dapat menginduksi aritmia pada pasien-pasien dengan
risiko seperti pemakaian digitalis dan diperantarai oleh pelepasan insulin akibat

dekstrosa, yang akan mendorong kalium ke dalam sel dengan meningkatkan


aktivitas pompa Na-K-ATPase selular.
Pada pasien yang tidak dapat menoleransi jumlah cairan besar, larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi (200-400 mEq/L) dapat diberikan lewat vena-vena besar
apabila pasien tersebut mengalami hipokalemia berat.
Terapi untuk Hipokalemia ringan sedang
Sebagian besar pasien mempunyai konsentrasi kalium serum antara 3,0
sampai 3,5 mEq/L; pada derajat penurunan kalium seperti ini biasanya tidak
memberikan gejala apapun, keculai untuk pasien dengan penyakit jantung
(terutama bila mendapatkan digitalis atau bedah jantung) atau pada pasien-pasien
dengan sirosis lanjut.
Terapi pada keadaan ini ditujukan ke arah penggantian kalium yang hilang
dan menangani permasalahan mendasar (seperti vomitus dan diare). Pengobatan
biasanya dimulai dengan 10-20 mEq/L kalium klorida diberikan 2 4 kali perhari
(20-80 mEq/hari), tergantung kepada keberatan hipoklaemia dan juga apakah
akut atau kronik. Pemantauan kalium serial penting untuk menentukan apakah
diperlukan terapi lanjut, dengan frekuensi pemantauan tergantung derajat
keberatan hipokalemia.

Terapi untuk Hipokalemia berat


Kalium harus diberikan lebih cepat pada pasien dengan hipokalemia berat
(kadar kaliun <2,5 sampai 3,0 mEq/L) atau simtomatik (aritmia, kelemahan otot
berat). Meskipun demikian, kehati-hatian harus dilakukan pada saat memberikan
kalium pada pasien dengan kelainan penyerta, yang akan membuat kalium masuk
ke dalam sel dan memperberat hiperglikemia. Dua contoh utama adalah terapi
insulin pada ketoasidosis diabetik atau hiperglikemia nonketotik dan terapi
bikarbonat pada asidosis metabolik.

HIPOKALEMIA
Jumlah lekosit tidak normal ?

Ya

Pseudohipokalemia

Tidak
Ya
Redistribusi

Aldosteron meningkat atau ada penggunaan


insulin, teofilin atau obat adrenergik
Tidak
Ekskresi K+ urin

< 15 mmol/hari
(non renal K+ loss)

Status asam-basa

Asidosis metabolik

Alkalosis metabolik

Kehilangan K+
di Saluran Cerna
Bagian Bawah

Diuretik
Muntah
K+ hilang melalui keringat

> 15 mmol/hari
( renal K+ loss)

TTKG > 4

TTKG < 2

Na+ Wasting Nephropathy


Diuresis osmotic
diuretik

Status asam-basa

Tekanan Darah Rendah


Sindroma Bartter
Sindroma Gitelman
Hipomagnesemia
Muntah

Asidosis metabolik

Alkalosis metabolik

Evaluasi Tekanan Darah

Ketoasidosis diabetic
Bikarbonaturia, RTA
Amfoterisin B, Toluen

Tekanan Darah Tinggi

Aldosteron rendah,
kortisol normal

Aldosteron tinggi,
kortisol normal

Aldosteron rendah,
kortisol tinggi

Sindrom Liddle

Hiperaldosteronisme
(priemer/ sekunder)

Sindroma Cushing

2.10. Komplikasi 6,7


Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab paling signifikan untuk
morbiditas dan mortalitas karena hipokalemia. meskipun hipokalemia telah
diimplikasikan pada terjadinya beberapa aritmia ventrikel dan atrial, yang paling
banyak mendapatkan perhatian adalah aritmia ventrikel. Peningkatan kerentanan
terhadap aritmia kardiak dapat terjadi pada hipokalemia dengan keadaan berikut:
Gagal jantung kongestif
Penyakit jantung iskemik mendasar atau infark miokard akut
Terapi agresif untuk hiperglikemia, seperti pada keadaan ketoasidosis
diabetikum
Terapi digitalis
Terapi metadon
Sindrom Conn
Asupan kalium rendah juga telah diimplikasikan sebagai faktor risiko untuk
hipertensi dan atau kerusakan target organ hipertensi. Hipokalemia merubah
reaktivitas vaskular, kemungkinan oleh karena efek mediator kalium terhadap
ekspresi reseptor adrenergik, reseptor angiotensin dan mediator relaksasi
vaskular. Hasilnya adalah peningkatan vasokonstriksi dan gangguan relaksasi,
yang mungkin memainkan peranan dalam terbentuknya beberapa sekuelae klinis
beragam, seperti kejadian iskemik sentral atau rabdomiolisis.
Kelemahan otot, penekanan refleks tendon dalam dan bahkan paralisis
flasid dapat menjadi komplikasi hipokalemia. rabdomiolisis dapat diprovokasi,
terutama pada keadaan olahraga berat. Meskipund demikian rabdomiolisis juga
sering dilihat sebagai komplikasi hipokalemia berat, pada hiperaldosteronisme
primer walaupun tanpa olahraga.

Gangguan fungsi ginjal seringkali terjadi pada hipokalemia akut atau


kronik, termasuk diabetes insipidus nefrogenik, alkalosis metabolik oleh karena
gangguan ekskresi bikarbonat dan peningkatan pembentukan amonia, dan juga
degenerasi kistik serta jaringan ikat interstisial.
Hipokalemia menurunkan pergerakan usus, menyebabkan ileus, juga merupakan
faktor pencetus ensefalopati hepatik pada sirosis. Hipokalemia juga mempunya
efek ganda pada regulasi glukosa, dengan menurunkan pelepasan insulin dan
sensitivitas insulin perifer.
Hipokalemia juga mempunyai banyak peranan di dalam sistem organ yang
beragam, yang pada akhirnya akan menyebabkan penyakit kardiovaskular,
seperti:
Defisiensi kalium berperanan dalam kejadian hipertensi.
Gangguan dalam metabolisme glukosa oleh karena gangguan pelepasan
kalium dan sensitivitas perifer meyebabkan gangguan metabolisme lipid dan
disfungsi endotel, sehingga meningkatkan risiko aterosklerosis.
Kombinasi disfungsi endotel dan sel otot polos vaskular meningkatkan
vasokonstriksi, sehingga meningkatkan kemungkinan iskemia organ target.
Terapi hipertensi dengan diuretik tanpa memperhatikan homeostasis kalium
dapat mengekakserbasi terjadinya kerusakan organ target dengan mengakibatkan
kelainan metabolik.
Pasien-pasien ini mempunyai risiko lebih tinggi untuk hipokalemia letal
pada keadaan-keadaan penuh stres seperti infark miokardial, syok septik atau
ketoasidosis diabetikum.

2.11. Prognosis 1,7


Prognosis hipokalemia tergantung pada penyebabnya. Serangan akut oleh
karena diare mempunyai prognosis yang baik. Sedangkan hipokalemia karena
kelainan kongenital mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk oleh karena
seringkali terapi tidak berhasil.

BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 00.94.82.59
Nama Lengkap : Diflaizar
Tanggal Lahir : 08 Februari 1965

Umur : 49 tahun

Alamat : LK. Pria Laut II GG. Musholla Medan


Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan :Tamat SLTP

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. Telepon :-

Status: Sudah menikah


Jenis Suku : -

Agama : Islam

ANAMNESIS
Autoanamnesa

Alloanamnesa

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama

: Sesak nafas

Deskripsi

: Hal ini dialami OS 4 hari SMRS dan memberat

1 hari ini. Sesak terus-menerus dan tidak berhubungan dengan aktivitas maupun
cuaca. Sesak berkurang dengan berubah posisi(-). Riwayat nafas berbunyi saat
sesak (-), . Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (-). Riwayat tidur
dengan menggunakan dua bantal (-). Nyeri dada (-). Batuk dialami OS 2
minggu lalu, dahak (+), berwarna putih kental. Dahak sulit dikeluarkan. Batuk
berdarah (-). Riwayat konsumsi OAT (-). Demam (+) sejak 2 hari SMRS.
Demam bersifat naik turun. Riwayat menggigil (-). Keringat banyak (-). Nafsu
makan menurun (+), mual (+) disertai muntah 2-3 x/hari, volume 1 gelas aqua
sekali muntah. berisi apa yang dimakan dan diminum, riwayat muntah hitam
seperti kopi (-), BAB hitam (-). Nyeri ulu hati (-). OS mengeluh sering merasa
kesemutan pada kedua kaki. Ujung jari tangan kiri terasa kebas 1 bulan SMRS,
sering BAK(-), sering rasa haus (-) dan sering rasa lapar (-). Gangguan
penglihatan (-). Beberapa hari SMRS OS pernah dirawat di RS Ivan dengan
diagnosis gangguan fungsi ginjal. BAK (+) 3-4 x/hari sebanyak 7001000cc/24jam. Warna seperti teh pekat, darah (-), tersendat-sendat (-),

nyeri sast BAK (-). Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal
oleh OS. 2 tahun yang lalu OS pernah dirawat dengan diagnosis stroke
iskemik di RS Binar Kasih. Gerakan tangan dan kaki sebelah kiri terganggu.
Riwayat hipertensi (+) lebih dari 10 tahun. OS teratur berobat, obat Captopril
diganti dengan Hexavac.
Riwayat Penyakit Terdahulu

: HT (+), Stroke iskemik (+)

Riwayat Penggunaan Obat

: Captopril, Hexavac

ANAMNESIS ORGAN
Jantung :

Sal. pernapasan :

Sesak napas (-)

Sesak napas (+)

Angina pektoris (-)

Batuk-batuk (+)

Edema (-)

Dahak (+, putih)

Palpitasi (-)

Asma, bronkitis (-)

Lain-lain (-)
Sal. pencernaan :

Lain-lain (-)
Sal. urogenital :

Nafsu makan menurun (+)

Sakit b.a.k (-)

Keluhan menelan (-)

Mengandung batu (-)

Keluhan perut (-)

Haid (-)

Penurunan BB (-)

b.a.k tersendat (-)

Keluhan defekasi (-)

Keadaan urine (kuning keruh)

Lain-lain (-)
Sendi dan tulang:

Lain-lain (-)
Endokrin:

Sakit pinggang (-)

Haus/polidipsi (-)

Kel. persendian (-)

Poliuri (-)

Keterbatasan gerak (-)

Polifagi (-)

Lain-lain (-)

Gugup (-)

Perobahan suara (-)

Lain-lain (-)

Syaraf pusat

Darah & P. darah

Sakit kepala (-)

Pucat (-)

Hoyong (-)

Ptechiae (-)

Lain-lain (-)

Perdarahan (-)
Purpura (-)
Lain-lain (-)

Sirkulasi perifer

Claudicatio intermitten (-)

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit

Ringan

Sedang

Berat

Keadaan Gizi
Berat Badan : 72 kg; Tinggi Badan : 170 cm
GiziBB : 72 kg, TB : 170 cm
RBW : 102 (Normal)

BMI : 24 (Normal)

TANDA VITAL
Deskripsi: Awas terhadap lingkungan

Kesadaran

Compos Mentis

Nadi

Frekuensi : 98 x/menit

Tekanan darah

130/70 mmHg

Temperatur

Aksila: 36,4 C

Rektal :tdp

Pernafasan

Frekuensi : 32 x /menit

Deskripsi: Regular

Reguler, t/v: cukup

PENILAIAN NYERI
Nyeri
: ( ) tidak ( ) ya
Skala nyeri : Karakteristik : Lokasi
:-

KULIT :
Anemis (-), Jaundice (-), Petechie (-), Purpura (-), Hematom (-).
KEPALA DAN LEHER
Kepala dalam batas normal, leher: TVJ R +2 cmH20, Pembesaran KGB (-),
trakea: medial
TELINGA, HIDUNG, RONGGA MULUT & TENGGOROKAN
Dalam batas normal
MATA
Konjunctiva palpebra. inferior pucat (+/+), ikterus(-/-)
Pupil isokor, kiri = kanan, 3 mm
TORAKS
Inspeksi
Palpasi

Depan
Simetris fusiformis
Stem fremitus sulit dinilai

Belakang
Simetris fusiformis
Stem fremitus sulit dinliai

Perkusi

Sonor memendek pada lapangan Sonor

Auskultasi

bawah kedua paru


Suara Pernafasan :

memendek

pada

lapangan

bawah kedua paru


Suara Pernafasan :

Bronkial pada lapangan bawah Bronkial pada lapangan bawah


paru kanan dan kiri.

kanan dan kiri.

Suara Tambahan :

Suara Tambahan :

Ronki

basah

pada

paru

lapangan Ronki basah pada lapangan bawah

bawah paru kanan dan kiri

paru kanan dan kiri.

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR IV sinistra
Kanan

: linea parasternalis dextra

Kiri : 2 cm lateral LMCS


Jantung : HR : 98 x/menit, reguler, M1>M2 ,T2>T1 ,P2>P1 ,A2>P2,
desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani (+), Shifting dullness (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

PINGGANG
Tapping pain (-/-), ballotement (-)
EKSTREMITAS:
Superior

: edema (-/-), akral dingin (-/-)

Inferior

: edema (-/-), akral dingin (-/-)

ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+)
Refleks Patologis (-)
BICARA:
Tidak dijumpai kelainan

RESUME DATA DASAR


(Diisi dengan Temuan Positif)
Nama Pasien: Diflaizar
No. MR : 00.94.82.59

KELUHAN UTAMA : Dyspnoe

2. ANAMNESIS

:(Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan,

Riwayat PenyakitKeluarga, Dll.)


Hal ini dialami OS 4 hari SMRS dan memberat 1 hari ini. Sesak terus-menerus.
Tussis dialami OS 2 minggu lalu, dahak (+), berwarna putih kental. Dahak sulit
dikeluarkan. Febris (+) sejak 2 hari SMRS, bersifat naik turun. Nafsu makan menurun
(+), mual (+) disertai muntah 2-3 x/hari, volume 1 gelas aqua sekali muntah. berisi
apa yang dimakan dan diminum. OS mengeluh sering merasa kesemutan pada kedua
kaki. Ujung jari tangan kiri terasa kebas 1 bulan SMRS. Beberapa hari SMRS OS
pernah dirawat di RS Ivan dengan diagnosis gangguan fungsi ginjal. BAK
(+) 3-4 x/hari sebanyak 700-1000cc/24jam. Warna kuning keruh. 2 tahun yang lalu
OS pernah dirawat dengan diagnosis stroke iskemik di RS Binar Kasih. Gerakan tangan
dan kaki sebelah kiri terganggu. Riwayat hipertensi (+) lebih dari 10 tahun. OS teratur
berobat, obat Captopril diganti dengan Hexavac.
Riwayat Penyakit Terdahulu

: HT (+), Stroke iskemik (+)

Riwayat Penggunaan Obat

: Captopril, Hexavac

Status presens dan pemeriksaan fisik


Keadaan Umum Sedang, Keadaan Penyakit Sedang, Keadaan Gizi baik.
Sens : CM ; TD 130/70 mmHg ; HR98 x/i, RR 32 x/i, T 36,4C
Mata : Konj. Palp. Inf. Pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
KL : Trakea medial, Pemb. KGB (-), TVJ R +2 cmH2O
Thoraks : Simetris fusiformis. Sonor memendek pada lapangan bawah kedua paru.
Bronkial pada lapangan bawah paru kanan dan kiri. Ronki basah pada lapangan bawah
paru kanan dan kiri.
Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Superior/Inferior: Edema -/-, akral hangat +/+

BAB 4
KESIMPULAN

Hiperkalemia dan hipokalemia menunjukkan serum kayang lebih tinggi

atau lebih rendah dari nilai batas laboratorium yang normal. Kondisi
yang menyebabkan hiperkalemia atau hipokalemia ringan bahkan harus
diobati

untuk

mencegah

perkembangan

ke

hiperkalemia

dan

hipokalemia yang lebih parah. Jika terjadi hipokalemia, pemberian


kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-paasien penyakit jantung,
hipertensi,

stroke,

menyebabkan
hiperkalemia

atau

deplesi
adalah

pada
kalium.

gagal

keadaan-keadaan
Salah

ginjal

satu

kronis.

yang

cenderung

kondisi

terjadinya

Hiperkalemia

dapat

mempengaruhi konduksi jantung dan penurunan kontraktilitas jantung.


Penatalaksanaan hiperkalemia harus cepat untuk mencegah aritma fatal
atau cardiac arrest.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price A.Sylvia, Wilson M. Lorraine,(2002), Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran:

EGC
2. Stefan Silbernagl, Florian Lang (2000), Color Atlas of Pathophysiology
3. Eleanor Lederer, MD, Hyperkalemia Medscape
Available from :
http://reference.medscape.com/article/240903?src=medscapeappandroid&ref=email
4. Osario V. Fredrick, Linas L. Stuart, Disorders of Potassium Metabolisme,
Chapter 3
5. Dr. Stevent Sumantri, (2009), Pendekatan Diagnostik Hipokalemia,
Departemenn Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
6. Rismawati Yaswir, Ira Ferawati, Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan
Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium
Available from : http://jurnal.fk.unand.ac.id

7. F. John Gennari, MD, (1998), Hypokalemia: Current Concepts, Volume


339, The New England Journal of Medicine, Copyright 1998
Massachusetts Medical Society
Available from : www.nejm.org

Anda mungkin juga menyukai