Anda di halaman 1dari 12

PENGUATAN PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG STRATEGI

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA


Harsuko Riniwati* dan Chandra Nurfita Putri**
*Dosen dan Mahasiswa ** Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Email : riniwatisepk@gmail.com dan riniwatisepk@ub.ac.id

Pengantar
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah pantai dan pesisir dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km. Pantai dan pesisir merupakan wilayah interaksi atau
peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut. Kekayaan sumber daya yang dimiliki
oleh wilayah tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomi seperti pertambangan,
kehutanan, pemukiman, industri, pariwisata, dan lain-lain. Wilayah pesisir mencakup
beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Wilayah pesisir
paling rentan terhadap perubahan alami dan fisik, sehingga terjadi penurunan kualitas
lingkungan. Menurut Huda (2008) Wilayah pesisir merupakan wilayah pintu gerbang bagi
berbagai aktifitas pembangunan oleh manusia dan sekaligus menjadi pintu gerbang dari
berbagai dampak dari aktifitas tersebut. Dengan kata lain wilayah pesisir merupakan wilayah
yang pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan dengan wilayah lain.
Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan permukiman
dan aktivitas perdagangan.
Hutan mangrove mempunyai peran yang penting dalam melindungi garis pantai dan
memelihara ekologis estuari yang seimbang di wilayah pesisir yang banyak menerima
tekanan tersebut. Fungsi dan manfaat hutan mangrove tidak mungkin tergantikan oeh
ekosistem jenis tanaman lain. Ekosistem hutan mangrove memiliki beragam fungsi dan
manfaat yang sangat penting bagi ekosistem lainnya yaitu hutan, air, dan alam sekitarnya.
Fungsi dan manfat hutan mangrove secara fisik adalah sebagai penahan abrasi pantai,
penahan intrusi (peresapan) air laut, penahan angin, menurunkan kandungan gas karbon
dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai. Sedangkan
fungsi hutan mangrove secara biologi adalah sebagai tempat hidup atau berlindung,
mencari makan, pemijahan dan asuhan biota laut seperti ikan dan udang, sumber bahan
organic yaitu pakan konsumen pertama seperti pakan cacing kepiting dan golongan
kerang/keong yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam

siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem, tempat hidup berbagai satwa liar seperti
monyet, buaya, muara, biawak dan burung (BKPP4K Kabupaten Rembang, 2013)
Selain fungsi fisik dan biologi, hutan mangrove mempunyai fungsi social dan
ekonomi yaitu sebagai tempat kegiatan wisata alam seperti rekreasi, pendidikan dan
penelitian; penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas,
serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah, penghasil tannin untuk pembuatan tinta,
plastic, lem, pengawet net dan penyamakan kulit; penghasil bahan pangan seperti
ikan/udang/kepiting dan gula nira nipah; obat-obatan seperti daun bruguirea sexangula
untuk obat penghambat tumor, ceriops tagal dan xylocarpus mollucensis untuk obat gigi;
tempat sumber mata pencaharian nelayan tangkap dan petambak; pengrajin atap dan gula
nipah (BKPP4K Kabupaten Rembang, 2013).
Pentingnya peran hutan mangrove terhadap kelestarian lingkungan perlu mendapat
dukungan secara terus menerus dari masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove adalah baik
(Darwis, 2011). Tingkat persepsi masyarakat terhadap kelompok informal dalam
pengelolaan hutan mangrove sangat tinggi. Pengaruh karakteristik responden terhadap
tingkat persepsi masyarakat sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu penguatan
persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove bagi karakeristik
tertentu. Dengan demikian diperlukan penelitian terkait dengan penguatan persepsi dan
sikap masyarakat dalam mendukung strategi pengelolaan hutan mangrove.
Persepsi adalah proses masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia
untuk menafsirkan dan memahami dunia dan lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah
lingkungan hutan mangrove. Persepsi menentukan sikap manusia. Sikap adalah pandangan
atau perasaan manusia yang menggerakkan untuk bertindak secara positif atau negatif
terhadap obyek tertentu. Manusia dan SDA, sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pembangunan,namun SDM yang terpenting. Jika sebuah negara memiliki
suatu SDM yang terampil dan berkualitas maka akan mampu mengelola SDA yang
jumlahnya terbatas. Dengan demikian penafsiran dan pemahaman masyarakat terhadap
pengelolaan hutan mangrove menentukan sikap masyarakat untuk bertindak secara positif
atau negative terhadap hutan mangrove tersebut. Tujuan penelitian : (1) Menganalisis
Persepsi Masyarakat terhadap pengelolaan hutan Mangrove; (2) Merumuskan penguatan
persepsi dan sikap SDM dalam mendukung strategi pengelolaan hutan mangrove.

Bahan dan Metode


Lokasi penelitian di Daerah wonorejo, Rungkut Surabaya. Lokasi tersebut
merupakan daerah ekowisata mangrove merupakan lokasi yang sangat bagus untuk
pertumbuhan dan pengelolaan hutan mangrove. Lokasi ini dekat dengan muara sungai dan
daerah pasang surut yang tidak terlalu tinggi ketinggian 1 sampai 2 meter. Dimana
sebelah utara daerah wonorejo ini berbatasan dengan sungai wonokromo dan sebelah timur
dengan selat Madura. Jadi daerah wonorejo memang tepat untuk pertumbuhan mangrove
agar dapat mancegah terjadinya abrasi, menjaga biota laut, dan memfilter air laut kedarat.
Lokasi ini banyak ditumbuhi aneka jenis tanaman mangrove. Kondisi lokasi yang banyak
ditumbuhi tanaman mangrove mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

tanahnya berlumpur,

lokasi di dekat pantai yang terkena pengaruh pasang surut, salinitas antara 7 15 ppt, air
payau, banyak ditemukan ikan glodok, dekat dengan SDM dan bebas dari hewan ternak dan
hama lain (Harahab, 2010 dan www.wetland.org). Menariknya penelitian di

ekowisata

wonorejo selain lokasi yang baik untuk pertumbuhan mangrove, masih terdapat lahan yang
luas untuk ditanami mangrove dan konservasi mangrove. Namun, saat ini wilayah tersebut
sudah banyak tekanan

muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan

permukiman dan aktivitas perdagangan. Populasi

penelitian adalah masyarakat daerah

Wonorejo Surabaya. Sampel dipilih dengan sengaja yaitu petambak dan kelompok tani
mangrove. Pengambilan data dengan cara focus group discussion (FGD) baik dengan
kuesioner maupun diskusi secara langsung. Persepsi masyarakat dilihat dari beberapa
variabel yaitu pengetahuan, manfaat dan penyebab kerusakan.
Data dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Persepsi masyarakat terhadap hutan
mangrove juga digali dengan alat pengukur atau pertanyaan yang menghasilkan data
ordinal (semantic scale) dan nominal (model binary/ ya-tidak). Analisis data dengan
menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif
Hasil dan Pembahasan
Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove
Hasil FGD dan wawancara menunjukkan bahwa sebelum ada penyuluhan dari pihak
Pemerintah dan lembaga terkait tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove, masyarakat
setempat sering menebangi pohon mangrove. Masyarakat

belum paham fungsi dan

manfaat mangrove. Masyarakat lebih memilih fokus memelihara tambak daripada


memelihara mangrove. Persepsi masyarakat pada saat itu adalah memelihara tambak lebih
menguntungkan daripada

mangrove. Setelah mendapatkan penyuluhan tentang hutan

mangrove dari pemerintah, pengetahuan masyarakat akan pentingnya, peran dan manfaat

meningkat. Namun persepsi masyarakat terhadap jenis penyuluhan yang diberikan


dirasakan tetap saja tdak ada perubahan materi. Seperti ungkapan salah satu peserta FGD
sebagai berikut ..sekarang ini, setelah ada penyuluhan dari pemerintah dan lembaga
lainnya, pemahaman masyarakat dalam menjaga dan melestarikan mangrove meningkat,
namun penyuluhan yang diberikan pemerintah hanya sebatas itu saja
Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang fungsi dan manfaat hutan
mangrove mendorong untuk melakukan penanaman mangrove bahkan masyarakat sudah
dapat memanfaatkan mangrove untuk berbagai produk makanan seperti teh, tepung, kue,
sirup dan lain-lain. Masyarakat wonorejo merasakan ada peningkatan kesejahteraan
menjaga kelestarian hutan mangrove. Sumber pendapatan diperoeh dari produk olahan
mangrove yang mereka hasilkan melalui kreatifitas. Bahkan masyarakat sudah memahami
adanya manfaat lain yang diperoleh yang tidak kalah penting

yaitu dapat mencegah

terjadinya abrasi air laut dan dapat memfilter air laut kedarat.
Persepsi masyarakat terhadap konversi hutan mangrove menjadi area pertambakan
sebagai berikut jika

di wonorejo terlalu banyak lahan yang digunakan untuk tambak,

kelestarian wilayah pesisir itu rusak. Jika lahan mangrove yang berubah menjadi lahan
tambak dapat

saling dikombinasi, kelestarian wilayah pesisir akan menjadi baik. Salah

satunya dengan sistem empang parit (Sistem silvofishery) merupakan kombinasi antara
vegetasi mangrove dan tambak. Namun demikian, masyarakat wonorejo kurang paham
dengan sistem silvofishery

atau tambak wanamina karena belum adanya penyuluhan

tentang silvofishery didaerah wonorejo.


Ada juga masyarakat

yang mengemukakan bahwa: Di Wonorejo hanya sedikit

masyarakat yang mengerjakan usaha tambak dengan menggunakan sistem empang parit.
Hanya saya saja yang menggunakan sistem tersebut. Masyarakat banyak yang memiliki
tambak tanpa ada tumbuhan mangrove, karena masyarakat tidak mengerti manfaat dari
tambak empang parit. Salah seorang responden menyampaikan bahwa dia mengetahui
pematang tambak yang ditanami mangrove itu bagus secara ekologis, namun karena
pemilik tambak tidak menyuruh menanam mangrove ya akhirnya tidak ada aksi menanam
mangrove. Manfaat dari menerapkan sistem silvofishery atau wana mina pada tambak yaitu
kualitas air dan oksigen yang ada ditambak dapat terjaga, banyaknya jasad renik dari pohon
mangrove yang digunakan untuk makanan ikan, serta pohon mangrove dapat menyerap
polutan garam. Walaupun manfaat silvofishery sangat bagus, namun penerapan silvofishery
di Wonorejo belum ada gerakan dari pemerintah maupun instansi terkait.
Persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove beragam. Persepsi adalah
proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Pesan
atau informasi tersebut adalah terkait

hutan mangrove yang ditransfer oleh pemerintah

maupun pihak terkait kepada masyarakat Wonorejo. Apa yang ada dalam diri individu
masyarakat Wonorejo yang mendapatkan pelatihan/penyuluhan, maka pikiran, perasaan,
pengalaman-pengalaman dan proses belajar individu akan ikut aktif berpengaruh dalam
proses persepsi. Setiap individu memberikan arti kepada stimulus (pesan dan informasi
terkait hutan mangrove) secara berbeda meskipun objeknya sama. Stimulus yang diterima
oleh individu melalui alat indera kemudian diinterpretasikan oleh masing-masing individu.
Individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut melalui
proses menginterpretasikan stimulus ini.
Beragamnya persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove dapat
dijelaskan dari aspek internal dan eksternal. Faktor internal, seperti fisiologis, perhatian,
minat, kebutuhan yang searah, pengalaman, ingatan dan suasana hati mempengaruhi
keragaman persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove. Informasi dan pesan
terkait dengan hutan mangrove dari pemerintah dan lembaga terkait masuk melalui alat
indera. Informasi dan pesan yang diperoleh akan mempengaruhi danmelengkapi usaha
memberikan arti hutan mangrove terhadap lingkungan (ekonomi, ekologi, dan sosial) di
sekitarnya. Karena kapasitas indera untuk mempersepsi pada setiap orang juga berbeda
beda, maka interpretasi terhadap lingkungan akibat adanya hutan mangrove juga dapat
berbeda. Factor perhatian, individu memerlukan sejumlah energy yang dikeluarkan untuk
memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada
obyek hutan mangrove. Energy setiap orang berbeda-beda, sehingga perhatian ndividu di
Wonorejo terhadap obyek hutan mangrove juga berbeda-beda. Hal ini lah yang
mempengaruhi mengapa persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove
beragam.
Persepsi masyarakat yang bervariasi terhadap

obyek hutan mangrove juga

tergantung pada seberapa banyak energi yang digerakkan untuk mempersepsi, merupakan
kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat
dikatakan sebagai minat. Faktor kebutuhan searah dapat dilihat dari bagaimana kuatnya
seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban
sesuai dengan kebutuhan dirinya. Jika pesan dan informasi tentang hutan mangrove sesuai
kebutuhan nya, maka persepsi terhadap hutan mangrove akan sangat positif. Kebutuhan
masing-masing orang berbeda sehingga energy yang dicurahkan juga berbeda. Hal ini juga
yang menjadi penyebab persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan mangrove beragam.
Pengalaman dan suasana hati setiap individu juga mempengaruhi bagaimana seseorang
dalam menerima, bereaksi dan mengingat pesan dan informasi yang diterima. Dari sisi
eksternal obyek hutan mangrove yaitu ukuran, warna, keunikan, kekontrasan, intensias,

kekuatan dari stimulus dan motion atau gerakan dapat mempengaruhi persepsi indiidu
terhadap obyek hutan mangrove. Namun menurut analisa peneliti, terkait dengan hutan
mangrove factor intensitas, kekuatan, gerakan terhadap konservasi dan rehabilitasi hutan
mangrove merupakan kunci sukses dalam penguatan persepsi dan sikap terhadap
pelestarian hutan mangrove.
Persepsi masyarakat terhadap konversi hutan mangrove menjadi pemukiman,
industri, hotel dan lain-lain sangat tidak setuju jika pihak investor mengorbankan aspek
lingkungan untuk keperluan ekonomi semata. Seperti ungkapan salah seorang peserta FGD
sebagai berikut Kalau di Wonorejo terlalu banyak dibangun pemukiman, hotel seperti ini,
waduh mangrove ini lama-lama bisa hilang Hal ini sudah menunjukkan keresahan di
masyarakat akan dampak konversi hutan mangrove menjadi bangunan gedung-gedung,
namun masyarakat tidak berdaya karena ijin pembangunan sudah diperoleh para investo
tersebut. Perumahan Green Semanggi Mangrove, menutup akses jalan menuju tambak.
Akhirnya masyarakat sendiri membuat jalan setapak menuju tambak.
Berdasarkan hasil FGD dengan bantuan kuesioner, menunjukkan bahwa semua
masyarakat mengetahui akan hutan mangrove, 70 persen dari masyarakat merasakan
manfaat hutan mangrove dari aspek ekonomi, ekologi dan sosal, sehingga mendorong
untuk menanam mangrove sendiri. Semua masyarakat menyatakan di daerahnya terjadi
konversi atau alih fungsi hutan mangrove menjadi area pertambakan. Sebagian besar
masyarakat Wonorejo belum mengetahui system silvofishery dan belum menerapkan
system tersebut. Semua masyarakat menyatakan juga bahwa areal hutan mangrove lamalama habis karena di konversi oleh para investor untuk alih fungsi sebagai pemukiman dan
hotel.
Masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove terdiri dari berbagai unsur yaitu
pemerintah, petambak, kelompok tani, investor, peneliti, dan lain-lain. Persepsi masyarakat
terhadap hal yang dapat merusak mangrove masih kurang bagus. Masyarakat tidak
memahami jika mengkonversi lahan mangrove menjadi tambak dan mengambil akan
merusak lingkungan pesisir, Tekanan terhadap lingkungan pesisir termasuk ekosistem hutan
mangrove akibat dari sampah-sampah pemukiman sudah meresahkan masyarakat yang
peduli terhadap mangrove. Masyarakat selalu tidak berdaya dengan tekanan terhadap
lingkungan mangrove karena persepsi yang sangat berbeda dari masyarakat tentang
keseimbangan ekonomi, ekologi dan sosial.
Tahap selanjutnya dilakukan wawancara dengan masyarakat Wonorejo terkait
dengan persepsi nya terhadap hutan mangrove. Analisis persepsi masyarakat dengan
menggunakan skala data ordinal melalui 3 variabel persepsi terhadap hutan mangrove yaitu

pengetahuan tentang hutan mangrove, konversi lahan mangrove menjadi pertambakan dan
alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi pemukiman, hotel, industri, dan lain-lain.
Persepsi Masyarakat Tentang Kerusakan Hutan Mangrove
Kerusakan hutan mangrove dipersepsikan oleh masyarakat dengan adanya
penebangan hutan mangrove untuk alih fungsi seperti pemukiman, hotel, dan industri.
Masyarakat paham jika pohon mangrove ditebang untuk pembangunan akan mengancam
kelestariannya. Sedangakan pemanfaatan pohon mangrove untuk dibuat arang menurut
masyarakat tidak menyebabkan kelestarian mangrove terancam. Padahal mengambil pohon
mangrove untuk dibuat arang sama resikonya dalam mengancam kelestarian hutan
mangrove. Menaman pohon mangrove sampai dapat diambil batangnya untuk menjadi
arang sekitar 10 tahun. Sedangkan menebang tidak diperlukan waktu yang panjang.
Dengan demikian menebang batang mangrove untuk dibuat arang sama bahayanya dengan
untuk pemukiman, hotel, industri ataupun tambak. Keterangan masyarakat Wonorejo pada
terkait denga fakta penebangan batang mangrove untuk arang dan kayu bakar sebagai
berikut mangrove sering ditebang

masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan kayu

bakar dan arang. dahulu saya sering menebang mangrove untuk membuat arang, tetapi
saya tidak mengerti kalo mangrove ditebangi itu bisa merusak wilayah pesisir. Lain lagi
pernyataan petambak : saya mempunyai tambak banyak di Wonorejo karena tambak itu
dapat meningkatkan penghasilan saya. Tetapi di sekeliling tambak saya atau di pematang
nya tidak saya tanami pohon mangrove. Ada yang mengatakan bahwa sikap saya ini akan
merusak kelestarian mangrove dan lama-lama hasil tambak saya akan merosot karena
fungsi mangrove beralih fungsi. Sikap masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove
dipengaruhi oleh persepsi yang dimiliki. Oleh karena itu agar sikap masyarakat mendukung
pengelolaan hutan mangrove yang benar maka diperlukan rumusan penguatan persepsi
terhadap pengelolaan hutan mangrove.
Penguatan Persepsi dan Sikap Masyarakat Dalam Mendukung Strategi Pengelolaan Hutan
Mangrove
Berdasarkan hasil penelitian bahwa persepsi masyarakat Wonorejo terhadap hutan
mangrove memerlukan penguatan agar sikap masyarakat secara riil berkontribusi mewujudkan
kelestarian hutan mangrove. Matrik penguatan persepsi masyarakat yang dapat dirumuskan dari hasil
penelitian adalah sebagai berikut :
Variabel

Pengetahuan,
manfaat dan

Pemerintah

Mensosialisasikan
secara
terus

Perguruan
Tinggi/peneliti

Merumuskan
modul, buku

Investor

Setiap
akan
mengadakan

Masyarakat
Petambak dan
kelompok tani
mangrove di
Wonorejo
Bersama
dengan
pemerintah,

penyebab
kerusakan
hutan
mangrove

menerus
tentang
pengetahuan hutan
mangrove ke semua
elemen masyarakat
dengan
menyebar
luaskan modul yang
dihasilkan
oleh
perguruan tinggi

saku, program
animasi, game,
simulasi, lagu,
dan lain-lain
tentang definisi
hutan mangrove,
perbedaan hutan
mangrove dan
hutan bakau,
jenis tumbuhan
mangrove, jenis
tumbuhan bakau,
bentuk tanaman
mangrove
masing-masing
jenis, jenis lokasi
yang sesuai untuk
mangrove, cara
menanam
mangrove,
manfaat,
penyebab
kerusakan
mangrove
Melakukan
penelitian
baik
terkait SDM dan
analisis
usaha
yang
mengedepankan
kesejahteraan
dan
keseimbangan
lingkungan

Ekonomi

Memberikan
percontohan kegiatan
ekonomi
yang
berwawasan
lingkungan di sekitar
hutan mangrove

Ekologi

Merumuskan
tata
ruang wilayah pesisir
dan laut sedemikian
rupa agar terjadi
keseimbangan
ekologi, ekonomi dan
sosial

Melakukan
penelitian terkait
dengan
keefektifan
tata
ruang
yang
dirumuskan oleh
pemerintah untuk
perbaikan konsep
dari waktu ke
waktu

Sosial

Menyediakan tenaga

Penelitian-

kegiatan selalu
berkoordinasi
dengan
KKP
dan
instansi
terkait
khususnya
pembangunan
di
wilayah
pesisir
dan
laut.
Memahami
modul
dan
buku
saku
tentang
tata
ruang wilayah
pesisir

perguruan tinggi dan


investor
untuk
berpartisipasi dalam
kegiatan
dan
pengelolaan
hutan
mangrove

Melakukan
kegiatan
ekonomi tidak
hanya
menguras
sumberdaya
namun
memperhatika
n
keseimbangan
antara
ekonomi,
ekologi
dan
sosial
Mematuhi
konsep
tata
ruang
yang
telah
di
tetapkan.
Bahkan
investor
bersedia
memberikan
dana
untuk
penanaman
mangrove
bukan malah
menebangnya
Ikut menjaga

Menjaga
kegiatan
ekonomi yang tetap
memperhatikan
aspek
lingkungan
dengan
mengikuti
kaidah-kaidah yang
diberikan
oleh
pemerintah
dan
perguruan tinggi

Mematuhi
dan
menjaga ketetapan
ekologi yang telah
dihasilkan
pemerintah
dan
perguruan
tinggi/peneliti

Menjaga

atau

Hukum

pendamping
atau
penyuluh lapang agar
masyarakat
dapat
memperoleh
solusi
yang diharapkan dan
sesuai
dengan
kaidah
yang
seharusnya

penelitian aspek
sosial
lebih
dikembangkan

Merumuskan
undangan
atau
peraturan
yang
mengatur
pengelolaan
sumberdaya
hutan
mangrove dan sangsi
pelanggarannya

Pengembangan
penelitian
dari
aspek
hukum
misalnya
keefektifan
peraturan
yang
te/lah dirumuskan

ketertiban
umum
dan
keadilan serta
pemerataan
dalam
memanfaatkan
sumberdaya
yang
ada
bukan
menciptakan
kesenjangan
Mematuhi
hukum
dan
peraturan yang
dirumuskan
oleh
pemerintah

mengelola
potensi
konflik
dengan
memanfaatkan
sumberdaya dengan
memperhatikan
masyarakat yang lain

Mendukung
upaya
pemerintah
dalam
menertibkan hukum
dan kebijakan yang
berlaku

Jika masing-masing stakeholders terkait hutan mangrove memenuhi kewajiban dan


tanggung jawab masing-masing secara terus menerus, maka penguatan persepsi terhadap
segala hal terkait hutan mangrove baik pengetahuan, ekonomi, ekologi, dan hukum akan
meningkat dari waktu ke waktu. Dengan penguatan persepsi ini diharapkan sikap
masyarakat atau staheholders saling mendukung dalam pengelolaan hutan mangrove.
Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian Chandra, 2012 menunjukkan bahwa pengelolaan hutan mangrove di
Wonorejo mendukung kebijakan agresif. Persepsi masyarakat tentang hutan mangrove di
Wonorejo sangat beragam dan untuk mendukung kebijakan tersebut, diperlukan perumusan
penguatan persepsi dalam pengelolaan hutan mangrove terkait pengetahuan, manfaat dan
penyebab kerusakan hutan mangrove. Perumusan penguatan persepsi masyarakat
terhadap hutan mangrove mau tidak mau akan melibatkan semua stakeholders sesuai
kompetensi nya. Dalam penguatan persepsi secara terus menerus diperlukan media yang
cocok bagi masyarakat misalnya modul, buku saku dan menarik bagi semua elemen
masyarakat agar mudah diserap dan tidak membosankan seperti program animasi misalnya
percontohan model silvofishery yang memadukan antara keseimbangan ekonomi, ekologi
dan sosial. Animasi dapat juga mengilustrasikan manfaat hutan mangrove, bahaya nya jika
hutan mangrove rusak, penyebab hutan mangrove rusak, dan lain-lain. Selain animasi dapat
juga penguatan persepsi masyarakat tentang hutan mangrove dilakukan dengan game,
simulasi, lagu, dan lain-lain. Dengan semua media itu dapat dilengkapi peta desa agar

peran, kewajiban dan tanggung jawab stakeholders semakin jelas seperti tampak pada
gambar dibawah ini :

Untuk desa pesisir dilengkapi posisi-posisi lahan sesuai untuk ditanami mangrove, posisi
hutan mangrove yang ada saat ini, posisi daerah dilarang bagi investor untuk membangun
pemukiman, industri, hotel, lokasi yang memungkinkan untuk tambak silvofeshry,
kemungkinan lokasi tambak di pesisir yang harus ditanami mangrove dan seterus. Semua
informasi didapat di dalam peta desa tersebut. Dengan demikian diharapkan persepsi dan
sikap positif masyarakat terhadap mangrove meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh (BKP dan P4K Kabupaten Rembang).
2013. Manfaat Hutan Mangrove. Bkpp4k.rembangkab.go.id
Dahuri, R. J, Rais. S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.
Darwis. 2011. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Mangrove
Di Pantai Bunga Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Thesis. Sekoumatera Utara
Medan 2011. Reposity.usu.ac.id

Djamali, 2004. Persepsi masyarakat desa pantai terhadap kelestarian hutan mangrove
(studi kasus di kabupaten probolinggo). IPB
Elhaq dan Satria, 2011. Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove Dan
Partisipasi Pesanggem Dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah
Lingkungan Model Empang Parit. 5 (01) ; 97-103
Harahab, 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam
Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Huda, 2008. Strategi kebijakan pengelolaan mangrove berkelanjutan di wilayah pesisir
kabupaten tanjung jabung timur jambi. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/18579/1/Nurul_Huda.pdf Diakses pada tanggal 21/09/2012
pukul 10:50 WIB.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Bumi Aksara; Jakarta.
Kalpande dkk., 2010. A SWOT Analysis Of Small And Medium Scale Enterprise
Implementing Total Quality Management. 1(1) : 59-64
Mardijono, 2008. Persepsi Dan Partisipasi Nelayan Terhadap Pengelolaan Kawasan
Konservasi Laut Kota Batam. Tesis Universitas Diponegoro Semarang.
Marheningtyas, 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian Sumberdaya Air Di
Kelurahan Temas Kecamatan Batu Kota Batu Malang Jawa Timur. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak
Diterbitkan)
Marzuki. 1977. Metodologi Riset. BPFE.Yogyakarta
Mulyadi,dkk. 2012. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Vol.1 Edisi Khusus.
Mustafa, 2003. Metode Penelitian. Universitas Katolik Parahyangan. Bandung
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/MENHUT/V/2004 tentang Pembuatan Tanaman
Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Purnamawati dkk., 2007. Manfaat Hutan Mangrove Pada Ekosistem Pesisir (Studi
Kasus Di Kalimantan Barat). 2 (1)
Purnobasuki, 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Universitas Airlangga
Purnomo, 2007. Analisis Bauran Promosi (Promotion Mix) Yang Mempengaruhi
Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Di Rumah Makan Sea Food Kenari
Djaya Resto Kota Malang, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan)
Puspita, 2012. Pengelolaan Hutan Mangrove Pada Kawasan Tambak Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Di Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran,

Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan)
Rangkuti, 2004. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis. Gramedia; Jakarta
Rianse, Usman dan Abdi, 2012. Metodologi Penelitian Sosial Dan Ekonomi. Alfabeta;
Bandung
Rusida, 2006. Analisa Profitailitas Usaha Silvofishery Di Desa Curah Sawo Kecamatan
Gending Kabupaten Probolinggo. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak Diterbitkan).
Saladin, 1995. Keberadaan Dan Hasil Tangkapan Alami Udang Penaeid Di Silvofishery.
Skripsi. Fakultas Perikanan. Institute Pertanian. Bogor.
Saptorini, 2003. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Konservasi
Hutan Mangrove Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang
Saraswati, 2004. Konsep Pengelolaan Ekosistem Pesisir. 5(3) ; 205-211
Sarwono, 1992. Psikologi Lingkungan. Rasindo; Jakarta.
Sobar, 2004. Potensi Ekonomi Pengelolaan Hutan Mangrove Pada Perdagangan
Karbon

Melalui

Mekanisme

Pembangunan

Bersih.

Skripsi.

Departemen

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


Sobur, 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia; Bandung
Usman, Husaini dan Purnomo, Setiady. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi
Aksara.Jakarta.
Wibowo, 2006. Pelestarian hutan mangrove melalui pendekatan mina hutan
(Silvofishery). 7 (3) : 227 233.

Anda mungkin juga menyukai