Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

NEUROPATI DIABETIKA

Oleh :
Lamuna Fathila
0910313257

Preseptor:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir,
Sp.S (K)
dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit saraf yang disebabkan oleh penyakit Diabetes Mellitus (DM) disebut dengan
Neuropati diabetik.1 Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis yang
paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi oleh pasien DM dengan
1

neuropati diabetik adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi
jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian.2
Prevalensi ND dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat
memperlihatkan bahwa 10-20%

pasien saat ditegakkan DM telah mengalami neuropati.

Prevalensi neuropati diabetika ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan
tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes setelah 25 tahun, prevalensi
neuropati diabetika akan mencapai 50%.3
Hiperglikemia dianggap persisten sebagai faktor primer terjadinya ND. Faktor metabolik
ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik, tetapi
teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor. Ada yang
menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan
resiko kardiovaskular yang potensial masih dapat dimodifikasi.2
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya
dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis
saraf yang terkena lesi.2
Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung
pada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian
dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan.2

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini akan membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan ilustrasi kasus dari Neuropati
Diabetik.
1.1

Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui tentang definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, dan
prognosis dari Neuropati Diabetik.
1.4

Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Neuropati diabetik merupakan suatu gangguan yang mengenai saraf, yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Bila menderita diabetes lama, maka dapat terjadi kerusakan pada saraf
diseluruh badan. Ada pada beberapa orang yang mengalami kerusakan saraf tidak menunjukkan
3

gejala. Ada juga yang merasakan nyeri, kesemutan atau baal pada tangan, kaki, telapak tangan
dan kaki. Juga bisa terjadi gangguan pada sistem organ, termasuk traktus digestivus, jantung dan
organ seks. Nyeri neuropatik dapat terjadi karena disfungsi neuronal sistem somatosensorik dari
saraf perifer.4
Sekitar 60-70% penderita diabetes menderita neuropati. Resiko meningkat berhubungan
dengan umur dan resiko tertinggi terjadinya neuropati yaitu pada penderita yang telah menderita
diabetes lebih dari 25 tahun.4
2.2 Epidemiologi
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada yang berumur kurang
dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Dyck dan teman-temannya mempelajari diabetes di
Rochester, Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2 (noninsulindependent) mengalami polineuropati.2
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari setengahnya adalah distal
simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit
hitam lebih besar untuk terjadi komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah
dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria
dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik biasanya
lebih sering terjadi pada orang tua.4

2.3 Patologi
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada sel-sel
Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung pada derajat dan
lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam hubungannya dengan patofisiologi
neuropati meliputi demielinisasi segmental, degenerasi aksonal dan degenerasi Wallerian.5
2.3.1 Demielinisasi Segmental
Segmen-segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi, sedang
akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demieliniasi telah terjadi secara luas,
namun seringkali aksonnya tidak mengalami perubahan degeneratif. Seringkali
4

setelah mengalami demielinisasi, serabut saraf menunjukkan adanya proses


regenerasi berupa remielinisasi, jumlah sel Schwann akan bertambah banyak. Jika
proses patologis tersebut berlangsung secara kronis dengan proses demielinisasi
dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi proliferasi yang konsentrik
dari sel Schwann, sehingga satu struktur seperti lapisan bawang merah yang
disebut onion bulb, yang dengan palpasi akan teraba benjolan-benjolan pada
saraf.5
2.3.2 Degenerasi Aksonal
Penyebab degenerasi aksonal berupa gangguan nutrisi, metabolik atau
toksik sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme badan sel, transpor
aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung distal akson yang pertama
mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut degenerasi akan berjalan
ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
dying back neuropathy.5
2.3.3 Degenerasi Wallerian
Suatu trauma mekanik, khemis, termis ataupun iskemik lokal yang
menyebabkan terputusnya satu serabut saraf secara mendadak, akan diikuti oleh
suatu proses degenerasi aksonal di sebelah distal tempat terjadinya perlukaan,
yang kemudian diikuti terputusnya mielin secara sekunder. Proses tersebut dikenal
sebagai degenerasi Wallerian. Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah
terjadi perlukaan saraf. Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di
dalam atau di sekitar nodus Ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat
perlukaan. Perubahan yang sama juga terjadi pada akson di sekeliling nodus
Ranvier tepat di sebelah proksimal dari tempat perlukaan. Sel Schwann pada
bagian ini akan mengalami proloferasi hebat. Makrofag endoneuron akan
membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin yang rusak.5
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :6
a. Grade 1 (Neuropraksia)
5

Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya
secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik sehingga
tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan
epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu dengan
regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti
pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell
tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial. Pemulihan
tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf
berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan. Universitas
Sumatera Utara.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.

2.4 Etiologi dan Patofisiologi


Beberapa faktor yang menyebabkan neuropati diabetik :
1. Faktor Vaskuler

Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang menjadi dasar
komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Penelitian membuktikan bahwa
hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia
persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut Reactive Oxygen Species
(ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vascular dan menetralisasi NO, yang
berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular sehingga menurunkan penyediaan darah pada
saraf yang terkena. Mekanisme kelainan mikovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran
basalis yang menyebabkan kerusakan blood nerve barrier; thrombosis pada arteriol intraneural;
peningkatan agregrasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran
darah saraf dan peningkatan resistensi vascular; pembengkakan dan demielinisasi pada saraf
akibat iskemia akut. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya transport aksonal,
aktivitas Na-K-ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.2,3,4
2. Faktor Metabolik
Kondisi hiperglikemia menyebabkan glukosa dan metabolitnya dipakai oleh beberapa jalur.
Beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan dampak negative hiperglikemia adalah:

2a. Penumpukan sorbitol (Polyol pathway)


Hiperglikemia menyebabkan kadar glukosa intraseluler yang meningkat,
sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasanya digunakan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi
aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian
dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan
fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah
satu kemungkinannya adalah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan
keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem saraf. Reaksi poliol ini
juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting
dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan kofaktor untuk glutathion dan
nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf
untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan nitric oxide (NO). Penurunan NO
mengakibatkan vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.2,3,4
2b. Penurunan kadar mioinositol

Mioinositol berperan dalam transmisi impuls, transport


elektrolit, dan sekresi peptida. Peningkatan sintesis sorbitol
7

berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf.


Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung
menimbulkan stress osmotic yang akan merusak mitokondria
dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini
akan

menekan

fungsi

Na-K-ATP-ase,

sehingga

kadar

Na

intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya


mioinositol masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan
transduksi sinyal pada saraf. Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga

berperan dalam patogenesis neuropati perifer diabetika. Hiperglikemia di


dalam sel meningkatkan sintesis atau pembentukan diacylglyserol (DAG)
dan selanjutnya peningkatan protein kinase C. Protein kinase juga
diaktifkan oleh stress oksidatif dan advanced glycosilation products
(AGEs).

Aktivasi

protein

kinase

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas vascular, gangguan sintesis nitric oxyde (NO) dan perubahan


aliran darah.2,3,4
2c. Glikosilasi non enzimatik
Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
terjadinya proses glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya
advanced glycosilated end products (AGEs) dimana AGEs sangat toksik
dan merusak protein tubuh, termasuk sel saraf. Glikosilasi dari protein
saraf ini akan menyebabkan terbentuknya glycosilated myelin yang
mempunyai reseptor spesifik dan akan difagositosis oleh makrofag.
Serangan sel-sel makrofag tersebut akan menyebabkan hilangnya mielin
pada saraf tepi, dengan akibat terjadinya gangguan fungsi sel saraf
tersebut.
C. Faktor Autoimun
Peran antibodi berperan dalam mekanisme patogenesis neuropati diabetik adalah adanya
antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar ini secara
langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan
immunofloresens indirek. Neuropati autoimun bisa terjadi karena perubahan imunogenik dari sel
endotel kapiler.2

D. Peran Nerve Growth Factor (NGF)


NGF berupa protein yang memberi dukungan besar terhadap serabut saraf dan neuron
simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang
retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit
pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.2

Gambar 1. Diambil dari 8

Neuropati Diabetik. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/76941741/NEUROPATIDIABETIK, 6 juni 2014

2.5 Manifestasi Klinik


Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena. Gejala biasanya tidak
terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian.
Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset
nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.4
Gejala neuropati perifer antara lain :4,9
-

Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu

Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan jari-jari

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

Masalah miksi (inkontinensia urin)

Disfungsi ereksi

Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)

10

2.6 Klasifikasi Neuropati Diabetika


1. Simetris
1a. Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris dan
berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small fiber)
ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri, rasa panas seperti
terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung
tangan atau kaos kaki (glove and stocking) dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya
trauma/ulkus pada kaki, keluhan ini menjalar ke bagian tungkai dan jari kaki dan makin buruk saat
malam hari.10
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan proprioseptif
seperti berkurangnya rasa vibrasi/gangguan rasa posisi dapat pula ditemukan, kadang-kadang
ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo
menurun sampai menghilang pada bagian distal dari ekstremitas.12
Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga tidak terdapat refleks.
Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan perubahan cara berjalan dan dapat terjadi
deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat kelemahan otot, tetapi pada beberapa pasien
distal sensory neuropathy dikombinasi dengan kelemahan pada bagian proximal. Selain itu, juga
ditemukan ataksia dan atoni dari kandung kemih.12

11

Gambar 2. Neuropati12

Sumber : Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December

2011. Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 6 Juni


2014

1b. Neuropati otonom


Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil dan lakrimal, reflex
vascular, diare nocturnal yang disebabkan kerusakan pada esophagus dapat menyebabkan
kesukaran menelan sedangkan kerusakan pada usus menyebabkan konstipasi bergantian dengan
diare yang sering dan tak terkontrol terutama pada malam hari dan karena hal ini dapat
menyebabkan turunnya berat badan., atonik pada traktus gastrointestinal (gastroparesis), dan
dilatasi kandung kemih, impotensi seksual, dan hipotensi postural. 4 Hipotensi postural disebabkan
karena kerusakan saraf di system kardiovaskuler sehingga menganggu kemampuan badan untuk

12

mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga tekanan darah dapat turun dengan mendadak
setelah duduk atau berdiri dan dapat menyebabkan penderita pingsan.4,10

Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus


tekanan darah dan mengatur gula darah. Juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pada pencernaan, pernapasan, miksi, respons seksual dan
penglihatan. Manifestasi gangguan saraf otonom berupa hiperhidrosis, diare
noktural, atoni kandung kemih.4,10
1c. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)

Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik


radikulopati, yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara
pelan-pelan dalam beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa
nyeri seakan-akan ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara
simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi
sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.10
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik /
focal peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini
disebut pula sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi
terdapat pada kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral
neuropathy atau sacral plexopathy.10
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang
berumur 50 tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok
dan gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps
femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa
baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada waktunya.10

2. Asimetris
2a. Cranial Mononeuropati

13

Kelainan pada cranial mononeuropati ini disebabkan karena pada awalnya terjadi iskemik
yang didapatkan pada degenerasi Wallerian dan pada degenerasi aksonal dimana terjadi dying
back type neuropati.10
Terjadinya diabetik oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi kerusakan pada N.III, N.IV
dan N.VI. Pada hasil autopsi yang dikerjakan oleh Dreyfus dll ditemukan lesi infark ditengah pada
retroorbital pada N.III. Biasanya cranial mononeuropati terjadi karena adanya infark pada saraf
yang terjadi pada patologi neuropati diabetik.10

2b. Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular


Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang berumur tua.
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabutserabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf spinal itu
membangkitkan nyeri radikular. Nyeri radikular yaitu nyeri yang terasa
berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan
dermatomal radiks posterior yang bersangkutan.9,10
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang
dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian
tungkai bawah pada satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai
yang terkena neuropati. Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.10
2c. Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf (entrapment
syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome)
yang seringkali terjadi dan menyebabkan rasa tebal dan kesemutan di tangan dan
kadang-kadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS termasuk ke dalam
polineuropati diabetik sensori. Ini disebabkan karena adanya patofisologi dari
neuropatik diabetik itu sendiri, seperti glikolisis, jalur poliol dan lain-lain. CTS ini
disebabkan karena gula darah yang tinggi sehingga protein di tendon menjadi
glikosilasi, glukosa menempel pada protein tendo sehingga menginflamasi tendo
dan tendo jadi berkurang gerakannya.9,10
14

2.7 Pemeriksaan
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan kaki yang
komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada luka atau tidak.4
Pemeriksaan penunjang :4
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada
diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.4
b. Pemeriksaan Imaging
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan
lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada

radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.


MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi

kompresi dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius


c. Elektromiografi (EMG)
KHS motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP (Componed Muscle
Action Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar
saraf menggambarkan kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter
besar dan biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini
mencerminkan degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari
panjangnya saraf.4
KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai
rata-rata normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien
diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.
Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik
(N.suralis, N.peroneus dan N.medianus)4

15

EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang


ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.
Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya
denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous
discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude
tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.
Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan
spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu
poliradikulopati.4

2.7 Pencegahan
1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah
2. Pengendalian Glukosa Darah
Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan
monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan dibawah 7%.
Di samping itu pengendalian factor metabolic lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid
sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.2
3. Diet dan olahraga teratur

2.8 Penatalaksanaan
Non medika mentosa
a. Foot Hygiene
Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya dengan
seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang tidak diketahui

16

dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan dalam sirkulasi darah
juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki.4
Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati
untuk mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :4
-

Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus
dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan handuk yang

lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka,

kemerahan, pembengkakan.
Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai

luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar

supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
b. Diet agar mencapai berat badan ideal
c. Fisioterapi
- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik yang
digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah untuk
menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik, menurunkan
-

edema dan memperbaiki ulkus pada kaki.


Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan atrofi
otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

Medika Mentosa
Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau berlanjutnya
komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah kontrol glikemik dimana
dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang normal untuk mencegah kerusakan yang
lebih lanjut; diperlukan monitoring gula darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah
yang ketat bisa menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.2
Terapi kausatif :
17

Aldose reduktase inhibitor


Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa
yang spesifik melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.9,13

Asam alfa lipoik (ALA)


Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi
endotel vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu
glutation yang berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat
menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam dosis 1200 mg iv per hari.
ALA juga dapat menurunkan glycosylated hemoglobin melalui penurunan gula

darah.9,13
Imunoglobulin (IVIg)
Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang
digunakan untuk penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang
berasal dari darah donor dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen
tertentu seperti virus dan toksin. Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini
memiliki efek netralisasi terhadap system imun pasien. IVIg dosis besar
(2g/kgBB) terbukti efektif untuk berbagai keadaan penyakit imun. Efek
immunomoduler IVIg adalah inhibisi complement deposition dan neutralisasi
sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan 12 g
untuk injeksi. Efek samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi, sakit
kepala, nausea dan hipotensi.14

Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

NSAID
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan
18

berupa ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping yang sering
adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan lambung.13,14

Antidepresan Trisiklik (TCA)


Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan
norepinefrin di SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri
endogen.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi
transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat
pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik.
Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT
(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT
dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Sehingga akan menyebabkan nyeri berkurang.
TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan ini
efektif untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa dosedependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan
hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan
gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah dapat digunakan
untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah. Yang lebih sering digunakan
adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 25 mg, dan
dalam bentuk larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg sehari.13,14

Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)


SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan
juga venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan
norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati diabetik
dan juga mengobati depresi jika ada.
19

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang


berhubungan dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri
belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya
untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,
duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu
duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120
mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.12,14

Antiepileptic drugs (AED)


Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate
yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.
Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis menjadi
lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu dapat
mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy dapat
digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu kerja
antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor NMDA.13,14
AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada
neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping
lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi. 12,13 Gabapentin
merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA. Gabapentin
menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake. Dosis
gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari. Efek sampingnya
berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.13,14
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan
juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin.
Pregabalin, memblok Ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan
neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang
direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada
pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg

20

tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1
minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita.13,14
Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas
membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini
terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering
digunakan pada nyeri neuropatik.13,14
Terapi tambahan :

Metilkobalamin
Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai
efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi
dapat menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki
transmisi sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas
Na-K-ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan
menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis
3x250 ug metilkobalamin.13,14

Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2009.h.637
2. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
3. Sunaryo.M.
Polineuropati
Diabetika.

Diunduh

dari

http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf , 6 Juni 2014


4. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve

Damage

of

Diabetes.

Diunduh

dari

http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf , 6 Juni

2014
21

5. Priyantono T. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Polineuropati


pada

Penderita

Diabetes

Melitus

Tipe

2.

Edisi

2005.

Diunduh

dari

http://eprints.undip.ac.id/15006/1/2005FK4175.pdf , 6 Juni 2014

6. Neuropati

diabetik.

Diunduh

dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30881/4/Chapter%20II.pdf , 6

Juni 2014
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair;
2011.h.33-6
8. Neuropati

Diabetik.

Diunduh

dari

http://www.scribd.com/doc/76941741/NEUROPATI-DIABETIK , 6 Juni 2014


9. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;

2001.h.145-7
10. Adams and Victors. Principles of Neurology. United States of America : Palatino;
2009.p.1277-9,1319
11. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat; 2010.h.1212
12. Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011. Diunduh
dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm , 6 Juni 2014
13. HA
King.
Neuropati
Diabetic.
Diunduh
dari
http://www.answers.com/topic/diabetic-neuropathy , 6 Juni 2014
14. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-

4, 230-3

22

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki 48 tahun masuk ke poli syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 10 Juni 2014 dengan :
Keluhan utama :
Kurang berasa di ujung-ujung anggota gerak.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Kurang berasa di ujung-ujung anggota gerak yang mulai dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dan
semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu.
Pasien mengeluh kurang berasa di ujung-ujung jari kakinya yang berawal dari kesemutan dan
menjadi semakin berat sampai sekarang. Nyeri terasa sama di kaki kiri dan kanan.
Pasien juga sering merasa nyeri seperti terbakar pada saat berjalan atau setelah berdiri untuk
waktu yang lama. Nyeri tajam juga sekali-sekali terasa di tumit.
Nyeri lebih sering terasa,dan terasa lebih berat pada waktu sore dan malam.
Pasien mengeluh gejala yang sama telah mula muncul di tangan sehingga pasien merasa seperti
memakai sarung tangan.
Pasien menyangkal riwayat gejala kelemahan pada tungkai dan tangan kiri dan kanan.

23

Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan makan lauk,sayur dan nasi 2 kali sehari atau lebih,setiap
hari.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien dikenal menderita DM sejak 5 tahun yang lalu.
Pasien menyangkal riwayat hipertensi,sakit jantung,sakit ginjal atau herpes zoster sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ayah pasien dikenal menderita diabetes mellitus.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja di kantor dan kurang berolah raga.
Pasien perokok dan merokok 1 bungkus sehari sejak usia 15.

Pemeriksaan Fisik.
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis Cooperative, GCS E4M6V5 = 15

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: Teraba, teratur, frekwensi 90 x/menit

Nafas

: 18 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Status Internus.
Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

24

Kulit dan kuku

: Tidak ada rambut pada 2/3 kulit kaki bawah.

Kelenjar getah bening

: Tidak teraba

Kepala

: Tidak ada kelainan

Mata

: Sklera tidak ikterik


Konjungtiva tidak anemis
Pupil isokor, d : 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Telinga dan hidung

: Tidak ada kelainan

Mulut : Caries (-)


Uvula terletak di tengah
Tidak ada kelemahan pada lidah
Leher : JVP 5-2 cmH2O, bising karotis ()
Thorax :

Paru :
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: kiri

: 1 jari medial LMCS RIC V

kanan : linea sternalis dextra


atas : RIC II
Auskultasi

: BJ murni, teratur, HR = 90 kali/menit


25

Abdomen
Inspeksi

: tidak tampak membuncit

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: tympani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Corpus vertebralis

: Deformitas ()

Genitalia

: tidak diperiksa

Status Neurologis.
Kesadaran

: Compos Mentis Cooperative, GCS E4M6V5 = 15

Tanda rangsangan selaput otak:


Kaku Kuduk : tidak ada
Brudzinski I

: tidak ada

Kernig

: tidak ada

Brudzinski II : tidak ada


Tanda peningkatan intra kranial:

Sakit kepala progresif : tidak ada


Muntah proyektil

: tidak ada

Nervus kranial:
NI

: Penciuman baik

N II

: Mata kiri /kanan : -5/-4

N III, IV, VI

: Bola mata dapat bergerak ke segala arah, pupil isokor, diameter 3mm/3mm,
bentuk bulat, refleks cahaya +/+
26

NV

Kanan

Kiri

Membuka mulut

Normal

Normal

Menggerakkan rahang

Normal

Normal

Menggigit

Normal

Normal

Mengunyah

Normal

Normal

Refleks kornea

Normal

Normal

Sensibilitas

Normal

Normal

Refleks masseter

Normal

Normal

Sensibilitas

Normal

Normal

Normal

Normal

Kanan

Kiri

Motorik

Sensorik
Divisi oftalmika

Divisi maksila

Difisi mandibula
Sensibilitas

N VII

Raut wajah

Normal

Normal

Sekresi air mata

Berkurang

Berkurang

Fisura palpebra

Normal

Normal

Menggerakkan dahi

Menutup mata

Mencibir / bersiul

Memperlihatkan gigi

+
27

Sensasi lidah 2/3 depan

Hiperakusis

N VIII

: Keseimbangan dan pendengaran baik

N IX, X

: Refleks muntah baik, arkus faring simetris, uvula ditengah

N XI

: Dapat menoleh ke kiri dan ke kanan, dapat mengangkat bahu kiri dan
kanan

N XII
Koordinasi

: Kedudukan lidah di luar tidak ada deviasi


: Baik

Pemeriksaan fungsi motorik.


Kanan

Kiri

Ekstrimitas superior
Gerakan

Baik

Baik

Kekuatan

555

555

Tropi

Eutropi

Eutropi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Ekstrimitas inferior
Gerakan

Baik

Baik

Kekuatan

555

555

Tropi

Eutropi

Eutropi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Fungsi Otonom.
BAB sering dan pada berberapa kali sehari,BAK pada waktu malam.Keringat normal,simetris.

28

Refleks
Refleks fisiologis:
Bisep

: ++/++

Trisep

: ++/++

KPR

: ++/++

APR

: +/+

Refleks Patologis:
Hoffman Tromner

: /

Babinski

: /

Chaddoks

: /

Oppenheim

: /

Gordon

: /

Schaffer

: /

Fungsi Luhur
Kesadaran

: Baik

Tanda demensia

: tidak ada

Refleks glabella

: ()

Refleks snout

: ()

Refleks menghisap

: ()

Refleks memegang

: ()

Refleks palmomental : ()
Sensorik
Kiri
Sensibilitas Taktil : kaki

Kanan

berkurang sampai 2/3 dari lutut sampai ke kaki


29

tangan :

berkurang sampai ke sendi metakarpal

kaki :

berkurang sampai 2/3 dari lutut sampai ke kaki

tangan :

berkurang sampai ke sendi phalanges

kaki

berkurang sampai 2/3 dari lutut sampai ke kaki

Sensibilitas Nyeri

Sensibilitas Termis

tangan :
Sensibilitas getar

berkurang sampai ke sendi metakarpal

kaki : berkurang , tangan : berkurang

Pengenalan 2 titik

kaki

tangan :

berkurang sampai 2/3 dari lutut sampai ke kaki


berkurang sampai ke sendi metakarpal

PEMERIKSAAN LABOR
Hb

: 12,2 mg/dl

Ht

: 32,0 %

Leukosit

: 9.600 / mm3

Trombosit

: 332.000/mm3

Gula darah sewaktu

: 300mg/dl

PEMERIKSAAN ANJURAN
Elektromiografi
NCS (Nerve Conduction Studies)

DIAGNOSA
Diagnosa klinis

: neuropati diabetikum

Diagnosa topik

: nervus perifer dan nervus autonom

Diagnosa etiologi

: diabetes mellitus tipe 2

Diagnosa sekunder

: retinopati diabetikum
30

TERAPI
UMUM :

kontrol gula darah dengan metode sliding scale

KHUSUS :
Duloxetine 60-120mg/hari
Gabapentin 1200mg/hari
Metformin 3x500 mg
Metilkobalamin 3x250 ug
PROGNOSIS
Quo ad Vitam

dubia ad bonam

Quo ad functionam :

dubia ad malam

Quo ad sanam

dubia ad malam

31

BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 48 tahun yang datang ke RSUP Dr. M.
Djamil, dengan diagnosis neuropati diabetika. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik Dari anamnesis didapatkan Kurang berasa di ujung-ujung
anggota gerak yang mulai dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dan semakin meningkat sejak 3 hari
yang lalu. Pasien mengeluh kurang berasa di ujung-ujung jari kakinya yang berawal

dari

kesemutan dan menjadi semakin berat sampai sekarang. Nyeri terasa sama di kaki kiri dan
kanan. Pasien juga sering merasa nyeri seperti terbakar pada saat berjalan atau setelah berdiri
untuk waktu yang lama. Nyeri tajam juga sekali-sekali terasa di tumit. Nyeri lebih sering
terasa,dan terasa lebih berat pada waktu sore dan malam. Pasien mengeluh gejala yang sama
telah mula muncul di tangan sehingga pasien merasa seperti memakai sarung tangan. Pasien
dikenal menderita DM sejak 5 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas normal, status
neurologikus terdapat penurunan sensibilitas kaki kiri dan kanan berkurang dari 2/3 lutut sampai
kaki, dari pemeriksaan refleks didapatkan penurunan APR. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan GDS 300 mg/dl. Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis Neuropati diabetika.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah diberikan Duloxetine 60-120mg/hari, Gabapentin
1200mg/hari, Metformin 3x500 mg , dan Metilkobalamin 3x250 ug. Untuk preventif diterangkan
kepada pasien mengenai foot hygine, olahraga yang teratur, dan diet makan tinggi serat.

BAB V

32

KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan
manifestasi klinis amat bervariasi. Dari beberapa factor terjadinya DM yang berperan pada
mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen
factor metabolic merupakan dasar utama pathogenesis neuropati diabetik.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM,
yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaikbaiknya. Juga perlu diperhatikan pengobatan yang diterapkan dalam upaya penyembuhan.

33

Anda mungkin juga menyukai