Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

Artikel DEMOKRASI

Di susun oleh

Adithya Pamungkas

SMK NEGERI 12 BANDUNG


PROGRAM STUDI BIDANG KEAHLIAN PESAWAT UDARA
JL. Pajajaran no.92 022-6038055 Bandung-40173

Daftar Isi

Artikel Demokrasi Pancasila

DEMOKRASI
I. PENGERTIAN DEMOKRASI PANCASILA
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai
contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi
modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah
kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik
suatu negara.
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan
oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan
Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat
disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil
cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu
Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang
menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai
Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil

Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar),


tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2
istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi
yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi
konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping
nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan
pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam
mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi
pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan
Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan
bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari oleh
untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik
dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan
sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik,
demos menyiratkan makna diskriminatif. Demosbukan
untuk rakyat
keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi
atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses
pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi
wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian
sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan
dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang
mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran,
kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan
berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan
oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.

3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak,


tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan
dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat
kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

II. PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA


Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir,
bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi
secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan
syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi
pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik
perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan
bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah
selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil
terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu
tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan
badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk
menyalurkan aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;

7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR


(pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada
Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.

III. CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA


Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran
Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi
Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan
disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya
demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

IV. SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI


PANCASILA
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila,
UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan
demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam
Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai
berikut:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum


Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti
bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan
tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya.Persamaan
kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di
dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem
konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan
konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang
merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan
negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada
halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR
adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR
mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga
negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Presiden;
b.

Meminta pertanggungjawaban
pelaksanaan GBHN;

presiden/mandataris

mengenai

c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan


Wakil Presiden;
d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa
jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar
haluan negara dan UUD;
e. Mengubah undang-undang.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara
tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan
bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR
yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR
mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang
oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan
undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang,
presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang
legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada
pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab

kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti


sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden,
tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi
presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia
bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus
memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat
karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR
merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

V. FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA


Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem
konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara
lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

VI. BEBERAPA PERUMUSAN


DEMOKRASI PANCASILA

MENGENAI

Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo


mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang
diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
a. Bidang Politik dan Konstitusional
1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara
hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga
negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif,
maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana
penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil.
Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga
negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan
lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )
2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat
untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi
sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai
ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar
1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua
warga negara, yang antara lain mencakup :
1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan
keuangan negara dan
2) Koperasi
3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam
penggunaannya
4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta
pelindung.
2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:

a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan


dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh
sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan
kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat
dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk
penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang
terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom
sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan
daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh
vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk
mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga
secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari
kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan
kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia
dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau
dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di
antara 3 hal, yaitu:
a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.

Sistem politik
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem
sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada
dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan
memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya.
Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut,
misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat
pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk
sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat
kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai
politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu
sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat
sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input)
ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi
keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan
dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai
keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa
menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas
sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem
politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan
untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang
demokratis dan sistem politik yang otoriter.

Di Bawah Ini adalah sistem politik dalam


beberapa bentuk pemerintahan
:
Negara komunis
Negara komunis adalah istilah yang digunakan oleh ilmuwan politik untuk
mendeskripsikan bentuk pemerintahan, di mana negara tersebut berada dibawah
sistem satu partai dan mendeklarasikan kesetiaan kepada Marxisme-LeninismeTeposisme-Puputisme, Maoisme. Negara komunis yang masih ada hingga kini

adalah Republik Rakyat Cina (sejak 1949), Kuba, Korea Utara, Laos dan
Vietnam.

Negara kota
Negara-kota atau Polis adalah suatu wilayah yang dikelola secara eksklusif
oleh suatu kota, biasanya dengan memiliki kedaulatan. Secara historis, negarakota biasanya merupakan bagian dari area kultural yang lebih besar, seperti
pada negara-kota Yunani Kuno (misalnya Athena, Sparta, dan Korinthia), kotakota Finisi Kanaan (seperti Tyredan Sidon), Suku Maya Mesoamerika
(termasuk lokasi-lokasi seperti Chichen Itza and El Mirador), kota-kota di Asia
Tengah sepanjang Jalur Sutra (termasuk Samarkand dan Bukhara), atau negarakota Italia Utara (terutama Firenze dan Venesia).
Saat ini hanya Singapura, Monaco, dan Kota Vatikan yang merupakan negara
berdaulat yang mirip dengan definisi klasik mengenai negara-kota. Beberapa
negara berdaulat juga memiliki wilayah pemerintahan sendiri yang dibatasi pada
kota, seperti Berlin di Jerman, Makau dan Hong Kong di RRC, Distrik
Columbia di Amerika Serikat, Distrik Federal Brazilia di Brazil, Distrik Federal
Mexico di Meksiko, serta Gibraltar.

Diktator
Diktator adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara
otoriter/tirani dan menindas rakyatnya. Biasanya seorang diktator naik takhta
dengan menggunakan kekerasan, seringkali dengan sebuah kudeta. Tetapi ada
pula diktator yang naik takhta secara demokratis. Contoh yang paling terkenal
adalah Adolf Hitler.
Seringkali diktator dibedakan dengan despot. Seorang despot berkuasa secara
sewenang-wenang pula, tetapi kadangkala ada pula despot yang 'baik'.
Diktatorisme
Diktatorisme adalah sebuah paham yang artinya diambil dari kata "diktator"
artinya orang yang memerintah suatu negara/pemerintahan dengan hak-hak dan
kekuasaan absolut dan -isme yang berarti sebuah pemahaman maka
disimpulkan diktatorisme adalah sebuah paham yang dianut oleh suatu negara
untuk dipimpin oleh seorang pemimpin otoriter yang mempunyai hak dan
kewajiban absolut. Adapun diktatorisme cenderung lebih banyak dipraktikkan
di negara-negara Eropa seperti Jerman, Polandia, Perancis, dan Italia.

Sistem Direksional
Republik direksional adalah sebuah negara yang diperintah oleh kolose yang
terdiri dari beberapa orang yang secara bersama-sama menjalankan kekuasaan
sebagai Kepala Negara. Sistem pemerintahan ini berlainan baik dengan presiden
dalam republik dan parlemen dalam republik. Dalam sejarah politik, istilah
Directory yang berasal dari bahasa Prancis Directoire, berlaku bagi lembagalembaga tinggi negara secara kolegial terdiri dari beberapa anggota bertindak
seperti Direktur. Sejauh ini yang terkenal adalah Directory Prancis. Namun oleh
Perancis, bentuk ini pemerintah hanya dijalankan daerah jajahan yang berada di
wilayah Eropa.

Feodalisme
Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang
dijalankan kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai
wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal
sebagai mitra. Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh
sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan, yang
menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai
penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau, dalam bahasa Latin,
feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri
tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas
penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para
pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah
"masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama
semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang
dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak
dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini
digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan
perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau
'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah
banyak melenceng dari pengertian politiknya.

Kerajaan
Kerajaan:

Kerajaan, wilayah di mana seorang raja memerintah.


Dalam sistem klasifikasi makhluk hidup menurut Carolus Linnaeus,
kerajaan/kingdom adalah penggolongan pertama suatu makhluk hidup,
yaitu apakah hewan (animalia) atau tumbuhan.
Kerajaan, salah satu bentuk pemerintahan di mana kepala negara
dan/atau kepala pemerintahan-nya disebut Raja, Ratu, Kaisar, Permaisuri,
Sultan, Baginda, Khalifah, Emir

Sistem parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen
memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun
dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam
mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden
berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer
presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari
dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen,
sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada
pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif,
menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan
keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena
kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah
dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam
Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen
biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala
negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara
ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa
sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa
sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.
Ciri-ciri
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:

Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan


sedangkan kepala negaradikepalai oleh presiden/raja.

Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja


diseleksi berdasarkan undang-unadang.
Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin
departemen dan non-departemen.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Sistem presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan
legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:

Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat


pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap,
tidak bisa saling menjatuhkan.
Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan
legislatif.

Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik.
Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden
melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat
masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar
negara-negara Amerika Latindan Amerika Tengah.
Ciri-ciri
Ciri-ciri pemerintahan presidensiil yaitu:

Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus


kepala negara.

Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan


dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan nondepartemen.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif
bukan kepada kekuasaan legislatif.
Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan
legislatif.
Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Sistem semipresidensial
Sistem semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan
kedua sistem pemerintahan: presidensiil dan parlementer. Terkadang, sistem ini
juga disebut dengan Dualisme Eksekutif. Dalam sistem ini, presiden dipilih oleh
rakyat sehingga memiliki kekuasaan yang kuat. Presiden melaksanakan
kekuasaan bersama-sama dengan perdana menteri. Sistem ini digunakan oleh
Republik Kelima Perancis.

APAKAH ADIL NEGERI


KITA?
Aku kuliah mengambil jurusan pidana di Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta. Meskipun begitu, seumur hidupku baru satu kali aku
menghadiri sidang pengadilan. Aku masih ingat, waktu itu kasusnya pencuri
ayam. Pada saat dijatuhi hukuman pidana, si terpidana menangis, hakim
berusaha memberikan nasehat pada kata-kata terakhirnya supaya si terpidana
tidak mengulangi kesalahan yang sama. Si terpidana mengangguk-angguk.
Namun tidak ada rasa iba di hatiku. Kupikir sudah sewajarnya ia dihukum
karena mencuri ayam, apalagi memang terbukti di muka pengadilan. Aku
menjadi percaya, kalau ilmu yang kupelajari memang bermanfaat untuk
masyarakat.
Namun apa mau dikata....
Satu dasawarsa kemudian, aku menangis. Hatiku bergolak. Nalarku hampir
meledak. Sebagai seorang sarjana hukum aku patut tersinggung. Hukum di
Indonesia dipermainkan bak bola sepak. Disepak kesana kemari, digolkan
semaunya untuk sebuah kemenangan pihak tertentu. Penonton hanya bisa
bersorak-sorak dan yang merasa tidak puas akhirnya akan berkelahi sendirisendiri, seperti halnya supporter sepakbola beneran. Sebagai mantan mahasiswa
yang menggelorakan reformasi pada tahun 1997 - 1998, kesedihanku makin
mendalam. Mungkin benar pendapatku dahulu, bahwa reformasi itu bakalan siasia, seharusnya yang kita lakukan adalah revolusi. Tapi apalah artinya berkeluh
kesah, menyesali keputusan masa lalu. Sebaiknya kusampaikan saja gejolak
hatiku ini kepada kalian, supaya kalian sadar bahwa masa depan Indonesia jauh
lebih berharga daripada tingkah laku orang tua kalian saat ini.

KASUS PRITA
Dikecewakan pihak rumah sakit itu bukan monopoli Prita saja. Sewaktu aku
merawat ibundaku di rumah sakit sampai beliau meninggal, tidak terhitung
banyaknya rasa kecewaku. Aku sempat menuliskan kekecewaanku itu di media
massa, ditanggapi banyak elemen masyarakat yang intinya mereka
mendukungku. Yang membuatku lega adalah pihak rumah sakit menyampaikan
permintaan maaf karena tidak bisa melayani dengan memuaskan. Itu disebabkan
karena mereka melayani ratusan hingga ribuan orang per harinya dan tidak
mungkin hanya fokus pada satu orang pasien saja. Satu kalimat pendek ini bisa

meredam kemarahanku dan rumah sakit itu tidak pernah kekurangan


pengunjung sampai sekarang.
Hampir bersamaan dengan kasus Prita, aku mendapati temanku hampir celaka
gara-gara diagnosa dokter yang tidak bermutu. Menurut feelingku, temanku itu
kena gejala typus. Indikasinya mengarah kesitu semua, karena aku punya
pengalaman dengan penyakit typus adik-adikku. Untuk meyakinkan, kuminta ia
cek-up di rumah sakit. Oleh pihak rumah sakit diberi berbagai macam obat yang
bukan obat typus. Malam harinya langsung keracunan obat, badan bengkakbengkak, gatal, panas, campur aduk jadi satu.
Uniknya, ketika dibawa kerumah sakit yang sama, penyakitnya tetap tidak
terdeteksi. Cek darah dilakukan berkali-kali dan Masya Allah, baru pada hari
ke-3 setelah ia dirawat, dokter menyatakan ia positif typus dan baru pada saat
itulah obat typus diberikan. Anehnya, selama 3 hari itu, temanku tidak pernah
mendapatkan penjelasan meyakinkan dari tenaga medis yang ada mengenai
penyakitnya meskipun ia sudah bertanya berkali-kali. Jawabannya klise,
menunggu hasil lab. Bisa dibayangkan betapa sengsaranya selama tiga hari itu.
Temanku menghabiskan waktu hampir satu minggu di rumah sakit itu dan biaya
jutaan rupiah. Uniknya, tidak ada permintaan maaf sekalipun dari dokter atau
perawat tentang keracunan obat dan cek darah berulang kali tanpa mendapatkan
kejelasan penyakitnya
Aku heran, aku saja yang tidak sekolah kedokteran bisa punya feeling kalau
temanku sakit typus, lha kok dokter-dokter yang bertugas di rumah sakit
internasional perlu waktu 3 hari untuk mendeteksi penyakit kawakan itu, masih
ditambah dengan keracunan obat segala. Apakah kurikulum pendidikan
kedokteran di Indonesia ini yang salah? Bukankah ada motto yang mengatakan,
semakin cepat diketahui penyakitnya, semakin mudah pengobatannya? Ataukah
memang disengaja untuk mendapatkan biaya rawat inap yang harganya selangit
itu? Memang seperti itulah wajah pelayanan publik di bumi Indonesia yang
konon katanya terkenal sebagai bangsa yang ramah ini. Namun aku juga
menyadari, ramah tidak berarti professional!
Beberapa minggu kemudian, di awal tahun 2009 ini, aku juga kena typus. Aku
hanya berdiam diri saja di rumah. Berdasarkan informasi dari surat kabar, tiap
hari kumakan ketimun dan minum ekstrak cacing. Alhamdulillah dalam waktu
10 hari sudah segar bugar kembali. Saat itu, aku sudah bertekad tidak akan ke
rumah sakit hanya untuk mempertaruhkan nyawaku disana. Kepercayaanku
pada rumah sakit dan dokter sudah habis sejak ibundaku meninggal di rumah
sakit. Dan yang lebih membuatku gembira, biaya untuk membeli ketimun dan
ekstrak cacing itu hanya 100 ribuan, jauh lebih murah dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan temanku untuk menikmati bed rumah sakit. Tuhan

Maha Pemurah...! Tuhan juga Maha Adil dan Maha Bijaksana...! Aku bersujud
kepada-Nya..!
Kasus Prita adalah kasus kekecewaan konsumen. Langkah yang paling tepat
adalah permintaan maaf dari penyedia layanan jasa rumah sakit dan penyedia
layanan jasa itu harus memperbaiki kinerja manajemennya. Ini prinsip umum
yang dianut oleh pengusaha manapun di dunia ini. Bahkan banyak perusahaan
yang justru dengan tangan terbuka meminta kritik dan saran dari para
konsumennya. Mereka bersedia menyediakan layanan bebas pulsa hanya untuk
menerima keluhan dari pelanggannya! Bisa dibayangkan betapa mulianya para
pemilik usaha dan pengelola usaha seperti ini.
Jikalau kemudian kasus Prita menjadi kasus hukum, maka sebagai sarjana
hukum logikaku tidak bisa menerimanya. Sejak kapan konsumen kecewa bisa
diperkarakan dimuka pengadilan? Seingatku, dosen-dosenku dulu tidak pernah
mengajarkanku untuk mengadili konsumen yang kecewa. Bahkan mentormentorku yang pengusaha sukses malah mengajarkan kepadaku untuk
mencintai dan melayani setulus hati konsumen yang kecewa, sebab hanya
dengan cara itulah bisnis bisa terus hidup dan berkembang. Lantas dimana para
kolegaku penegak hukum? Dimanakah nurani mereka? Apa kabar undangundang perlindungan konsumen? Apa kabar undang-undang kesehatan?
Bagi mereka yang masih memiliki nurani, pada saat kalimat ini ditulis sedang
mengumpulkan koin demi koin untuk meringankan beban Prita yang kecewa.
Koin itu nantinya kalau ditimbang dengan timbangan yang menjadi lambang
salah satu institusi penegak hukum, mungkin akan membuat timbangannya
rusak karena saking beratnya hanya pada satu sisinya. Satu sisi timbangan akan
menyentuh tanah, menyentuh ibu pertiwi, sedangkan satu sisi timbangannya
akan menggantung di angkasa karena hanya berisi kitab-kitab hukum warisan
penjajah yang sudah lapuk dan tidak ada bobotnya. Inilah yang kusebut sebagai
keadilan!

KASUS MINAH
Orang tuaku punya kebun yang tidak terlalu luas. Kebun itu selalu ditanami
dengan tanaman buah atau tanaman sayur dengan harapan ibundaku dapat
memetiknya setiap saat untuk memberi makan kami anak-anaknya. Maklumlah,
ibundaku hanyalah seorang pegawai negeri sipil dengan gaji pas-pasan, dan
beliau memiliki lima orang anak yang sangat membutuhkan asupan gizi cukup
tiap hari. Tanaman sayur dan tanaman buah yang ditanamnya di halaman sedikit

banyak membantu menghemat uang belanjanya. Halaman rumah itu dipagari,


meski pagarnya hanya setinggi 1 meter saja. Cukup untuk memberi tahu
tetangga bahwa halaman dan tanaman yang ada disitu milik keluarga kami dan
pagarnya pun tidak tinggi supaya kami mudah bersosialisasi.
Namun apa mau dikata? Seringkali kulihat ibundaku kecewa, ketika pagi hari
ditengoknya buah yang akan dipetiknya untuk aku dan adik-adikku, ternyata
sudah dipetik maling malam harinya. Harapan ibundaku untuk memberiku
asupan bergizi berupa buah segar pun sirna. Kejadian itu tidak hanya terjadi
sekali. Namun terjadi berulang-ulang, bahkan buah yang masih setengah
matang pun diembat pula. Sungguh keterlaluan maling-maling kelas teri ini.
Pernah suatu ketika saking jengkelnya, aku terpaksa menjadi detektif seperti
Hunter (tokoh serial televisi di TVRI era tahun 80-an yang sangat kugemari)
hanya untuk mengetahui siapa pencurinya. Aku mengendap-endap dibawah
pohon yang rimbun. Berjam-jam aku digigiti nyamuk. Tepat jam 10 malam,
kulihat ada seseorang naik pagar halaman rumahku dan tangannya berusaha
meraih buah jambu yang sudah agak matang. Aku emosi, langsung saja
kubentak dan kukejar. Sekilas aku tahu bahwa maling itu tetanggaku sendiri.
Maling itu lari terbirit-birit sebelum kena pukul tanganku. Buah jambu yang
seharusnya kupetik 2-3 hari lagi, terpaksa kupetik malam hari itu supaya aku
masih bisa menikmati rasa manisnya dan manfaat gizinya. Itu hanya sekelumit
cerita tentang buah jambu. Masih banyak cerita tentang buah mangga, buah
papaya dan lain-lain yang sengaja kami tanam untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga kami, tapi justru diambil maling kelas teri.
Sejak saat itu, aku berpikir bahwa maling apapun judulnya tetaplah maling.
Pencuri itu tetaplah pencuri, karena mengambil barang yang bukan haknya.
Kalau memang maksudnya tidak mencuri, kenapa tidak meminta saja?
Bukankah itu lebih terhormat?
Sebagai seorang sarjana hukum, aku menjadi sangat geram ketika media massa
memberitakan tentang Minah yang diganjar hukuman penjara karena terbukti
mencuri 3 buah kakao. Media massa mulai menanyakan dimana letak keadilan?
Kasus Minah dibandingkan dengan kasus koruptor yang vonisnya selalu ringan.
Bahkan seolah-olah kasus Minah disejajarkan dengan kasus Prita.
Lagi-lagi, logikaku memberontak. Kasus Prita jelas sangat berbeda dengan
kasus Minah. Kasus Prita adalah kasus kekecewaan konsumen yang diubah
menjadi kasus hukum. Kasus ini dipaksakan, sehingga putusan pengadilan jauh
dari nilai-nilai keadilan. Sedangkan kasus Minah itu kasus pencurian beneran.
Dimana-mana, pencuri itu dihukum, bukan dimaafkan. Boleh saja pencurinya

minta maaf, tapi kasusnya tetap diproses karena Minah sudah mengambil
barang yang bukan haknya. Dimuka hukum yang ada adalah asas persamaan,
bukan asas kemanusiaan atau asas belas kasihan atau azas permaafan!
Bobot kasus Prita jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kasus Minah. Minah
sudah mendapatkan keadilan dengan dianugerahinya dia hukuman yang pantas
atas tindakan pencuriannya. Sedangkan Prita belum mendapatkan keadilannya
sebagai konsumen yang kecewa.
Pelaku pencurian itu tidak pandang usia. Justru maling-maling tua itu harus
diberangus habis supaya tidak menjadi teladan buruk bagi anak cucunya. Jika
pencuri kelas teri kita maafkan, apakah pencuri kelas kakap seperti tikus-tikus
koruptor itu juga akan kita maafkan? Dosen-dosenku tidak pernah
mengajarkanku untuk memaafkan pencuri, tetapi mengadili pencuri sesuai
dengan kesalahannya. Maka aku selalu berpandangan bahwa kalau Minah
dihukum penjara karena menjadi pencuri kelas teri, maka tikus koruptor yang
menjadi pencuri kelas kakap itu harus dihukum mati!
Yang membuatku geram adalah ulah media massa yang seolah-olah membela
Minah. Sudah jelas diputus bersalah oleh pengadilan dan diganjar hukuman
yang setimpal kok masih dibela juga? Bahkan sempat kulihat beberapa
wawancara reporter di beberapa stasiun televisi yang seolah-olah memojokkan
penegak hukum dengan mendesak apakah mereka tidak mempertimbangkan
permintaan maaf Minah pada saat mereka memproses kasus tersebut. Ini kan
wawancara yang konyol. Seharusnya wawancara itu bisa dilakukan lebih
berbobot untuk kemajuan bangsa Indonesia, misalnya mewawancarai penegak
hukum yang memberikan vonis ringan pada para tikus koruptor itu.
Jikalau ada media massa yang membandingkan antara hukuman Minah dengan
hukuman koruptor, maka seharusnya yang dikejar adalah para penegak hukum
yang mengganjar hukuman lebih ringan kepada koruptor, bukan penegak
hukum yang memberikan hukuman pantas kepada Minah. Penegak hukum yang
mengganjar hukuman lebih ringan kepada koruptor itu harus bisa membuktikan
kepada publik bahwa keputusannya itu dapat dipertanggungjawabkan. Sampai
detik ini ditulis, yang kulihat adalah wartawan media massa yang berusaha
mencecar penegak hukum yang memproses perkara Minah saja, belum pernah
sama sekali aku melihat wawancara wartawan media massa dengan penegak
hukum yang memvonis ringan para tikus koruptor itu.
Nah, tugas mulia media massa sekarang justru membentuk opini publik bahwa
tikus koruptor itu harus dihukum mati tanpa ampun, supaya tercipta asas
keadilan di Negara kita. Jika maling kelas teri saja dihukum penjara, maka
maling kelas kakap harus dibabat sampai keakar-akarnya.

KASUS KORUPTOR
Akhir tahun 2009 ini kita disuguhi telenovela murahan. Kepolisian, kejaksaan,
KPK baku hantam sendiri gara-gara ulah koruptor. Uniknya, si koruptor malah
santai-santai saja tuh. Kepolisian, kejaksaan, KPK babak belur mendapatkan
hukuman dari masyarakat yang makin tidak percaya terhadap kinerja para
aparat penegak hukum ini. Sementara para koruptor mungkin bertepuk tangan
diluar sana, ditempat persembunyiannya. Lantas dimana harga diri Indonesia
jika para penegak hukumnya dengan sukarela diadu domba oleh koruptor?
Inilah cerita yang menggelikan, memalukan, sekaligus memberi teladan buruk
bagi para anak bangsa. Sebelum ada acara telenovela murahan ini, rasa keadilan
kita sudah terlukai akibat vonis-vonis yang terlalu ringan bagi para koruptor.
Kok bisa?
Bisa saja! Itulah jika hukum terletak di perut dan keadilan terletak di hati.
Bagiku, koruptor itu pembunuh paling keji di Indonesia! Sebagai seorang
sarjana hukum, aku tidak akan menempatkan koruptor sebagai penjahat biasa.
Aku dengan tegas akan mengatakan bahwa koruptor itu adalah pengkhianat
bangsa. Bayangkan, mereka sudah digaji dengan pajak rakyat, masih tega
menilep uang rakyat juga dengan berbagai caranya. Mereka seharusnya menjadi
pelayan rakyat, bukan menjadi tikus yang menggerogoti rumah rakyat. Apa
hukuman bagi seorang pengkhianat? Hukumannya adalah mati! Kepalanya
ditanam di sepanjang jalan supaya bisa dijadikan keset bagi anak cucunya.
Lantas kenapa negara ini masih setia memelihara koruptor? Karena undangundang anti korupsi itu dibuat oleh pejabat yang korup. Bagaimanapun mereka
perlu hidup untuk menikmati hasil korupsinya sebelum mati dan disiksa di
neraka nantinya, sehingga undang-undang anti korupsi pun dengan sengaja
dibuat banyak celah-celahnya. Coba tanyakan pada dirimu sendiri, kalau kamu
diminta membuat peraturan yang mengikat dirimu, apa yang kamu lakukan?
Kamu pasti akan membuat celah-celah kan? Supaya kamu tidak mati karena
aturan yang dibuatmu sendiri.
Kenapa koruptor divonis lebih ringan dibandingkan dengan pencuri-pencuri
biasa? Karena di Indonesia itu koruptor dianggap sebagai pencuri istimewa.
Lihat saja perlakuannya di penjara. Semakin istimewa kedudukannya, semakin
ringan hukumannya. Sampai kini, Indonesia tidak pernah menganggap koruptor
itu pengkhianat bangsa!

Korupsi adalah terorisme garis lunak. Ia tidak menggunakan bom untuk


merusak negara ini. Ia menggunakan sarana hukum dan administrasi yang
rapuh. Keduanya sama-sama merusak. Jika kita dibom oleh teroris,
kerusakaannya terjadi seketika. Banyak orang mati di suatu tempat. Kerusakan
berat juga bisa terjadi di suatu tempat itu. Jika negara kita dikorupsi,
kerusakannya sama dengan terorisme, tetapi terjadi secara perlahan. Coba saja
lihat jalan raya kita yang hanya berumur kurang dari setahun itu. Itu kan hasil
karya koruptor. Coba lihat kerusakannya. Coba lihat berapa banyak nyawa
melayang akibat jalan yang rusak itu. Berapa kerugian ekonomi yang kita derita.
Jadi, masihkah kau keberatan kalau koruptor kusebut sebagai pengkhianat
bangsa? Yang membuatku sangat heran adalah peran media massa. Kalau pada
kasus Minah media massa rame-rame menginterogasi penegak hukum supaya
memaafkan Minah, kenapa pada kasus koruptor media massa tidak pernah
mendesak supaya koruptor itu dihukum mati? Kalau Minah dimaafkan, maka
koruptor harus mati! Kalau Minah dipenjara seperti saat ini, berarti koruptor
juga harus dipenjara sesuai jatahnya. Dimana suara media massa? Kenapa
reality show itu hanya menayangkan tema-tema yang tidak bermutu? Bukankah
reality show itu lebih berbobot kalau temanya adalah memburu koruptor?
Semua stasiun televisi sekarang dilengkapi reporter yang bisa menyamar dan
peralatan rekam yang canggih. Apa sulitnya memburu koruptor? Bukankah
koruptor itu hanya manusia biasa, juga makan nasi seperti kita? Peran media
massa seperti ini bahkan dapat membantu pemberantasan korupsi dalam arti
sebenarnya!
Jadi, setelah membaca sekian banyak ini, apakah kamu masih menanyakan juga
bagaimana keadilan pada kasus Prita, Minah atau Koruptor si Pengkhianat
Bangsa itu? Tanyakan kepada dirimu sendiri, apakah yang sudah kamu lakukan
untuk menegakkan keadilan? Sebagai seorang sarjana hukum dan penulis, aku
sudah memulai revolusi hukum dengan senjataku yang paling ampuh di dunia :
sebatang pena!

JADI BISA DISEBUT ADIL


KAH NEGERI KITA INI?

BUDAYA POLITIK
Pengertian Umum Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama
oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya
politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga
di Indonesia, menurut Benedict R. OG Anderson, kebudayaan Indonesia
cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok
massa.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi
yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya,
dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan
kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik
diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga
negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan
lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan
orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan
mereka di dalam sistem politik.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
1. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas
pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan
diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut
memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma
lain.
2. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya.
Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme,
demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis
bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis,
terbuka, atau tertutup.
3. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai
adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang
berhubungan dengan masalah tujuan.
4. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka
dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam
pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong
inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status

quo atau mendorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan


ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu
pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem
dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti
bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan
cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian,
pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai
pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak
dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli


Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik,
sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui.
Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep
tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan
rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli
ilmu politik tentang budaya politik.

a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol
ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik
dilakukan.

c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi
dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.

d. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan
pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasiorientasi terhadap objek-objek politik.

e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.


Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku
bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat
pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut
para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya
politik sebagai berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek nonperilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai
perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaankepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang
bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang
juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik,
artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan
sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap
komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan
fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda
terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah
dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan
dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap
lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan
komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar),
atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan perindividu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik
merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran
besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.

Komponen-Komponen Budaya Politik


Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.,
bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik.
Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik
menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik
politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik.
Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan

unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa


unsur.
Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu
orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective
oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif
mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipetipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik
sebagai berikut.
Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada
politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor
dan pe-nampilannya.
Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik
yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan
perasaan.

TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK


Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks,
menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan.
Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi
ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap militan atau sifat tolerasi.

Budaya Politik Militan


Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari
alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang.
Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan
disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu
sensitif dan membakar emosi.

Budaya Politik Toleransi


Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus
dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka
pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi
bukan curiga terhadap orang.

Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka
hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya
itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa
tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap
tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai
dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi.
Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan.
Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan
mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan
(bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi,
jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara
kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan
dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan
pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima
apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis
terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan
perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu
yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu
tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap
sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan
hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong
usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.

Berdasarkan Orientasi Politiknya


Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa
variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam
budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang
berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik
yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel
Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

1. Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat


partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif
(misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
2. Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu masyarakat
bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi
masih bersifat pasif.
1. Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu
budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat
tinggi.
Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya
budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas.
Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah
sebagai berikut.
No

Budaya
Politik
1. Parokial

2. Subyek/Kaula

Uraian / Keterangan
1. Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek
umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output,
dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
2. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus
dalam masyarakat.
3. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapanharapan akan perubahan yang komparatif yang
diinisiasikan oleh sistem politik.
4. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari
sistem politik.
5. Parokialisme murni berlangsung dalam sistem
tradisional yang lebih sederhana dimana
spesialisasi politik berada pada jenjang sangat
minim.
6. Parokialisme dalam sistem politik yang
diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif dari
pada kognitif.
1. Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi
terhadap sistem politik yang diferensiatif dan
aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi
orientasi terhadap obyek-obyek input secara
khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan
yang aktif mendekati nol.
2. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah
3. Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum,

dan terhadap output, administratif secara esensial


merupakan hubungan yang pasif.
4. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak
terdapat struktur input yang terdiferensiansikan.
5. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif
daripada kognitif.
3. Partisipan

1. Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek


umum, obyek-obyek input, output, dan pribadi
sebagai partisipan aktif mendekati satu.
2. Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat
cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap
sistem politik secara komprehensif dan terhadap
struktur dan proses politik serta administratif
(aspek input dan output sistem politik)
3. Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek
politik
4. Masyarakat berperan sebagai aktivis.

Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka


berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik.
Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan
untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka
dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan
dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompokkelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya
demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara
dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu
menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan,
karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan
oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam
proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu
warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara
sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena
itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi
masyarakat secara politik.
Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan.
Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama
sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi

keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti beritaberita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan
perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa
tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik.
Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik
subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan
berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan
kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi
politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk
mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme
kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah,
yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah
warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada
perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut.
Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik,
pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan
masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki
minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan
kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika
berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan
untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya
bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya
politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum
maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik
murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di
antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba
tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
1. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
2. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
3. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat


dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai berikut :
Model-Model Kebudayaan Politik
Demokratik Industrial
Sistem Otoriter
Demokratis Pra
Industrial
Dalam sistem ini cukup Di sini jumlah industrial Dalam sistem ini hanya
banyak aktivis politik
dan modernis sebagian
terdapat sedikit sekali
untuk menjamin adanya kecil, meskipun terdapat parti-sipan dan sedikit
kompetisi partai-partai organisasi politik dan
pula keter-libatannya
poli-tik dan kehadiran partisipan politik seperti dalam peme-rintahan
pemberian suara yang mahasiswa, kaum inbesar.
telektual dengan tindakan
persuasif menentang sistem yang ada, tetapi sebagian besar jumlah rakyat
hanya menjadi subyek
yang pasif.
Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas
atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah
diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari
sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan
dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik. Jika
pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan
kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif
rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang
mengembangkan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang
kebebasan.
Suatu pemerintahan yang kuat dengan disertai kepasifan yang kuat dari rakyat,
biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama politik, yaitu politik
dikembangkan berdasarkan ciri-ciri agama yang cenderung mengatur secara
ketat setiap anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha
percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam
masyarakat tradisional di negara yang baru berkembang.
David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang menimbulkan
suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu
sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya
politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong
atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri
pada kebijaksanaan para elite politik.

SISTEM PEMERINTAHAN
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undanag-Undang Dasar. Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem
pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas
mengenai sistem pemerintahan.

I. Pengertian Sistem Pemerintahan


Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan
pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa
Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah.
Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah,
atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu
Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti
yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling
bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi

pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu


diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan
menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan;
Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan
Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran
atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi
lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga
negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan
negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita
atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia
bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari
pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden
adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen
yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang.
Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabile semua menteri
yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut
dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet
ministrial.

a. Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban
atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap
jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab
kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang
menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan Indonesia

b. Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan
pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersamasama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.
Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara
di Eropa Barat.

Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi


menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan
memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam
parlemen. Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet
parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan
kabinet partai.
Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak
memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam
parlemen/DPR.

II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial


Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.
Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem
pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai
variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris
dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan
parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk
parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan
sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciriciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan
model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam
sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap
konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari
dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara
lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan
pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan
disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan
eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem
pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar
pengawasan langsung badan legislatif.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari
sistem pemerintahan parlementer.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai


berikut:
1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang
anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan
lembaga legislatif.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang
memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam
pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki
kekuasaan besar di parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri
sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk
melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif
berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota
kabinet umumnya berasal dari parlemen.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan
sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini
berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika
mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada
kabinet.
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala
pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah
presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki.
Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan
sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden
atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen.
Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan
parlemen baru.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:


a. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi
penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena
kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi
partai.
b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
public jelas.

c. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga


kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:


a. Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan
oleh parlemen.
b. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias
ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktuwaktu kabinet dapat bubar.
c. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para
anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai,
anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
d. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan
manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif
lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih
oleh rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari
sistem pemerintahan presidensial.

Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai


berikut.
1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh
parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet
bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada
parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan
presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem
parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan.
Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.

6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:


a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada
parlemen.
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun,
Presiden Indonesia adalah lima tahun.
c. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu
masa jabatannya.
d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena
dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:


a. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga
dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
b. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
c. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawarmenawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan
tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

III. Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara Terhadap


Negara-negara Lain.
Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan
keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan
bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua
model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika
Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan
presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut,
kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.
Contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika
Serikat, Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina. Dan contoh negara yang
menggunakan sistem pemerintahan parlemen: Inggris, India, Malaysia, Jepang,
dan Australia.
Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer,
terdapat variasi-variasi disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan
negara yang bersangkutan. Misalnya, Indonesia yang menganut sistem

pemerintahan presidensial tidak akan sama persis dengan sistem pemerintahan


presidensial yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan, negara-negara tertentu
memakai sistem campuran antara presidensial dan parlementer (mixed
parliamentary presidential system). Contohnya, negara Prancis sekarang ini.
Negara tersebut memiliki presiden sebagai kepala negara yang memiliki
kekuasaan besar, tetapi juga terdapat perdana menteri yang diangkat oleh
presiden untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu
kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara
menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat
mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem
pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan
menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan.
Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem
pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan
perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem
pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang
bersangkutan.
Para pejabat negara, politisi, dan para anggota parlemen negara sering
mengadakan kunjungan ke luar negeri atau antarnegara. Mereka melakukan
pengamatan, pengkajian, perbandingan sistem pemerintahan negara yang
dikunjungi dengan sistem pemerintahan negaranya. Seusai kunjungan para
anggota parlemen tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang semakin
luas untuk dapat mengembangkan sistem pemerintahan negaranya.
Pembangunan sistem pemerintahan di Indonesia juga tidak lepas dari hasil
mengadakan perbandingan sistem pemerintahan antarnegara. Sebagai negara
dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik
pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan
mekanisme cheks and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun
2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua
praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem
pemerintahan Amerika Serikat. Contohnya, Indonesia mengenal adanya
lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak
ada lembaga semacam itu.
Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai
bahan perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem
pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah
mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensial dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua

negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang
tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.

IV. Sistem Pemerintahan Indonesia


a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD
1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945
sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh
kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan
tujuh kunci
pokok sistem
pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD
1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini
dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden
Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang
amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua kewenangan presiden
yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan
pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itui tidak
adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan,
kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya
yaitu
presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan
solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
Konflik dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam
praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang

besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada
keuntungan yang didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan
sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan
yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi.
Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan
perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD
1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat
terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang
telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.

b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD


1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi.
Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih
mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan
adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan
baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa
jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil
presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.

5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat


(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan
merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan
kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem
pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi
dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari
DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun
secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau
persetujuan dari DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau
persetujuan dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk
undang-undang dan hak budget (anggaran)
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem
pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem
presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan
secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan
pengawasan dan fungsi anggaran.

Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang
bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya
tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem
politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan
yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu
presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan
presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat

pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada


diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan
sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan
negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang
berbeda.
Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang
dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antarsistem
pemerintahan negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan
yang sama.
Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat
perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan
pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu
bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.
Artikel ini ditulis oleh Oleh: Azan Sumarwan (072997) & Dianah (073009)
sebagai tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

HUKUM INTERNASIONAL
A. Pengertian Hukum Internasional
Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja mengatakan bahwa Hukum Internasional
adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara,
negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur
hubungan hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga
negara dari negara lain (hukum antar bangsa)
2. HUkum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur
negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum
Antarnegara)

B. Asas-Asas Hukum Internasional


Asas-asas yang berlaku dalam hukum internasional, adalah :
1. Asas Teritorial, Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi
semua orang dan semua barang yang berada dalam wilayahnya.
2. Asas Kebangsaan, menurut asas ini setap warganegara dimanapun dia
berada, tetap mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki
kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tetap berlaku bagi
seorang warganegara walaupun ia berada di negara lain.
3. Asa Kepentingan Umum, menurut asas ini negara dapat menyesuaikan
diri dengan dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut
dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas
wilayah suatu negara.

C. Subjek Hukum Internasional


Subjek hukum Internasional terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.

Negara
Individu
Tahta Suci / vatican
Palang Merah Internasional
Organisasi Internasional

Sebagian Ahli mengatakan bahwa pemberontak pun termasuk bagian dari


subjek hukum internasional.

D. Sumber Hukum Internasional


Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar
berlakunya hukum suatu negara.
2. Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau
menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah Internasional, sumber hukum formal
terdiri dari :

Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)


Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum
dan diterima sebagai hukum
Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab
Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap
Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.

SEBAB-SEBAB SENGKETA INTERNASIONAL


Secara garis besar sengketa internasional terjadi karena hal-hal berikut :
1. Sengketa terjadi karena masalah Politik
Hal ini terjadi karena adanya perang dingin antara blok barat (liberal
membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan blok
Timur (Komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dibawah pimpinan
Uni Sovyet/ Rusia. kedua blok ini saling memeperluas pengaruh ideologi dan
ekonominya di berbagai negara sehingga banyak negara yang kemudian enjadi

korban. contoh kore yang terpecah menjadi dua, yaitu Korea Utara dengan
paham komunis dan korea selatan dengan paham liberal
2. Karena batas wilayah
hal ini terjadi karena tidak adanya kejelasan batas wilayah suatu negara dengan
negara lain sehingga masing-masing negara akan mengklaim wilayah perbatan
tertentu. contoh : Tahun 1976 Indonesia dan Malaysia yang memperebutkan
pula sipadan dan ligitan dan diputuskan oleh MI pada tahun 2003 dimenangkan
oleh malaysia, perbatasan kasmir yang diperebutkan oleh india dan pakistan.

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL


Penyelesaian sengketa internasional dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Dengan cara damai, terdiri dari :

Arbitrasi. arbitrase biasanya dilakukan dengan cara menyerahkan


sengketa kepada orang-orang tertentu (arbitrator) yag dipilih secarea
bebas oleh berbagai pihak untuk memutuskannya tanpa terlalu terikat
dengan prosedur hukum.
Penyelesaian Yudisia, adalah suatu penyelesaian dihasilkan melalui suatu
peradilan yudicial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya
dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Contoh International
Court of Justice, yang berkedudukan di Denhag Belanda.
Negosiasi (perundingan), jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi.
penyelidikan
Penyelesaian di bawah naungan PBB

2. Dengan cara paksa atau kekerasan, terdisi dari :

perang dan tindakan bersenjata non perang


Retorsi, yaitu istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara
terhadap negara lain karena diperlakukan secara tidak pantas.
Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisal), yaitu suatu metode yang
dipakai oleh suatu negara untuk memperoleh ganti kerugian dari negara
lain dengan melakukan tindakan-tindakan pemalasan.
Blokade secara damai
intervensi

PERANAN MAHKAMAH INTERNASIONAL TERHADAP


PELANGGARAN HAM
Mahkamah Internasional (MI) merupakan salah satu badan perlengkapan PBB
yang berkedudukan di Denhag (Belanda). MI memiliki 15 orang hakim yang
dipilih dari 15 negara dengan masa jabatan 9 tahun. Selain memberikan
pertimbangan hukum kepada Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB
MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan
yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu perara MI berpedoman pada
Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan Internasional.

Prosedur Penyelesaian Kasus HAM Internasional


Penyelesaian kasus pelanggaran HAM oleh mahkamah internasional dapat
dilakukan melalui prosedur berikut :
1. Korban pelanggaran HAM dapat mengadukan kepada komisi tinggi
HAM PBB atau melalui lembaga HAM internasional lainnya.
2. pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan.
3. dengan bukti-bukti hasil penyelidikan dan penyidikan proses dilanjutkan
pada tahap peradilan, dan jika terbukti maka hakim MI akan menjatuhkan
sanksi.

Contoh Hukum Perdata Internasional


Kasus Trail Smelter
Bermula dari kasus pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan
pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada,
dekat sungai Columbia, lebih kurang 10 mil menjelang perbatasan Kanada-AS.
Mulai tahun 1920 produksi emisi perusahaan tersebut terus meningkat. Emisi
tersebut mengandung sulfur dioksida, menyebarkan bau logam dan seng yang
sangat menyengat. Pada tahun 1930 jumlah emisi tersebut mencapai lebih dari
300 ton sulfur setiap hari. Emisi tersebut, karena terbawa angin, bergerak ke
arah wilayah AS melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai
akibat merugikan terhadap tanah, air dan udara, kesehatan serta berbagai
kepentingan penduduk Washington lainnya.
AS kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada
bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita AS. Setelah melakukan
negosiasi, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan kasus itu melalui
International Joint Commision, suatu badan adminsitratif yang dibentuk
berdasarkan Boundary Waters Treaty

1907. Badan itu tidak mempunyai yurisdiksi terhadap masalah- masalah


pencemaran udara dan sesungguhnya hanya mempunyai yurisdiksi terhadap
sengketasengketa yang berkaitan dengan masalah perbatasan perairan.
Radioaktif di Prancis
Di Prancis tingkat radioaktif naik menjadi 400 kali yang tercatat secara normal.
Di Inggris orang dilarang minum air hujan karena tercatat awan radio aktif di
Kent. Begitu pula halnya dengan Finlandia, Italia dan Irlandia. Di Swiss,
nelayan dilarang menangkap ikan di Danau Ugano karena ada radioaktif di situ.
Pemerintah Swiss mengganti kerugian nelayan karena dilarang menangkap
ikan. Meskipun parlemen Eropa mendesak agar menuntut ganti kerugian dari
Uni Soviet tetapi tidak ada kepastian mengenai hal itu. Mungkin karena Uni
Soviet masih berpaham komunis dan perang dingin masih berlangsung, lagi
pula Uni Soviet masih merupakan salah satu negara adidaya pada masa itu.
Enam bulan setelah terjadi malapetaka Chernobyl, yaitu pada tanggal 1
November 1986 terjadi kebakaran zat kimia yang hebat di pabrik Sandoz, suatu
industria multinasional Swiss di Basel. Pemerintah Swiss menyatakan terjadi 30
ton zat kimia tumpah ke sungai Rijn termasukherbicides, pestisida, danmercury
beracun. Akan tetapi, pemerintah Prancis mengatakan semuanya 1.000 ton.

Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo


Jono.
1.

Para Pihak

Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A,
selaku penggugat yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut
Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace
S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seornag desainer terkemuka bernama
Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen
ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan
mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum
dan produk fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan
Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka Pallazo
Versace, yaitu sebuah hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast
Australia. Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace
yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella
Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham
sebanyak 30%.

Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella
Versace merangkap sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace
S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang
melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum
Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga
Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.

2.

Kasus Posisi

Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah
sebagai berikut:
a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek VERSUS,
VERSACE, VERSACE CLASSIS V2 dan VERSUS VERSACE, yang
mana Merek-Merek tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di
negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dna terdaftar pula di 30 negara lebih,
sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag
No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di
mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar
pada kelas 9,18 dan 25.
b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek V2 VERSI
VERSUS yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek
penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama
dengan Merek-Merek milik penggugat.
c)
Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak
membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat
dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan
produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya
permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan
Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan
pemboncengan atas Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara
nasional.

3.

Putusan

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan
Sutardjo Jono mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tanpa
merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426 pk/pdt/1994.

Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengenai persaingan curang


adalah :
Menimbang bahwa dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a
contario , terdapat 2 elemen penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu
:
Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak
lain;
Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau
menjiplak atau menumpang ketenaran merek orang lain
Selain pernyataan mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya
Majelis Hakim memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan
konsumen sebagai berikut:
a) Penyesatan tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek
dari suatu produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah
yang sebenarnya Merek tersebut bukan berasal dari daerah luar negeri atau dari
suatu daerah yang mempunyai ciri khusus tersebut;
b) Penyesatan karena produsen. Penyesatan dalam bentuk ini dapat terjadi
karena masyarakat konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu
produk, kemudian di pasaran ditemukan suatu produk dengan Merek yang mirip
atau menyerupai yang ia sudah kenal sebelumnya;
c) Penyesatan melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena
kesamaan atau kemiripan dari Merek yang bersangkutan.
d) Penyesatan melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang
hanya mendengar atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain
Pertimbangan mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang
tidak terdapat dalam Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek maupun
dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426/PK/PDT/1994. Interpretasi
mengenai tindakan penyesatan ini merupakan interpretasi ekstensif dari istilah
menyesatkan konsumen yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 4 UndangUndang No.15 tahun 2001 tentang Merek. Interpretasi terhadap istilah dalam
undang-undang ini bukanlah menjadi tugas Hakim semata, para ilmuwan
sarjana hukum pun dapat melakukan interpretasi, terutama bagi para pengacara
yang mewakili kepentingan para pihak di pengadilan. Boleh dikatakan bahwa
setiap undang-undang perlu dijelaskan atau ditafsirkan terlebih dahulu sebelum
dapat diterapkan pada peristiwanya.

4.

Analisis singkat Putusan

Berdasarkan kompetensi para pihak yang bersengketa di pengadilan, hal-hal


yang dapat dianalisis antara lain :
a) Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan unsur asing
dalam sengketa ini, dengan adanya unsur asing inilah permasalahan Hukum
Perdata Internasional timbul. Titik pertalian primernya adalah kewarganegaraan,
yang mana kewarganegaraan penggugat dan tergugat berbeda. Selanjutnya, titik
taut sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum
Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut
berjalan.
b) Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta
Konvensi Paris tentunya harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga
negara nasional terhadap perlindungan atas persaingan curang, hal ini sesuai
dengan klausul timbal balik.
c)
Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini
dapat menuntut halnya di depan pengadilan.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini, anda dapat menghubungi
LBH Masyarakat.

Sekilas Tentang LBH Masyarakat


Organisasi masyarakat sipil nirlaba yang bergerak di bidang bantuan hukum
dengan mengemban misi untuk mengembangkan potensi hukum yang dimiliki
oleh masyarakat untuk melakukan gerakan bantuan hukum mandiri serta
penyadaran hak-hak warga negara dari dan untuk masyarakat. LBH Masyarakat
memiliki program kerja utama sebagai berikut:
(1) pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan hukum, penyadaran hak-hak
masyarakat, pemberian informasi mengenai hukum dan hak masyarakat serta
pelatihan bantuan hukum bagi masyarakat;
(2) advokasi kasus dan kebijakan publik;
(3) penelitian permasalahan publik.

Contoh kasus Hukum Internasional


Contoh kasus Hukum Pidana Internasional
Kasus Geng Nero
Penganiyayaan anggota Geng Nero terhadap Lusi dilakukan di gang cinta, yakni
gang kecil di perumahan yang sangat sepi karena biasanya sering
disalahgunakan sebagai tempat
berpacaran. Penganiyayaan dilakukan selama dua hari berturut-turut, yakni pada
tanggal 5 dan 6 Mei 2008 pada tempat sama, yakni gang cinta. Menurut
narasumber ada 12 pelapor yang melaporkan perihal penganiyayaan oleh Geng
Nero. Diduga korban melebihi jumlah pelapor karena Lusi sendiri tidak
melaporkan
peristiwa penganiyayaan terhadap dirinya, namun hanya diselesaikan secara
kekeluargaan. Korban korban penganiyayaan diantaranya
adalah siswa sekolah menengah atas dan menengah pertama. Penganiyayaan
tersebut beralaskan hal-hal yang sepele, yakni hal-hal yang menyangkut
permasalahan di kalangan remaja.

Kasus Mantan Tentara AS karena Pembunuhan di Irak


Sebuah dewan juri Amerika telah memvonis seorang mantan tentara Amerika di
Irak dengan hukuman penjara seumur hidup karena memperkosa dan
membunuh seorang anak perempuan Irak usia 14tahun dan anggota keluarga
lainnya.
Dewan juri dalam pengadilan sipil telah membahas hukuman terhadap Steven
Green sejak Rabu. Hakim akan secara resmi menjatuhkan vonis pada bulan
September mendatang. Green dinyatakan bersalah tanggal 7 Mei. Dia diadili
pengadilan sipil, bukan di pengadilan militer sebab dia telah dipecat dari dinas
angkatan darat karena "gangguan pribadi" sebelum tindak kejahatan itu

tersingkap. Para jaksa mengatakan Green adalah komandan regu tentara dalam
serangan bulan Maret 2006 itu di
Baghdad. Empat tentara lainnya telah dijatuhi hukuman dalam pengadilan
militer antara lima hingga lebih dari 100 tahun.

Kasus My Lai (US Military Court)


Kasus ini menyangkut peristiwa pambataian orang-orang sipil Vietnam di My
Lai pada 1968 oleh tentara Amerika Serikat. Pada 1973 Letnan I William Calley
dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan yang direncanakan terhadap
orang-orang sipil Vietnam pada 1968. Pengadilan Banding Militer Amerika
Serikat (US Court of Military Appeal) memastikan bahwa Calley telah
memimpin dan secara pribadi berpartisipasi dalam pembunuhan orang laki-laki,
perempuan, dan anak-anak yang berada di bawah penjagaan tentara bersenjata
yang berada di bawah komando Calley. Kapten Ernest Medina, Komandan
Kompi Calley, dituntut untuk pembunuhan yang tak direncanakan dan tak
bersenjata (involuntary manslaughter) atas seratus manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan.
Malang : Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara
Ilmu.
http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_21/ppkn203_07.htm
http://www.wikipedia.org
http://y0645.wordpress.com/2009/07/26/pengertian-budaya-politik/
http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/
http://manalor.wordpress.com/2010/04/14/hukum-internasional/
http://www.scribd.com/doc/8275496/Analisis-Kasus-Geng-Nero-terhadapTeori-Positivisme

Anda mungkin juga menyukai