Anda di halaman 1dari 2

Tak Selalu Baik Menenggak Minuman Isotonik...

Bagi kebanyakan orang, hal berat saat berpuasa, bukanlah menahan lapar, melainkan menahan
rasa haus. Makanya, setelah melewati siang yang terik, minuman segar menjadi menu incaran
pertama banyak orang saat berbuka puasa. Salah satu pelepas haus yang belakangan populer
adalah minuman isotonik.
Melihat besarnya animo masyarakat menenggak minuman jenis ini, para produsen minuman pun
berlomba-lomba membanjiri pasar dengan berbagai merek minuman isotonik. Kini, sekitar
sepuluh merek minuman isotonik beredar di pasaran.
Tapi, benarkah minuman isotonik memiliki khasiat sehebat yang digembargemborkan iklannya?
Bolehkah minuman ini dikonsumsi sembarang orang?
Sebelumnya, mari kita memahami apa sebetulnya minuman isotonik tersebut. Secara sederhana,
minuman isotonik adalah larutan yang memiliki kandungan garam mineral sama dengan sel
tubuh dan darah. Dengan demikian, larutan itu memiliki tekanan yang sama dengan dinding
pembuluh darah.
"Kalau tekanannya sama, cairan itu lebih mudah diserap oleh tubuh," kata Samuel Untoro, Ahli
Gizi dari Klinik Nutrisi, Jakarta.
Karena sifatnya yang mudah diserap tubuh itulah, kemudian para produsen memposisikan
minuman isotonik sebagai minuman pengganti cairan tubuh yang hilang. Hal ini pula yang
ditonjolkan para produsen dalam beriklan dan menarik pembeli minuman isotonik buatannya.
Bisa membikin ginjal bekerja esktrakeras
Tapi sebetulnya, Man itu menunjukkan, minuman isotonik tidak untuk ditenggak kapan saja kita
mau. "Minuman isotonik sebaiknya diminum ketika kita keluar keringat banyak, seperti setelah
melakukan aktivitas fisik berat atau berolahraga," kata Yusnalaini Y. Mukawi, Ahli Gizi Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.
Saat berkeringat, tubuh kita mengeluarkan sejumlah mineral penting yang dibutuhkan tubuh,
seperti natrium (Na) dan klorida (CI), lewat pori-pori kulit. Nah, minuman isotonik bisa
menggantikan mineral-mineral tadi dengan cepat. Maklum, komposisi minuman isotonik antara
lain juga terdiri dari natrium, kalium, klorida, dan sedikit gula.
Tapi, jika kita menjalankan aktivitas biasa-biasa saja dan tidak sehabis berolahraga, kita
sebetulnya tidak membutuhkan minuman isotonik. Sebab, kita biasanya juga memperoleh
asupan mineral tadi dari makan yang kita konsumsi.
Misalnya saja, kita memperoleh natrium dan kalim dari garam yang dipakai sebagai bumbu dapur
dalam sayuran atau lauk pauk yang kita santap. "Jadi, kalau tidak melakukan aktivitas fisik
berlebihan, minum air putih saja cukup," kata Yusnalaini.
Lantaran mengandung garam, minuman isotonik tidak boleh dikonsumsi secara sembarangan
oleh penderita hipertensi. Sebab, kelebihan asupan natrium bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah pada penderita hipertensi.
Penderita ginjal sebaiknya juga berhati-hati mengonsumsi minuman isotonik. Soalnya, konsumsi
minuman isotonik bisa memaksa ginjal bekerja lebih keras untuk membuang kelebihan mineral
yang tak dibutuhkan tubuh. Dus, ini bisa memperparah penyakit ginjal.
Orang yang kondisi tubuhnya sehat atau normal sekalipun, tidak boleh mengkonsumsi minuman
isotonik secara berlebihan. Sebab, untuk rentang waktu panjang, itu bisa menimbulkan efek
samping yang serius. Misal, "Tubuh lemah, jantung berdebar, cardiacrate, atau detak jantung

berhenti," kata Samuel. Adapun, efek samping ringan dari menenggak minuman isotonik secara
berlebihan adalah perut kembung. "Jadi, minum maksimal 2-3 kaleng sehari,"
__________________

Anda mungkin juga menyukai