Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
I Nyoman Try Upayogi
(1429061008)
BAB I
PENDAHULUAN
tidak
bisa
ditransfer
begitu
saja,
melainkan
harus
bimbingan dan bantuan ketika peserta didik, mengalami kesulitan belajar, ataupun
menyediakan media dan materi pembelajaran agar peserta didik itu merasa
termotivasi, tertarik untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan
akhirnya peserta didik tersebut mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan
menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan
belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan
pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa
yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar
maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar
lebih matang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain. Peranan kontribusi
siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual
dan sosial menjadi sangat penting.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting.
Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa mengkonstruksi atau membangun
pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman,
struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil
dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui
proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Menurut paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak dipindahkan
dari guru kepada murid dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu membina
sesuatu pengetahuan mengikuti pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah
hasil daripada usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid.
Tokoh-tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme
4
1. Jean Piaget
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget atau juga dikenal
teori konstruktivisme kognitif. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,
yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.
Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri
tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan bahwa
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru
yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara
pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan
proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan
keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang
anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skema yang
dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata
sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun
secara hirarkis. Adapun konsep pokok Jean Piaget sebagai berikut:
a. Equilibrium/Disequilibrium
Situasi ketidaktahuan atau konflik dalam diri individu yang disebabkan rasa
ingin tahu, menyebabkan seseorang berada dalam ketidakseimbangan yang
5
berkaitan
dengan
kerangka
berpikir
yang
dimilikinya
yang
disebut pengorganisasian.
Setiap struktur atau hirarki dari pengorganisasian semua pengetahuan yang
dimiliki individu terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan
membentuk kerangka struktur yang disebut skema. Dalam pembelajaran, tiap
materi yang dipelajari sebaiknya dikaitkan dengan pengalaman anak
sebelumnya (skema) agar terkoneksi dengan struktur kognitif siswa.
c. Adaptasi : Asimilasi & Akomodasi
Terkadang saat memperoleh pengalaman baru dan pada saat bersamaan kita
mengetahui bahwa pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki ternyata
sudah tidak sesuai lagi. Proses penyesuaian skema dengan pengalaman baru
dalam upaya mempertahankan equilibrium disebut adaptasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan
akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
2. Teori Vigosky
Berbeda dengan konstruktivistik kognitif yang dikemukakan Piaget dimana
anak cenderung lebih bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru
yang akhirnya kabur dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivistik
6
tingkat
perkembangan
sesungguhnya
(aktual)
dan
tingkat
7
perkembangan
potensial
anak.
Tingkat
perkembangan
aktual
adalah
dari
pembelajaran
dan
penekanannya
pada
lingkungan
sosial
dipelajari
kemampuannya
namun
atau
tugas-tugas
tugas-tugas
tersebut
masih
berada
dalam zona
itu
dalam
of
jangkauan
proximal
developmentmereka.
Dari uraian di atas maka secara garis besar perbedaan antara konstruktivistik
kognitif dan konstruktivistik sosial sebagai berikut:
Aspek
Konstruktivistik Piaget
Konstruktivistik Vigotsky
Pengetahuan
Pandangan
terhadap
interaksi
Belajar
Strategi
belajar
Peran guru
2.
3.
4.
5.
6.
pengetahuan
baru
yang
diperoleh
dengan
berjalan lancar
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Mencari dan menilai pendapat siswa
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
sebagai
fasilitator
artinya
membantu
suatu
kegiatan
yang
memungkinkan
siswa
membangun
sendiri
13
yang
mendalam,
bukan
sekedar
menyelesaikan
tugas,
(7)
menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani
menerima tanggung jawab, dan (9) menilai proses dan hasil belajar siswa dalam
konteks pembelajaran.
4. Penataan Lingkungan Belajar
Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik diidentifikasikan
dengan alternatif sebagai berikut; (1) menyediakan pengalaman belajar melalui
proses pembentukan pengetahuan dimana siswa ikut menentukan topik/sub topik
yang mereka sikapi, metode pembelajaran beriku tstrategi pembelajaran yang
dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman
seperti peninjauan masalah dari berbagai segi, (3) mengintegrasikan proses belajar
dengan konteks yang nyata dan relevan dengan harapan siswa dapat menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari, (4) memberikan kesempatan
pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan menempatkan
guru sebagai konsultan, (5) peningkatan interaksi antara guru dengan siswa dan
antar siswa sendiri, (6) meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar
disamping komunikasi tertulis dan lisan, (7) meningkatkan kesadaran siswa dalam
proses pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu menjelaskan
mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.
5. Hubungan Guru-Siswa
Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa
bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar,
siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru
14
membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa
bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru dan siswa
lebih sebagai mitra yang bersamasama membangun pengetahuan.
Untuk mengidentifikasi sejumlah karakteristik hubungan guru-siswa dalam
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut ini: (1) hubungan antara
guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal, (2) pembelajaran perlu
difokuskan pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan
pandangannya, (3) evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar
melalui observasi terhadap siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok, (4)
aktivitas siswa lebih ditekankan pada pengembangan generalisasi dan demonstrasi,
(5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung pada isi yang menyebabkan siswa
berpikir.
2.6 Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme
Pengusaaan berbagai metode mengajar, dapat diaplikasikan oleh guru setiap kali
guru tersebut melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru yang kaya akan metode
mengajar, niscaya dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis dan ceria di setiap
pertemuannya. Konstruktivisme mempertimbangkan keterlibatan siswa dalam
memaknai pengalaman sebagai inti dari pembelajaran.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa
berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah
(problem solvers).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespon
Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasangagagsan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan
cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi
15
1.
2.
pengajaran
yang
sesungguhnya
mengapresiasi
nilai-nilai
kemanusiaan;
17
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwah:
1. Teori konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
mengkonstruksi atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang
ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
2. Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu: (1)
mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa, (2) pembelajaran
dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa, (3) memunculkan masalah yang
relevan dengan siswa, (4) menyusun pembelajaran yang menantang dugaan
siswa, (5) menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari,
(6) siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada
proses
pengintegrasian
pengetahuan
baru
yang
diperoleh
dengan
18
DAFTAR PUSTAKA
pada
19