Anda di halaman 1dari 20

TEORI KONSTRUKTIVISME

Oleh :
I Nyoman Try Upayogi

(1429061008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan,
mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta
mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan
yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktekpraktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkannya.
Pengetahuan

tidak

bisa

ditransfer

begitu

saja,

melainkan

harus

diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan


merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam
mengembangkan pengetahuannya.
Banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan oleh
gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan,
melainkan harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik tersebut. Peran guru
dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai
fasilitator,

yang menyediakan stimulus baik berupa strategi pembelajaran,

bimbingan dan bantuan ketika peserta didik, mengalami kesulitan belajar, ataupun
menyediakan media dan materi pembelajaran agar peserta didik itu merasa
termotivasi, tertarik untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan
akhirnya peserta didik tersebut mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan
menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan
belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan
pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa
yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar
maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar
lebih matang.
1

Melihat dari permasalahan tersebut, melatarbelakangi makalah ini. Selain


itu juga untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar
konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta
didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi
awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan
kehidupannya sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivitisme?
1.2.2 Apakah ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme?
1.2.3 Bagaimanakah prinsip teori belajar konstruktivitisme?
1.2.4 Bagaimanakah proses belajar menurut teori konstruktivitisme?
1.2.5 Bagaimanakah implikasi teori belajar konstruktivitisme?
1.2.6 Bagaimanakah implementasi teori belajar konstruktivitisme?
1.2.7 Apakah kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivitisme?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivitisme
1.3.2 Untuk mengetahui ciri-ciri dari teori belajar konstruktivitisme
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip teori belajar konstruktivitisme
1.3.4 Untuk mengetahui proses belajar menurut teori konstruktivisme
1.3.5 Untuk mengetahui implikasi teori belajar konstruktivitisme
1.3.6 Untuk mengetahui implementasi teori belajar konstruktivitisme
1.3.7 Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivitisme

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivitisme


Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran
Behaviorisme yang didukung oleh Skinner yang mementingkan perubahan tingkah
laku pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah
laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu menjadi tahu. Hal ini, kemudiannya
beralih kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget
di mana ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individu diwakili
melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data
dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan
skema, ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori
pembelajaran Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada
pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang
menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran
konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukaan
oleh sejarawan Italia yang bernama Giambatista Vico pada tahun 1710. Filsafat
konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia
melalui interaksi dengan objek, fenomena dan lingkungan. Pada dasarnya perspektif
ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada absolut,
yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspektives) bukan hanya
satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman
3

individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain. Peranan kontribusi
siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual
dan sosial menjadi sangat penting.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan

sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting.
Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa mengkonstruksi atau membangun
pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman,
struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil
dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui
proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Menurut paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak dipindahkan
dari guru kepada murid dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu membina
sesuatu pengetahuan mengikuti pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah
hasil daripada usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid.
Tokoh-tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme
4

1. Jean Piaget
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget atau juga dikenal
teori konstruktivisme kognitif. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,
yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.
Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri
tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan bahwa
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru
yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara
pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan
proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan
keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang
anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skema yang
dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata
sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun
secara hirarkis. Adapun konsep pokok Jean Piaget sebagai berikut:
a. Equilibrium/Disequilibrium
Situasi ketidaktahuan atau konflik dalam diri individu yang disebabkan rasa
ingin tahu, menyebabkan seseorang berada dalam ketidakseimbangan yang
5

disebut disequilibrium. Manusia berusaha mengatasi kondisi disequilibrium


yang tidak menyenangkan dengan bertanya, membaca, mendatangi kejadian,
dan semacamnya agar tercipta kondisi equilibrium. Sehingga disequilibrium
menjadi drive for equilibration atau menjadi dorongan/motivasi untuk
bertindak.
b. Organisasi & Skema
Perlu diketahui bahwa apa yang dipelajari anak tidak masuk begitu saja kealam
berpikir anak, atau dengan kata lain apa yang masuk, tidak tersimpan secara
acak-acakan ke dalam otak. Apa yang masuk akan disusun sedemikian rupa
agar

berkaitan

dengan

kerangka

berpikir

yang

dimilikinya

yang

disebut pengorganisasian.
Setiap struktur atau hirarki dari pengorganisasian semua pengetahuan yang
dimiliki individu terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan
membentuk kerangka struktur yang disebut skema. Dalam pembelajaran, tiap
materi yang dipelajari sebaiknya dikaitkan dengan pengalaman anak
sebelumnya (skema) agar terkoneksi dengan struktur kognitif siswa.
c. Adaptasi : Asimilasi & Akomodasi
Terkadang saat memperoleh pengalaman baru dan pada saat bersamaan kita
mengetahui bahwa pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki ternyata
sudah tidak sesuai lagi. Proses penyesuaian skema dengan pengalaman baru
dalam upaya mempertahankan equilibrium disebut adaptasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan
akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas
yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
2. Teori Vigosky
Berbeda dengan konstruktivistik kognitif yang dikemukakan Piaget dimana
anak cenderung lebih bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru
yang akhirnya kabur dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivistik
6

sosial yang dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan


dalam konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak
mencapai kemandirian. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari
individual ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiakultural. Pengertian
belajar menurut konstruktivistik sosial adalah proses perubahan perilaku yang
terjadi sebagai akibat munculnya pemahaman baru yang dibangun dalam konteks
sosial sebelum menjadi bagian pribadi individu.
Salah satu asumsi penting dari konstruktivistik sosial adalah situated
cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan (disituasikan) dalam
konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang. Konsep situated
cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada
konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi idealnya, situasi
pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata.
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2008) ada empat prinsip konstruktivistik
sosial:
a. Pembelajaran Sosial (social learning)
Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan
interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Siswa
sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya
yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Vygotsky fungsi
kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam
konteks budaya. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seorang terlibat
secara sosial dalam dialog. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi
dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi
juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Prinsip ini
melahirkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
b. Zone of Proximal Development (ZPD)
Bahwa siswa akan mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam
ZPD. Daerah proksimal adalah tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat
perkembangan seseorang saat ini, artinya bahwa daerah ini adalah daerah
antara

tingkat

perkembangan

sesungguhnya

(aktual)

dan

tingkat
7

perkembangan

potensial

anak.

Tingkat

perkembangan

aktual

adalah

pemfungsian intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk mempelajari


sesuatu dengan kemampuannya sendiri (kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri), sedang tingkat perkembangan potensial anak adalah kondisi
yang dapat dicapai oleh seseorang individu dengan bantuan orang dewasa atau
melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu. (kemampuan
memecahkan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya). Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan
masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat
bantuan orang dewasa atau temannya (peer). Bantuan atau support diberikan
agar siswa mampu mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif anak.
Bila materi yang diberikan di luar ZPD maka ada dua kemungkinan yang
terjadi. Pertama, materi tersebut tidak menantang atau terlalu mudah untuk
diselesaikan. Kedua, materi yang disajikan terlalu tinggi dibandingkan
kemampuan awal sehingga anak kesulitan untuk menguasai apalagi
menyelesaikannya, bahkan anak bisa mengalami frustasi.
c. Cognitive Apprenticeship (Pemangangan Kognitif)
Yaitu proses yang digunakan seorang pelajar untuk secara bertahap
memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, bisa orang dewasa atau
teman yang lebih tua/lebih pandai. Pengajaran siswa adalah suatu bentuk masa
magang/pelatihan. Awalnya, guru memberi contoh kepada siswa kemudian
membantu murid mengerjakan tugas tersebut. Guru mendorong siswa untuk
melanjutkan tugasnya secara mandiri.
d. Pembelajaran Termediasi (Mediated Learning)
Vygostky menekankan pada scaffolding yaitu bantuan yang diberikan oleh
orang lain kepada anak untuk membantunya mencapai kemandirian. Siswa
diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi
bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Bantuan yang
diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya
memecahkan permasalahan, yaitu:
8

1. Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.


2. Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
3. Siswa gagal meraih keberhasilan.
Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan
eksternal

dari

pembelajaran

dan

penekanannya

pada

lingkungan

sosial

pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari


interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga
yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang
belum

dipelajari

kemampuannya

namun
atau

tugas-tugas

tugas-tugas

tersebut

masih

berada

dalam zona

itu

dalam
of

jangkauan
proximal

developmentmereka.
Dari uraian di atas maka secara garis besar perbedaan antara konstruktivistik
kognitif dan konstruktivistik sosial sebagai berikut:
Aspek

Konstruktivistik Piaget

Konstruktivistik Vigotsky

Pengetahuan

Dibangun secara individual dan Dibangun dalam konteks sosial


internal. Sistem pengetahuan sebelum menjadi bagian pribadi
secara aktif dibangun oleh
individu
pebelajar berdasarkan struktur
yang sudah ada

Pandangan
terhadap
interaksi

Menimbulkan disequilibration Meningkatkan pemahaman yang


yang mendorong individu
telah ada sebelumnya dari hasil
mengadaptasi skema-skema
interaksi
yang ada

Belajar

Proses asimilasi dan akomodasi


aktif pengetahuan-pengetahuan
baru ke dalam struktur kognitif
yang sudah ada

Strategi
belajar

Experience based & discovery Sharing & Cooperative learning


oriented

Peran guru

Minimal & lebih membiarkan


siswa menemukan sendiri ide
sehingga posisi guru sebagai
pengajar menjadi kabur

Integrasi siswa ke dalam komunitas


pengetahuan. Kolaborasi informasi
baru untuk meningkatkan
pemahaman

Penting dalam membantu


(scaffolding) siswa mencapai
kemandirian melalui interaksi
sosial.

2.2 Ciri-Ciri Teori Belajar Konstruktivitisme


Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu:
1. Mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa
9

2.
3.
4.
5.
6.

Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa


Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa
Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa
Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses
pengintegrasian

pengetahuan

baru

yang

diperoleh

dengan

pengalaman/pengetahuan lama yang mereka miliki


7. Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk
menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi
8. Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing.
Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan siswa untuk mengingat
pelajaran lebih lama
9. Kontrol kecepatan, dan fokus pembelajaran ada pada siswa
10. Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas
dengan apa yang dialami langsung oleh siswa
2.3 Prinsip Teori Belajar Konstruktivitisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
5.
6.
7.
8.

berjalan lancar
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Mencari dan menilai pendapat siswa
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh

hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun


pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Tetapi harus
diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
10

2.4 Proses Teori Belajar Konstruktivitisme


Proses belajar konstruktivistik adalah pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi
prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas.
Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa
dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan
lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya dikaitkan
dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
1. Peran siswa (pebelajar)
Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep
dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru harusnya dapat
memberikan peluang optimal bagi terjadinya proses belajar. Namun, yang
menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Paradigma
konstruktivistik memandang siswa sudah memilik kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut adalah menjadi dasar dalam
mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu, meskipun kemampuan
awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendepat guru,
sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
2. Peran guru
Guru membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru
berperan

sebagai

fasilitator

artinya

membantu

siswa untuk membentuk

pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan lancar.


Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi
dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam
belajar. Guru dituntut memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak
dapat mengeklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai
dengan kemauannya.
Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk
mengambil keputusan dan bertindak.
2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan pelajar agar
siswa mempunyai peluang optimal untuk latihan.
3. Sarana Belajar
11

Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas


lainnya disediakan untuk membantu pembentukan siswa dalam mengkonstruksikan
pengetahuan sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan demikian siswa akan
terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya,
mandiri, kritis, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikkirannya secara
rasional.
4. Evaluasi Belajar
Pandangan konstruktivisme menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu
konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi yang
digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses
pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Evaluasi merupakan
bagian utuh dari belajar dan menekankan pada keterampilan proses dalam
kelompok. Bentuk-bentuk evaluasi ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik,
tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa
yang dipelajari dalam konteks nyata serta mengkonstruksi pengetahuan yang
menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi dan mengkonstruksi pengalaman
siswa dan mengarahkannya pada konteks yang lebih luas.

2.5 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme


Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan.
Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses
aktif, sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,
melainkan

suatu

kegiatan

yang

memungkinkan

siswa

membangun

sendiri

pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk


pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersikap kritis. Jadi mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri. Penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran akan membawa implikasi sebagi berikut:
1. Isi Pembelajaran
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, guru tidak
dapat menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh siswa,
tetapi hanya sebatas memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya
12

umum. Proses penyajian dimulai dari keseluruhan ke bagian-bagian, bukan


sebaliknya. Mengingat aliran konstruktivisme lebih mengutamakan pemahaman
terhadap konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam konteksnya
yang actual yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak
takut pada hal-hal yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang
kompleks akan memberikan tantangan untuk diketahui dan dipahami.
Dalam belajar secara konstruktivis, siswa harus membentuk pengertian dari
berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan
dengan dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus
dimotivasi untuk mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber data
alternatif.
2. Tujuan Pembelajaran
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah
membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses
internalisasi, pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah
diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada
pemahaman (understanding), sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat
terbentuknya struktur kognitif baru dalam pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau
terjadi proses akomodasi atau perubahan paradigma dalam pikiran siswa.
Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting,
karena pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena
itu tekanan belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak,
akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau
struktur kognitif yang berbeda.
3. Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya
sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang digunakan perlu
disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Guru tidak dapat memastikan
strategi yang digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran dan saran. Dalam hal
ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk mengoptimalkan
pembelajaran.

13

Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar


yang meningkatkan pembentukan pengertian dari perspektif ganda, dan informasi
yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa siswa yang
ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melakukan hal-hal
berikut: (1) menyajikan masalah-masalah aktual kepada siswa dalam konteks yang
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (2) pembelajaran distrukturkan di
sekitar konsep-konsep primer, (3) memberi dorongan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan sendiri, (4) memberikan siswa untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan sendiri, (5) memberanikan siswa mengemukakan pendapat dan
menghargai sudut pandangnya, (6) menantang siswa untuk mendapatkan
pemahaman

yang

mendalam,

bukan

sekedar

menyelesaikan

tugas,

(7)

menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani
menerima tanggung jawab, dan (9) menilai proses dan hasil belajar siswa dalam
konteks pembelajaran.
4. Penataan Lingkungan Belajar
Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik diidentifikasikan
dengan alternatif sebagai berikut; (1) menyediakan pengalaman belajar melalui
proses pembentukan pengetahuan dimana siswa ikut menentukan topik/sub topik
yang mereka sikapi, metode pembelajaran beriku tstrategi pembelajaran yang
dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman

belajar yang kaya akan alternatif

seperti peninjauan masalah dari berbagai segi, (3) mengintegrasikan proses belajar
dengan konteks yang nyata dan relevan dengan harapan siswa dapat menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari, (4) memberikan kesempatan
pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan menempatkan
guru sebagai konsultan, (5) peningkatan interaksi antara guru dengan siswa dan
antar siswa sendiri, (6) meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar
disamping komunikasi tertulis dan lisan, (7) meningkatkan kesadaran siswa dalam
proses pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu menjelaskan
mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.
5. Hubungan Guru-Siswa
Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa
bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar,
siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru
14

membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa
bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru dan siswa
lebih sebagai mitra yang bersamasama membangun pengetahuan.
Untuk mengidentifikasi sejumlah karakteristik hubungan guru-siswa dalam
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut ini: (1) hubungan antara
guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal, (2) pembelajaran perlu
difokuskan pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan
pandangannya, (3) evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar
melalui observasi terhadap siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok, (4)
aktivitas siswa lebih ditekankan pada pengembangan generalisasi dan demonstrasi,
(5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung pada isi yang menyebabkan siswa
berpikir.
2.6 Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme
Pengusaaan berbagai metode mengajar, dapat diaplikasikan oleh guru setiap kali
guru tersebut melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru yang kaya akan metode
mengajar, niscaya dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis dan ceria di setiap
pertemuannya. Konstruktivisme mempertimbangkan keterlibatan siswa dalam
memaknai pengalaman sebagai inti dari pembelajaran.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa
berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah
(problem solvers).
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespon
Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasangagagsan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan
cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
3. Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi
15

Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para


siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual
yan sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan
atau pemikirannya.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa
lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangant membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan
gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa
yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan
mampu membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri.
Jika merasa nyama dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka
dialog yang sangat bermakna akan tercipta di kelas.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya
diskusi
Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, seringkali siswa
menghasilkan hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan
konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok
dan pengalaman nyata.
6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan
para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.
Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiranpemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Teori Konstruktivistik


16

1.

Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik


Teori Konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
a. Dalam Aspek Berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid
berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;
b. Dalam aspek kefahaman seorang murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliksikannya
dalam semua situasi;
c. Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat
meningkatkan kefahaman mereka;
d. Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila
seorang murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan
guru dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru.
e. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
f. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh
kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk
menggunakan berbagai strategi belajar

2.

Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik


Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah
ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;
b. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa
memerlukan penanganan yang berbeda-beda;
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas
siswa;
d. Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses
belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus
memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga
dibutuhkan

pengajaran

yang

sesungguhnya

mengapresiasi

nilai-nilai

kemanusiaan;
17

BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwah:
1. Teori konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
mengkonstruksi atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang
ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
2. Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu: (1)
mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa, (2) pembelajaran
dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa, (3) memunculkan masalah yang
relevan dengan siswa, (4) menyusun pembelajaran yang menantang dugaan
siswa, (5) menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari,
(6) siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada
proses

pengintegrasian

pengetahuan

baru

yang

diperoleh

dengan

pengalaman/pengetahuan lama yang mereka miliki, (7) setiap pandangan


sangat dihargai dan diperlukan, dan (8) proses belajar harus mendorong adanya
kerjasama, tapi bukan untuk bersaing.
3. Prinsip yang paling penting dalam teori konstruktivis adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide
dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar.

18

DAFTAR PUSTAKA

Ancha H. 2009. Pendekatan Konstruktivisme. Tersedia pada http://aliefhamsa.blogspot.com/2009/10/kontruksi-berarti-membangun-dalam.html, diakses pada 6


Desember 2014
Dibyo B. 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran Konstruktivistik Dan Implikasinya Dalam
Setting Bimbingan Konseling. Tersedia pada https://bambangdibyo.wordpress.com /
2013/03/16/teori-belajar-dan-pembelajaran-konstruktivistik-dan-implikasinya-dalamsetting-bimbingan-konseling/, diakses pada 6 Desember 2014
Mulyaningsih E. T. 2013. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Tersedia pada
http://filsafatendah3m.blogspot.com/2013/01/konstruktivisme-dalam-pembelajaran.html,
diakses pada 5 Desember 2014
Mutmainnah. 2012. Teori Konstruktivisme. Tersedia pada https://mutmainnahlatief
.wordpress.com/tag/teori-konstruktivisme/, diakses pada 5 Desember 2014
Nitasari N. I. 2013. Teori Belajar Kontruktivistik Oleh Vygotsky. Tersedia pada
http://nasriaika1125.wordpress.com/2013/11/10/teori-belajar-kontruktivistik-olehvygotsky/, diakses pada 5 Desember 2014
Sosanka. 2011. Mengenal Teori Konstruktivisme Vygotsky. Tersedia
http://sonsaka.blog.ugm.ac.id/2011/10/25/mengenal-teori-konstruktisme-vygotsky/,
diakses pada 5 Desember 2014

pada

Wibawa W. A. 2013. Teori Belajar Konstruktivisme. Tersedia pada http://wiare.


blogspot.com/2013/02/teori-belajar-konstruktivisme.html, diakses pada 6 Desember 2014
Wiratama, Y. 2014. Paham Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Tersedia pada
http://yudi-wiratama.blogspot.com/2014/01/paham-konstruktivisme-dalampembelajaran.html, diakses pada 5 Desember 2014

19

Anda mungkin juga menyukai