Anda di halaman 1dari 23

1

Radikalisme Keagamaan dan Terorisme


Adi Sulistyo
Jakarta, Indonesia
Februari, 2014

Pendahuluan
Radikalisme dan terorisme merupakan salah satu ancaman nyata
terhadap kehidupan dunia global. Dampak dari gerakan radikal dan teroris
dapat berimplikasi terhadap dinamika ekonomi dan politik yang dapat
mengalami guncangan yang tidak kecil, sehingga mampu menciptakan
rasa tidak aman pada masyarakat luas.
Kekerasan yang mengatasnamakan agama/keyakinan sering sering
dikaitkan

ke

dalam

ranah

radikalisme

dan

terorisme,

semenjak

dicetuskannya program Global War on Terror (GWoT) oleh Amerika


Serikat setelah peristiwa 11 September 2001. Label kekerasan dan
ekstrim yang melekat menciptakan pandangan/asumsi bahwa antara
radikalisme dan terorisme (khususnya yang mengatasnamakan agama)
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
"Ideologi radikalisme ini akar dari terorisme, pemahaman yang sempit
mengenai sebuah keyakinan, agama, menciptakan konflik sehingga
melakukan teror,"
(Ansyaad Mbai Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
[1]
(BNPT)) .
Pernyataan di atas menunjukkan pandangan bahwa radikalisme
memiliki keterkaitan dengan terorisme, meskipun keduanya memiliki
arti/definisi yang berbeda. Untuk diketahui bahwa radikalisme adalah
sebuah pemahaman yang bersifat ekstrim, sedangkan terorisme adalah
berupa ancaman atau kegiatan yang menggunakan kekerasan.
Tulisan

ini

akan

menjelaskan

mengenai

radikalisme

dalam

ranah keagamaan (khususnya agama Islam), terorisme, serta membahas


keterkaitan antara radikalisme keagamaan dengan aksi terorisme,
khususnya yang berada di Indonesia.

Mahasiswa program Pasca Sarjana, program studi Perang Asimetris, fakultas Strategi
Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia, T.A.2013.
Lihat, Syafputri., Ella, h ttp://www.antaranews.com/berita/341443/bn pt -radikalismeakar- terorisme, diakses pada tanggal 8 Maret 2014, pukul 02.15 WIB.

Dynamics of
Terrorism

Radikalisme keagamaan
Radikalisme dapat diartikan sebagai sebuah paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara
drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan

[2]

. Makna radikalisme

dalam sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham


keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar
dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang
penganut

paham/aliran

tersebut

menggunakan

kekerasan

untuk

mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan diyakininya

[3]

Proses yang terjadi dalam radikalisme adalah radikalisasi, yang


didefinisikan sebagai proses personal di mana individu mengadopsi
idealisme dan aspirasi politik, sosial, atau agama secara ekstrim, dimana
dalam pencapaian tujuannya membenarkan penggunaan kekerasan
tanpa

pandang

bulu,

sehingga

mempersiapkan

dan

memotivasi

seseorang untuk
mencapai perilaku kekerasan

[4]

Terbentuknya radikalisme dicapai melalui proses radikalisasi dimana


terdapat 3 (tiga) aspek yang memiliki

peranan penting selama

proses tersebut berlangsung, yaitu :


Proses individu
Radikalisasi dipandang sebagai salah satu proses pencarian identitas
bagi individu (anak muda pada umumnya). Bagi anak muda, pencarian
identitas merupakan bagian dari proses mendefinisikan hubungan
seseorang dengan dunia.
Dinamika interpersonal
Radikalisasi memerlukan interaksi interpersonal dengan aktor aktor
lain

untuk

merangsang

dan

mempengaruhi

proses

pemahaman/pemikiran individu yang menjadi target radikalisme.

2
3

Lihat, http://artikata.com/arti-346678-radikalisme.h tml, diakses pada tanggal 7 Maret


2014, pukul 11.00 WIB.
Lihat,
http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian fundamentalisme- radikalisme_8767.html, diakses pada tanggal 7 Maret 2014, pukul 11.30
WIB.
Wilner., A, Ph.D & Dubouloz., C-J, Ph.D, Homegrown Terrorism and Transformative
Learning : An Interdisciplinary Approach to Understanding Radicalization (Ottawa : Canadian

Dynamics of
Terrorism

Political Science Association Conference, 2009), h.08.

Dynamics of
Terrorism

Pengaruh lingkungan
Narasi dan kosa kata politik organisasi keagamaan yang memiliki
pengaruh besar di lingkungan masyarakat dapat menjadi masukan
narasi bagi kelompok kelompok radikal

[5]

Beberapa faktor sosial menjadi pemicu radikalisme dimana


pada ekskalasi tertentu dapat menjadi sebuah gerakan radikal, antara lain
:
Faktor sosial-politik
Gejala kekerasan agama lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik
daripada

gejala

keagamaan,

dalam

hal

ini

kaum

radikalisme

memandang fakta historis bahwa kelompok yang memiliki pemahanan


agama yang sama dengan mereka tidak diuntungkan oleh peradaban
global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang
mendominasi.

Kaum radikalis mencoba menyentuh sentimen dan

emosi keagamaan, serta mengggalang kekuatan untuk mencapai


tujuan politiknya melalui bahasa dan slogan slogan agama.
Faktor emosi keagamaan
Sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas
keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Pada
konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama
sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif.
Faktor kultural
Masyarakat dikenal selalu berusaha untuk melepaskan diri dari jeratan
jaring jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan
kebudayaan mereka. Contoh faktor kultural dalam radikalisme adalah
pengaruh budaya sekularisme dunia barat terhadap kebudayaan Islam,
yang dianggap oleh kelompok radikal islam telah memarjinalkan
ideologi dan kebudayaan mereka.
Faktor ideologis.
Ketidakmampuan dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam
budaya dan peradaban, membuat kelompok radikal menempuh
jalur

Dynamics of
Terrorism

5
Choudhury., Tufyal, The Role Of Muslim Identity Politics In Radicalisation (London
: Department for Communities and Local Government, 2007), h.21.

Dynamics of
Terrorism

kekerasan untuk menunjukkan keberadaan/hegemoni kebudayaan


mereka. Contoh ideologi anti Westernisme merupakan suatu pemikiran
yang membahayakan bagi kelompok agama tertentu.
Faktor kebijakan pemerintah.
Ketidakmampuan pemerintah untuk bertindak memperbaiki situasi atas
berkembangnya frustasi dan kemarahan akibat dominasi ideologi,
militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Di samping itu,
faktor media massa (pers) asing yang selalu memojokkan agama
tertentu juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan
yang
dilakukan oleh kelompok radikal

[6]

Terdapat 2 (dua) tipe proses radikalisasi yang umum terjadi,


pertama akibat krisis identitas yang diselesaikan dengan pemahaman
keyakinan yang menyatakan kekerasan sebagai solusi, dimana umumnya
berakar pada kekhawatiran tentang kondisi makro seperti integrasi,
kebijakan luar negeri, perkembangan politik, budaya, dan ekonomi
global.

Sedangkan proses radikalisasi yang kedua dihasilkan dari

dinamika interaksi sosial pada kondisi mikro yang dipengaruhi oleh


media,

teman

sebaya, pemimpin, anggota keluarga, atau lingkungan

sekitar, sehingga menerima sistem kepercayaan/pemahaman bahwa


sesuatu dapat dan harus dilakukan untuk menghadapi hal hal yang
menjadi ancaman terhadap
aliran kepercayaan atau pemahaman yang diyakininya

[7]

Munculnya radikalisme keagamaan terjadi akibat hal-hal berikut


:

Klaim kebenaran
Pemeluk
memang

agama

meyakini

bahwa

kitab

suci

mereka

mengajarkan kebenaran monolitik (tunggal), dimana sering terdapat


penafsiran yang menganggap bahwa agama lain adalah tidak benar.
Ketaatan buta terhadap pemimpin agama
Fanatisme berlebihan terhadap pemimpin agama, sehingga perkataan
pemimpin agama dianggap sebagai kebenaran yang hakiki.
6

Lihat,
Hambali.,
Wahid,
Radikalisme
Islam,
http://wahid- hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme-makalah.html, diakses pada tanggal

Dynamics of
Terrorism

7 Maret 2014, pukul 14.30 WIB.


Veldhuis., Tinka, & Staun., Jrgen, Islamist Radicalisation: A Root Cause Model (Den Haag
: Netherlands Institute of International Relations Clingendael, 2009), h.63-64.

Dynamics of
Terrorism

Upaya membangun zaman/negara ideal


Visi agama tentang zaman ideal diyakini oleh para pemeluk agama
sebagai kehendak Tuhan sendiri. Contoh : rezim Taliban yang berbuat
kekejaman terhadap warganya sendiri dengan dalih ketaatan terhadap
syariat Islam.
Tujuan menghalalkan segala cara
Tanda ini biasanya terjadi pada komponen-komponen agama, baik
berkaitan identitas maupun institusi agama.
Perang suci
Merebaknya ide perang suci (holy war atau jihad) yang melandasi
terjadinya kekerasan dan konflik agama, seperti aksiaksi pengeboman
yang berada dalam kerangka menegakkan perintah suci Tuhan yang
dianggap pelakunya sebagai jalan suci

[8]

Beberapa contoh radikalisme keagamaan yang terjadi di Indonesia


adalah munculnya berbagai kelompok agama yang berhaluan keras,
seperti Jamaah Salafi, Front Pembela Islam (FPI), Komite Persiapan
Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Darul Islam/Negara
Islam Indonesia, Jamaah Tabligh (JT), Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Pesantren Al-Mukmin (Ngruki),
Laskar
Jihad Ahlussunnah Wal Jamaah, HAMMAS, dan Ikhwanul Muslimin

[9]

Terorisme
Ancaman atau penggunaan kekerasan secara ilegal yang dilakukan
oleh aktor non-negara baik berupa perorangan maupun kelompok untuk
mencapai

tujuan

politis, ekonomi,

religius,

atau

sosial

dengan

menyebarkan ketakutan, paksaan, atau intimidasi menjelaskan definisi


dari terorisme

[10]

Terorisme didasarkan pada kekerasan sistematis dan purposif, yang


dirancang untuk mempengaruhi pilihan politik tiap individu/aktor, lebih dari
8

Yusdani, Drs., M.Ag, op-cit, Buletin Al-Islamiyah : Menguak Akar Kekerasan


Benuansa
Agama (Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, 2013), h.02-03.
9
Natamarga., Rimbun, Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia (Bandung :
https://unpad.academia.edu, 2013), h.06-07.
10
IEP, Global Terrorism Index : Capturing the Impact of Terrorism for the Last Decade (Sydney

Dynamics of
Terrorism

: Institute for Economics and Peace, 2012), h.06.

Dynamics of
Terrorism

1
0

sekedar untuk menimbulkan korban atau kerusakan material. Untuk


mencapai pengaruh politik, terorisme tergantung pada kekuatan untuk
11

membangkitkan emosi publik, kelompok netral, pendukung, dan kontra .


Pengelompokan tipe-tipe terorisme dapat dibedakan berdasarkan
taget dan motivasi yang menjadi tujuan dari aksi terorisme yang dilakukan,
antara lain :
Terorisme Negara
Penggunaan teror secara sistematis oleh pemerintah untuk mengontrol
penduduknya. Terorisme negara sepenuhnya dilakukan oleh kelompok
yang memegang kekuasaan di suatu negara, bukan organisasi nonpemerintah. Terorisme negara adalah bentuk asli dari terorisme.
Contoh dari terorisme negara adalah pemerintahan yang diktator,
seperti Revolusi Prancis (1793), kekerasan terhadap suku Kurdi di Irak
(oleh Pemerintahan Saddam Hussein), dan penindasan/aksi represif
terhadap demonstran di Suriah.
Terorisme Keagamaan
Terorisme yang dimotivasi oleh ideologi agama dan ketidakpuasan, hal
tersebut sangat berbahaya karena fanatisme individu yang berlebihan
serta kesediaan untuk mengorbankan diri dalam mencapai tujuan.
Teroris keagamaan cenderung menggunakan segala cara seperti bom
bunuh diri, yang oleh ajaran agama digunakan untuk membenarkan
dan bahkan mendorong semacam ini pengorbanan diri. Al-Qaeda
adalah kelompok yang dapat dicirikan sebagai teroris agama.
Terorisme

sebagai

agama

juga

tercatat

pada

konflik

Katolik-

Protestan di Irlandia, serta Muslim-Hindu di Pakistan dan India.


Terorisme Sayap Kanan
Jenis terorisme yang bertujuan untuk memerangi pemerintah liberal
dan melestarikan tatanan sosial tradisional. Umumnya dicirikan oleh
milisi dan

geng,

dimana

kelompok-kelompok

ini

termotivasi

rasial dan

11

Crenshaw., Martha, op-cit, Chapter 13 : The Psychology of Political Terrorism (San Francisco
: Political Psychology, 1986), h.380.

Dynamics of
Terrorism

1
1

bertujuan untuk meminggirkan kaum minoritas dalam negara. contoh


dari kelompok teroris sayap kanan adalah Klu Klux Klan dan Neo-Fasis.
Terorisme Sayap Kiri
Kelompok yang berusaha untuk menggulingkan demokrasi kapitalis dan
membangun pemerintahan sosialis atau komunis, dengan menyerang
sistem pemerintahan dalam rangka menyingkirkan perbedaan kelas.
Contoh

dari

kelompok

teroris

sayap

kiri

adalah

Partai

Front

Pembebasan Rakyat Revolusioner di Turki, Organisasi Revolusioner


17
November
de

di

Yunani,

dan

Fuerzas

Armadas

Revolucionarias

Colombia (FARC) di kolombia.


Terorisme Patologis
Aksi individu yang dilakukan untuk meneror orang lain. Teroris
patologis
tidak memiliki motif politik yang terdefinisikan dengan baik. Contoh dari
terorisme patologis adalah penembakan yang terjadi di beberapa
sekolah di Amerika dan Eropa.
Terorisme Berorientasi Isu
Jenis terorisme yang dilakukan dengan tujuan untuk memajukan isu
tertentu, biasanya terkait masalah sosial atau lingkungan. Pemboman
klinik aborsi, serangan untuk kapal-kapal penangkap ikan paus, serta
serangan resor ski dan kegiatan pemotongan kayu oleh Environmental
Liberation Front (ELF) adalah contoh dari terorisme berorientasi isu.
Terorisme Separatis
Jenis terorisme khas kaum minoritas dalam negara-bangsa yang
menginginkan

kemerdekaan

sendiri,

umumnya

akibat

perasaan

diskriminasi dari kelompok mayoritas/negara. contoh dari kelompok


teroris separatis adalah separatis ETA Basque di Spanyol, kelompok
Chechen di Chechnya, Tamil Tigers di Sri Lanka, Kurdish PKK di Turki,
Quebec Liberation Front (QLF) di Canada, dan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) di Indonesia.
Narko-terorisme
Istilah yang mengacu pada organisasi yang memperoleh dana melalui
Dynamics of
Terrorism

penjualan

narkotika,

dimana

aksi

yang

dilakukan

2
adalah

penggunaan

Dynamics of
Terrorism

1
3

kekerasan oleh kelompok-kelompok atau geng yang dirancang untuk


mempermudah penjualan narkotika. Contoh dari kelompok narkoterorisme adalah Kartel di Meksiko yang melakukan pemenggalan
kepala, penguburan massal, dan tindak kekerasan lainnya untuk
mengintimidasi penduduk agar tidak bekerja sama dengan pihak
berwenang/pemerintah

[12]

Berdasarkan pengelompokan tipe terorisme, dimensi dari terorisme


dapat diketahui malalui variabel dan klasifikasi sebagai berikut
Variabel

[13]

Klasifikasi

Jumlah pelaku

Perorangan dan Kelompok

Pendukung

Negara, Komunitas, dan Perorangan

Hubungan terhadap otoritas

Anti Pemerintahan dan Separatis

Cakupan

Dalam Negeri dan Internasional

Status Bersenjata

Sipil, Paramiliter, dan Militer

Motivasi spiritual

Sekuler dan Religius

Motivasi finansial

Idealis dan Kewirausahaan

Ideologi politik

Sosialis, Fasis, dan Anarkis

Aturan hirarki

Sponsor, Pemimpin, Pimpinan menengah,


dan Pengikut

10 Obsesi terhadap kematian

Bunuh Diri
Pengeboman, Pembunuhan,

11

Metodologi

Penculikan/Sandera, Racun Massal,


Senjata Biologi, dan Teror Cyber
Tabel 1. Dimensi Terorisme

Secara umum, terorisme memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu untuk


mendapatkan pendukung dan untuk memaksa pihak lawan. Berdasarkan
kedua tujuan tersebut, terorisme dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan :
Terorisme Demonstratif
Aksi yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh publisitas,
dengan alasan untuk merekrut lebih banyak anggota, mendapatkan
perhatian
12
13

Lihat, Grothaus., Nick, http://handofreason .com/2011/featured/types-of-terrorism, diakses


pada tanggal 8 Maret 2014, pukul 15.00 WIB.
Victorrof., Jeff, The Mind of The Terrorist : A Review and Critique of Psychological
Approaches (California : The Journal of Conflict Resolution, 2005), h.05.

Dynamics of
Terrorism

1
4

umum terhadap tuntutan pendukungnya, serta mendapatkan perhatian


dari pihak ketiga yang dapat memberikan tekanan pada sisi lain.
Penyanderaan, pembajakan pesawat, dan peledakan yang diumumkan
sebelumnya ditujukan untuk memperoleh perhatian publik/target.
Kelompok teroris menghindari terjadinya kerusakan serius agar tidak
merusak simpati terhadap tujuan politiknya. Kesuksesan aksi yang
mereka lakukan diukur pada banyak masyarakat yang melihat,bukan
dari banyaknya korban jiwa maupun luka. Contoh kelompok terorisme
demonstratif antara lain adalah Orange Volunteers (Irlandia Utara),
National Liberation Army (Columbia), dan Red Brigades (Italia).
Terorisme Destruktif
Kelompok ini Berusaha untuk memaksa lawan maupun dukungan
mobilisasi penyebabnya. Contoh dari kelompok teroris destruktif adalah
Irish Republican Army (IRA), FARC, dan the nineteenth-century
Anarchists.
Terorisme Bunuh Diri
Merupakan bentuk terorisme yang paling agresif yang bertujuan untuk
terciptanya efefk pemaksaan terhadap lawan,

bahkan dengan

mengorbankan anggotanya sendiri. Secara esensial, terorisme bunuh


diri membunuh individu/masyarakat yang pada saat bersamaan juga
melakukan aksi bunuh diri

[14]

Dalam kasus di Indonesia, terorisme berawal dari kelompok DI-TII


yang melakukan melakukan pengeboman di Cikini pada tanggal
30
November 1957, hingga dalam kurun 2 dasawarsa menurut data Global
Terrorism Database 2007, telah terjadi total 421 kasus terorisme, dimana
lebih 90 persen tindak terorisme terjadi di akhir orde baru hingga
memasuki era demokrasi

[15]

. Aksi aksi terorisme semenjak era

reformasi adalah aksi pengeboman yang terjadi di beberapa wilayah di


Indonesia,
seperti bom Bali I, bom Kuningan / Kedubes Australia, bom Marriot (I),
14

15

Pape., Robert A., American Political Science Review : The Strategic Logic of
Suicide
Terrorism (Volume 97 No.3 : American Political Science Association (APSA), 2003), h.345.
Lihat, Friastuti., Rini, Menelusuri Akar Gerakan Teror di Indonesia Setelah Orde

Dynamics of
Terrorism

Baru, http://news.detik.com/read/2013/07/03/193026/2291940/10, diakses pada tanggal 57


Maret
2014, pukul 15.45 WIB.

Dynamics of
Terrorism

1
01

bom Bali II, bom Marriot (II), dan Ritz Carlton yang dilansir kuat dugaan di
dalangi oleh kelompok JI (Jamaah Islamiyah) yang dirintis oleh Abdullah
Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada tahun 1993, dengan anggota JI
yang berperan sebagai otak aksi teror bom seperti Hambali, Mukhlas,
Amrozi, Ali Imron, Zulkarnaen, Faturrahman al-Ghozi, Umar Patek,
Dulmatin, Imam Samudra, Dr.Azhari, serta Noordin M. Top

[16]

. Ancaman

terorisme terikini yang terjadi di indonesia adalah teror terhadap institusi


Polri dengan aksi penembakan terhadap aparat kepolisian yang dimulai
pada pertengahan tahun 2013 lalu.
Hubungan Radikalisme dengan Terorisme
Individu dapat menjadi teroris melalui radikalisasi dimana kemudian
mengadopsi pemahaman kekerasan pada radikalisme sebagai taktik
kegiatan. Kekerasan ekstrim menggambarkan tindakan kekerasan atas
dasar keyakinan radikal atau ekstremis, sehingga dengan kata lain, ketika
pemahaman seseorang terhadap keyakinannya yang terdahulu berubah
menjadi

pemahaman

dalam

konteks

kekerasan,

maka

individu

tersebut
memiliki potensi untuk menjadi seorang teroris
[17]
.
Perantara, jaringan sosial, internet, dan penjara dianggap memiliki
peran kunci dalam proses radikalisasi agama dimana pada akhirnya akan
bermuara kepada aksi terorisme keagamaan
Perantara

(individu

karismatik)

[18]

sering

membantu

membujuk

individu yang sebelumnya taat hukum untuk menjadi radikal atau


bahkan menjadi pelaku teror.
Jaringan sosial (baik virtual atau aktual) dapat mendukung/memperkuat
keputusan

individu

untuk

mempergunakan

cara-cara

kekerasan

terhadap orang lain berdasarkan pemahaman agama yang dimilikinya.

16

International Crisis Group, Terorisme di Indonesia : Jaringan Noordin M. Top (Jakarta : Asia
Report No.119, 2006), h.03.

Dynamics of
Terrorism

17
18

Bjelopera., Jerome P., American Jihadist Terrorism : Combating a Complex Threat


11
(Washington, DC : Congressional Research Service, 2013), h.02.
Ibid, h.13-24.

Dynamics of
Terrorism

1
21

Materi online terkait perang suci (jihad) yang terdapat pada situs atau
web yang beraliran radikal, dapat memberikan pencerahan kepada
individu/masyarakat yang mengaksesnya.
Penjara, radikalisasi yang dilakukan oleh para terpidana kasus
terorisme dipandang oleh beberapa pengamat sebagai lahan subur
bagi penanaman paham radikalisme keagamaan yang dapat menjurus
kepada aksi terorisme.
Rekam

jejak

tumbuh

kembang

radikalisme

pada

akhirnya

menampilkan wajah kekerasan atau terorisme di Indonesia (Ken Conboy),


dimana dalam perkembangannya, pelaku terorisme selalu meningkatkan
segala upaya dalam mewujudkan perjuangan yang diyakini oleh
kelompok bahwa apa yang diperjuangkan adalah benar dan diyakini
berjuang dijalan
Allah/agama yang diyakininya (radikalisme keagamaan)

[19]

Menurut SETARA Institute, terkait survey tentang hubungan antara


terorisme dengan organisasi agama radikal

di tanah air terlihat

bahwa lebih banyak anggota masyarakat yang memberikan pernyataan


negatif. Dengan kata lain, bagian terbesar masyarakat tidak melihat
adanya hubungan antara terorisme dengan organisasi agama radikal.
Namun demikian, dengan perbedaan prosentase yang tidak terlalu jauh
terdapat pernyataan bahwa keduanya memiliki hubungan

[20]

, seperti yang

di tunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 1. Hubungan antara Organisasi Radikal dan Terorisme


19

20

Lihat,
Srigunting.,
Jurnal,
http://jurnalsriguntin g.com/2012/03/27/tumbuh kembangfundamentalisme-radikalisme-dan-terorisme-sebagai-bahaya-latent-di-indon esia,
diakses pada tanggal 8 Maret 2014, pukul 15.30 WIB.
Hasani.,Ismail, et-al, Radikalisme Agama diJabodetabek & Ja wa Barat: Implikasinya

Dynamics of
Terrorism

terhadap
Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (Jakarta : SETARA Institute, 2010), h.69.

Dynamics of
Terrorism

1
31

1
41

Pada survey lain yang dilakukan oleh SETARA Institue, terdapat asumsi
masyarakat yang menganggap bahwa kedua entitas tersebut memiliki
tujuan yang sama. Bahkan, meski dengan prosentase yang lebih kecil,
ada pula yang menganggap bahwa di antara keduanya terjadi saling
dukung dan saling simpati

[21]

Gambar 2. Bentuk hubungan antara Organisasi Radikal dan Terorisme

Hubungan yang disinyalir terbentuk antara kelompok islam radikal


dengan terorisme adalah, menurut penelitian beberapa sumber, Al-Qaida
menginvestasikan hingga seperlima dari kekuatan operasionalnya di Asia
Tenggara, terutama melalui kelompok islam radikal Jemaah Islamiyah
(JI) yang dibentuk oleh Abdullah Sungkar dan Ust.Abu Bakar Baasyir,
dimana
kegiatannya didominasi di wilayah Indonesia
[22]
.
Penangkapan beberapa tokoh sentral JI, seperti Hambali, Umar
Patek, Abu Dujana, dan Abu Bakar Baasyir, memperkuat sinyalemen
keterkaitan JI dengan Al-Qaida sekaligus menghambat/mengganggu
koneksi dan aktifias jaringan Al-Qaida di Asia Tenggara

[23]

Kesimpulan
Radikalisme

terbentuk melalui

dinamika

interpersonal

dan

lingkungan dengan memanfaatkan faktor sosial-politik, keagamaan,


kultural, ideologis, dan kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi
21
22

Ibid, h.70.
Dolnik., Adam, op-cit, The State of Al-Qaida in Southeast Asia Ten Years Since 9/11 in
the Book of Al-Qaida After Ten Years of War : A Global Perspective of Successes,
Failures, and Prospects, Edited by Cigar., N. & Kramer., Stephanie E. (Virginia : Marine
Corps University Press, 2011), h.83-85.

Dynamics of
Terrorism

23

1
51

Ibid, h.95-99.

Dynamics of
Terrorism

1
61

individu/golongan

agar

dapat

memiliki

fanatisme

tinggi

terhadap

ilmu/aliran yang dipelajarinya. Sifat fanatisme berlebihan melalui klaim


kebenaran terhadap suatu aliran kepercayaan, ketaatan mutlak terhadap
pemimpin agama, tujuan mendirikan negara ideal, penggunaan segala
cara, serta perang

suci

menjadi

landasan

utama

terbentuknya

redikalisme keagamaan.
Pengelompokan tipe-tipe terorisme berdasarkan taget dan motivasi
tiap kelompok, dapat membantu untuk menggolongkan kelompok teroris
berdasarkan variabel dan klasifikasi yang terdapat pada dimensi
terorisme. Tujuan kelompok teroris untuk memperoleh pendukung dan
memaksa pihak otoritas diklasifikasikan ke dalam tipe terorisme
demonstratif, destruktif, dan bunuh diri.
Perubahan suatu individu/kelompok menjadi radikal dan pada
akhirnya bermuara menjadi/mendapat label teroris, terbentuk melalui
peranan perantara (individu kharismatik), jaringan sosial, internet, dan
lingkungan penjara. Dalam kasus di Indonesia, radikalisme agama (islam)
tidak menjadi faktor utama terbentuknya aksi terorisme, meskipun
kelompok radikal islam dianggap memiliki tujuan yang sama dengan
kelompok terorisme. Indikasi terbentuknya hubungan antara kelompok
radikal di Indonesia dengan organisasi teroris adalah keterkaitan antara
Jemaah Islamiyah (JI) dengan Al-Qaida.

{asulistyo2014}

Dynamics of
Terrorism

1
71

Referensi
1.

Bjelopera., Jerome P., American Jihadist Terrorism : Combating a Complex Threat


(Washington, DC : Congressional Research Service, 2013);

2.

Cigar., N. & Kramer., Stephanie E. Al-Qaida After Ten Years of War : A Global
Perspective of Successes, Failures, and Prospects (Virginia : Marine Corps
University Press, 2011);

3.

Choudhury., Tufyal, The Role Of Muslim Identity Politics In Radicalisation (London :


Department for Communities and Local Government, 2007);

4.

Crenshaw., Martha, Chapter 13 : The Psychology of Political Terrorism (San


Francisco : Political Psychology, 1986);

5.

IEP, Global Terrorism Index : Capturing the Impact of Terrorism for the Last Decade
(Sydney : Institute for Economics and Peace, 2012);

6.

International Crisis Group, Terorisme di Indonesia : Jaringan Noordin M. Top


(Jakarta : Asia Report No.119, 2006);

7.

Natamarga., Rimbun, Wahabi di Arus Radikalisme Islam di Indonesia (Bandung :


https://unpad.academia.edu, 2013);

8.

Pape., Robert A., American Political Science Review : The Strategic Logic of Suicide
Terrorism (Volume 97 No.3 : American Political Science Association (APSA),
2003);

9.

Hasani., Ismail, et-al, Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat :


Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (Jakarta :
SETARA Institute, 2010);

10. Veldhuis., Tinka, & Staun., Jrgen, Islamist Radicalisation: A Root Cause Model
(Den Haag : Netherlands Institute of International Relations Clingendael, 2009);
11. Victorrof., Jeff, The Mind of The Terrorist : A Review and Critique of Psychological
Approaches (California : The Journal of Conflict Resolution, 2005);
12. Wilner., A, Ph.D & Dubouloz., C-J, Ph.D, Homegrown Terrorism and Transformative
Learning : An Interdisciplinary Approach to Understanding Radicalization
(Ottawa : Canadian Political Science Association Conference, 2009);
13. Yusdani, Drs., M.Ag, Buletin Al-Islamiyah : Menguak Akar Kekerasan Benuansa
Agama (Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, 2013);
14. http://artikata.com ;
15. http://handof reason.com ;
16. http://jurnalsrigunting.com ;
17. http://news.detik.com ;
18. http://wahid-hambali.blogspot.com;
19. http://www.academia.edu;
20. http://www.antaranews.com ;
21. http://www.ref erensimakalah.com.

Dynamics of
Terrorism

Anda mungkin juga menyukai