Anda di halaman 1dari 10

-kata pengantar

-daftar isi
-bab i pendahuluan
a. latar belakang masalah
dewasa ini tak banyak dari generasi muda menyadari bahwa peranan kesenian
dalam kehidupan sehari-hari begitu bermakna dan tak dapat dilepaskan. Karena
pada hakikatnya tubuh manusia ini pun merupakan salah satu karya seni Yang
Maha kuasa. Contoh lain dikala kita melihat begitu indah nya hamparan
gegunungan dan eloknya lekukan sungai-sungai, kita merasa terpesona dan kagum
akan hal tersebut. Kesadaran-kesadaran seperti ini tampaknya perlu ditimbulkan
kembali agar generasi muda faham dan bersyukur kepada Tuhan YME.
Di jawa barat tepatnya di Rancakalong, Sumedang berkembang kesenian yang
bernama Tarawangsa. Kesenian ini pada dasarnya dipergelarkan dalam upacaraupacara sakral masyarakat agraris sebagai tanda rasa syukur atas panen yang telah
didapat. Mitos tentang adanya dewi padi Sri Pohaci sebagai dewi keseburan masih
dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai sosok yang berjasa atas apa yang
dapat mereka terima sampai saat ini.
Tarawangsa secara etimologi berasal dari tiga padanan kata yakni Ta yang
kepanjangan dari Meta yang artinya pergerakan/kehidupan. Lalu Ra yaitu api
yang agung/matahari dan Wangsa yang artinya masyarakat. Jadi Ta-Ra-Wangsa
berarti kisah kehidupan bangsa matahari.
Dapat disimpulkan kesenian tarawangsa berkembang di Rancakalong sebagai
kesenian yang berkehidupan dan menjadi kebutuhan masyarakatnya serta
berhubungan dengan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang.
b. rumusan masalah
penelitian ini didasarkan atas beberapa pertanyaan yang nantinya akan dibahas di
bab pembahasan yakni:

c. tujuan observasi
Penelitian ini dimaksudkan untuk meninjau hubungan antara kepercayaan
masyarakat rancakalong sumedang dengan kesenian tarawangsa dan sebagai tugas
mata kuliah agama yang penulis tempuh di Institut Seni Budaya Indonesia
Bandung.
bab II landasan teori
a. Teori Agama
Agama dalam pemahaman sosiologi bukan merupakan yang dogmatis
melainkan yang empiris yaitu fungsi agama terhadap masyarakat. Yakni
nilai-nilai agama yang difungsikan sebagai tindakan sosial dalam
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut Spranger dalam Henriyansyah
(2002) menegaskan bahwa agama atau religi adalah suatu keadaan baik
intuitif maupun rasional dari pengalaman maupun komunal yang
berhubungan dengan nilai kehidupan dengan segala aspek positif dan
negatifnya.
Yang dimaksud dengan agama adalah ketaatan yang terus meningkat
dalam menjalankan ajaran agama yang diyakini melalui ibadah dan
keimanan kepada Tuhan YME sebagai kecenderungan bersikap sesuai
dengan ajaran agama dan dijadikan sebagai keyakinan pribadi diwujud
nyatakan dalam perilaku sehari-hari.
Kebanyakan orang Jepang memeluk agama buddha dan shito. Agama
buddha dan shinto telah banyak berperan penting dalam kehidupan
spiritual orang jepang selama berabad-abad. Prinsip agama buddha
mengenai pemujaan leluhur membuat agama buddha mudah diterima oleh
orang Jepang. Meskipun demikian, gama bagi orang jepang lebih seperti
kebiasaan dari pada kepercayaan (Takei,2001:36-37).
b. Teori Ritual

Menurut Bustadin (2006), ritual adalah kata sifat (adjective) dari rites dan
juga ada yang merupakan kata benda. Sebagai keta sifat, ritual adalah
segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan.
Sedangkan sebagai keta benda adalah segala yang bersifat upacara
keagamaan.
Kepercayaan kepada kesakralan sesuatu yang menuntut ia diperlakukan
secara khusus. Maksudnya dalah ada suatu tata cara perlakuan terhadap
sesuatu yang disakralkan. Dalam agama, upacara ritual atau ritus ini biasa
dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdoa atau sembahyang. Setiap agama
mengajarkan berbagai macam ibadat, doa, dan bacaan-bacaan pada
momen-momen tertentu.
c. Landasan Obsevasi
Menurut Paulie Young, observasi adalah suatu studi yang dilakukan
dengan sengaja/terencana dan sistematis melalui penglihatan/pengamatan
terhadap gejala-gejala spontan yang terjadi saat itu.
Jakoda mendifinisikan observasi secara lebih luas namun lebih kabur,
yaitu bahwa observasi adalah suatu cara yang paling dasar untuk
mendapatkan informasi mengenai gejala-gejala sosial melalui proses
pengamatan.
Berikut adalah fungssi-fungsi observasi:
1) Sebagai metode pembantu dala penelitian yang bersifat eksploratif.
Bila kita belum mengetahui sama sekali permasalahn,biasanya
penelitian-penelitian pertama dilakukan melalui pengamatan di
tempat-tempat gejala terjadi.
2) Sebagai metode pembantu dalam penelitian yang sifatnyasudah
lebih mendalam. Dalam hal ini,biasanya observasi dijadikan
sebagai metode pembantu menunjang wawancara sebgai metode
utama. Observasi akan membantu untuk mengontrol/memeriksa di
lapangan, seberapa jauh hasil wawancara tersebut sesuai dengan
fakta yang ada.
3) Sebagai metode utama dalam penelitian. Penelitian-penelitian yang
menyangkut

tingkah

laku

bayi

mempergunakan metode observasi.

maupun

hewan

akan

bab III hasil observasi


a. deskripsi lokasi observasi
rancakalong, tempat yang tidak sulit dijangkau, jarak terdekat dari
bandung sebagai perbatasan antara kota bandung dan sumedang. Wilayah
paling barat dari kota sumedang ini, dapat dilalui oleh kendaraan umum
(angkot), sampai waktu terbatas sekitar jam 5 sore.
Meskipun jalan yang yang tidak terlalu besar, tetapi beraspal, sehingga
untuk bisa sampai ke kecamatan Rancakalong ini dapat ditempuh oleh
kendarran roda empat. Jalan yang tidak terlalu besar ini, agak sulit untuk
jenis kendaraan bis dan jenis kendaraan besar lainnya melintasi jalur ini.
tentu sisi lain sebenarnya menguntungkan, paling tidak jalan ini akan tetap
aman (tidak macet), tidak terlalu ramai, dan jalan tidak cepat rusak, karena
tidak dapat dijadikan jalan alternatif untuk tujuan Bandung Sumedang,
atau lintasan antar provinsi. Polusi udara dari knalpot tidak akan merusak
alam yang masih asli ini.
Belokan dari jalan provinsi dapat ditempuh kurang lebih selama 1
jam. Sepanjang jalan akan terus ditemani oleh indahnya alam:
pegunungan, sawah, pohon-pohon besar, aliran air sungai yang bening,
suara-suara burung berkicau dan suara binatang alam lainnya termasuk
binatang ternak. Pemandangan rumah-rumah di bukit, dihiasi dengan
sengkedan dan tanaman padi sawah. Suhu yang dingin dan sejuk,
membuat perjalanan semakin nyaman. Masih sangat jarang kendaraan
menuju ke sana, tentunya jauh dari kemacetan seperti yang terjadi di kota
bandung. Nyamannya perjalanan menuju Rancakalong ini, seperti berada
di dunia lain, dunia yang penuh kedamaian, dunia yang masih asli, dunia
yang sesungguhnya. Perjalan yang tidak akan membosankan.
Semakin masuk ke wilayah ini, penciuman akan merasakan wangi
tanah, daun-daun yang hijau, hirup udara yang segar. Benar-benar
merasakan suasana alam yang masih perawan. Pohon-pohon besar
yangsudah tua, berdiri menjulang dengan kokoh, tudak saja membuat
teduh tetapi memberikan kekuatan perlindungan bagi masyarakatnya.

Tanah yang subur menjadikan berbagai macam tanaman mudah untuk


tumbuh, masyarakatnya secara sadar memanfaatkan kondisi tanah yang
subur ini. hamparan sawah, berbagai jenis tanaman palawija, sayursayuran dan lainnya, melengkapi keindahan alam yang hanya bisa
ditemukan di Rancakalong.
Melengkapi suasana desa ini, terdapat banyak macam binatang
ternak: kambing, sapi, kerbau, ayam, bebek, angsa, dan banyak yang
lainnya. Hampir semua isi/penghuni wilayah ini sangat ermanfaat bagi
kehidupan. Semua kebutuhan hidup manusia telah lengkap ada di sini.
Tanah yang subur siap untuk ditanami berbagai macam tanaman yang
dikehendaki dan dapat dinikmati oleh manusia. Untuk membajak sawah
dibantu oleh sapi atau kerbau, binatang ternak lainnya bisa diguakan untuk
lauk-pauk jika sewaktu-waktu ingin makan daging. Sebaliknya, makan
ikan asin menjadi istimewa karena harus beli dulu ke pasar. Pasar yang
lumayan jauh berada di Tanjung Sari yang harus menempuh perjalanan 1
jam melewati jalan provinsi.
Jika alam tiba, sangat gelap, sekalipun listrik sudah masuk, tetapi
suasana terangnya tidak akan segemerlap di kota. Namun, jika purnama
tiba, maka pemandangan hamparan alam yang indah nan menawan akan
semakin nampak pada malam hari. Gunung-gunung menjulang tinggi,
bukit-bukit nampak mengapit rumah penduduk, sungai mengitari desa,
hamparan sawah sejauh mata memandang. Purnama yang sempurna, mata
secara utuh mampu memandang keseluruh penjuru sampai sejauh mata
memandang. Suara-suara binatang malam bersahutan dengan bebas,
menunjukan kemampuan dan kebebasan berekspresinya. Malam yang
nampak sepi, tetapi hangat. Sesekali terdengar suara orang-orang peronda
memukul kentongan. Di beberapa sudut warung-warung kopi, nampak
bapak-bapak nongkrong minum kopi sambil merokok jenis sulutu/kawung.
b. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara mencari dan mengatur secara
sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
yang telah dihimpun oleh peneliti. Kegiatan analisis dilakukan dengan

menelaah data, menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat


dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan apa yang bermakna, dan
apa yang diteliti dan dilaporkan secara sistematis (Bogdan dan Biklen,
1982).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif, yaitu terdiri dari reduksi data, penyajian data dan
verifikasi/kesimpulan. Hal ini mengacu kepada pendapat Miles &
Huberman (1984), agar dapat menfasirkan dan menginterpretasi data
secara baik dibutuhkan ketekunan, ketelitian, kesabaran, dan kreativitas
yang tinggi peneliti sehingga mampu memberikan makna pada setiap
fenomena atau data yang ada.
Langkah-langkah analisis selama pengumpulan data dalam penelitian
ini yaitu:
(1) setiap selesai pengumpulan data, semua catatan lapangan dibaca,
dipahami, dan dibuatkan ringkasannya;
(2) setelah seluruh data yang diperlukan telah selesai dikumpulkan
dan peneliti meninggalkan lapangan penelitian, maka catatan
lapangan yang telah dibuat selama selama pengumpulan data
dianalisis lebih lanjut secara intensif. Langkah ini disebut dengan
analisis setelah pengumpulan data (Bogdan & Biklen, 1982)
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis setelah
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
(1) pengembangan sistem kategori pengkodean. Pengkodean dalam
penelitian ini dibuat berdasakan sumber data dan fokus
penelitian. Pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini

No.
1

disajikan pada tabel berikut ini.


Tabel 1: Sistem Pengkodean Analisis Data
Aspek Pengkodean
Batasan Operasional
Kajian Agama Islam
Segala aspek dalam kesenian
tarawangsa yang berhubungan
dan sesuai

dengan nilai-nilai

dalam agama Islam.

Kode
I

Kepercayaan Sunda Wiwitan

Segala aspek dalam kesenian

SW

tarawangsa yang berhubungan


dan sesuai
dalam

dengan nilai-nilai

kepercayaan

Sunda

Wiwitan.
(2)

Penyortiran data. Setelah kode-kode tersebut dibuat lengkap

dengan pembatasan operasionalnya, masing-masing catatan lapangan


dibaca kembali, dan setiap satuan data yang tertera di dalamnya diberi
kode yang sesuai. Yang dimaksud satuan data disini adalah potonganpotongan catatan lapangan yang berupa kalimat, paragraf atau urutan
alinea. Kode-kode tersebut dituliskan pada bagian tepi lembar catatan
lapangan.
(3)
Perumusan
sementara

pada

kesimpulan-kesimpulan
setiap

kasus

tunggal

sebagai
dilakukan

temuan-temuan
dengan

cara

mensintesiskan semua data yang terkumpul (Ali, 2008:156-7).

CATATAN LAPANGAN
HASIL WAWANCARA
Kode
Sumber Data
Tanggal
Hari
Jam
Tempat

No
1

: I/WS
:
:
:
:.
: Rancakalong Sumedang

Kode
I-1

Isi Data
Tarawangsa merupakan kesenian penyambutan bagi hasil
panen padi tumbuhan yang sangat bergantung pada matahari

I-2

I-3

I-4

I-5

I-6

I-7

SW-1

SW-1

10

SW-2

sebagai simbol rasa syukur terhadap Tuhan YME.


Sebagai media ritual seni Tarawangsa mengandung simbolsimbol yang mengandung pesan rasa syukur kepada Tuhan
YME atas berkah yang telah dilimpahkan.
Di Rancakalong sendiri beberapa ritual diadakan agar panen
lebih berlimpah dengan keselamatan warga setempat terjaga.
Masyarakat Rancakalong mayoritas bekerja sebagai petani.
Yang dalam keseharianya berada di tengah sawah menanam
padi lalu menunggu nya matang hingga pada akhirnya
menuai hasil panen. Pada masa panen itu lah berbagai
ritual penghormatan kepada Sang pemberi karunia
diadakan sebagai pengucapan rasa syukur.
Dawai tarawangsa terdiri atas dua senar, yang kiri
dimainkan dengan tangan kiri dengan cara dipetik dengan
jari telunjuk, sedangkan yang satunya dengan digesek dan
penggeseknya dimainkan oleh lengan kanan. Filosofinya
katanya dua dawai tarawangsa ini adalah perlambang Sang
Pencipta yang selalu menciptakan makhluk berpasangpasangan, sedangkan Jentrengnya berdawai tujuh, bila
seluruhnya digabung maka berjumlah sembilan senar maka
sama dengan jumlah wali penyebar Islam di pulau Jawa.
Kesenian ini sendiri membawa pesan-pesan dalam hubungan
antar manusia dengan alam dan penghormatan kepada yang gaib
dimana keseimbangan diantaranya harus dijaga serta agar tidak
lupa untuk mengucap syukur kepada Sang Maha Pencipta atas
segala apa yang telah dikaruniakan-Nya.
Tarawangsa atau Jentreng biasanya dipentaskan pada acara
syukuran menikahkan dan sunatan.
Kehidupan suku sunda ditujukan untuk memelihara
keseimbangan alam semesta. Keseimbangan magis dipertahankan
dengan upacara adat. Sedangkan keseimbangan sosial dipelihara
melalui saling memberi (gotong royong).
Seni tarawangsa atau Jentreng adalah upacara ritual yang
berhubungan dengan magis religius untuk menghormati Dewi
Sri. Masyarakat Rancakalong menyebutnya dengan nama Kersa
Nyai dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di
Rancakalong.

Kesenian ini masih difungsikan sebagai media ritual


penghormatan kepada Dewi Padi disamping difungsikan
juga untuk hajatan, hiburan, dan memperingati hari-hari
besar.
Masyarakat Rancakalong memainkan tarawangsa dan

11

SW-3

12

SW-4

13

SW-5

14

SW-6

15

SW-7

16

SW-8

17

SW-9

18

SW-10

19

SW-11

20

SW-12

jentreng disertai tarian sesajen untuk menghormati dewi


kesuburan Dewi Sri Nyi Pohaci.
Nyi Pohaci adalah berkah hidup masyarakat Sunda. Dari
kematiannya tumbuh kehidupan yang membawa berkah pada
umat manusia. Tanpa Nyi Pohaci, masyarakat Sunda tidak
memperoleh sumber kehidupannya.
Adapun pementasan untuk acara hajat panen, mempunyai
ketentuan-ketentuan khusus karena adanya tata tertib :
1. Bubuka yang isinya maaf-maaf (sasadu) kepada tokoh-tokoh
yang telah tiada (karuhun).
Lagu saur dalam tarawangsa digunakan untuk memanggil
(nyambat) nyi sri yang menghilang (ngahiyang)

Ritual dalam kesenian tarawangsa dilakukan karena adanya


anggapan dan rasa kekhawatiran dari masyarakat
Rancakalong, yaitu jika upacara tersebut tidak dilakukan
maka akan terjadi bencana pada daerah mereka yang dapat
berupa kegagalan dalam panen, kesusahan, padi akan cepat
habis, wabah penyakit, kekurang manfaatan hasil panen,
hingga berujung pada kematian.
Dalam ritual ngalaksa digelar kesenian tarawangsa sebagai
media penghubung antara alam mahluk halus dengan alam
manusia.
Musik yang dialunkan seakan membawa penari ke dalam ruang
sakral yang tidak kasat mata. Keyakinan bahwa sesembahan
mereka telah diterima oleh sang gaib ketiak panri-penari sudah
bersatu dengan ruh yang tampak dari fenomena tak sadarkan diri

Musik dalam tarawangsa digunakan sebagai mediatra ns


ceiver menuju alam yang dihuni oleh makhluk halus.
Adanya ruang sakral (suci, keramat) yang dibentuk oleh
keyakinan yang dianut masyarakat, dan dengan musik
manusia mengalami keterbukaan rohani melakukan
penyesuaian dengan alam
Masyarakat Rancakalong menganggap ruh/gaib dengan dunia
manusia merupakan satu kesatuan dalam irama kosmik yang
teratur
Tarawangsa atau Jentreng biasanya dipentaskan pada acara
syukuran tradisional, seperti, Ngaruat, Ngalaksa, Ngarosulkeun,
Buku Taun, dan Panenan.
Kehidupan suku sunda ditujukan untuk memelihara
keseimbangan
alam
semesta.
Keseimbangan
magis
dipertahankan dengan upacara adat. Sedangkan keseimbangan
sosial dipelihara melalui saling memberi (gotong royong).

Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas diperoleh informasi bahwa


dalam kesenian tarawangsa terdapat unsur-unsur religi yang meliputi agama Islam
dan kepercayaan Sunda Wiwitan.
c. pembahasan (strength,weakness,oppurtunities,ancaman)

bab VI penutup
a. kesimpulan
Dalam kesenian tarawangsa terdapat unsur-unsur religi yang meliputi
agama Islam dan kepercayaan Sunda Wiwitan.
b. saran
daftar pustaka
Heriyawati, yanti. 2008. Tarawangsa dalam ritual sukur bumi di rancakalong
sumedang (sakralitas, liminalitas, dan spiritualitas)
lampiran2

kertas a4 times new roman ukuran 12 spasi 1.5 margin 4433


observasi ttg jenis tarian, etika dan estetika,muslim paripurna

Anda mungkin juga menyukai