menjawab pertanyaan guru tidak ada yang dapat dan mereka tidak mau mengulang pelajaran di
rumah, sehingga bila diadakan post-test tentu saja hasil ylangannya kurang bagus. Padahal guru
sudah berupaya menyruh siswa agar belajar dengan rajin baik di sekolah maupun di rumah.
Bila guru mengajukan pertanyaan di awal pelajaran mengenai materi yang telah dipelajari
sebelumnya maupun mengajukan pertanyaan setelah menerangkan materi pelajaran yang baru,
hanya satu atau dua orang siswa yang bisa menjawab dengan benar. Selebihnya siswa tidak dapat
menjawabnya. Ini menandakan bahwa siswa tidak belajar di rumah dan hasil belajar siswa belum
tuntas dilaksanakan guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Haskew (1556) mengemukakan bahwa tugas guru sebagai
pengajar adalah (1) menetapkan hal-hal yang penting untuk dipelajari siswa, (2) merencanakan
pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan, (3) membimbing proses belajar, (4) mengembangkan
interaksi pribadi yang saling mempercayai dengan siswa, (5) mengembangkan interaksi pribadi
yang baik di antara siswa, dan (6) mengevaluasi kemajuan belajar siswa.
Wardani dan hutauruk (1997) mengemukakan bahwa banyaknya keluhan tentang mutu saat ini,
dimana sebagian besar guru masih mendominasi kelas dan banyak guru yang bekerja secara
rutin. Artinya agenda kerja guru dari hari ke hari tetap sama, meskipun siswa yang dihadapi
berbeda-beda. Selama pelajaran berlangsung tidak nampak usaha guru untukmengaktifkan siswa,
siswa tidak ada yang bertanya apalagi yang mempertanyakan XXX . guru tidak memfasilitasi
terjadinya interaksi guru siswa, begitu pula interaksi siswa-siswa. Guru cenderung sibuk
mengurusi ketercapaian targetnya (kurikulum).
Mengajar adalah segala kegiatan guru yang diarahkan untuk mengajarkan siswa (Ryans
Tamba 1994:3). Woofolk dalam Soekartawi (1995:32) mengajar adalah seni, ilmu pnegetahuan
dan sekaligus juga pekerjaan yangmemerlukan waktu yang banyak. Dikatakan seni karena
mengajar iru membutuhkan inspirasi, intuisi, bakat dan kreativitas. Dikatakan sebagai ilmu
pengetahuan karena mengajar memerlukan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan (materi
pelajaran) yang diberikan dan juga penguasaan terhadap keterampilan dalam memberikan materi
pelajaran. Dengan demikian, seorang pengajar memerlukan keahlian dalam memilih dan
melaksanakan cara mengajar yang terbaik agar ilmu pengetahuan tersebut dapat diberikan
dengan baik di kelas dan mereka yang belajar (siswa) dapat menerimanya dengan baik pula.
Maka pekerjaan mengajar yang dilakukan oleh pengajar (guru) memerlukan waktu yang relatif
banyak.
Dari uraian Woofolk di atas XXX bahwa guru SMP belum menguasai keterampilan dalam
memberikan materi pelajaran pelajaran (ilmu pengetahuan) kepada siswa, sehingga siswa belum
dapat menyerap atau menerima ilmu pengetahuan (materi) yang diajarkan guru. Setiap
pertanyaan guru yang diajukan kepada siswa tidak dapat mereka jawab dengan baik dan siswa
juga jarang bertanya, karena ilmu pengetahuan yang disampaikan guru belum dapat mereka
kuasai dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu, guru yang baik menurut Hiumas, dalam Tambe (1994: 103) adalah guru yang
mengeuasai bahan yang diajarkan, mengorganisasikan, dan menyajikan bahan pelajaran secara
jelas, mempunyai penampilan yang layak, menggunakan teknik memotivasi siswa yang
bervariasi, membaca dan mengoreksi tugas-tugas siswa, memelihara keteraturan serta perhatian
siswa di kelas. Senadainya guru telah melakukan tugas tersebut tetapi masih ada siswa yang
lamban, maka hal itu menurut Thomas bukanlah disebabkan kesalahan guru.
Berdasarkan grand tour yang penulis lakukan sejak awal bulan februari 2007 di smp I RJ,
diperoleh fenomena-fenomena sebagai berikut:
1. Guru sudah membuat program tahunan, program semester, silabus dan PPP
2. Guru menegur siswa yang suka melempar dan mengganggu teman, berpakaian tidak rapi,
serta menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru.
3. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa namun siswa jarang yang bertanya.
Bila guru mengajukan pertanyaan kepada siswa hanya beberapa orang siswa yang bisa
menjawab dengan benar.
4. Guru terkesan sering keluar kelas sewaktu jam mengajar lebum berakhir dengan
memberikan tugsa kepada siswa.
5. Sewaktu guru menerangkan pelajaran di kelas, terlihat siswa ada yang berbicara, tertawa,
bergelut, mencoret-coret di kertas, ada yang tidur-tiduran di bangku bagian belakang, dan
ada pula yang memukul-mukul meja. Selain itu siswa tertawa bila ada guru yang
menegur mereka.
6. Guru menyuruh siswa untuk membaca materi pelajaran yang akan dipelajari untuk
pertemuan selanjutnya di rumah dan mengulangi pelajaran yang telah dipelajari di
sekolah kembali.
Berdasarkan kondisi riil yang ada di SMP I RJ, bahwa siswa malas belajar, perhatian terhadap
materi yang diajarkan guru juga kurang, begiru pula minat, motivasi dan hasil belajar siswa
menurun, kemungkinan faktor yang menjadi penyebabnya yaitu bisa jadi guru belum mampu
menhajar dan seharusnyamenyesuaikan interaksinya dengan kesanggupan dan kemampuan siswa
dalam menerima pelajaran. Hal inilah yangmenjadi pertanyaan peneliti untuk mengungkapkan
mengapa bisa terjadi demikian dalam proses belajar mengajar di SMP I RJ. Sehubungan dengan
itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap fenomena-fenomena yang muncul di
SMP I RJ dengan tujuan untuk mengungkapkan berbagai perilaku aktor dan maknanya.
B. perumusan masalah
Dari latar belakan masalah dapat dicatat bahwa guru kurang berwibawa di hadapan siswa, karena
setiap siswa ditegur oleh guru maka siswa yang lain ikut menertawakan temannya yang ditegur
guru tersebut. Begitu pula guru belum berhasil dalam meningkatkan hasil belajar siswa secara
optimal. Bila guru mengajukan pertanyaan, siswa tidak mau menunjuk tangan bila ditunjuk guru,
hanya satu atau dua orang siswa saja yang bisa menjawab dengan benar.
Selain hal tersebut, persoalan lainnya adalah guru sering terlihat meninggalkan kelas dengan
memberikan tugas kepada siswa dan siswa juga kurang perhatiannya terhadap pelajaran yang
diterangkan guru. Di samping itu, kalau guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya, siswa jarang yang bertanya seakan-akan siswa mengerti dengan materi yang
disampaikan guru. Padahal bila diberikan post-test oleh guru, jawaban siswa banyak yang salah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka fokus penelitian ini adalah:
1. Mengapa siswa bersikap tidak baik sewaktu guru mengajar di depan kelas
2. Mengapa siswa jarang bertanya dan tidak dapat menjawab pertanyaan guru
3. Mengapa guru sering keluar kelas dengan memberikan tugas kepada siswa
4. Mengapa siswa kurang memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru
BAB II
A. Kajian kepustakaan konseptual
1. Kompetensi guru
Djamarah (1994: 33) mengemukakan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan
yang mutlak dimiliki guru agar tugasnya dapat terlaksana dengan baik. Menurut
kamus besar bahasa indonesia, kompetensi yaitu kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan/ memutuskan sesuatu. Kalau kompetensi berarti kemampuan atau
kecakapan, maka hal ini erat kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan
dan keterampilan sebagai guru.
Menurut Cooper dalam sudjana (1995: 17-18), ada empat kompetensi guru, yaitu (1)
mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai
pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang
tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman, sejawat, dan bidang studi yang dibinanya,
(4) mempunyai keterampilan teknik mengajar
Pendapat yang hampir serupa dikemukakan oleh XXX dalam Riditi (1981), bahwa
ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu (1) menguasai bahan pelajaran, (2)
kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa, (3) kemampuan melaksanakan proses
pengajaran, dan (4) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
XXX dari pendapat di atas, kompetensi guru menurut Maulis dalam sudjana (1995)
seliputi 3 bidang, yaitu:
a. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan
mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individual, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan,
pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil
belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum
lainnya.
b. kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai
hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalkan sikap menghargai
pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran
yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki
kemauan yang kera untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
c. Kompetensi perilaku, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/
perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat
bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan
menyusun
persiapan/
administrasi kelas
Ada 10 kompetensi guru menurut P3G (Program pembinaan pendidikan guru) dalam
Sudjana (1995), yakninya: (1)menguasai bahan, (2) mengelola program belajar
mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media/ sumber belajar, (5)
menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7)
menilai proses belajar, (8) mengenal fungsi, layanan dan bimbingan penyuluhan, (9)
mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami dan
menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran
Menurut P3G, bahwa kesepuluh kompetensi yang disebutkan di atas lebih diarahkan
kepada kompetensi guru sebagai pengajar. Sepuluh kompetensi ersebut hanya
mencakup dua bidang kompetensi guru, yuaitu kompetensi kognitif dan kompetensi
prilaku. Kompetensi sikap profesional guru tidak nampak. Pada dasarnya kompetensi
guru menurut P3G bertolak dari analisis tugas seorang guru baik sebagai pengajar,
pembimbing, maupun sebagai administrator kelas.
Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau
kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan
hasil belajar ada empat kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai XXX yang
bertaraf profesional, yaitu:
a. Merencanakan program belajar mengajar
b. Melaksanakan dan memimpin/ mengelola proses belajar mengajar
kemampuan
menyampaikan
pengayaan
bahan
pelajaran,
menggunakan
media
pelajaran
yang
telah
direncanakan),
melaksanakan
penilaian
hasil
pengajaran,
kemampuan
mengulang
bahan
pelajaran,
agar
siswa
tersebut
dapat
lebih
Oleh sebab itu, pendekatan guru menghadapi siswa kategori ini bisa dilakukan
sebagai berikut:
a. Berikan tugas tambahan sehingga ia dapat memanfaatkan waktunya dan bisa maju
sesuai dengan kemampuannya
b. Jangan terlalu banyak mengulang bahan sebab bisa membosankan siswa sehingga
mengurangi motivasi dan perhatian belajarnya
c. Tempatkan siswa itu sebagai ketua kelompok belajar agar dapat mengambil
inisiatif dalam memecahkan masalah dan tugas yang diberikan kepada mereka.
d. Beri kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas, dan berikan
penghargaan atas karya dan pendapatnya
e. Berikan tugas dan tanggung jawab untuk membantu teman lain dalam
menyelesaikan pekerjaan dan aktivitas belajarnya
Melalui upaya di atas siswa dengan kategori tinggi tidak dihambat kemajuannya,
tetapi disalurkan sehingga dapat menambah usaha menuju hasil yang lebih optimal.
Untuk menghadapi siswa kategori sedang-sedang saja atau pandai tidak, kurang juga
tidak (rata-rata), pendekatannya berada dalam kondisi antara karakteristik siswa
berkemampuan kurang dengan karakteristik siswa pandai atau tinggi kemampuannya.
Jumlah siswa ini biasanya paling banyak. Upaya yang dilakukan oleh guru harus
mendorong mereka meningkatkan usahanya agar hasil belajar yang dicapai lebih
meningkat. Siswa kategori ini biasanya tidak menunjukkan kelainan-kelainan, baik
yang sifatnya positif maupun negatif. Apabila dikelompokkan dengan anak pandai,
mereka masih bisa menyesuaikan diri dan tirut mengambil peran dalam kegiatan
belajar kelompoknya.
Metode adalah cara, dimana fungsinya yaitu sebagai alat untuk mencapai suatu
tujuan. Untuk menetapkan apakah sebuah metode dapat disebut baik, diperlukan
patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah
tujuan yang dicapai.
Sudjana (1995: 76) mengemukakan metode mengajar ialah cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode mengajar seagai alat untuk menciptakan
proses mengajar dan belajar dengan metode ini diharapkan timbul berbagai kegiatan
belajar siswa sehubungan dengan kegiatan megnajar guru. Dengan kata lain
terciptanya interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak
atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Proses interaksi ini akan berjalan baik bila siswa banyak aktif dibandingkan dengan
guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah yang dapat menimbulkan
kegiatan belajar siswa.
Proses belajar mengajar yang baik hendaknya menggunakan berbagai jenis metode
mengajar
secara
bergntian.
Masing-masing
metode
ada
kelemahan
dan
keuntungannya. Tugas guru untuk memilih berbagai metode yang tepat untuk
menciptakan proses belajar mengajar, ketepatan menggunakanmetode mengajar
sangat bergantung pada tujuan. Isi proses mengajar dan kegiatan belajar mengajar.
Ditinjau dari segi penerapannya, metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk
siswa dalam jumlah besar dan untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada yang tepat
digunakan di dalam kelas atau di luar kelas.
Pada prinsipnya tidak ada metode mengajar yang dapat dipandang sempurna dan
cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap bidang studi. Hal ini
kareja setiap metode mengajar memiliki keunggulan dan kelemahan yang khas.
Dengan demikian guru sebaiknya menggunakan berbagai metode dalam mengajar
agar siswa tidak cepat merasa bosan atau menghindari terjadinya pengajaran yang
monoton.
5. Strategi mengajar
Bagian penting yang sering dilupakan orang adalah strategi mengajar yang
sesungguhnya melekat dalam metode mengajar. Berbeda dengan strategi mengajar,
metode belajar tidak berhubungfan langsung dengan hasil belajar yang dikehendaki.
Jadi metode kurang berorientasi pada tujuan (less goal-oriented) karena metode
dianggap konsep yang lebih luas dan pada strategis. Hal ini tidak berarti mengurangi
signifikansi metode mengajar, lantaran strategi mengajar itu ada dan berlaku dalam
kerangka metode mengajar. Dalam menggunakan metode ceramah, misalnya strategi
guru untuk mendapatkan perhatian siswa mungkin berupa penyampaian kisah luvu
atau kisah sedih yang sekaligus merupakan contoh yang berfungsi sebagai pelengkap
uraian topik yang sedang disajikan.
Strategi mengajar (teaching strategy) dapat didefenisikan sebagai sejumlah langkah
yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Syah
1885: 215). Sudjana (1995) mengartikan strategi mengajar sebagai tindakan guru
melaksanakan rencana kerja. Maksudnya usaha guru dalam menggunakan beberapa
variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode, alat dan evaluasi) agar dapat
mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang ditetapkan.