Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DAN KEGUNAAN EVALUASI DAN INVENTARISASI

HARKAT SUMBERDAYA LAHAN DENGAN URAIAN KHUSUS


MENGENAI GATRA TANAH1
Tejoyuwono Notohadiprawiro

Pengertian Lahan
Dalam masalah yang dibicarakan, lahan menjadi obyek evaluasi dan inventarisasi.
Maka arti lahan perlu difahami lebih dulu. Dilihat dari sudut kehidupan manusia, lahan
dapat ditakrifkan sebagai suatu sumberdaya darat bergatra bahan, energi dan ruang yang
termanfaatkan bagi pemukiman masyarakat manusia secara tetap dalam berbagai ragam
jelmaan ekonomi, sosial dan budaya.Dengan demikian maka lahan tidaklah lain daripada
suatu sistem unsur dan proses darat, yang dengan tatanan terpadu dapat menjelmakan suatu
keaturan lingkungan yang membentuk suatu prasyarat bagi kemaujudan suatu masyarakat
manusia.
Hidup manusia selaku makhluk dan kemaujudannya selaku warga masyarakat
bergantung pada ketersediaan air, tanah, udara, ruang, tumbuhan dan hewan yang dapat
dibudidayakan, bahan mentah untuk menghasilkan beragam barang untuk memenuhi
keperluan hidup beradab, dan pengetahuan 2serta ketrampilan menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi sepadan bagi pengelolaan lingkungan hidupnya. Semua hal tadi
harus berada dalam keadaan baik dan terwadahi dalam suasana yang menggairahkan.
Air diperlukan untuk rumahtangga ( termasuk kebutuhan wilayah permukiman dan
rekreasi ), pertanian, industri ( termasuk pertambangan ), dan perhubungan ( jalan air, air
pendingin mesin kendaraan ). Energi kinetik air mengalir atau terjun dapat diubah menjadi
daya mekanik atau listrik.
Tanah selaku sumber zat dan alas penumpu diperlukan untuk pertanian,
pembangunan taman, jalur hijau, padang rumput olah raga, dan sebagainya. Selaku alas
penumpu, tanah diperlukan untuk pendirian rumah, gedung dan pabrik, untuk peketakan
jalan darat dan saluran irigasi, dan sebagainya. Pembuatan batu bata,genting dan barangbarang tembikar menggunakan tanah sebagai bahan mentah.

Kuliah Pelatihan Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Lahan ke-2. Keluarga Mahasiswa Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian UGM. 20-22 Agustus 1992. Yogyakarta.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

Udara diperlukan mutlak dalam respirasi makhluk sebagi sumber oksigen. Oksigen
juga diperlukan untukproses pembakaran dan oksidasi dalam industri. Sebagai sumber CO2
udara diperlukan dalam proses fotosintesis. Gas nitrogen dalam udara dimanfaatkan oleh
jasad renik penambat nitrogen untuk diasimilasikan menjadi berbagai senyawa nitrogen
nabati, khusunya protein. Udara berfungsi melindungi mahluk dengan jalan menapis sinar
ultraviolet, membatasi energi pancar matahari yang mencapai permukaan bumi, dan
meredam koncahan suhu.
Orang perlu menghasilkan bahan pangan, sandang dan papan dari tumbuhan atau
hewan. Perlu pula kayu bakar dan ternak kerja. Maka diperlukan ketersediaan tumbuhan
dan hewan yang dapat dibudidayakan menurut keadaan alam setempat. Flora dan fauna
diperlukan sebagai sumber plasma nutfah. Vegetasi berdaya menjaga lingkungan hidup
manusia terhadap perubahan iklim meso dan mikro yang ekstrim, meredam koncahan debit
sumber air, dan mengendalikan erosi tanah. Vegetasi membentuk habitat masyarakat
hewani alamiah dan dengan demikian berdaya menjaga sumber plasma nutfah hewani.
Kehidupan manusia modern tidak dapat terlepas dari ketersediaan energi fosil dan
berbagai barang dari logam. Maka ketersediaan sumber minyak dan gas bumi, batu bara,
dan cebakan (ore) menjadi salah satu kriterium pengharkat lahan.
Semua kegiatan hidup perlu ruang untuk melakukan usaha, bergerak, berpindah dan
menampung hasil serta limbah kegiatan. Ruang memberikan kesempatan makhluk untuk
menjalankan kehidupannya. Ruang menyiratkan ketercapaian (accessibility) dan
keterlintasan (trafficability) medan.
Ujud rekayasa manusia yang kehadirannya di suatu tempat ikut menentukan
kegunaan lahan kini dan pada masa mendatang termasuk komponen lahan. Ujud-ujud itu
mencakup kota, jejaring (network) jalan darat, waduk dengan jejaring irigasinya, kawasan
industri, kawasan pertanian, dan sebagainya.
Pengertian lahan selalu berkaitan dengan keperluan dan kepentingan manusia.
Makna suatu komponen lahan bagi kehidupan manusia dapat berubah sejalan dengan
perubahan jaman. Jaman berubah berkenaan dengan perubahan aspirasi sosial, perspektif
ekonomi, suasana politik, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka pengertian
lahan bersifat dinamis. Komponen lahan yang sama dan dalam keadaan yang sama, akan
tetapi berada di tempat yang berbeda dapat bermakna lain bagi kehidupan manusia. Hal ini
dapat disebabkan karena komponen pendampingnya berbeda sehingga berinteraksi
berbeda, atau karena perbedaan kemudahan mencapai tempat atau melintasi medan

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

sehingga kesempatan penggunaannya berbeda. Semuanya ini selanjutnya mengubah


maslahat komparatifnya sehubungan dengan perbedaan teknik dan biaya pengusahaannya
yang diperlukan. Maka makna lahan sebagai sumberdaya berkekhasan tempat (location
specific). Mengingat kedinamisan dan kekhasan tempat maka lahan dikatakan suatu sistem
sumberdaya yang bermatra ruang dan waktu.

Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan ialah penaksiran kemungkinan lahan digunakan oleh manusia untuk
pertanian, kehutanan, rekayasa, rekreasi, dan sebagainya ( Stewart, 1968 ). Evaluasi lahan
dipandang sebagai proses pembandingan secara teliti dan penafsiran inventarisasi dasar
mengenai tanah, iklim, vegetasi penutup, penggunaan lahan kini, dan gatra lahan yang lain,
dengan maksud membandingkan berbagai alternatif penggunaan lahan yang memberikan
harapan dapat diterapkan di macam lahan yang berbeda-beda (FAO, 1984 ). Dengan
konsep ekonomi, evaluasi lahan menetapkan seberapa jauh permintaan yang diajukan oleh
penggunan lahan dapat dipenuhi oleh penawaran yang disajikan oleh lahan (Melitz, 1986 ).
Oleh karena lahan sebagai obyek evaluasi bermatra ruang dan waktu, evaluasinya
pun berkriteria wilayah dan kurun. Kriterium wilayah menghendaki suatu sistem evaluasi
yang memperhatikan semua parameter kewilayahan secara serbacakup (comprehensive)
dan terpadu, berarti menilai lahan sebagai suatu kebulatan yang kemaujudannya ditentukan
oleh interaksi antar komponennya. Jadi, harkat lahan bukanlah kumpulan harkat tiap
komponennya yang dinilai secara terpisah. Kriterium kurun menghendaki suatu sistem
evaluasi yang memperhatikan sumber manusia yang berubah menuruti waktu dengan
jelmaannya berupa teknologi, dana dan tenaga kerja ( Stewart, 1968 ). Untuk menampung
matra waktu evaluasi lahan menerapkan skenario aras teknologi pengelolaan lahan,
misalnya rendah, menengah dan tinggi, atau aktual, artinya teknologi yang telah diterapkan
sekarang secara umum, dan potensial, artinya yang diperkirakan akan dapat diterapkan
pada masa mendatang. Evaluasi lahan bukanlah sesuatu yang dapat dikerjakan sekali untuk
selamanya, melainkan harus diulang apabila terjadi perubahan murad dalam satu atau lebih
jelmaan sumberdaya manusia.
Harkat lahan yang ditaksir berdasarkan sifat dan perilaku semua komponennya
serta interaksi antar komponennya, menghasilkan pemahaman tentang mutu lahan. Mutu
lahan ialah suatu pengenal majemuk (complex attribute) lahan yang bertindak secara

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

berbeda dengan tindakan mutu lahan yang lain dalam mempengaruhi kesesuaian lahan
untuk suatu penggunaan tertentu ( FAO, 1977 ). Tiap macam penggunaan lahan
mempersyaratkan mutu lahan sendiri-sendiri. Oleh karena itu mutu lahan bermakna nisbi
dan dengan demikian evaluasi lahan bersifat subyektif.
Hakekat evaluasi lahan secara umum ialah suatu pemeringkatan atau klasifikasi
lahan secara praktis, yang dirancanmg untuk menggairahkan penggunaan lahan secara
maksimum, namun tetap menguntungkan dan berkelanjutan, berdasarkan ciri-ciri lahan,
keterbatasan kegunaan lahan, kapasitas produktif lahan sebagai tanggapan terhadap
pengelolaannya, kebutuhan akan pengelolaan menurut ukuran ikhtiar dan masukan, serta
risiko kerusakan lahan dalam penggunaan ( Soepraptohardjo dan Robinson, 1975 ).
Ada dua jabaran harkat lahan yang berbeda dalam hal gatra penilaiannya, yaitu :
1. Kemampuan lahan (land capability), yang dievaluasi menurut macam pengelolaan
yang disyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah kerusakan lahan
selama penggunaan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan, kemampuan lahan
dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Ini berarti bahwa
dalam memperuntukkan lahan bagi suatu keperluan tertentu diutamakan pemilihan
macam penggunaan yang paling aman bagi keselamatan lahan.
2. Kesesuaian lahan (land suitability), yang dievaluasi menurut pengelolaan khas yang
diperlukan untuk mendapatkan nisbah yang lebih baik antara manfaat yang dapat
diperoleh dan masukan yang diperlukan. Makin rumit pengelolaan khas yang
diperlukan, kesesuaian lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang
direncanakan. Kesesuaian lahan berkonotasi ekonomi. Dalam memperuntukan lahan
bagi suatu keperluan tetentu diutamakan pertimbangan ekonomi, baik untuk koservasi
maupun untuk peningkatan kapasitas produktif. Konservasi lahan dipertimbangkan
menurut

pilihan

yang

paling

ekonomis.

Peningkatan

kapasitas

produktif

dipertimbangkan menurut kemungkinan mengoptimalkan masukan berdasarkan konsep


ekologi (adaptasi) atau ekonomi (FAO, 1984). Menurut Meliz (1986) evaluasi
kesesuaian lahan merupakan pemeringkatan kecukupan mutu lahan selaku segi
penawaran untuk memenuhi permintaan suatu macam penggunaan lahan tertentu akan
mutu lahan tersebut. Makin terbatas kecukupannya, kesesuaian lahan dinilai makin
rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan.
Evaluasi harkat lahan merupakan klasifikasi lahan yang mengelola lahan tapaktapak (sites) menjadi satuan-satuan lahan secara tafsir. Disebut cara tafsir karena kriteria

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

pemilah kelas adalah mutu lahan yang ditafsirkan dari sekumpulan pengenal lahan.
Klasifikasi berdasarkan mutu menghasilkan kelas-kelas harkat. Untuk klasifikasi harkat
ciri hakiki lahan diperingkatkan menurut harga kalau berupa variabel atau menurut derajat
kalau berupa sebutan kualitatif. Jumlah kelas peringkat dapat dibuat sama untuk semua
parameter, atau tidak sama. Apabila daya pengaruh tiap parameter atas mutu lahan
dianggap setaraf, jumlah kelas peringkat dibuat

sama. Apabila daya pengaruhnya

dianggap tidak setaraf maka parameter yang berdaya pengaruh lebih besar diperingkatkan
dengan jumlah kelas lebih banyak sedemikian rupa sehingga dalam penetapan interaksi
antar parameter dalam penentuan mutu parameter yang lebih penting memperoleh bobot
lebih besar. Peringkat terbawah parameter yang kalah penting dibuat lebih tinggi dari
peringkat bawahan parameter yang menang penting.
Ada tiga cara mengolah data untuk menentukan harkat lahan. Cara pertama ialah
menjumlahkan peringkat semua parameter dan hasil penjumlahan diperingkatkan untuk
membuat kelas-kelas harkat lahan. Cara ini disebut cara penjumlahan (additive). Cara
kedua ialah mengalikan peringkat semua parameter dan hasilnya diperingkatkan untuk
membuat kelas-kelas harkat. Cara ini disebut cara pengalian (multiplicative). Cara ketiga
menggunakan asas kompensasi antar parameter. Dalam cara ini ditaksir seberapa mampu
kelebihan daya suatu parameter dapat menutupi kekurangan daya parameter lain yang
bernasabah dalam menentukan harkat lahan.
Untuk dapat mengerjakan penjumlahan atau pengalian, peringkat parameter
dimarkakan (scored), peringkat yang lebih tinggi diberi marka lebih besar. Marka dapat
berupa angka berurut, misalnya yang tertinggi 5 dan yang terendah 1, atau dapat berupa
angka indeks, misalnya yang tertinggi 100 dan yang terendah 5 (5 % dari yang tertinggi).
Kelemahan utama kemarkaan dengan angka berurut ialah penyulihan harga sesungguhnya
dengan suatu nilai buatan, sehingga nasabah antar peringkat dalam satu parameter tidak
tergambarkan secara benar. Hal ini selanjutnya menyebabkan akibat nisbi perubahan harga
parameter atas harkat lahan tidak termunculkan sesuai dengan kenyataan. Cara ini hanya
dapat menghasilkan pengharkatan lahan yang masuk akal dalam hal semua parameter
berperingkat terendah atau tertinggi, berarti dalam hal penentuan kelas harkat terburuk dan
terbaik. Untuk menentukan kelas-kelas harkat tengahan hasilnya tidak memuaskan.
Kelemahan

pemarkaan

dengan

angka

berurut

dapat

diperbaiki

dengan

menggunakan angka indeks. Dengan angka indeks akibat nisbi perubahan harga suatu
parameter atas harkat lahan dapat tersajikan lebih baik. Misalnya dalam pengharkatan

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

tanah untuk pertanaman, pH 6,5 diberi indeks 100 dan pH 5 diberi indeks 80. Ini
menunjukkan bahwa kalau semua faktor yang lain berada dalam keadaan optimum, pada
pH 6,5 pertanaman akan tampil terbaik dan kalau pH turun menjadi 5 kinerja pertanaman
menurun tinggal 80 % dari yang terbaik. Angka indeks hanya dapat digunakan dengan
pengolahan data secara pengalihan (Storie, 1964; Guidry cit. Steele, 1997).
Kelemahan konsep cara penjumlahan ialah interaksi antar parameter dan pengaruh
faktor minimum tidak dapat diungkapkan, padahal keduanya menjadi penentu pokok
harkat lahan. Selain daripada ini angka indeks tidak dapat digunakan secara bermakna
dalam cara penjumlahan. Keuntungan cara penjumlahan ialah dapat menggunakan jumlah
parameter banyak sekaligus tanpa menyulitkan pengharkatan angka akhir. Kelemahan cara
pengalian ialah banyaknya parameter yang dapat digunakan sekaligus terbatas. Kalau
terlalu banyak dan menggunakan angka marka, angka akhir menjadi begitu besar sehingga
menyulitkan penentuan batasan perbedaaan angka harkat yang dapat disebut murad sesuai
dengan kenyataan. Kalau menggunakan angka indeks, angka akhir menjadi begitu kecil
sehingga sulit ditafsirkan. Maslahat cara pengalian ialah dapat mengungkapkan interaksi
antar parameter dan pengaruh faktor minimum secara jelas.
Pengharkatan lahan dengan asas kompensasi dikerjakan dengan matriks pemutus
(decision matrix). Hasil interaksi kompensatif antar parameter tunggal ditaksir secara
berpasangan dengan matriks. Hasil pemutusan dengan suatu matriks selanjutnya
dipasangkan dengan parameter tunggal lain atau dengan hasil pemutusan dengan matriks
lain dalam matriks pemutus berikut. Hasil taksiran dengan matriks pemutus terakhir adalah
harkat lahan yang dicari. Karena pekerjaan melibatkan langkah banyak, cara ini perlu
dikomputerkan. Hasil putusan matriks dapat ditandai dengan angka marka atau dengan
sebutan mutu atau peringkat.
Pengharkatan lahan dengan asas kompensasi dikerjakan dengan matriks pemutus
(decision matrix). Hasil interaksi kompensatif antar parameter tunggal ditaksir secara
berpasangan dengan matriks. Hasil pemutusan dengan suatu matriks selanjutnya
dipasangkan dengan parameter tunggal lain atau dengan hasil pemutusan denganmatriks
lain dalam matriks pemutus berikut. Hasil taksiran dengan matriks pemutus terakhir adalah
harkat lahan yang dicari. Karena pekerjaan melibatkan langkah banyak, cara ini perlu
dikomputerkan. Hasil putusan matriks dapat ditandai dengan angka marka atau dengan
sebutan mutu atau peringkat.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

Putusan matriks dibuat semata-mata atas dasar pendapat atau pertimbangan ahli
yang didukung oleh pengalaman panjang dan luas. Maka pengharkatan bersifat sangat
kualitatif dan subyektif. Hal ini berlainan sama sekali engan cara penjumlahan atau
pengalian, yang putusannya ditentukan oleh hasil perhitungan. Meskipun tampak
kuantitatif dan obyektif, namun sebetulnya cara penghitungan juga tidak bebas dari faktor
subyektif karena angka marka atau angka indeks ditentukan dengan pendapat atau
pertimbangan ahli. Kekuantitatifannya juga semu karena angka marka atau angka indeks
bukan harga sebenarnya. Dengan asas kompensasi hasil penaksiran sering lebih masuk akal
karena mengimak (simulate) keadaan senyatanya secara lebih dekat.

Iventarisasi Lahan
Inventarisasi suatu sumberdaya (lahan) ialah suatu kegiatan mengumpulkan dan
memilih data tentang sumberdaya bersangkutan dalam jumlah dan bentuk yang
memungkinkan memperoleh informasi yang paut dan selanjutnya mengevaluasinya untuk
keperluan penggunaan sumberdaya tersebut (disadur dari Cline, 1981). Dokumen
informasi yang sudah sejak lama digunakan dan sampai sekarang tetap digunakan secara
luas adalah peta tematik dari tiap komponen lahan (peta iklim, peta tanah, peta geologi,
peta topografi, dsb.). Untuk membuat peta diperlukan suatu sistem serta teknik sigi
(survey) dan pemetaan yang andal. Teknik yang digunakan membuat peta tematik disebut
kartografi. Pada peta tematik tersususn informasi yang dapat dirujukkan dengan ruang.
Dengan kata lain, setiap informasi bermatra ruang, atau setiap data mengandung informasi
tentang tempat. Informasi keruangan yang terkandung dalam setiap peta tematik
memberikan kepadanya keunggulan informatif dan komunikatif.
Peta tematik merupakan sistem informasi tertua yang dikenal manusia. Banyak
badan tetap mengumpukan dan membuat peta karena memandang peta tetap merupakan
sistem informasi yang berguna. Namun demikian orang makin sadar bahwa
menggabungkan dan membandingkan informasi dari berbagai sumber yang berbeda
dengan teknik kartografi konvensional itu sulit dan karena itu memakan waktu banyak.
Disamping itu penyimpanan data dalam bentuk peta tidak luwes dalam arti kata tidak dapat
disusun dan dianalisis ulang untuk menyajikan informasi lain. Pemakanan waktu banyak
sering menjadi kendala bagi pengambilan kebijakan dan pengambilan keputusan karena
tndakan harus ditetapkan dalam waktu singkat.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

Untuk menghilangkan kekurangan yang melekat pada peta, diciptakan suatu sistem
mekanis yang melibatkan pekerjaan memilih dan tabulasi kartu-kartu tertindik (punched
cards). Jumlah data yang dapat digabungkan menjadi lebih banyak dan informasi yang
dapat diekstrak menjadi lebih beraneka daripda yang dapat dilakukan dengan sistem tangan
(manual) seperti dengan teknik kartografi konvensional. Penyimpanan dan pengambilan
kembali (retrieval) data menjadi lebih lentur (flexible) sehingga dapat melayani keperluan
yang lebih beragam.
Sekarang makin banyak digunakan sistem informasi terkomputer, meskipun
metode pengumpulan data tetap seperti semula, yaitu dengan sigi. Yang berubah ialah
struktur data yang dapat menyimpan dan mengolah data dalam jumlah banyak sekali,
mengotomatkan penanganan data yang mempercepat produksi informasi dan lebih
melenturkan produksi dan analisis informasi (Coppock & Anderson, 1987). Dewasa ini
sistem informasi geografi (GIS) dipandang sebagai suatu subsistem utama sistem informasi
terkomputer. Ada banyak macam GIS, yang di Amerika Serikat saja terdapat 54 macam
(Smith dkk., 1987). Suatu GIS yang dikembangkan oleh International Institute for
Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC) di Enschede, Negeri Belanda, diberi nama
Integrated Land and Water Management Information System (ILWIS) (Valenzuela, 1988).
Berbagai sistem informasi tanah (SIS) juga termasuk GIS (Moore and Bie, 1977).
Data yang tersimpan pada peta memberikan informasi poligon, sedang yang
tersimpan dalam sistem informasi mekanis atau terkomputer memberikan informasi titik.
Informasi poligon pada peta dirupakan dalam satuan-satuan peta. Tiap satuan peta memuat
sejumlah informasi titik yang kebanyakan mirip satu dengan yang lain menurut sistem
klasifikasi yang dianut. Kaau ada yang tidak mirip, jumlahnya tidak boleh lebih daripada
15%. Dengan kata lain, kemurnian suatu satuan peta harus sekurang-kurangnya 85%.
Dalam hal peta harkat lahan (kemampuan ataui kesuaian lahan), suatu satuan peta
merangkum tapak-tapak lahan yang berdasarkan sistem evaluasi yang dianut dinyatakan
dapat melakukan fungsi sama. Dengan demikian satuan peta digarisbatasi menurut
pertimbangan isofungsi. Pertimbangan ini berbeda degan yang diterapkan dalam pemetaan
tanah pada umumnya, yang satuan peta digarisbatasi menurut pertimbangan isogen
(Kemiripan dalam hal genesis) atau menurut pertimbangan isomorf (kemirioan dalam hal
morfologi).
Ada tiga macam sumber data yang dapat digunakan untuk inventarisasi. Sumber
pertama ialah kegiatan pengamatan atau pengukuran langsung atas obyek inventarisasi.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

Data yang diperoleh dinamakan data primer. Sumber kedua ialah bahan pustaka atau
dokumen tertulis yang memuat data yang dikumpulkan oleh orang lain. Data yang
diperoleh dinamakan data sekunder. Sumber ketiga adalah kegiatan membangkitkan data
(data generation) dengan persamaan atau kurve regresi yang tersediakan. Dengan data
yang kita miliki, baik primer maupun sekunder kita dapat menghasilkan data yang kita
perlukan. Untuk menjaga keterandalan yang cukup, pembangkitan data hanya boleh
dikerjakan secara interpolatif, yaitu di dalam wilayah data yang benar-benar diperoleh
secara empiris. Dengan cara hati-hati seperti ini pun data yang terbangkitkan berkeandalan
tidak lebih daripada data terampat (generalized data). Namun lebih baik ada data daripada
tidak ada, asal penggunaan data tersebut tidak akan menimbulkan kesalahan inventarisasi
yang berarti.
Mengingat kepentingan data sekunder dan data terbangkitkan untuk melengkapi
data primer, dan lahan difungsikan utnuk memenuhi berbagai macam kebutuhan sehingga
memerlukan beaneka ragam data, inventarisasi lahan merupakan upaya lintas pakar dan
lintas disiplin. Berkaitan dengan pembangkitan data pada khususnya, hasil-hasil penelitian
terdahulu menjadi sangat penting. Di daerah-daerah terpencil atau belum berkembang data
sekunder sulit didapatkan, apalagi menghasilkan data primer sendiri. Dalam keadaan
langka data, pembangkitan data menjadi perlu sekali. Nasabah antar variabel yang
ditemukan di daerah lain dapat digunakan untuk mentransformasikan data sekunder
seadanya yang ditemukan, atau data primer yang diadakan sedapat-dapat, di daerah langka
data menjadi data baru pengisi kelangkaan data.

Gatra Tanah
Tanah menduduki tempat khusus sebagai komponen lahan. Tidak ada komponen
lahan lain yang menjalankan fungsi sebanyak dan seberagam tanah. Tanah merupakan
masukan bagi proses produksi hayati, merupakan ekosistem dilihat dari segi kehidupan
akar dan biota tanah, menjadi tumpuan hidup manusia berkenaan dengan produksi pangan,
pakan, sandang, papan dan keperluan hidup lain, berperan kunci dalam daur hidrologi
darat, konservasi sumberdaya air dan biologi, penjagaan lingkungan hidup, dan sebagai
landasan tumpu bangunan rekayasa. Tumbuhan memperoleh dari tanah seluruh kebutuhan
hara dan air serta kebutuhan oksigen untuk pernapasan akar. Nasabah sinergistik antara
tumbuhan tingkat tinggi dan flora renik yang menguntungkan dilihat dari segi produksi

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

biomassa berlangsung dalam tanah. Produksi bimassa nabati mengawali rantai tangan
panjang yang disambung berturut-turut oleh hewan herbivora, karnivora (termasuk
insektivora) dan omnivora (termasuk manusia). Air atmosfer harus di tranformasikan dulu
oleh tanah menjadi lengas tanah sebelum dapat digunakan oleh tumbuhan. Pembekalan air
kepada sumber air tanah berawal dari infiltrasi dan perkolasi air lewat tanah. Sejumlah
langkah

penting

dalam

daur

hidrologi

darat

dikendalikan

oleh

tanah,

yaitu

evapotranspirasi, infiltrasi, penambatan air dalam tanah dan perkolasi. Bersama dengan
bentuk medan, tanah mengendalikan penambatan air permukaan dan aliran limpas Tanah
berperan dalam sanitasi lingkungan dengan jalan menyaring, menjerap dan merombak zatzat pencemar. Keberhasilan penghijauan bergantung pada kesuburan tanah. Pondasi
bangunan pada umumnya di letakkan dalam tanah
Sejarah mencatat fakta bahwa perkembangan peradaban berawal di wilayah-wilayah
bertanah subur. Sebaliknya, degradasi tanah karena salah guna menjadi awal kemunduran
peradapan. Kelaparan yang berlarut-larut yang melanda jutaan penduduk Afrika adalah
bencana yang ditimbulkan oleh iklim dan tanah. Iklim (erosivitas hujan, angin), topografi
dan tanah (erodibilitas) adalah ketiga faktor dasar penentu potensi erosi. Mengingat
kedudukan istimewa tanah dalam konteks lahan, evaluasi dan inventarisasi tanah menjadi
tahap terpenting dalam evaluasi dan inventarisasi lahan. Hal ini benar dengan catatan
bahwa dengan evaluasi dan inventarisasi tanah menggunakan parameter tanah yang (1)
paut (relevant) dengan berbagai fungsitanah dalam konteks harkat-harkat lahan, dan (2)
merupakan sidik kesudahan nasabah tanah dengan komponen lahan yang lain. Parameterparameter tersebut mencakup:
1. Tekstur dan struktur
2. Daya tumpu (pembacaan penetrometer) dan konsistensi
3. Laju infiltrasi dan perkolasi
4. Daya simpan lengas tanah
5. Jeluk air tanah
6. Regim lengas tanah (bekalan air untuk tanaman)
7. pH
8. KPK
9. Kadar bahan organik
10. Regim hara tanah (bekalan hara untuk tanaman)
11. Jeluk efektif menurut hambatan:
a. mekanik
b. gleisasi
c. kimiawi
12. Potensi erosi dan longsor

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

10

Regim lengas tanah dapat ditetapkan dengan matriks pemutus dengan


menggunakan variabel-variabel curah hujan, evapotranspirasi, kebutuhan air tanaman,
aliran limpas, infiltrasi, daya simpan lengas tanah dan perkolasi. Regim lengas tanah
merupakan sidik kesudahan nasabah tanah dengan iklim, topografi dan hidrologi.
Regim hara tanah dapat ditetapkan dengan matriks pemutus dengan menggunakan
variabel-variabel kesuburan aktual, cadangan mineral cekaman kimiawi, volum efektif
untuk perakaran dan potensi pelindian. Regim hara tanah merupakan sidik kesudahan
nasabah tanah dengan iklim, geologi dan hidrologi.
Tekstur, struktur, laju infiltrasi dan perkolasi, daya simpan lengas tanah dan jeluk
air tanah ialah pemeri (descriptors) daur hidrologi. Daya tumpu dan konsistensi adalah
pemeri harkat lahan berkenaan dengan penampungan kegiatan rekayasa. Tekstur, struktur,
kadar bahan organik, KPK dan pH adalah pemeri harkat lahan berkenaan dengan sanitasi
lingkungan hidup, dan sekaligus pemeri kesehatan ekosistem tanah. Regim lengas dan hara
tanah merupakan pemeri kesesuaian lahan untuk menjalankan proses produksi hayati
(pertanian, peternakan,kehutanan). Potensi erosi dan longsor, jeluk efektif dan pH menjadi
pemeri kendala dan / atau resiko penggunaan lahan untuk produksi hayati dan kegiatan
rekayasa. Peta tanah atau SIS merupakan dokumen penting bagi evaluasi dan inventarisasi
lahan. Oleh karena evaluasi dan inventarisasi lahan merupakan syarat mutlak bagi penata
gunaan lahan maka ketersediaan peta tanah atau SIS menjadi kunci rasionalisasi
pemanfaatan sumberdaya lahan.

Rujukan
Cline, M.G. 1981. Objective and Rationale of the Cornell Study of soil resource
inventories. Dalam: Soil Resources Inventories and Development Planning.
Technical Monograph No. 1 Soil Management Support Services. Washington,
D.C h 7-14.
Corppock,T., & E. anderson.1987 Editorial Review. Int. J. Geogr. Inform. System 1 (1): 3-11.
FAO. 1977. A framework for land evaluation. IRLI Publ. No. 22. Wageningen. viii + 87 h.
1984. Land resources evaluation with emphasis on the outer island. Indonesia.
Terminal report UNDP FAO. Rome. Viii + 55h.
Melitz, P.J. 1986. The sufficiency concept in land evaluation. Soil Survey and Evaluation 6
(1): 9 19.
Moore, A.W., & S.W. Bie (eds.). 1977. Uses of soil information system. Centre for
Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen. 103 h.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

11

Smith, T.R., S. Menon, J.L. Star, & J.E Estes. 1987. Requirement and Priciples For the
implementation and construction of large-scale geographi information system. Int.
J. Geogr. Inform. System 1 (1) : 13-31.
Soepraptohardjo, M., & G.H. Robinson (eds.). 1975. Land capability appraisal system for
agricultural uses in Indonesia. Soil Research Institute, Bogor, & FAO. Iii + 31 h.
Steele, J.G. 1967. Soil Survey Interpretation and its use. Soil Buletin No. 8. FAO. Rome. 69h.
Stewart, G.A. 1968. Land Evaluation. Dalam: G.A. Stewart (ed.), Land Evaluation. CSIRO
Symposium. Macmillan of Australia. Ssouth Melbourne. H 1-10.
Storie, R,E. 1964. Handbook of soil evaluation. Assoc. Student Stors. UC Berkeley. xviii +
225 h.
Velenzuela, C.R. 1988. ILWIS. Overview. Dalam: A.M.J. Meijerink, C.R. Valenzuela, &
A. Stewart (eds.), ILWIS. ITC publ. No. 7. Enschede. h 4-14.

Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)

12

Anda mungkin juga menyukai