Anda di halaman 1dari 16

EFEKTIVITAS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SKALA BESAR

CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG JAKARTA BARAT


Oleh

Nurul Puspita1)
Ir. Fitri Yusman, MSP2)
1) Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota,
2) Pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Abstract: Tzu Chi Great Love Village in Cengkareng - West Jakarta is established by Budha Tzu Chi Indonesia
Foundation carries some foundations vision and mission, and other mision which related to local government programme. The
type of this development is a large scale walk-up flat, therefore Tzu Chi Great Love Village in Cengkareng also carries some
goals of those type of development. The aim of this study to explain comprehensively and objectively the development efectiveness of
Tzu Chi Great Love Village in Cengkareng.
The results of this study are: this development is effective in vision-mission implementation because all of the vision-mission has
been reached, while based on comprehensive and objective assessment as a large scale walk-up flat, effectivity of this development is
just enough because theres some of the goals has not been reached, which are: targets of inhabitants, land efficiency and optimize,
and benefit impact to the surrounding area.
Interrelated to some of the urban management sector, Tzu Chi Great Love Village in Cengkareng has a contribution to that
because it ables to handle: the housing sector, especially in providing the cheap housing for the poor; the environmental sector,
especially in reducing the slums area; and social services sector, especially in creating inhabitants high total quality of life.
Keywords: effectivity, large scale walk-up flat
sasaran, terjadi penurunan kualitas hidup penghuni,
hanya dapat berperan sedikit saja atau bahkan tidak
sama sekali dalam mengurangi permukiman
kumuh, dan bahkan rumah susun seringkali
terisolir dari wilayah sekitarnya sehingga tidak dapat
menghasilkan dampak kemanfaatan bagi wilayah
sekitarnya.
Oleh karena itu perlu ada penilaian yang
komprehensif dan objektif dalam menilai rumah
susun skala besar terkait dengan manajemen
perkotaan yaitu dengan melihat kemampuannya
dalam memenuhi tuntutan dari sektor: perumahan
(ketepatan sasaran program, keterjangkauan harga
sewa), lingkungan (optimasi lahan, efisiensi lahan,
dan penurunan permukiman kumuh), dan
pelayanan sosial (peningkatan kualitas hidup bagi
target group penghuni rumah susun, dan
menghasilkan
dampak
kemanfaatan
bagi
masyarakat di wilayah sekitarnya). Selain dari sektor
manajemen perkotaan, peninjauan terhadap
ketercapaian visi-misi program juga dilakukan agar
benar-benar dapat mengetahui gambaran yang
menyeluruh tentang performance dari rumah susun
skala besar yang diteliti, yaitu Rumah Susun Skala
Besar Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Output
yang akan dihasilkan dari penelitian ini adalah dapat
diketahui performa rumah susun skala besar
melalui tingkat pencapaian tujuan pembangunan

PENDAHULUAN
Rumah susun skala besar pada dasarnya
sama dengan rumah susun pada umumnya, hanya
saja memberlakukan beberapa syarat tambahan
yang menjadikannya termasuk sebagai rumah susun
skala besar, seperti mempunyai luas kawasan 5
Ha, mempunyai unit hunian sebanyak 1.000 unit,
serta mempunyai kelengkapan fasilitas untuk
mendukung aktivitas penghuni yang sekaligus juga
memungkinkan masyarakat sekitarnya bisa
mengakses beberapa fasilitas yang ada di
lingkungan rumah susun skala besar tersebut.
Pengembangan rumah susun dalam bentuk
skala besar termasuk masih jarang di Indonesia
(sepengetahuan penulis, hanya terdapat di DKI
Jakarta saja dengan jumlah yang tidak banyak pula
yaitu hanya 6 lokasi saja), maka bentuk rumah
susun skala besar ini belum dapat diterima atau
dilaksanakan begitu saja tanpa ada pembuktian
tentang keberhasilan pembangunan rumah susun
skala besar yang ditinjau dari berbagai segi.
Umumnya pada operasional pengelolaan/
pengembangan rumah susun selama ini, seringkali
terdapat masalah-masalah yang dapat menyebabkan
tidak berdaya gunanya rumah susun mencapai
beberapa tujuan pembangunan rumah susun itu
sendiri, seperti: seringkali penghunian tidak tepat
1

rumah susun skala besar. Diketahuinya performa


rumah susun skala besar dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (menurut Robbins; Pritchard,
et al. performa yang dinilai atau diukur dari
pencapaian tujuan disebut efektivitas), diharapkan
juga akan dapat membantu menggambarkan
bentuk kontribusi dari Rumah Susun Skala Besar
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng pada tataran
sektor manajemen perkotaan, sekaligus agar dapat
memberikan arahan strategi yang lebih sesuai untuk
meningkatkan tingkat efektivitas pembangunan
rumah susun skala besar ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai
tingkat efektivitas pembangunan rumah susun skala
besar sekaligus dapat memberikan suatu alternative
cara mengevaluasi pembangunan rumah susun
skala besar yang lebih komprehensif dan objektif.
Penelitian ini dapat dicapai melalui sasaran sebagai
berikut:
1. Identifikasi variabel dan indikator, serta standar
pengukuran dari tujuan pembangunan rumah
susun skala besar
2. Identifikasi kondisi lingkungan Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan wilayah
sekitarnya
3. Analisis kesesuaian Rumah Susun Cinta Kasih
Tzu Chi Cengkareng sebagai kawasan
permukiman vertikal berskala besar
4. Analisis hasil implementasi visi-misi program
pembangunan Rumah Susun Skala Besar Cinta
Kasih Tzu Chi Cengkareng
5. Analisis efektivitas pembangunan Rumah
Susun Skala Besar Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng dari variabel dalam sektor
manajemen perkotaan
6. Analisis strategi meningkatkan keefektifan
pembangunan Rumah Susun Skala Besar Cinta
Kasih Tzu Chi Cengkareng, dari hasil
implementasi visi-misi dan hasil tingkat
efektivitas pembangunan rumah susun skala
besar

menyatakan bahwa pengukuran suatu efektivitas


menggunakan pendekatan tujuan.
Tingkat keefektifan suatu program sudah
seharusnya dapat diukur dengan tolak ukur
keberhasilan pelaksanaan program tersebut (Bryant
and White dalam Hasan,2006). Efektivitas menurut
Zulkaidi dalam Astrie, 2006 dapat dilihat dari dua
hal, yaitu:
Kemampuan pemecah masalah
Keefektifan tindakan dapat diukur dari
kemampuannya dalam memecahkan persoalan,
dan hal ini dapat dilihat dari berbagai
permasalahan yang dihadapi sebelum dan
sesudah tindakan tersebut dilaksanakan dan
seberapa
besar kemampuannya
dalam
mengatasi masalah tersebut.
Pencapaian tujuan
Efektivitas suatu tindakan dapat diukur dari
tercapainya suatu tujuan dan hal ini dapat
dilihat dari hasil yang terlihat secara nyata.
Penelitian efektivitas memang harus
memfokuskan pada tujuan, maka diperlukan suatu
cara analisis penelitian yang berprinsip pada
pencapaian tujuan yaitu dengan metode pencapaian
tujuan
(Goals-Achievement
Method),
yang
dimaksudkan untuk menentukan alternatifalternatif rencana yang mencapai tujuan (Lichfield,
et.al., 1975: 52).
Lichfield, et.al., menjabarkan 4 (empat)
karakteristik dasar dari metode pencapaian tujuan
ini, antara lain:
1. Tujuan atau sasaran selalu diformulasikan
sebelum dilakukan rancangan alternatif rencana
2. Tujuan seharusnya bersifat multi dimensi
3. Metode pencapaian tujuan dibuat untuk
menilai serangkaian tujuan yang ingin dicapai
dari satu rencana eksklusif
4. Tujuan yang digunakan untuk evaluasi harus
dilakukan pembobotan atau perankingan
terlebih dahulu untuk memperkirakan tingkat
kepentingannya (Lichfield, et.al., 1975: 52).
Ada dua metode pencapaian tujuan yang
umum dipakai, yaitu (Lichfield, et.al., 1975: 53):
1. Perankingan sederhana pada tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dari suatu rencana
2. Pengukuran kinerja untuk mengukur rencanarencana yang tercapai tujuannya.
Metode untuk penelitian ini adalah metode
perankingan karena tampil tingkat kepentingan
relatif dari pencapaian tujuan (Kreditor dalam
Lichfield, et.al., 1975: 53). Prinsip metode ini
adalah meranking tujuan berdasarkan urutan dapat
menampilkan tingkat kepentingan dari pencapaian
tujuan (Schlager dan Holmes, dalam Lichfield,et.al,
1975: 53).

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Efektivitas
Efektivitas dipakai sebagai salah satu cara
mengevaluasi suatu kebijakan publik (Dunn, 1999
dan Sawicky, 1986). Efektivitas oleh Sawicki
diartikan sebagai suatu criteria evaluasi yang dapat
diukur bilamana suatu kebijakan atau program
dapat mencapai hasil (efek) yang diinginkan
(Sawicki, 1986: 157-161). Dunn (1999: 429)
menyatakan bahwa efektivitas berkenaan dengan
apakah suatu alternatif mencapai hasil/ akibat yang
diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya
tindakan. Gibson, et.al. (dalam Hasan, 2006)
2

Tipologi rumah susun hanya dikenakan bagi


rumah susun sederhana yang dihuni oleh golongan
masyarakat
berpenghasilan
rendah,
yang
mempunyai pendapatan Rp. 1.500.000,- per
bulan (Peraturan Kementerian Negara Perumahan
Rakyat No. 01/PERMEN/M/2005) dan untuk
rumah susun bagi masyarakat golongan menengah
ke atas lebih dikenal dengan sebutan apartemen
(Sandi A. Siregar dalam Jo Santoso, et.al, 2004: 46).
Hal didasarkan penekanan pernyataan UU RI No.
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 3 (1).a:
... terutama untuk golongan masyarakat
berpenghasilan rendah ....

Terminologi Rumah Susun


Pembangunan rumah susun perlu memenuhi
persyaratan yang umum dipertimbangkan dalam
pembangunan perumahan dan permukiman
(horisontal) seperti yang dikemukakan oleh Justin,
et.al. (dalam Hutapea, 2001: 23) yaitu :
1. Segi Lokasi, meliputi:
a) Berada di kawasan permukiman yang sesuai
dengan tata ruang kota yang ditentukan,
sehingga memperoleh jaminan keamanan dari
peraturan zoning yang berlaku;
b)Dekat dengan tempat kerja, peribadatan,
sekolah, dan pusat perbelanjaan;
c) Dekat dengan transportasi yang murah dengan
frekuensi yang banyak;
d)Jauh dari jalan kereta api, lapangan terbang,
terminal dan industri;
e) Terbebas dari polusi suara, debu, udara, dan
lalu lintas berat;
f) Rumah bertingkat memperhatikan ketersediaan
udara, sinar matahari, dan pemandangan.
2. Tipe dan penampilan sebuah rumah tergantung
pada besar dan umur anggota keluarga.
Bianpoen dan Madrim, 1986 (dalam Damajanti,
1996: 59) menemukan besaran rumah tinggal
penduduk Jakarta berpenghasilan rendah
umumya mempunyai luas < 7 m per jiwa.
3. Kenyamanan dan kesehatan rumah, meliputi:
a) Pengaturan ruang yang harus menjamin
terjadinya privasi dan territorialitas;
Pengaturan ruang, dengan mengacu pada Frick,
2005: 109, maka organisasi ruang pada rumah
sederhana dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Bagian untuk beristirahat (kamar tidur)
- Bagian untuk bersama, antara keluarga dan
dengan tamu berupa kamar tamu/ duduk/
makan yang dapat dijadikan satu kamar saja
- Bagian ekonomi, tergantung pada luasnya
rumah yang direncanakan, dimana cukup
terdiri dari dapur dan ruang jemur.
b)Kecukupan akan ruang, cahaya, ventilasi untuk
sirkulasi udara dan air bersih.
Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun mendefinisikan:

Rumah Susun Skala Besar


Menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta,
pembangunan skala besar adalah pembangunan
permukiman dan non-permukiman dengan
menggunakan minimal luas lahan 5.000 m2 baik
yang dilakukan pemerintah, swasta, maupun
masyarakat.
Pembangunan perumahan dikategorikan
sebagai skala besar (Simanungkalit, 2004) jika
kawasan perumahan itu bisa diarahkan menjadi
sebuah kota baru yang mandiri dimana harus
memiliki luas lahan perencanaan minimal 200 Ha
untuk perumahan horisontal (setara dengan 2,4 Ha
untuk rumah susun). Ditinjau dari segi
pembangunan maka proyek skala besar mempunyai
nilai outstanding kredit antara 20 Milyar sampai 5
Trilyun rupiah, dan jangka waktu pembiayaan
pembangunan adalah jangka panjang dengan waktu
pelaksanaan pembangunan 5 tahun.
Turner, 1980: 236 membuat batasan ukuran
atau besaran proyek perumahan yang dapat dibagi
menjadi 2 (dua) tipe yaitu proyek skala besar dan
skala kecil yang didasarkan pada batasan wilayah
proyek. Dimana proyek perumahan skala kecil
tidak menyediakan fasilitas-fasilitas sosial dalam
kawasan pembangunannya sehingga harus
memanfaatkan fasilitas-fasilitas sosial dari luar
kawasan perumahan. Sebaliknya pada proyek
perumahan skala besar, untuk fasilitas-fasilitas
sosial sudah terakomodasi dalam satu kawasan
perumahan yang dibangun.

Rumah Susun adalah bangunan gedung


bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan
yang terbagi
dalam bagian-bagian
yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah
horisontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama tempat
hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Sumber: Turner, 1980: 236

Gambar 1
Besaran Skala Proyek Perumahan
3

Undang-undang No. 24 Tahun 1992 pada


bagian penjelasan Pasal 7 ayat (3) menyuratkan
Dinas Perumahan DKI Jakarta membatasi
kalau pembangunan skala besar suatu kawasan
luas lahan untuk kawasan rumah susun skala besar
adalah pembangunan suatu fungsi kawasan yang
adalah seluas 5 Ha sehingga dapat dibangun unitselalu dilengkapi dengan pembangunan sarana dan
unit rumah susun sederhana sewa lengkap dengan
prasarana pendukung di dalamnya.
fasilitasnya di atas area itu.
Permukiman skala besar ideal dapat
Rumah susun skala besar adalah kawasan
diwujudkan jika telah menerapkan lima acuan dasar
perumahan vertikal dengan luas lahan minimal 5
dalam pengembangan lingkungan perumahan, yaitu
Ha (sesuai aturan dari Dinas Perumahan Provinsi
(Arifin dalam Soegijoko, et.al, 2005):
DKI Jakarta), dan terdapat minimal 1.000 unit
1. Wisma
: Pembentukan populasi
hunian, yang mana dalam satu kawasan tersebut
2. Marga
: Penyediaan infrastruktur
harus dilengkapi pula dengan fasilitas-fasilitas
(transportasi,
telekomunikasi,
dasar permukiman yang menunjang kebutuhan dari
listrik, dll.)
minimal 2.000 jiwa penghuni kawasan tersebut.
3. Suka
: Penyediaan fasilitas untuk
kehidupan perkotaan berkualitas
4. Karya
: Penyediaan lapangan kerja
5. Penyempurna : Sarana penunjang kesadaran
lingkungan dan sosial
TABEL I
BESARAN SKALA PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA
Besaran Pembangunan Rusuna
Skala Kecil
Skala Menengah Kecil
Skala Menengah - Besar
Skala Besar
Skala Sangat Besar

Jumlah Unit
1 100
100 500
500 1.000
1.000 3.000
> 3.000

unit
unit
unit
unit
unit

Daya Tampung
2 400
200 2.000
1.000
4.000
2.000 12.000
Minimal 6.000

jiwa
jiwa
jiwa
jiwa
jiwa

Sumber: Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, 2006

Penanganan
terpadu
perumahan
dan
permukiman kumuh adalah upaya untuk
menterpadukan kegiatan dan usaha dari berbagai
program pembangunan, sektoral, program
pembangunan daerah, dan peran serta badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
koperasi, yayasan, organisasi sosial, badan usaha
swasta dan masyarakat luas secara bersama-sama
menangani perumahan dan permukiman kumuh
di suatu tempat, baik berupa perbaikan,
peremajaan, maupun relokasi (Surat Edaran
Menpera No 04/SE/M /1/93 ).
Pada penelitian ini keefektifan program akan
menilai apakah program rumah susun skala besar
mampu mengurangi jumlah atau luasan kawasan
kumuh di wilayah asal warga relokasi.
2. Tingkat efisiensi lahan (E)
Tingkat efisiensi lahan pada suatu kawasan
permukiman dapat diciptakan jika dilaksanakan
bentuk pembangunan rumah bertingkat. Hama
menjelaskan kalau tingkat efisiensi penggunaan
lahan dapat diukur melalui nilai KLB yang
dihasilkan (Hama,1989: 4). Perhitungan efisiensi
lahan didasarkan pada perhitungan KLB
3. Tingkat optimasi lahan (O)
Tingkat optimasi lahan lebih diartikan untuk
mengoptimalkan penggunaan lahan di kawasan

Definisi Konsep Efektivitas Pembangunan


Rumah Susun Skala Besar
Rumah susun skala besar dikatakan efektif,
jika bisa menangani beberapa sektor perkotaan
dalam manajemen perkotaan (Edward Leman,
1993 dalam Nurmandi, 2006: 126), khususnya :
Sektor perumahan, terutama dalam penyediaan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
perkotaan
(ketepatan
sasaran
program,
keterjangkauan harga sewa)
Sektor lingkungan, terutama dalam penggunaan
sumberdaya
tanah
perkotaan
secara
berkesinambungan (optimasi lahan, efisiensi
lahan, dan mengurangi permukiman kumuh)
Sektor pelayanan sosial, terutama dalam hal
penciptaan kualitas hidup yang tinggi bagi target
group penghuni rumah susun, dan memberi
dampak kemanfaatan bagi masyarakat sekitarnya
Terminologi dari variabel tingkat efektivitas
rumah susun skala besar pada penelitian ini, yaitu:
1. Kawasan Permukiman Kumuh (K)
Permukiman kumuh bisa berlokasi di daerah
dengan peruntukan tata ruang perumahan atau
wisma maupun pada daerah dengan peruntukan
tata ruang non hunian dan sarana kota (bantaran
kali, sekitar rel kereta api, kolong jembatan, ruang
terbuka hijau).
4

berpedoman pada pembangunan berwawasan


lingkungan.
Desain tapak suatu kawasan permukiman dapat
menunjukkan beragam fungsi kegiatan yang
ditampung di dalamnya beserta proporsi
luasannya, serta mengindikasikan penggunaan
ruang terbuka untuk fungsi sosial dan ekologis
sehingga akan menggambarkan hubungan antara
unsur lahan terbangun dengan lingkungannya
(M.dan D.Kennedy (ed.),1997: 36)
Keefektifan lahan dinilai dari seberapa KDB
yang diterapkan dalam kawasan rumah susun
skala besar ini untuk mewujudkan lingkungan
permukiman yang berwawasan lingkungan.
4. Ketepatan sasaran program (T)
Rumah susun sebagai salah satu bentuk upaya
peremajaan kota selalu mengharapkan agar
semua penduduk lama (sebagai target group)
dapat ditampung kembali dalam rumah baru yang
dibangun di lokasi yang sama atau berbeda
(Yudhohusodo, 1991: 332).
Sesuai dengan penekananan pernyataan UU RI
No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal
3 (1).a: ... terutama untuk golongan masyarakat
berpenghasilan rendah .... menegaskan sasaran
dari program rumah susun adalah kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah.
Ketepatan sasaran program akan dinilai dari
seberapa besar rasio masyarakat berpenghasilan
redah yang menjadi target group rumah susun
skala besar tinggal di kawasan tersebut.
5. Keterjangkauan harga sewa rumah (H)
Harga sewa rumah adalah harga yang ditetapkan
untuk menyewa suatu unit rumah yang lengkap
atau berupa kamar saja (Yudhohusodo, 1991:
369). Bratt (1989: 6) menilai keterjangkauan
harga sewa rumah dari rasio pengeluaran
pendapatan dari masyarakat berpenghasilan
rendah untuk menyewa rumah atau unit hunian
terhadap total pendapatannya. Bratt menemukan
fakta bahwa masyarakat berpenghasilan rendah di
Amerika sebagian besar mengeluarkan antara
25% - 30% dari pendapatannya untuk biaya sewa
rumah dan akan memberatkan mereka jika harga
sewa melewati level 30% dari pendapatannya.
Pada penelitian ini keterjangkauan harga sewa
akan dinilai dari rata-rata rasio pengeluaran dari
penghuni rumah susun untuk menyewa unit
hunian terhadap penghasilan keluarganya.
6. Tingkat kualitas hidup penghuni rumah susun
skala besar (P)
Budihardjo menyatakan bahwa ukuran sukses
dari suatu program perumahan rakyat harus juga
diukur dari kualitas lingkungan kehidupan yang
diciptakannya (Budihardjo, 2004: 202).

Mempertimbangkan pendapat Cummins yang


menegaskan kalau penilaian tentang kualitas
hidup tidak bisa berlaku umum pada semua
populasi (Cummnis, 1997:6). Pengukuran kualitas
hidup pada penelitian ini tidak menggunakan
semua variabel yang dikemukakan oleh Cummins
dan Sarriffudin, tetapi dipilih beberapa yang
sesuai untuk populasi penghuni rumah susun.
Unsur-unsur penilaian kualitas hidup yang
digunakan untuk penelitian ini adalah:
Dimensi kesejahteraan materi, yang dilihat dari
tingkat pendapatan dan bentuk akomodasi
(Cummins,1997: 22) serta intensitas menabung.
Dimensi kesehatan, yang dilihat dari intensitas
kunjungan berobat ke fasilitas kesehatan dan
kondisi kesehatan fisik (Cummins, 1997:23-24).
Dimensi kenyamanan lingkungan tempat
tinggal, dilihat dari kebersihan, kebisingan, dan
keamanan lingkungan (Sariffudin, 2006)
Dimensi hubungan sosial, dilihat dari intensitas
mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan,
tingkat kepedulian (Cummins, 1997: 25) dan
intensitas pertengkaran antar warga penghuni.
Dimensi unit hunian, dilihat dari ukuran luas
hunian dan pembagian ruangan dari unit
hunian (Gold,1980 dalam Damajanti,1996: 21).
Dimensi layanan sarana prasarana kawasan
rumah susun skala besar, dilihat dari intensitas
akses ke fasilitas: niaga, rekreasi dan olahraga,
serta kondisi layanan infrastruktur kawasan,
seperti: air bersih, listrik dan persampahan
(Gold, 1980 dalam Damajanti, 1996: 21).
7. Dampak rumah susun skala besar terhadap
wilayah sekitar (D)
Pada dasarnya penduduk sekitar kawasan
permukiman skala besar secara langsung maupun
tidak langsung menerima dampak
manfaat
maupun ketidak manfaatan dari kawasan itu, baik
berupa dampak ekonomis, sosial, dan lingkungan
fisik (Sujarto, 1993: 134 318).
Dampak manfaat atau ketidakmanfaatan yang
dihasilkan oleh rumah susun skala besar terhadap
kawasan sekitarnya dibatasi pada:
Aspek ekonomi: pengaruh terhadap kondisi
pendapatan masyarakat, dan produktivitas
kawasan sekitar (Sujarto, 1993: 134-136).
Aspek sosial: perkembangan aktivitas sosial,
perkembangan kondisi hubungan sosial
kemasyarakatan, dan peluang akses ke fasilitas
sosial (Sujarto, 1993: 134-136) dari kawasan
rumah susun skala besar.
Aspek lingkungan: perubahan penggunaan
lahan, kemacetan, kondisi layanan infrastruktur
kota, dan perkembangan wilayah tergenang/
banjir (Sujarto, 1993: 134-136).
5

Pengukuran Efektivitas Pembangunan Rumah Susun Skala Besar


TABEL II
DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN
EFEKTIVITAS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SKALA BESAR
Konsep
Efektivitas
rumah susun
skala besar

Variabel
Permukiman
kumuh (K)
Efisiensi lahan (E)

Optimasi lahan
(O)
Ketepatan sasaran
program (T)
Keterjangkauan
harga sewa (H)

Indikator
Pertumbuhan jumlah atau
luasan permukiman kumuh di
wilayah agregat
Persentase KLB kawasan
dibanding standar KLB di
wilayah agregat **)
Persentase KDB kawasan
dibanding standar KDB di
wilayah agregat *)
Rasio ketepatan sasaran netto
terhadap jumlah unit hunian
Rasio pengeluaran untuk sewa
rumah terhadap total
pendapatan penghuni rumah
susun skala besar

Kriteria Pengukuran
Nilai 1: bertambah
Nilai 2: tidak ada perubahan
Nilai 3: berkurang
Nilai 1: 0 0,8
Nilai 2: 0,9 1,7
Nilai 3: 1,8 2,5
Nilai 1: 0 15%
Nilai 2: 16% - 30%
Nilai 3: 31% - 45%
Nilai 1: Ketepatan sasaran netto 50%
Nilai 2: Ketepatan sasaran netto 51% - 75%
Nilai 3: Ketepatan sasaran netto 76% -100%
Nilai 1: rata-rata penghuni berpenghasilan rendah
mempunyai pengeluaran untuk sewa rumah
>30% dari total pendapatan
Nilai 2: rata-rata penghuni berpenghasilan rendah
mempunyai pengeluaran sewa rumah = 25% 30% dari total pendapatan
Nilai 3: rata-rata penghuni berpenghasilan rendah
mempunyai pengeluaran untuk sewa rumah
<25% dari total pendapatan
Nilai 1: 1,00 1,50 (ketidakmanfaatan)
Nilai 2: 1,51 2,00 (kemanfaatan)

Nilai 1: 1,00
Nilai 2: 1,81
Nilai 3: 2,61
Nilai 4: 3,41
Nilai 5: 4,21

Dampak terhadap
wilayah sekitar (D)
Kualitas hidup
penghuni (P)

Tingkat kemanfaatan/
ketidakmanfaatan (ekonomi,
soial, dan lingkungan) yang
diterima masyarakat sekitar
Tingkat kualitas hidup total
penghuni rumah susun

1,80 (sangat rendah)


2,60 (rendah)
3,40 (sedang)
4,20 (tinggi)
5,00 (sangat tinggi)

Keterangan:
* KDB maksimun yang berlaku di kawasan wisma (susun) Kel. Cengkareng Timur, Jakarta Barat adalah 45%
** KLB maksimun yang berlaku di kawasan wisma (susun) Kel. Cengkareng Timur, Jakarta Barat adalah 2,5
Sumber: Hasil Analisis, 2007

Rumusan tingkat efektivitas pembangunan rumah


susun skala besar (Ef RSSB), adalah:

situasi atau area populasi tertentu yang bersifat


faktual secara sistematis dan akurat sekaligus
memberikan gambaran lebih detail mengenai suatu
gejala atau fenomena (Prasetyo dan LM. Jannah,
2005: 42).
Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi lapangan dan instansional, studi
kepustakaan, dan kuesioner sedangkan untuk
penarikan sampelnya digunakan teknik acak
sederhana (simple random sampling) karena keadaan
populasi relatif homogen..
Beberapa teknik analisis statistik seperti:
distribusi frekuensi, ukuran pemusatan, dan uji
perbedaan digunakan sebagai teknik analisis pada
penelitian ini, dan sebagai penelitian efektivitas
yang disarankan adanya kegiatan prioritasisasi
tujuan (Lichfield,et.al, 1975: 52-53) maka teknik
scoring juga digunakan sebagai teknik analisis pada
penelitian ini. Teknik analisis komparatif juga
digunakan pada analisis.

(Ef RSSB) = 1 (H) + 1,5 (E + O + D) + 2 (K + T + P)

Nilai minimum
(Ef RSSB) = 1 (1) + 1,5 (1 + 1 + 1) + 2 (1 + 1 + 1)
= 11,5

Nilai maksimum
(Ef RSSB) = 1 (3) + 1,5 (3 + 3 + 2) + 2 (3 + 3 + 5)
= 37

Klasifikasi tingkat efektivitas pembangunan


rumah susun skala besar adalah:
Tidak efektif : nilai skor total: 11,50 20,00
Cukup efektif : nilai skor total: 20,01 28,50
Efektif
: nilai skor total: 28,51 37,00
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif-deskriptif karena mendeskripsikan suatu
6

PEMBAHASAN
Analisis
Hasil
Implementasi
Visi-Misi
Program Pembangunan Rumah Susun Cinta
Kasih Tzu Chi Cengkareng
1. Mendukung Program Kali Bersih (Prokasih)
Kali Angke merupakan salah satu wilayah yang
menjadi proyek normalisasi di DKI Jakarta,
sehingga para penghuni di bantaran Kali Angke
terpaksa harus digusur dan Yayasan Budha Tzu
Chi Indonesia, melalui Rumah Susun Cinta Kasih
Tzu Chi Cengkareng, berperan mendukung
program pemerintah daerah tersebut dalam hal
relokasi dan menyediakan rumah bagi para warga
penghuni bantaran Kali Angke yang tergusur.
Bentuk keberhasilan dukungan dari Yayasan
Budha Tzu Chi Indonesia terhadap program
normalisasi Kali Angke dapat dilihat dari
berfungsinya kembali Kali Angke sebagai
pendukung sistem drainase kota (lebar sungai
telah normal, tidak terjadi penyempitan) sehingga
diperkirakan dapat membantu mengurangi
masalah banjir tahunan di kota ini.

Sebelum normalisasi

1000

864

800

702

600
400
200

285
94

90

61

0
2003
w arga relokasi

staf Tzu Chi

2007
unit kosong

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 3
Perbandingan Tingkat Hunian Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
3. Penyediaan Rumah Layak Huni
Berdasar indikator dari Dinas Perumahan DKI
Jakarta, yang meninjau: aspek fisiologis (ventilasi,
penerangan, kondisi rumah, kelengkapan
bangunan, dan perencanaan ruang), aspek
psikologis (kondisi penghuni dan lingkungan
sekitarnya), aspek kesehatan (perlindungan
terhadap penyakit, kecelakaan, dan kesehatan
lingkungan), dan aspek administrasi (kesesuaian
dengan penataan ruang dan perizinan); maka
unit-unit hunian dalam kawasan Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi memang telah patut untuk
disebut sebagai unit hunian (rumah) yang layak
huni karena telah memenuhi keempat aspek yang
disyaratkan sebagai sebuah rumah layak huni.

Sesudah normalisasi

Sumber: Dok. Pengelola Tzu Chi 1 dan Bappeda DKI, 2007

Gambar 2
Bantaran Kali Angke: Sebelum dan Sesudah
Normalisasi Sungai
2. Tempat Relokasi Warga Bantaran Kali Angke
Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi mempunyai
target group yang sudah sangat jelas, yaitu warga
penghuni bantaran Kali Angke, dengan jumlah
unit hunian yang dialokasikan untuk mereka pada
mulanya direncanakan sebanyak 1.100 unit
(realisasi 1.048 unit saja karena 52 unit digunakan
sebagai kios). Pada awal penghunian (tahun 2003)
rumah susun ini mempunyai tingkat hunian
sebesar 92% (958 KK), dengan kelompok target
group sebanyak 864 KK saja (82%) dan pada
tahun 2007 mempunyai tingkat hunian sebesar
73% (763 KK), dengan target group sebanyak
702 KK saja (67%). Bila melihat nilai tersebut,
dapat dinyatakan kalau rumah susun ini belum
dimanfaatkan sepenuhnya oleh penghuni
bantaran Kali Angke, yang menjadi korban
penggusuran program normalisasi sungai Kali
Angke, sebagai pilihan tempat tinggal mereka.

Sumber : Hasil Observasi dan Dok. Pengelola Rusun Tzu Chi 1, 2007

Gambar 4
Detail Ruangan Unit Hunian Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
4. Penciptaan Sumberdaya Manusia Berkualitas
Penciptaan sumberdaya manusia berkualitas
difokuskan pada peningkatan kualitas di bidang
pendidikan (formal dan informal) dan kesehatan
karena kedua bidang tersebut yang menentukan
tingkat produktivitas SDM dalam dunia kerja.
 Pendidikan Formal
Pendidikan formal ditujukan pada kelompok
usia sekolah agar mempunyai kemampuan
bidang akademik yang dapat digunakan sebagai
7

bekal memasuki dunia kerja. Mengupayakan


terwujudnya harapan tersebut, maka di dalam
Kawasan Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng berdiri fasilitas pendidikan dari
TK sampai dengan SMK. Pemberlakuan biaya
sekolah termasuk murah (disubsidi yayasan)
sehingga terjangkau bagi penghuni rumah
susun ini yang berpenghasilan rendah.

5. Mengubah Pola dan Cara Hidup Penghuni


 Mengubah Kebiasaan Pembuangan Sampah
Penghuni bantaran Kali Angke selalu
melakukan kebiasaan rural dalam membuang
sampah yang dilakukan secara sembarangan di
tempat-tempat yang terdekat dengan tempat
tinggal mereka, yaitu di Kali Angke. Sedangkan
pada kondisi sekarang di Kawasan Rumah
Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng hal itu
tidak memungkinkan lagi karena ada aturan
yang ketat untuk menjaga kebersihan
lingkungan, didukung dengan aksi penyediaan
tempat-tempat sampah di dekat blok-blok
hunian tempat tinggal penghuni.

94%

6%

Sekolah Cinta Kasih

Sekolah Luar Kaw asan

Sumber: Widyawati, 2007

Gambar 5
Persentase Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan
oleh Penghuni Rumah Susun
Kebiasaan pembuangan sampah
Kebiasaan pembuangan sampah di
di Rusun Tzu Chi
bantaran Kali Angke
Sumber: Hasil Observasi dan dok.Pengelola Tzu Chi 1, 2007

Pendidikan Informal
Pendidikan informal diberikan bagi penghuni
yang telah melewati usia sekolah (yang tidak
sempat menikmati pendidikan formal dengan
semestinya).
Bentuk pendidikan informal yang diberikan
oleh pengelola Rumah Susun Cinta Kasih Tzu
Chi Cengkareng adalah dengan program
PKBM untuk meningkatkan keterampilan
melalui pemberian pelatihan keterampilan:
menjahit, salon, terapi, komputer, tata boga,
keaksaraan, dan pemandian jenazah. Program
PKBM ini telah berhasil meluluskan 40 warga
penghuni yang menjadi peserta pada tahap I
dan pada tahap II sekarang 30 warga penghuni
sedang menjadi peserta program PKBM ini.
 Bidang Kesehatan
Kondisi dari suatu lingkungan permukiman
akan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat yang mendiami lingkungan
permukiman
tersebut
(Astuti,
2006).
Kebersihan lingkungan dalam kawasan
permukiman ini yang sangat baik merupakan
faktor yang paling menentukan tingkat
kesehatan para penghuni rumah susun ini.


Gambar 7
Perubahan Kebiasaan Pembuangan Sampah


Pembuangan limbah manusia


di bantaran Kali Angke

Pembuangan limbah manusia


di Rusun Tzu Chi

Sumber: Hasil Observasi dan dok.Pengelola Tzu Chi 1, 2007

Gambar 8
Perubahan Kebiasaan Pembuangan Limbah Manusia


39%

61%

kadang sakit ringan yang cukup mengganggu aktivitas

Kebiasaan Pembuangan Limbah Manusia


Pembuangan limbah manusia pada budaya
rural juga dilakukan di sembarang tempat tapi
lebih dipilih dilokasi yang paling cepat
menggelontorkannya dan lokasi yang sering
dipilih adalah sungai. Penghuni bantaran Kali
Angke juga terbiasa membuang limbah
manusia di Kali Angke, dan kondisi itu tidak
bisa berlaku di Rusun Tzu Chi Cengkareng.

sehat terus

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 6
Persentase Intensitas Sakit Penghuni Rumah
Susun Selama Setahun Terakhir
8

Penanaman Budaya Disiplin


Pada kehidupan lingkungan rumah susun
berlaku seperangkat aturan tata tertib yang
mengatur: penggunaan tanah bersama, bagian
bersama, dan benda bersama yang harus ditaati
penghuni. Penghuni Rumah Susun Cinta Kasih
Tzu Chi Cengkareng tampaknya telah mampu
menyesuaikan dengan budaya ini, terbukti dari
adanya kesadaran dan toleransi antar penghuni
dalam penggunaan tanah bersama, bagian

bersama, dan benda bersama di lingkungan


rumah susun, yang bisa terindikasi dari tingkat
intensitas terjadi konflik/ pertengkaran antar
warga penghuni rumah susun yang rendah.

2%
27%

71%

sering

Penanaman Budaya Aktif


Alternatif tindakan yang dibuat pengelola
rumah susun untuk menggantikan kegiatan
yang kurang produktif (ngrumpi) dengan
kegiatan yang lebih produktif, adalah melalui:
kegiatan kerja bakti, program PKBM, bakti
sosial, bazar, pembinaan kelompok: kesenian,
agama, dan olah raga (sepak bola dan voli),
kegiatan PKK, dan kegiatan keagamaan
(pengajian).
82%

jarang/kadang-kadang

tidak pernah
8%

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 9
Persentase Intensitas Konflik Antar Penghuni
Rumah Susun Selama Setahun Terakhir

jarang/ kadang-kadang

sering

10%

selalu/ rutin

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 10
Persentase Intensitas Pengadaan Kegiatan Sosial

TABEL III
RINGKASAN ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI VISI-MISI PROGRAM
PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG
Variabel
Mendukung Program Kali Bersih
(Prokasih)

Tempat Relokasi Warga Penghuni


Bantaran Kali Angke

Penyediaan Rumah Layak Huni

Penciptaan Sumber Daya Manusia


Berkualitas

Mengubah Pola dan Cara Hidup


Penghuni

Analisis
Kali Angke kembali berfungsi sebagai pendukung
sistem drainase kota (lebar sungai telah normal,
tidak terjadi penyempitan) sehingga dapat
membantu mengurangi masalah banjir tahunan di
Kota Jakarta
Terdapat gejala penurunan tingkat hunian, dengan
rata-rata laju laju penurunan sebesar 5% per
tahun, mengindikasikan rumah susun ini belum
dimanfaatkan sepenuhnya oleh eks penghuni
bantaran Kali Angke, yang menjadi korban
penggusuran program normalisasi sungai Kali
Angke, sebagai pilihan tempat tinggal mereka
Unit-unit hunian Rusun Tzu Chi Cengakreng
memang telah patut untuk disebut sebagai unit
hunian (rumah) yang layak huni karena telah
memenuhi empat aspek (fisiologis, psikologis,
kesehatan, dan administrasi) yang disyaratkan dari
sebuah rumah layak huni
Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan
telah mampu bertindak sebagai katalisator untuk
menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas
di rumah susun ini sehingga mampu mendukung
produktivitas SDM dalam dunia kerja
Cara hidup tradisional dari penghuni berhasil
diubah menyesuaikan dengan cara hidup modern
(dalam hal pembuangan sampah dan limbah
manusia). Cara hidup modern yang berhasil
ditanamkan pada penghuni adalah dalam hal budaya
disiplin (menaati peraturan yang berlaku) dan
budaya aktif (banyak berpartisipasi pada kegiatan
sosial)

Keterangan
Mencapai secara maksimal visimisi program Yayasan Budha
Tzu Chi Indonesia

Belum mampu mencapai secara


maksimal (pencapaian sedang)
visi-misi program Yayasan
Budha Tzu Chi Indonesia

Mencapai secara maksimal visimisi program Yayasan Budha


Tzu Chi Indonesia

Mencapai secara maksimal visimisi program Yayasan Budha


Tzu Chi Indonesia

Mencapai secara maksimal visimisi program Yayasan Budha


Tzu Chi Indonesia

Efektif
(semua visi-misi tercapai)

Klasifikasi
Sumber: Hasil Analisis, 2007

3. Pertumbuhan Permukiman Kumuh


Luasan kawasan kumuh di bantaran Kali Angke
berkurang dari yang seluas 78,41 Ha pada tahun
2001 menjadi hanya seluas 15,16 Ha pada tahun
2004, menunjukkan bahwa pada rentang waktu
itu telah terjadi penurunan kawasan kumuh
sekitar 81%, dengan kata lain rata-rata penurunan
luasan kawasan kumuh yang terjadi adalah
sebesar 7,91 Ha.
Bila melihat hasil itu, proporsi penurunan luasan
kawasan kumuh yang terjadi adalah sangat besar,
maka intervensi berupa program pembangunan
rumah susun skala besar dengan tujuan
mengurangi luas permukiman kumuh dalam
waktu relatif singkat adalah cukup tepat karena
nilai penurunan luasan kawasan kumuh yang
dihasilkan termasuk sangat tinggi.

Analisis Efektivitas Pembangunan Rumah


Susun Skala Besar Tzu Chi Cengkareng
1. Optimasi Lahan
Tingkat KDB yang diterapkan di Kawasan
Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
adalah sebesar 30%, yang berarti bahwa kawasan
ini tidak melanggar batas maksimum tingkat
KDB dari wilayah sekitar Jl. Kapuk Cengkareng,
Kelurahan Cengkareng Timur dengan fungsi
sebagai wisma susun yang ditetapkan sebesar
45% (Peta Rencana Kota Jakarta Barat 2005).
35.723,75; 70%

15.276,25; 30%

Ruang terbangun

Ruang terbuka

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 11
Proporsi Lahan di Kawasan Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng

78,41
80
60

Rasio KDB sebesar itu mengindikasikan bahwa


pada rumah susun ini mempunyai komitmen
terhadap upaya pembangunan berwawasan
lingkungan (sosial maupun ekologis).
2. Efisiensi Lahan
Dari perbandingan antara total luas lantai
bangunan dengan luas lahan kawsan rumah
susun ini, didapatkan nilai KLB sebesar 1,2 yang
berarti bahwa pada kawasan ini tidak melanggar
batas maksimum tingkat KLB dari wilayah
agregatnya (sekitar Jl. Kapuk Cengkareng, Kel.
Cengkareng Timur dengan fungsi sebagai wisma
susun) yang ditetapkan adalah sebesar 2,5 (Peta
Rencana Kota Jakarta Barat 2005). Nilai KLB
kawasan rumah susun ini yang hanya sekitar
setengah saja dari standar KLB wilayah agregat,
menyiratkan kalau rata-rata ketinggian bangunan
di kawasan rumah susun ini masih rendah, dan
cukup jauh dari batas maksimal ketinggian
bangunan yang diijinkan pada kawasan
agregatnya yang ketinggian bangunannya dibatasi
sampai dengan 8 lantai.
Tingkat efisiensi lahan kawasan rumah susun
secara keseluruhan dilihat melalui nilai akhir dari
1/ KLB yang akan menunjukkan pada penggunaan
lahan per m2 dalam kawasan (Hama, 1989: 4),
sehingga didapati penggunaan lahan per m2 di
dalam Kawasan Rumah Susun Cinta Kasih Tzu
Chi Cengkareng adalah sebesar 0,83 m2, dari
penggunaan maksimum lahan per m2 yang
berlaku sebesar 0,4 m2 (KLB max = 2,5) berarti
bahwa pada kawasan rumah susun ini tercipta
penghematan lahan hampir sebesar 50%.

40

15,16

20
0
tahun 2001

tahun 2004

Gambar 12
Pertumbuhan Permukiman Kumuh
di Bantaran Kali Angke
4. Ketepatan Sasaran Program
667; 64%

35; 3%
0; 0%
61; 6%
285; 27%

warga relokasi, MBR


warga relokasi, non-MBR
warga non-relokasi, MBR
warga non-relokasi, non-MBR (staf Tzu Chi)
unit hunian kosong

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Gambar 12
Tingkat Ketepatan Sasaran Program Rumah
Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
Ketepatan sasaran program di Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng pada tahun
2007 ini masih terjadi karena mempunyai tingkat
ketepatan sasaran program sebesar 64% yang
menunjukkan bahwa penghuni rumah susun ini
masih didominasi (meski belum maksimal) oleh
warga penghuni berpenghasilan rendah yang
berstatus sebagai eks warga bantaran Kali Angke.
10

5. Keterjangkauan Harga Sewa Unit Hunian


TABEL IV
RASIO PENGELUARAN PER BULAN UNTUK KEBUTUHAN PERUMAHAN DARI
PENGHUNI RUMAH SUSUN CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG
Variabel
Rata-rata Pendapatan
Harga sewa
Biaya Air bersih dan Listrik
Rasio harga sewa rumah thd pendapatan
Rasio biaya air bersih&listrik thd pendapatan
Rasio kebutuhan rumah (sewa rumah+biaya air bersih&listrik) thd pendapatan

Kelompok
Masyarakat
Masyarakat
Berpenghasilan
Berpenghasilan
Rendah
Menengah ke atas
Rp. 684.700,Rp. 3.340.000,Rp. 90.000,Rp. 90.000,Rp. 85.400,Rp. 138.000,16,70%
2,92%
13,98%
4,34%
30,68%
7,26%

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Rata-rata pengeluaran penghuni Rumah Susun


Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng pada kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah untuk sewa
rumah per bulan adalah sebesar 16,70% dari
pendapatannya, sedangkan untuk kelompok
berpenghasilan menengah ke atas rasionya
sangat kecil yaitu hanya sebesar 2,92% saja dari
pendapatannya. Rasio-rasio tersebut, jika bertolak
pada pendapat Bratt (1989: 6) yang menjelaskan
bahwa masyarakat berpenghasilan rendah di

Amerika tidak merasa berat jika pengeluaran


untuk biaya sewa rumah masih berada pada
kisaran antara 25%-30% dari pendapatannya dan
terasa telah memberatkan mereka jika harga sewa
melewati level 30% dari pendapatannya, maka
harga sewa rumah bagi kedua kelompok
pendapatan penghuni Rumah Susun Cinta Kasih
Tzu Chi Cengkareng tampak masih sangat ringan
karena masih berada di bawah rasio 25% dari
pendapatannya.

6. Kualitas Hidup Penghuni


TABEL V
TINGKAT KUALITAS HIDUP PENGHUNI RUMAH SUSUN TZU CHI CENGKARENG
Kriteria

Tingkat Kualitas
Skor
Tingkatan

Kesejahteraan Materi

2,12

Rendah

Kesehatan

4,21

Sangat tinggi

Hubungan Sosial

4,45

Sangat tinggi

Unit Hunian

3,33

Sedang

Kenyamanan Lingkungan

3,75

Tinggi

Layanan Sarana dan Prasarana

3,45

Tinggi

Total Kualitas Hidup Penghuni

3,58

Tinggi

Analisis
Kualitas rendah disebabkan karena tingkat pendapatan
penghuni yang rendah (termasuk golongan informal) sehingga
juga tidak memungkinkan mereka untuk menyisakan
pendapatannya untuk menabung, bentuk rumah yang bukan
landed house dan hanya berstatus sewa membuat adanya
ketidakpastian penghunian jangka panjang
Kondisi kesehatan penghuni sangat baik karena sebagian besar
penghuni sehat selalu sepanjang setahun terakhir sehingga
hanya sebagian kecil saja yang kadang-kadang berobat ke
fasilitas kesehatan
Penghuni rumah susun sebagian besar aktif berpartisipasi pada
setiap kegiatan social, dan di antara penghuni juga jarang sekali
terjadi konflik yang dapat mengganggu keharmonisan hubungan
mereka, dan tingkat kepedulian antar penghuni juga tinggi
Unit hunian oleh sebagian besar penghuni dianggap cukup
luasannya, dan pembagian ruangannya juga dianggap cukup baik
Kondisi lingkungan permukiman di kawasan rumah susun ini
pada segi kebersihan, kebisingan, dan keamanan dianggap sudah
baik bagi penghuni sehingga dapat membuat mereka nyaman
untuk bertempat tinggal
Rata-rata penghuni sudah mempunyai akses ke berbagai fasilitas
kawasan rumah susun dengan intensitas yang berbeda-beda,
kondisi prasarana kawasan juga telah memberi pelayanan yang
baik bagi penghuni terlihat dari sebagian besar penghuni menilai
cukup baik layanan prasarana yang diterimanya
Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng mampu
menciptakan tingkat kualitas hidup total penghuni yang tinggi

Sumber: Hasil Analisis, 2007

11

Penilaian terhadap keenam kriteria kualitas hidup


(kesejahteraan materi, kesehatan, hubungan
sosial, unit hunian, kenyamanan lingkungan,
layanan sarana dan prasarana) didapatkan nilai
total kualitas hidup penghuni sebesar 3,45 yang

berarti bahwa dinilai dari keseluruhan aspek


hidup, maka rata-rata penghuni Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng mempunyai
tingkat kualitas hidup total yang tinggi.

7. Dampak terhadap Wilayah Sekitar


TABEL VI
ANALISIS TINGKAT DAMPAK RUSUN TERHADAP WILAYAH SEKITAR
Kriteria

Skor

Tingkat Dampak
Bentuk

Aspek ekonomi

1,45

Ketidakmanfaatan

Aspek sosial

1,51

Kemanfaatan

Aspek lingkungan

1,21

Ketidakmanfaatan

Total Dampak Rusun


terhadap Wilayah Sekitar

1,40

Ketidakmanfaatan

Analisis
Masyarakat sekitar menerima dampak ketidakmanfaatan karena
hanya sebagian kecil saja yang mengalami peningkatan pendapatan
sejak berdiri rumah susun ini, tetapi rumah susun ini cukup
mampu memacu perkembangan kegiatan ekonomi informal yang
cukup banyak di wilayah sekitar rumah susun
Dampak kemanfaatan yang diterima masyarakat sekitar dari rumah
susun ini antara lain: berkontribusi menambah variasi kegiatan
social di kawasan, memperluas hubungan social antar warga, dan
menambah kesempatan untuk mengakses layanan fasilitas yang
lebih beragam
Masyarakat sekitar menerima dampak ketidakmanfaatan karena
rumah susun ini tidak berkontribusi memperbaiki kondisi
lingkungan sekitarnya, terutama dalam hal banjir, kemacetan, dan
kondisi prasarana tetapi cukup mampu memacu pertumbuhan
kegiatan pembangunan baru di kawasan sekitarnya
Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng belum cukup
mampu memberikan dampak kemanfaatan bagi wilayah sekitarnya

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Penilaian terhadap ketiga aspek dampak


(ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang diterima
wilayah sekitar rumah susun tersebut didapatkan
nilai total dampak terhadap wilayah sekitar
sebesar 1,40 yang berarti bahwa dinilai dari

keseluruhan aspek, maka rata-rata masyarakat


sekitar Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng menerima dampak ketidakmanfaatan
dari pembangunan rumah susun skala besar ini.

TABEL VII
SKORING TINGKAT EFEKTIVITAS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN
SKALA BESAR CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG
Variabel

Nilai
Skor

Output

Konstanta

Jumlah
Skor

Keterangan

Prioritas I:
- Tingkat ketepatan sasaran program
- Tingkat pertumbuhan permukiman
kumuh
- Tingkat kualitas hidup penghuni

64%
(range 51% - 75%)
Turun
(hingga 81%)
3,58
(range 3,41 - 4,20 : Tinggi)

Pencapaian tujuan sedang

Pencapaian tujuan maksimal

Pencapaian tujuan maksimal

Pencapaian tujuan sedang

Pencapaian tujuan sedang

Prioritas II:
- Tingkat optimasi lahan
- Tingkat efisiensi lahan
- Dampak terhadap wilayah sekitar

30%
(range 16% - 30%)
1,2
(range 0,9 - 1,7)
1,40
(Ketidakmanfaatan)

1,5

1,5

Tidak mencapai tujuan

Prioritas III:
16,70%
(< 25%)

- Tingkat keterjangkauan harga sewa

Total Skor
Sumber: Hasil Analisis, 2007

12

Pencapaian tujuan maksimal

28,50

Cukup Efektif
(range 20,01 28,50)

Tingkat optimasi lahan pada kawasan rumah


susun ini berada pada batas maksimum dari
tingkat optimasi sedang (tepat dari KDB
maksimum, atau tepat 30% dari 45%) sehingga
dengan penambahan minimal tingkat KDB
sebesar 1% saja (atau sekitar 510 m2) sudah
cukup meningkatkan tingkat optimasi lahan
menjadi optimal.
3. Efisiensi lahan perkotaan
Rata-rata ketinggian bangunan di kawasan rumah
susun ini masih rendah (KLB kawasan rumah
susun ini hanya sekitar dari standar KLB
sekitar Jl. Kapuk Cengkareng, Kelurahan
Cengkareng Timur), menyiratkan masih jauh dari
batas maksimal ketinggian bangunan pada
kawasan agregatnya setinggi 8 lantai.
Ketinggian bangunan hunian di Kawasan Rumah
Susun Cinta Kasih Tzu Chi, yang mempunyai
tingkat ketinggian 5 lantai (bangunan tertinggi
untuk kawasan rumah susun ini) tidak perlu
dilakukan penambahan jumlah ketinggian lantai.
Sedangkan untuk bangunan lain yang masih
rendah ketinggiannya (<5 lantai), masih ada
peluang dilakukan penambahan ketinggian
bangunannya sehingga tercipta tingkat efisiensi
lahan yang lebih besar, tapi karena seringkali
biaya yang dikeluarkan untuk setiap upaya
merombak bangunan adalah sangat besar, maka
upaya penambahan ketinggian bangunan akan
menjadi tidak efisien secara biaya jika bangunan
yang akan ditambah ketinggiannya adalah
bangunan yang tidak dapat menciptakan nilai
ekonomis bagi pengembangan kawasan .
4. Dampak terhadap wilayah sekiktarnya
Dampak kemanfaatan dari rumah susun ini bagi
masyarakat wilayah sekitarnya ada pada aspek
sosial, maka lebih mudah jika pengembangan
dampak kemanfaatan lebih difokuskan pada
aspek ini saja karena pada aspek ekonomi dan
lingkungan, hasil dampak kemanfaatan lebih
ditentukan oleh wilayah makro yang lebih besar,
serta kondisi implementasi kebijakan yang sedang
berlaku. Upaya pengembangan pada aspek sosial,
dapat berkonsentrasi pada pemberian akses bagi
masyarakat wilayah sekitar dalam layanan fasilitas
dan kegiatan sosial kemasyarakatan.
5. Tempat relokasi warga penghuni bantaran Kali
Angke
Untuk membuat rumah susun ini menarik bagi
penghuni berpenghasilan rendah adalah dengan
membuat rumah susun ini menarik dari segi
perekonomian, untuk menjamin keberlangsungan
kegiatan perekonomian penghuni sehingga
memungkinkan keluarganya mampu bertahan
hidup di rumah susun ini.

Analisis Strategi Meningkatkan Efektivitas


Pembangunan Rumah Susun Skala Besar
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
Variabel yang perlu ditingkatkan, karena
tidak dapat mencapai tujuan pembangunan rumah
susun skala besar dan visi-misi program
pembangunan Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng secara maksimal, adalah:
o Ketepatan sasaran program
o Optimasi lahan perkotaan
o Efisiensi lahan perkotaan
o Dampak terhadap wilayah sekiktarnya
o Tempat relokasi warga penghuni bantaran Kali
Angke
Intervensi yang bisa dilakukan pada variabel
tersebut untuk mendukung tercapainya keefektifan
pembangunan Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi
Cengkareng, antara lain:
1. Ketepatan sasaran program
Untuk mencegah penghunian kosong dan dapat
meningkatkan tingkat ketepatan sasaran program
netto, maka bisa ditempuh dengan cara:
 Mempertahankan segmenting target group
penghunian tetap seperti sekarang, untuk:
warga eks bantaran Kali Angke (908 unit), staf
Tzu Chi (80 unit), dan fasilitas akomodasi
pasien luar daerah yang mengikuti kegiatan
sosial pengobatan (60 unit).
Untuk meningkatkan kembali penghunian pada
target group utama akan membutuhkan usaha
yang cukup keras dan mendasar, yang mana
harus dapat membuat mereka tertarik untuk
tinggal di rumah susun sendiri.
 Menambah variasi dalam segmenting target
group penghunian, dengan mengacu pada UU
No. 16 tahun 1985, maka target group baru
haruslah golongan masyarakat berpenghasilan
rendah, sedangkan untuk tempat asalnya bisa
difokuskan pada wilayah sekitar rumah susun
ini berada, yaitu Kelurahan Cengkareng Timur,
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat sehingga
rumah susun ini bisa berkontribusi pula
mengurangi luas permukiman kumuh di
wilayah tersebut yang memang mempunyai
permukiman kumuh terbanyak di DKI Jakarta.
2. Optimasi lahan perkotaan
Ruang terbuka dalam kawasan Rumah Susun
Skala Besar Cinta Kasih Tzu Cengkareng sangat
besar (70%) melebihi standar yang berlaku (ruang
terbuka 55%), meski secara ekologis maupun
sosial baik namun hal itu dapat mengurangi
ruang produktif yang bisa dimanfaatkan untuk
menampung lebih banyak lagi kegiatan penghuni.

13

TABEL VIII
STRATEGI TERPILIH UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBANGUNAN
RUMAH SUSUN SKALA BESAR CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG
Variabel
Prioritas
I

Prioritas
II

Ketepatan sasaran program

Segi penilaian
Efektivitas pembangunan
rumah susun skala besar

Tempat Relokasi Warga


Penghuni Bantaran Kali Angke

Visi-misi

Optimasi lahan

Efektivitas pembangunan
rumah susun skala besar

Efisiensi lahan

Efektivitas pembangunan
rumah susun skala besar

Dampak terhadap wilayah


sekitar

Efektivitas pembangunan
rumah susun skala besar

Strategi
Menambah variasi dalam segmenting target group
penghunian
Membuat rumah susun menarik dari segi
perekonomian bagi eks-warga bantaran Kali Angke
Cukup membangun ruang terbangun baru seluas
510 m2 dalam kawasan rumah susun
Lebih baik tidak dilakukan upaya peningkatan
ketinggian bangunan yang sudah ada, kecuali untuk
bangunan yang bisa memberikan nilai ekonomis
Mengembangkan kegiatan sosial dan peningkatan
layanan fasilitas sosial

Sumber: Hasil Analisis, 2007

PENUTUP
Kesimpulan
Pembangunan Rumah Susun Cinta Kasih
Tzu Chi Cengkareng oleh Yayasan Budha Tzu Chi
Indonesia, yang mempunyai visi-misi: mendukung
program kali bersih (Prokasih), tempat relokasi eks
warga penghuni bantaran Kali Angke, menyediakan
rumah layak huni, menciptakan sumberdaya
manusia yang berkualitas, dan mengubah pola/
cara hidup penghuni rumah susun dari tradisional
menjadi modern, pada implementasinya memang
semua visi-misi itu sudah berhasil dicapai oleh
rumah susun ini, sehingga tingkat keefektifan
pembangunan rumah susun ini yang dinilai dari
segi hasil implementasi visi-misi program dapat
digolongkan pada tingkatan efektif.
Efektivitas pembangunan Rumah Susun
Skala Besar Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
secara komprehensif dan objektif ternyata berada
pada tingkatan cukup efektif saja karena adanya
ketidaktercapaian
pada
beberapa
tujuan
pembangunannya, yaitu pada: penciptaan ketepatan
sasaran program, penciptaan optimasi dan efisiensi
lahan, serta penciptaan dampak kemanfaatan bagi
wilayah sekitarnya.
Terkait dengan beberapa sektor dalam
manajemen perkotaan, maka Rumah Susun Skala
Besar Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng sudah
dapat berkontribusi menangani secara maksimal
beberapa sektor dalam manajemen perkotaan itu,
yaitu pada: sektor perumahan, terutama dalam hal
kemampuannya
menyediakan
rumah
yang
terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
sektor
lingkungan,
terutama
dalam
hal
kemampuannya mengurangi (luas) permukiman
kumuh di perkotaan; dan sektor pelayanan sosial,
terutama dalam hal kemampuannya menciptakan
tingkat kualitas hidup yang tinggi bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (penghuni rumah susun).

Temuan Studi
Temuan studi yang diperoleh, antara lain:
1. Terdapat gejala penurunan tingkat hunian,
dengan rata-rata laju laju penurunan sebesar 5%
per tahun, mengindikasikan rumah susun ini
belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh warga eks
penghuni bantaran Kali Angke, yang menjadi
korban penggusuran program normalisasi sungai
Kali Angke, sebagai pilihan tempat tinggal
mereka.
2. Penyebab kurang dipilihnya Rumah Susun Cinta
Kasih Tzu Chi Cengkareng sebagai tempat
tinggal bagi warga relokasi dari bantaran Kali
Angke karena rumah susun ini dianggap kurang
menarik dari segi perekonomian, terindikasi dari
rendahnya tingkat kualitas kesejahteraan materi
penghuni rumah susun ini, dikarenakan:
Lokasi rumah susun yang Cinta Kasih Tzu
Chi Cengkareng menjauhkan dari lokasi
tempat kerja mereka, terlihat dengan
bertambahnya waktu tempuh mereka ke
tempat kerjanya sehingga bisa menambah
beban biaya transportasi (bagi yang
menggunakan motor atau angkutan umum
sebagai sarana transportasinya) dan sekaligus
menambah pengeluaran energi yang lebih
besar yang dapat berpengaruh pada
menurunnya produktivitas mereka di tempat
kerja.
Berkurangnya peluang ekonomi subsisten,
karena pola dalam rumah susun dan lokasi
rumah susun ini kurang sesuai dengan
karakteristik
kegiatan
perekonomian
keluarga, yang berorientasi pada sektor
informal dan bisa melibatkan semua anggota
keluarga.
Bertambahnya beban pengeluaran bulanan
keluarga, yaitu untuk biaya sewa rumah dan
biaya rekening air bersih.
14

3. Berbeda dari pendapat Hama, 1989 yang


menyatakan bahwa salah satu faktor yang
membuat masyarakat berpenghasilan rendah
bersedia tinggal di rumah susun adalah faktor
harga, dimana harga sewa rumah susun harus
lebih murah dibandingkan dengan harga sewa
rumah horisontal. Meski harga sewa rumah di
Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng
sangat lebih murah yaitu berada pada kisaran dari harga kontrak rumah di sebagian besar
wilayah DKI Jakarta (dengan kondisi rumah yang
sama atau lebih buruk). Maka, faktor harga
rumah bukanlah faktor penentu bagi warga
relokasi untuk tinggal di rumah susun ini
4. Faktor dalam Rumah Susun Skala Besar Cinta
Kasih Tzu Chi Cengkareng yang bisa menarik
dan membuat penghuni betah untuk tetap tinggal
di kawasan rumah susun ini adalah faktor
ketersediaan layanan sarana dan prasarana yang
lengkap di kawasan ini, dimana itu merupakan
suatu kondisi yang dulu ketika masih tinggal di
bantaran Kali Angke tidak bisa mereka temui.

Evaluasi RW Kumuh di DKI Jakarta. 2001 dan 2004.


BPS DKI Jakarta.
Frick, Heinz. 2005. Rumah Sederhana: Kebijaksanaan
Perencanaan dan Konstruksi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius dan Soegijapranata University Press.
Hama, Keisuke. 1989. Chance for Apartment
House In Indonesia: A Realistic Approach.
Makalah pada Seminar Strategi Perumahan
Perkotaan,Bandung,28 Februari1 Maret 1989.
Hasan, M. Fauzi Ibrahim. 2006. Efektivitas Kredit
Ketahanan Pangan (KKP) dalam Upaya
Peningkatan Ketahanan Pangan di Kecamatan
Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Tugas
Akhir tidak diterbitkan, Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hutapea, Bindu. 2001. Pengaruh Rumah Susun
Sederhana terhadap Peningkatan Kehidupan
Sosial dan Ekonomi Penghuninya. Tesis tidak
diterbitkan, Program Pasca Sarjana, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Kennedy, Margrit dan Declan Kennedy (ed.). 1997.
Designing Ecological Settlements: Ecological Planning
and Building: Experiences in new housing and in the
renewal of existing housing quarters in European
countries. Berlin: European Academy of the
Urban Environment dan ko-Zentrum NRW.
Laporan Studi Pembangunan Rusun Skala Besar.2006.
Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta.
Lichfield, Nathaniel et.al. 1975. Evaluation in the
Planning Process. Oxford: Pergamon Press.
Nurmandi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan:
Aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan.
Yogyakarta: Sinergi Publishing.
Peraturan Kementerian Negara Perumahan Rakyat
No.
01/PERMEN/M/2005
tentang
Pengadaan Perumahan dan Permukiman
dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan
melalui KPR, KPRS Bersubsidi
Prasetyo, Bambang dan Lina M. Jannah. 2005.
Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan
Cengkareng Wilayah Kotamadya Jakarta Barat
Tahun 2005. Dinas Tata Kota DKI Jakarta.
Sariffudin. 2006. Pengaruh Kondisi Lingkungan
Permukiman terhadap Kualitas Hidup
Penduduk (Studi Kasus: Permukiman di Zona
Industri Genuk). Tugas Akhir tidak
diterbitkan, Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota,
Fakultas
Teknik
Universitas
Diponegoro, Semarang.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Fitria P.A. dan Harya S.S. Dillon. 2005.
Pengalaman Membangun Kota Baru: Bumi
Serpong
Damai.
Dalam
B.Tjahjaty
S.Soegijoko,et.al(ed).Bunga Rampai Pembangunan
Kota Indonesia dalam Abad 21. Jakarta: URDI
dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, hal. 254-271.
Astrie, Herlinsta. 2006. Efektivitas Jembatan
Penyeberangan di Kota Semarang. Tugas
Akhir tidak diterbitkan, Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Bratt, Rachel G. 1989. Rebuilding a Low Income
Housing Policy. Philadelphia: Temple University
Press.
Budihardjo, Eko. (ed.). 2004. Sejumlah Masalah
Pemukiman Kota. Bandung: Alumni.
Cummins, Robert A. 1997. Comprehensive Quality of
Live ScaleSchool Version. Melbourne: School of
Psychology Deakin University.
Damajanti, Henny. 1996. Upaya Pemenuhan
Kebutuhan Perumahan bagi Golongan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah di
Perkotaan dalam Perspektif Ketahanan
Nasional (Studi Kasus: di dua lokasi rumah
susun sewa di DKI Jakarta). Tesis tidak
diterbitkan, Program Magister Pengkajian
Ketahanan Nasional, Program Pasca Sarjana,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada.
15

Sekilas Pandang Perumahan Tzu Chi Cengkareng, Divisi


Social Empowering, 2006
Sawicky, David S. dan Carl V. Patton. 1986. Basic
Methods of Policy Analysis and Planning. London:
The Mac Millan Press.
Simanungkalit, Panangian, 2004. Bisnis Properti
Menuju Crash Lagi?. Jakarta: Pusat Studi
Properti Indonesia (PSPI).
Siregar, Sandi. 2004. Perkembangan Desain
Lingkungan Perumahan dan Tipe Rumah di
Indonesia. Dalam Jo Santoso dan Ivan Hadar
(eds). Sistem Perumahan Sosial: Belajar dari
Pengalaman Jerman. Jakarta: Centropolis UntarIAP, hal. 35-49.
Sujarto, Djoko. 1993. Kinerja dan Dampak Tata
Ruang Dalam Pembangunan Kota Baru Studi
Kasus Kota Terpadu Bumi Bekasi Baru.
Disertasi tidak diterbitkan, Program Doktor,
Ilmu Pengetahuan Teknik Bidang Perencanaan
Wilayah dan Kota ITB, Bandung.
Surat Edaran Menteri Perumahan Rakyat No.
04/SE/M/1/93 tentang Pedoman Umum
Penanganan Perumahan dan Permukiman
Kumuh
Turner, Alan (ed.). 1980. The Cities of The Poor:
Settlement Planning in Development Countries.
London: Croom Helm.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Widyawati, Laili Fuji. 2007. Peningkatan Kualitas
Hidup Pasca Huni Penghuni Rumah Susun
Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng - Jakarta
Barat. Tugas Akhir tidak diterbitkan, Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
www.kompas.com diakses 23 Februari 2007.
www.kemenpera.go.id diakses 1 Agustus 2007.
www.liputan6.com diakses pada 18 Juni 2007.
www.tempointeraktif.com diakses 11 April 2007.
www.tzuchi.org.tw/tzquart/2003wi/qw4.htm
diakses pada 5 Januari 2007.
Yudhohusodo, Siswono, 1991. Rumah untuk Seluruh
Rakyat. Jakarta: Yayasan Padamu Negeri.

16

Anda mungkin juga menyukai