Chapter II Libre
Chapter II Libre
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Umum
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu,
2.2.
Defenisi Tanah
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral
2.3.
Macam-macam Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.1
(e)
Macam- macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi
telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang
(Hardiyatmo, H. C.,1996)
2.4.
cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan
satu persatu
2.4.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik
strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E.,
1991), antara lain :
A. Tiang pancang kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan
dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi
biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan
untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana
tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang
tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.
Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang
pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air
tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan
kering dan basah selalu berganti- ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian
obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari
kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang
didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu
tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air
tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan
untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.
B. Tiang pancang beton
Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang
ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E.,
1991), yaitu:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras
kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan
praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka
tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan
momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk
setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast
Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi
delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)
Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)
c. Cast in Place
Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara
membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran.
Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam
tanah.
v Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang
bagian bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya
masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.
b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah
dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core
sampai ke tanah keras.
c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.
d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing
hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa
baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam
shell dan kemudian beton dicor sampai padat.
e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan
casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan
tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang
pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.
a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa
baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah
keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.
b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,
pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer
sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton
seperti bola.
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai
bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan
kerikil atau pasir.
dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya
mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.
b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang
pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan
bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih
canggih.
2.5.
pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau
pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul
diperlihatkan dalam Gambar 2.4a sampai dengan 2.4d. Pada gambar terebut
diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan.
Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang
dibentuk dalam geometri tertutup.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting
hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c)
Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory
hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)
2.6.
B. Proses Pemancangan
1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada
patok titik pancang yang telah ditentukan.
2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet
yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah
ditentukan.
5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil
diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul
vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan
center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama
pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.
6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara
kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.
C. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak
b. Umur beton telah memenuhi syarat
c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan
2. Toleransi
Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan
berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan
penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.
3. Penetrasi
Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di
sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat
jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.
4. Final set
Pamancangan baru dapat dihentikan apabila tela h dicapai final set sesuai
perhitungan.
(a)
Gambar 2.5
(b)
(c)
2.7.
mengakibatkan
penurunan
berlebihan.
Kapasitas
tiang
(a)
(b)
Gambar 2.6 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, H. C., 2002)
2.8.
berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang
pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok
tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer
dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang
datar.
2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.
(a)
(b)
Gambar 2.7
Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina
Marga Departemen P.U.T.L. adalah:
S = 2,5 D
S=3D
Gambar 2.8 Jarak antar tiang dalam kelompok (Sardjono, H. S., 1988)
dimana :
S
= Diameter tiang.
2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar
ukuran/dimensi dari poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang
pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas
kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas
bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiangtiang pancang.
2.9.
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
qc xAc JHLxK11
+
................................................................. (2.2)
3
5
dimana :
Qijin
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
? ? ???? ?
??
? ? ? ? ??
? ? ???? ?
??
Dimana:
Qb
Ab
Nc
2.10.
Faktor Aman
Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi
kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan
dengan maksud :
Qa =
Qu
........................................................................................... (2.3)
2,5
2.11.
memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah
(? ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut
geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Hubungan Dr, ? dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,
Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)
Sudut Geser Dalam
Nilai N
0-4
0,0-0,2
Sangat lepas
Menurut
Peck
< 28,5
Menurut
Meyerhof
< 30
4-10
0,2-0,4
Lepas
28,5-30
30-35
10-30
0,4-0,6
Sedang
30-36
35-40
30-50
0,6-0,8
Padat
36-41
40-45
> 50
0,8-1,0
Sangat Padat
< 41
> 45
Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data
uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan
koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).
1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :
N60 =
Em . CB . CS . CR
................................................................... (2.4)
0,60
dimana :
N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.
Em = Hammer eficiency (Tabel 2.2).
CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.3).
CS = Koreksi sampler (Tabel 2.3).
2
'
1+v
................................................................................. (2.6)
3
'
2 + v
................................................................................. (2.7)
1,7
'
0,7 + v
.............................................................................. (2.8)
dimana :
N60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.
s 'v = Tegangan overburden efektif.
sr
Hammer
Effeciency, Em
0.45
0.72
0.60
0.55
0.50
Hammer
Effeciency, Em
0.50
0.78-0.85
0.65-0.67
0.73
0.55-0.60
0.45
0.43
Tabel 2.3 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)
Factor
Borehole diameter factor,
CB
Sampling methode factor,
CS
Equipment Variables
Value
1.00
1.05
1.15
Standard sampler
Sampler without liner (not
recommended)
1.00
1.20
10-13 ft (3-4 m)
13-20 ft (4-6 m)
20-30 ft (6-10 m)
> 30 ft (> 10 m)
0.75
0.85
0.95
1.00
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir
dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan
sebagai berikut :
1.
Cu = Kohesi Undrained
2.
= keliling tiang
Li
r
N60 .................................................................................. (2.11)
50
r
N60 .................................................................................(2.12)
100
dan :
Psu = As . fs ..................................................................................... (2.13)
dimana :
fs
dimana :
2.12.
Li
= Keliling tiang, m.
tiga
metode
yang digunakan,
yaitu
metode
Danish
Formula,
metode
xE
xE xL
S +
2 x A x Ep
............................................................. (2.15)
0. 5
dimana :
Pu
Tabel 2.4 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary
Christady, 2003)
Jenis Alat Pancang
Effisiensi
0.75 - 1.00
0.75 - 0.85
0.85
0.85 - 1.00
Tabel 2.5 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel
Hammer)
kN-m
Kip-ft
Kg-cm
Jlh.
Pukulan
Permenit
K 150
379.9
280
3872940
K 60
143.2
105.6
K 45
123.5
K 35
K 25
Tenaga Hammer
Type
Kips
Kg
45 - 60
147.2
33.11
15014.4
1460640
42 - 60
58.7
13.2
5987.4
91.1
1259700
39 - 60
44
9.9
4480
96
70.8
979200
39 - 60
34.3
7.7
3498.6
68.8
50.7
701760
39 - 60
24.5
5.5
2499
Bahan Tiang
Tiang baja atau pipa langsung pada
kepala tiang
Tiang langsung pada kepala tiang
Tiang beton pracetak dengan 75 110
mm bantalan didalam cap
Baja tertutup cap yang berisi bantalan
kayu untukl tiang baja H atau tiang pipa
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat
baja 10 mm
7MPa
10.5MPa
14MPa
1.3
2.5
3.8
12.5
0.5
1.5
Efisiensi (e h )
0.75 1.0
0.75 0.85
0.85
0.85 1.0
Broomed wood
0.25
0.32
0.40
Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja
atau beton
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap)
0.50
0.40
ehWr h
W r + n 2W p
s + 1 2 ( k1 + k 2 + k3 )
Wr + W p
..............................................2.16
Qu
Qu
AE
2 AE
Nilai k1 dapat dilihat dari tabel 2.7 Nilai efesiensi pemukul (eh ) bergantung
pada kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya
pada pemukul uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai- nilai (eh ) dalam tabel 2.7
dapat dipakai sebagai acuan. Nilai- nilai restitusi n ditunjuk dalam tabel 2.8,
dimana nilai-nilai aktualnyabergantung pada tipe dan kondisi bahan capblok dan
bantalan kepala tiang.
Nilai k3 dapat diambil (Bowles, J. E., 1991)
K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil)
= 2.5 mm 5 mm pada tanah yang lainnya.
Dimana:
Qu
eh
Eh
k1
k2
k3
= panjang tanah
= koefisien restitusi
Wp
Wr
? ? ? ?? ? ? ?
? G? ? G
?
?
G
?
?
?? ?
? ??? ?
Dimana:
E
= Effisiensi hammer
Wp
= Berat tiang
WR
= Berat hammer
= tinggi jatuh
WR x h = Energi palu
SF yang direkomendasikan = 6
Pijin
Pu
...................................................................................... (2.18)
SF
dimana :
Pu
= Konstanta.
= Konstanta.
eh
= Effisien baru.
2.13. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Loading Test
Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang
paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan
uji pembebanan static. Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan static
merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada
selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode
interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang
diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.
Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan static, seorang
praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,
misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis
tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.
Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap
verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan
optimasi dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan
pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran
pergerakan tiang. Beban beban umumnya diberikan secara bertahap dan
penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat
untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan,
tiang terus menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak
dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya
merupakan suatu estimasi.
Sesudah tiang uji dipersiapkan ( dipancang atau dicor ), perlu ditunggu
terlerbih dahulu selama 7 hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini
penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan
semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah
berdisipasi.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah
dengan menggunakan system kentledge seperti ditujukan pada Gambar 2.7. Cara
kedua adalah dengan menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tanah seperti
diiliustrasikan pada Gambar 2.8. Pembebanan diberikan pada tiang dengan
menggunakan dongkrak hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges
yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge
lainnya adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur
pergerakan relative dari tiang.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan
tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. Instrumentasi
yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi
lokasi tertentu disepanjang tiang. Tell tales pada kedalaman kedalaman
tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat
memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang
tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian.
tanah
dapat
disimpulkan
dengan
lebih
baik.
Metode
ini
Gambar 2.12 Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson,2000)
2.13.2.
?
?? ? ??
............................................................................... (2.22)
Dimana:
Se = Penurunan elastic
Q = Beban uji yang diberikan
L = Panjang Tiang
Ap= Luas Penampang Tiang
Ep = Modulus elastisitas tiang
2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan
elastic ( Se ).
3. Hitung c1 dari persamaan garis atau dari kemiringan garis lurus yang
telah ditentukan
4. Qult =
1
, metode ini umumnya menghasilkan beban ultimit yang
c1
S/Q (mm/ton)
10
12
14
16
18
Settlement (mm)