Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Umum
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu,

beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan)


beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam
massa tanah (Bowles, J. E., 1991).
Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila
tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung
(bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang
bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai
daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang
bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman
> 8 m (Bowles, J. E., 1991).
Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk
memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super
struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.
Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak
lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat
menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai
oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan
perencanaannya.

Universitas Sumatera Utara

Tiang Pancang umumnya digunakan :


1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau
melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal
dan beban lateral boleh jadi terlibat.
2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk
telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau
untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.
3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas
melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran
dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.
4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau
telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang
kemampatannya tinggi.
5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk
mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem
tersebut.
6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan
atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas
permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air
tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang
ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal
(dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Defenisi Tanah
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral

dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat


dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal
dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah,
kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi
oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan
tersebut.
Istilah- istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam
teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat
terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat
pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai
nama tambahan dibelakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung
berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material
utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, ya itu udara, air dan bahan padat. Udara
dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya
dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah
dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada
kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak
mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo H. C., 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.3.

Macam-macam Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi


dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara
langsung seperti :
a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam
mendukung kolom (Gambar 2.1b).
b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk
mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila
dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya
(Gambar 2.1a).
c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan
untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau
digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat
disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisisisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1c).
2. Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke
tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:
a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan
peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.1d),
digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman

Universitas Sumatera Utara

yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan


pondasi dangkal Df/B = 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).
b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi
pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya
dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam
(Gambar 2.1e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil
dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J.
E., 1991).

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 2.1

(e)
Macam- macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi
telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang
(Hardiyatmo, H. C.,1996)

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Penggolongan Pondasi Tiang Pancang


Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan,

cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan
satu persatu
2.4.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik
strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E.,
1991), antara lain :
A. Tiang pancang kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan
dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi
biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan
untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana
tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang
tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.
Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang
pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air
tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan
kering dan basah selalu berganti- ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian
obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari
kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang
didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu
tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air

Universitas Sumatera Utara

tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan
untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.
B. Tiang pancang beton
Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang
ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E.,
1991), yaitu:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras
kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan
praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka
tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan
momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk
setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast
Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi
delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991)

Universitas Sumatera Utara

b. Precast Prestressed Concrete Pile


Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang
beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton
prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan
setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang jenis ini
biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran
dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)

c. Cast in Place
Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara
membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran.
Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi
dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam
tanah.

Universitas Sumatera Utara

C. Tiang pancang baja


Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. karena terbuat dari
baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam
pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya
pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat
bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan
ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap
texture tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban
tanah.
a. Pada tanah yang memiliki texture tanah yang kasar/kesap, maka karat
yang terjadi

karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir

mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.


b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan
menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi
karena terendam air.
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah
yang padat akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir
tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang
pancang baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat
dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan
udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan
organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja

Universitas Sumatera Utara

tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20 (


60 cm ) dari muka air tanah terendah.
Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada
bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti
pada konstruksi baja biasa.
v Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.

Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya


patah.

v Kerugian pemakaian Tiang Pancang Baja.

Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

Bagian H pile dapat rusak atau di bengkokan oleh rintangan besar.

D. Tiang pancang komposit


Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan
yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.
Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan
bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di
atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya.
Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara
ini diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.


Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah
permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui
bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini
diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.
Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang
ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara
singkat sebagai berikut:
a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga
mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang
pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah
yang terendah.
b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam
casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.
c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core
ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai
penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in Shell and Wood Pile


Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini
memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur
spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:
a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman
yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

Universitas Sumatera Utara

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari


casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus
dipancang sampai mencapai lapis an tanah keras. Pada pemancanga n
tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang
tidak rusak atau pecah.
c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.
d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan
dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan
berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa
sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.
e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan
padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi
ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung
atas shell.

3. Composit Ungased Concrete and Wood Pile.


Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:
v Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan
untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau
menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah
dalam transport dan mahal.
v Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang
pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang
kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

Universitas Sumatera Utara

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:


a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga
sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )
b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan
casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.
c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing
dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi
dalam casing.
d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak
tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola
diatas tia ng pancang kayu tersebut.
e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi
sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah.
Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik
keatas sampai keluar dari tanah.
f.

Tiang pancang composit telah selesai


Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur
Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped Shell and Pipe Pile


Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:
v Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place
concrete.

Universitas Sumatera Utara

v Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang
bagian bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya
masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.
b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah
dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core
sampai ke tanah keras.
c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.
d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing
hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa
baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam
shell dan kemudian beton dicor sampai padat.
e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan
casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan
tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang
pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile


Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini
pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari
baja.
Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa
baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah
keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.
b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,
pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer
sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton
seperti bola.
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai
bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan
kerikil atau pasir.

2.4.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya


Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian
besar, yaitu :
A. Tiang pancang pracetak
Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor
didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan
dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri
dari :
1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam
tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).
2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam
tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

Universitas Sumatera Utara

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai


kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi
ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang
digunakan:
a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah
sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.
b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah
dari bagian dalam tiang.
c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam
tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.
d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang
keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan
kedalam tanah.
B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)
Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik
penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :
1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah
kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.
2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang
digunakan antara lain :
a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang
pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang
masih sangat sederha na dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya
mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.
b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang
pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan
bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih
canggih.

2.5.

Alat Pancang Tiang


Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat

pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau
pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul
diperlihatkan dalam Gambar 2.4a sampai dengan 2.4d. Pada gambar terebut
diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan.
Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang
dibentuk dalam geometri tertutup.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)


Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas.
Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk
tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan
lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang
kecil.

Universitas Sumatera Utara

B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)


Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak
naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram
disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama
dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.4a).

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting
hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c)
Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory
hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2002)

Universitas Sumatera Utara

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)


Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram
dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.4b). Kecepatan pukulan
dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
D. Pemukul Diesel (diesel hammer)
Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi
bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan
menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan
adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar
2.4c).
E. Pemukul Getar (vibratory hammer)
Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi
tinggi (Gambar 2.4d).

2.6.

Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang


Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.

Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan


pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman,
sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.
Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :
A. Pekerjaan Persiapan
1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat
tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus

Universitas Sumatera Utara

dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah


perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.
2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan
hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak
diinginkan.
3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana
pemancangan tiang dapat dihent ikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah
pukulan terakhir (final set).
4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver
alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.
5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.
6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang
berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan
level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.
Proses penyambungan tiang :
a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang
dilakukan pada batang pertama.
b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama
sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit
dan menempel menjadi satu.
c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat
d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

Universitas Sumatera Utara

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang


dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai
mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.
8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai
lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.
9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

B. Proses Pemancangan
1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada
patok titik pancang yang telah ditentukan.
2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.
3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet
yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.
4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah
ditentukan.
5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil
diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul
vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan
center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama
pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.
6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara
kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

Universitas Sumatera Utara

C. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak
b. Umur beton telah memenuhi syarat
c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan
2. Toleransi
Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan
berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan
penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.
3. Penetrasi
Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di
sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat
jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.
4. Final set
Pamancangan baru dapat dihentikan apabila tela h dicapai final set sesuai
perhitungan.

(a)
Gambar 2.5

(b)

(c)

Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan


tiang, (c) Kalendering/final set

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek


Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua)

macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :


1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas
dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang
dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas
tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau
lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan
tidak

mengakibatkan

penurunan

berlebihan.

Kapasitas

tiang

sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada


dibawah ujung tiang (Gambar 2.6a).
2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya
lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
disekitarnya (Gambar 2.6b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi
lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas
tiang.

(a)

(b)

Gambar 2.6 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, H. C., 2002)

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)


Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang

berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang
pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok
tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer
dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang
datar.
2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

(a)

Universitas Sumatera Utara

(b)
Gambar 2.7

Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal,


(b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)

Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina
Marga Departemen P.U.T.L. adalah:

S = 2,5 D
S=3D

Gambar 2.8 Jarak antar tiang dalam kelompok (Sardjono, H. S., 1988)
dimana :
S

= Jarak masing- masing tiang dalam kelompok (spacing)

= Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60


m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :
1. Bila S < 2,5 D
Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.8) akan menyebabkan :

Universitas Sumatera Utara

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan


karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b.

Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

2. Bila S > 3 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar
ukuran/dimensi dari poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang
pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas
kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas
bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiangtiang pancang.

Gambar 2.9 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H. S., 1988)

Universitas Sumatera Utara

2.9.

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir


Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test

(CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau


sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat
dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus- menerus dari permukaan tanahtanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan
dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan
pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan
kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tia ng pancang sebelum
pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang
pancang.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil
pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap )+(JHL x K11 ) .......................................................... (2.1)
dimana :
Qult

= Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.

qc

= Tahanan ujung sondir.

Ap

= Luas penampang tiang.

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

K11

= Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :


Qijin =

qc xAc JHLxK11
+
................................................................. (2.2)
3
5

Universitas Sumatera Utara

dimana :
Qijin

= Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc

= Tahanan ujung sondir.

Ap

= Luas penampang tiang.

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

K11

= Keliling tiang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil


pengujian sondir De Ruiter dan Beringen memberikan persamaan untuk
menghitung daya dukung untuk tanah lempung sebagai berikut:
Qult = ? ? ?? ?

? ? ???? ?
??

? ? ? ? ??

? ? ???? ?
??

Dimana:
Qb

= tahanan ujung, ton

Ab

= luas ujung tiang, kg/ cm,

Nc

= faktor daya dukung = 9,

qc (tip) = nilai tahanan kerucut rata-rata yang hitungannya sama dengan


metode Schmertmann
Nk

= cone factor = 15 20.

= adhesion factor, = 1 untuk normally konsolidasi, = 0,5


untuk over konsolidasi

2.10.

Faktor Aman
Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi

kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan
dengan maksud :

Universitas Sumatera Utara

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang


digunakan.
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas
tanah.
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban
yang bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau
kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi.
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih
dalam batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujianpengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter
kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja (working load)
yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5
(Tomlinson, 1977).
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Q a)
dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas
ultimit (Q u) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor
aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang,
sebagai berikut :

Qa =

Qu
........................................................................................... (2.3)
2,5

Universitas Sumatera Utara

2.11.

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT


Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah
(? ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut
geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Hubungan Dr, ? dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,
Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)
Sudut Geser Dalam
Nilai N

Kepadatan Relative (Dr)

0-4

0,0-0,2

Sangat lepas

Menurut
Peck
< 28,5

Menurut
Meyerhof
< 30

4-10

0,2-0,4

Lepas

28,5-30

30-35

10-30

0,4-0,6

Sedang

30-36

35-40

30-50

0,6-0,8

Padat

36-41

40-45

> 50

0,8-1,0

Sangat Padat

< 41

> 45

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data
uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan
koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).
1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :
N60 =

Em . CB . CS . CR
................................................................... (2.4)
0,60

dimana :
N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.
Em = Hammer eficiency (Tabel 2.2).
CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.3).
CS = Koreksi sampler (Tabel 2.3).

Universitas Sumatera Utara

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.3).


N

= Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut :


N60 = C N . N60 .................................................................................. (2.5)
Pasir halus normal konsolidasi :
CN =

2
'
1+v

................................................................................. (2.6)

Pasir kasar normal konsolidasi :


CN =

3
'
2 + v

................................................................................. (2.7)

Pasir over konsolidasi :


CN =

1,7
'
0,7 + v

.............................................................................. (2.8)

dimana :
N60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.
s 'v = Tegangan overburden efektif.
sr

= Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Tabel 2.2 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)


Hammer Release
Country
Hammer Type
Mechanism
Argentina
Donut
Cathead
Brazil
Pin weight
Hand dropped
Automatic
Trip
China
Donut
Hand dropped
Donut
Cathead

Hammer
Effeciency, Em
0.45
0.72
0.60
0.55
0.50

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.2 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)


Hammer Release
Country
Hammer Type
Mechanism
Colombia
Donut
Cathead
Tombi trigger
Donut
Japan
Cathead 2 turns +
Donut
Special release
UK
Automatic
Trip
Safety
2 turns on cathead
USA
Donut
2 turns on cathead
Venezuela
Donut
Cathead

Hammer
Effeciency, Em
0.50
0.78-0.85
0.65-0.67
0.73
0.55-0.60
0.45
0.43

Tabel 2.3 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)
Factor
Borehole diameter factor,
CB
Sampling methode factor,
CS

Rod lenght factor,


CR

Equipment Variables

Value

2.5-4.5 in (65-115 mm)


6 in (150 mm)
8 in (200 mm)

1.00
1.05
1.15

Standard sampler
Sampler without liner (not
recommended)

1.00
1.20

10-13 ft (3-4 m)
13-20 ft (4-6 m)
20-30 ft (6-10 m)
> 30 ft (> 10 m)

0.75
0.85
0.95
1.00

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir
dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan
sebagai berikut :
1.

Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).


Untuk tanah pasir dan kerikil :
Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap .......................... (2.9)
Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:
Qs = 2 N-SPT . p. L

Universitas Sumatera Utara

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :


Qp = 9 . Cu . Ap ............................................................................. (2.10)
Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:
Qs = a . cu . p . Li
Cu = N-SPT . 2/3 . 10
Dimana : a

= Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

Cu = Kohesi Undrained

2.

= keliling tiang

Li

= panjang lapisan tanah

Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).


Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :
fs =

r
N60 .................................................................................. (2.11)
50

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :


fs =

r
N60 .................................................................................(2.12)
100

dan :
Psu = As . fs ..................................................................................... (2.13)
dimana :
fs

= Tahanan satuan skin friction, kN/m2 .

N60 = Nilai SPT N60 .


As

= Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.


Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif :
Qs = 2 . N-SPT . p . Li................................................................... (2.14)

Universitas Sumatera Utara

dimana :

2.12.

Li

= Panjang lapisan tanah, m.

= Keliling tiang, m.

Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering


Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil kalendering ada

tiga

metode

yang digunakan,

yaitu

metode

Danish

Formula,

metode

HilleyFormula dan metode modified New ENR.


Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang
pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman
tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah
ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish
Formula adalah:
Pu =

xE
xE xL

S +
2 x A x Ep

............................................................. (2.15)
0. 5

dimana :
Pu

= Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

= Effisiensi alat pancang.

= Energi alat pancang yang digunakan.

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan.

= Luas penampang tiang pancang.

Ep = Modulus elastis tiang.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary
Christady, 2003)
Jenis Alat Pancang

Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer)

0.75 - 1.00

Pemukul aksi tunggal (single acting hammer)

0.75 - 0.85

Pemukul aksi double (double acting hammer)

0.85

Pemukul diesel (diesel hammer)

0.85 - 1.00

Tabel 2.5 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel
Hammer)

kN-m

Kip-ft

Kg-cm

Jlh.
Pukulan
Permenit

K 150

379.9

280

3872940

K 60

143.2

105.6

K 45

123.5

K 35
K 25

Tenaga Hammer
Type

Berat Balok Besi Panjang


kN

Kips

Kg

45 - 60

147.2

33.11

15014.4

1460640

42 - 60

58.7

13.2

5987.4

91.1

1259700

39 - 60

44

9.9

4480

96

70.8

979200

39 - 60

34.3

7.7

3498.6

68.8

50.7

701760

39 - 60

24.5

5.5

2499

Tabel 2.6 Nilai- nilai k 1 (Chellis, 1961)


Nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat

Bahan Tiang
Tiang baja atau pipa langsung pada
kepala tiang
Tiang langsung pada kepala tiang
Tiang beton pracetak dengan 75 110
mm bantalan didalam cap
Baja tertutup cap yang berisi bantalan
kayu untukl tiang baja H atau tiang pipa
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat
baja 10 mm

pukulan pemancangan di kepala tiang


3.5 MPa

7MPa

10.5MPa

14MPa

1.3

2.5

3.8

12.5

0.5

1.5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Nilai Efisiensi eh (Bowles, J. E., 1991)


Type

Efisiensi (e h )

Pemukul Jatuh (Drop Hammer)

0.75 1.0

Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer)

0.75 0.85

Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer)

0.85

Pemukul Diesel (Diesel Hammer)

0.85 1.0

Tabel 2.8 Koefisien restitusi n (Bowles, J. E., 1991)


Material

Broomed wood

Tiang kayu padat pada tiang

0.25

Bantalan kayu padat pada tiang

0.32

Bantalan kayu padat pada alas tiang

0.40

Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja
atau beton
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap)

0.50
0.40

Metode Hilley Formula juga banyak digunakan untuk menentukan apakah


suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada
kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang
telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode
Hilley Formula adalah :
Qu =

ehWr h

W r + n 2W p

s + 1 2 ( k1 + k 2 + k3 )

Wr + W p

..............................................2.16

Cumming (1940) menunjukkan bahwa persamaan telah mengikutsertakan


efek-efek kehilangan yang diasosiasikan dengan k1 , bentuk dari persamaan 2.18
umumnya lebih diterima dan dipakai.

Universitas Sumatera Utara

Suku k2 dapat diambil sebagai pemampatan elastis dari tiang


dengan energi regangan yang bersangkutan sebesar

Qu

Qu

AE

2 AE

Nilai k1 dapat dilihat dari tabel 2.7 Nilai efesiensi pemukul (eh ) bergantung
pada kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya
pada pemukul uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai- nilai (eh ) dalam tabel 2.7
dapat dipakai sebagai acuan. Nilai- nilai restitusi n ditunjuk dalam tabel 2.8,
dimana nilai-nilai aktualnyabergantung pada tipe dan kondisi bahan capblok dan
bantalan kepala tiang.
Nilai k3 dapat diambil (Bowles, J. E., 1991)
K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil)
= 2.5 mm 5 mm pada tanah yang lainnya.
Dimana:
Qu

= Kapasitas ultimate tiang

eh

= efesiensi palu (hammer eficiency)

Eh

= energi pemukul dari pabrik per aturan waktu

= tinggi jatuh ram

k1

= komperesi impuls menyebabkan kompresi/perubahan momentum

k2

= konpresi elastik tiang

k3

= kompresi elastik tanah

= panjang tanah

= koefisien restitusi

= penetrasi per pukulan

Wp

= berat tiang, termasuk pilecap, driving shoe, dan capblok

Wr

= berat ram (termasuk berat casing untuk pemukul aksi dobel)

Universitas Sumatera Utara

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan


apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada
kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang
telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode
modified New ENR adalah :
Qu = ?

? ? ? ?? ? ? ?
? G? ? G
?
?
G
?
?
?? ?
? ??? ?

Dimana:
E

= Effisiensi hammer

= 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm

Wp

= Berat tiang

WR

= Berat hammer

= koef. Restitusi antara ram dan pile cap

= tinggi jatuh

WR x h = Energi palu
SF yang direkomendasikan = 6

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang


adalah:
1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum
tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.
2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan
agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan
tiang kekertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

Universitas Sumatera Utara

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang


pancang mulai stabil
4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan
terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik
perpukulan (s).
Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung
tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan
dengan cepat. Metode ini digunakan dengan rumus :
Pu

= a eh.Eb(b log s .................................................................. (2.17)

Pijin

Pu
...................................................................................... (2.18)
SF

dimana :
Pu

= Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang.


a

= Konstanta.

= Konstanta.

eh

= Effisien baru.

Eb = Energi alat pancang


s

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan.

SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

2.13. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Loading Test
Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang
paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan

Universitas Sumatera Utara

uji pembebanan static. Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan static
merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada
selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode
interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang
diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.
Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan static, seorang
praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,
misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis
tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.
Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap
verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan
optimasi dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan
pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran
pergerakan tiang. Beban beban umumnya diberikan secara bertahap dan
penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat
untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan,
tiang terus menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak
dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya
merupakan suatu estimasi.
Sesudah tiang uji dipersiapkan ( dipancang atau dicor ), perlu ditunggu
terlerbih dahulu selama 7 hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini
penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan

Universitas Sumatera Utara

semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah
berdisipasi.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah
dengan menggunakan system kentledge seperti ditujukan pada Gambar 2.7. Cara
kedua adalah dengan menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tanah seperti
diiliustrasikan pada Gambar 2.8. Pembebanan diberikan pada tiang dengan
menggunakan dongkrak hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges
yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge
lainnya adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur
pergerakan relative dari tiang.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan
tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. Instrumentasi
yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi
lokasi tertentu disepanjang tiang. Tell tales pada kedalaman kedalaman
tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat
memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang
tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)

Gambar 2.11 Pengujian dengan tiang jangkar ( Tomlinson,1980 )

2.13.1. Metode Pembebanan


Metode pembebanan dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a) Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Monotonik
Slow Maintained Load Test ( SML ) menggunakan delapan kali
pengingkatan beban. Prosedur standar SML adalah dengan memberikan
beban secara bertahap setiap 25% dari beban rencana. Untuk tiap tahap

Universitas Sumatera Utara

beban, pembacaan diteruskan hingga penurunan ( settlement ) tidak lebih


dari 254 mm/ jam, tetapi tidak lebih dari 2 jam. Penambahan beban
dilakukan hingga dua kali beban rencana, kemudian ditahan. Setelah itu
beban diturunkan secara bertahap untuk pengukuran rebound.
b) Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) siklik
Metode pembebanan sama dengan SML monotonic, tetapi pada tiap
tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali
hingga tahap beban berikutnya ( unloading reloading ). Dengan cara ini,
rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban
pada

tanah

dapat

disimpulkan

dengan

lebih

baik.

Metode

ini

membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML monotonik.


c)

Quick Load Test ( Quick ML )


Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka

para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Metode


ini kontrol oleh waktu dan penurunan, dimana setiap 8 tahapan beban
ditahan dalam waktu yang singkat tanpa memperhatikan kecepatan
pergerakan tiang. Pengujian dilakukan hingga runtuh atau hingga
mencapai beban tertentu. Waktu total yang dibutuhkan 3 hingga 6 jam.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson,2000)

d) Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan ( Constant


Rate of Penetration Method Atau CRP )
Metode CRP merupakan salah satu alternative lain untuk pengujian
tiang secara statis. Prosedurnya adalah dengan membebani tiang secara
terus menerus hingga kecepatan penetrasi ke dalam tanah konstan.
Umumnya diambil patokan sebesar 0.245 cm/ menit atau lebih rendah bila
jenis tanah adalah lempung.
Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunujukkan bahwa
beban runtuh relative tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila
digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 0.125 cm/menit.
Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang
sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian
dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter
tiang bila pergerakan ( displacement ) sudah cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

Pengujian dengan metode CRP umumnya membutuhkan waktu sekitar 1


jam (tergantung ukuran dan daya dukung tiang). Metode CRP memberikan
hasil serupa dengan metode Quick ML, dan sebagaimana metode Quick
ML, metode ini juga dapat diselesaikan dalam waktu 1 hari.

2.13.2.

Interprestasi Hasil Uji Pembebanan Statik


Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interprestasi untuk
menentukan besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interprestasi,
namun dalam Tugas Akhir hanya akan dibahas menggunakan metode
Davisson dan metode Chin.
Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan
menggunakan metode Davisson adalah sebagai berikut:
Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.
1. Penurunan elastic dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
??
?

?
?? ? ??

............................................................................... (2.22)

Dimana:
Se = Penurunan elastic
Q = Beban uji yang diberikan
L = Panjang Tiang
Ap= Luas Penampang Tiang
Ep = Modulus elastisitas tiang
2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan
elastic ( Se ).

Universitas Sumatera Utara

3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana


X adalah:
X = 0.15 + D/120

(dalam inchi) ............................................... (2.23)

dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inchi.


4. Perpotongan antara kurva beban penurunan dengan garis lurus
merupakan daya dukung ultimit.

Gambar 2.13 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson


M.T (Tomlinson,2000)

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan


menggunakan metode Chin adalah sebagai berikut:
1. Gambarkan kurva antara rasio penurunan terhadap beban (s/Q)
terhadap penurunan, dimana s adalah penurunan dan Q adalah beban
seperti ditunjukan pada Gambar 2.14.
2. Tarik garis lurus yang mewakili titik-titik yang telah digambarkan,
dengan persamaan garis tersebut adalah s/Q = c1 .s + c2

Universitas Sumatera Utara

3. Hitung c1 dari persamaan garis atau dari kemiringan garis lurus yang
telah ditentukan
4. Qult =

1
, metode ini umumnya menghasilkan beban ultimit yang
c1

tinggi, sehingga harus dikoreksi atau dibagi dengan nilai faktor


sebesar 1,2 ~ 1,4.

S/Q (mm/ton)

Grafik Loading Test Menggunakan Metode Chin


0.080
0.075
0.070
0.065
0.060
0.055
0.050
0.045
0.040
0.035
0.030
0.025
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
0

10

12

14

16

18

Settlement (mm)

Gambar 2.14 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Chin


(Raharjo, Paulus P., 2005)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai