Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.1,2
Proyeksi tulang punggung kearah depan diharapkan merupakan suatu garis
lurus.Penyimpangannya, tidaklah diharapkan. Skoliosis didefinisikan sebagai terjadinya
kurvatura
ke
lateral,
dengan
putaran satu
atau lebih
pada tulang
punggung.
Skoliosismerupakan suatu kondisi yang rumit. Ditengarai dengan suatu keadaan tidak
hanyaterjadinya kecondongan kesamping tetapi juga perputaran kolumna vertebralis pada
aksislongitudinal. Serta sering bersamaan dengan terjadinya kiposis dan lordosis.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal
: 6 Desember 2014
Nama umur
: Tn. Sukarman
Umur
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
BB
: 80 kg
Gol. Darah
: B+
Alamat
: RT. 16 Talang Bakung, Jambi.
No. Reg
: 785730
Ruangan
: Kelas II
Diagnosa
: Fraktur 1/3 distal Femur Dekstra
Tindakan
: Pro ORIF fraktur 1/3 distal femur dekstra
b.
c.
d.
e.
f.
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu
Kepala
Mata
THT
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: 150/90 mmHg
: 72 x/menit
: 18 x/menit
: Afebris
: Normocephal
: SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
: DBN
: Pembesaran KGB (-), JVP 52 mmH2O
: Simetris, jejas (-)
: Vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
: Sonor (+)
: Cor
: Reg. BJ I, II, Gallop (-), Murmur (-)
Pulmo
: Vesikuler +/+, Whezing -/-, Rhonki -/-.
g. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h. Genital
i. Ekstremitas
b. Kimia Lengkap
Kimia Darah
Faal Hati
SGOT
SGPT
: 16 U/L
: 14 U/L
( < 40 )
( < 41 )
Faal Hati
3
Ureum
Kreatinin
: 27,7 mg/dL ( 15 39 )
: 0,9 mg/dL ( = 0,9 1,3 = 0,6 1.1 )
Gula Darah
GDS
: 110 mg/dL
( < 200 )
c. Pemeriksaan Radiologi
X-Ray
X-Foto Thoraks
: Cor dan Pulmo dalam batas normal
X-Foto Femur
: Fraktur 1/3 distal femur kanan dengan delayed union.
CT-Scan
: Pemeriksaan Penunjang yang lain
4. STATUS FISIK ASA
1/2/3/4/E
5. RENCANA TINDAKAN ANESTESI
1. Diagnosa pra bedah
: Fraktur 1/3 distal femur dekstra
2. Tindakan bedah
: Pro ORIF.
3. Status fisik ASA
:2
4. Jenis / tindakan anestesi
: Spinal Anestesi
Pramedikasi (jam : 10.20 wib)
Ranitidin 50 mg
Ondancentrone 4 mg
Dexamethason 10 mg
Asam Traneksamat 1.000 mg
LAPORAN ANESTESI
Tanggal
Nama
Umur
Jenis Kelamin
BB
Ruangan
Diagnosa
Operator
Ahli Anestesi
: 6 Desember 2014
: Tn. Sukarman
: 59 tahun
: Laki-laki
: 80 kg
: Kelas II
: Fraktur 1/3 distal femur dekstra
: dr. Budi Justitia, Sp.OT
: dr. Sulistyowati, Sp. An
: 18 x/menit
Suhu
: Afebris
b. Laboratorium
Hb
: 11,4 gr/dL
Leukosit
: 6,6 103/mm3
Ht
: 38,6 %
Eritrosit
: 6,57 106/mm3
Trombosit
: 302 103/mm3
Masa Pendarahan : 3
Masa Pembekuan : 4
c. Status Fisik : ASA II
2. Tindakan Anestesi
a. Metode
: Regional Anestesi
b. Premedikasi : Ranitidin 50 mg, ondancentrone 4 mg, deksamethason 10 mg, asam
traneksamat 1.000 mg.
3. Keadaan Selama Operasi
a. Letak Penderita
b. Intubasi
c. Penyulit Intubasi
d. Penyulit Waktu Anestesi/Operasi
e. Lama Anestesi
Urine
: Miring
: Tidak di intubasi
: Tidak Ada
:: 3 jam
: 500 cc.
5
f. Jumlah Cairan
Input
Output
Perdarahan
: RL 4 Kolf 2000 mL
HES 1 kolf 500 mL
PRC 1 Kantong 500 mL
NaCl 300 mL
Total 3.300 mL
: 500 cc
: 700 cc
Persiapan:
a. Pasien telah diberikan Informed Consent
b. Puasa 6 jam sebelum operasi
c. Persiapkan 1 kantong PRC
5. Monitoring
TD awal = 150/90 mmHg, Nadi = 72 x/menit, RR = 18x/menit
Jam (WIB)
TD (mmHg)
Nadi (x/menit)
RR
10.20
10.35
10.50
11.05
11.20
11.35
11.50
12.05
12.20
12.35
12.50
150/90
115/60
108/62
109/62
120/67
110/63
111/62
122/69
112/69
120/64
120/68
90
70
70
70
78
70
75
72
81
87
90
(x/menit)
22
19
20
24
22
19
17
18
18
20
21
6. Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 13.00 WIB
2. Keadaan Umum
: Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : 130/70 mmHg
Nadi :75 x/menit
RR : 18 x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Alderate:
Aktifitas
:1
Pernafasan : 2
Warna Kulit : 2
Sirkulasi
:2
Kesadaran : 2
Jumlah
:9
Instruksi Post Operasi:
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.1
B.
C.
D.
3.
mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan
resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah kolaps
kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan,
sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.
PEMBAHASAN BLOK SENTRAL
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris
(tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
I.
Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.2
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural
durameter ruang subarachnoid.
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal
dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5
Indikasi:
9
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya
ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba
tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.
Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
10
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3.
Hematokrit,
PT
(Prothrombine
Time),
PTT
(Partial
Thromboplastine Time)
2.
Peralatan resusitasi
3.
Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis
5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah
lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam
30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
12
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.
II.
Anestesia Epidural2,4
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di
ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman
ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang
terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,
sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
14
Bisa segmental
Reaksi sistemis
Komplikasi anestesi / analgesi epidural :
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual muntah
Indikasi analgesia epidural:
1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi
epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan
tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup
untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
15
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)
Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan
(misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
16
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang
diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada
tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau
17
18
Melipat Lutut
++
+
-
Melipat Jari
++
++
+
-
19
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula
paraanal.
Kontra indikasi : Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
Teknik anestesia kaudal :
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 2022 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik sampai di
atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat
berlebihan,
terutama
pada
analgesia
epidural
dengan
posisi pasien
yang
tidak
menguntungkan.
Tanda-tanda klinis:
20
1. tangan kesemutan
2. lidah kesemutan
3. napas berat
4. mengantuk kemudian tidak sadar
5. bradikardi dan hipotensi berat
6. henti napas
7. pupil midriasi.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas lebih
disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini timbul segera setelah tindakan
atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat sementara namun apabila tidak
ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut nyawa pasien.
Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan dapat segera
dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah jantung,
infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan pernapasan dengan O2 100%
kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah
terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk
melawan hipotensi.
Efek Fisiologis Blok Neuroaksial
1. Efek Kardiovaskuler:
-
Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di atas level
blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi
hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi,
dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan
vasopressor seperti efedrin.
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi:
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.
21
Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan
gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal:
-
SKOLIOSIS
Definisi
Skoliosis adalah deformitas pada tulang belakang yang seharusnya lurus menjadi
miring.
janin olehkarena adanya perubahan fisiologis dan patologi pada skoliosis. Manajemen
anestesi pada kasus ini harus benar-benar teliti untuk ibu dan janin. Kebutuhan anestesi untuk
wanita yang akan melahirkan yang memiliki skoliosis anestesinya lebih sulit dibandingkan
dengan partus normal. Beberapa literatur melaporkan efek samping dari tindakan anestesi
spinal pada wanita yang akan melahirkan dengan skoliosis adalah sakit kepala.
Beberapa tindakan pencitraan seperti rontgen tulang belakang, CT-san, dan MRI dapat
membantu tindakan untuk anestesi regional pasien dengan skoliosis.
Gambar 1. Algoritma untuk pedoman teknik neuraxial pada pasien skoliosis
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien laki-laki usia 49 tahun datang dengan keluhan besar kedua paha kakinya tidak
sama. Setahun yang lalu os mengalami kecelakaan, dan telah dipasang ORIF , namun ORIF
23
pasien patah didalam , menyebabkan kaki os tidak sama besar. Os disarankan untuk operasi
kembali. Saat didalam ruang operasi , ditemukan tulang punggung os tidak lurus, dari
keterangan os, os sadar kalau tulang punggungnya tidak lurus, tetapi hal itu tidak
mengganggu os, dan os tidak berobat karena itu.
Pada keadaan skoliosis, tindakan anestesi spinal menjadi sulit untuk dilakukan, namun
bukan kontraindikasi absolute. Tindakan anestesi spinal pada pasien dengan skoliosis dapat
menimbulkan berbagai macam risiko, bisa kesulitan dalam menusuk jarum spinal, jarum
tidak masuk pada tempatnya, dan ruang untuk pemberian obat anestesi tidak tepat.
Untuk itu , jika ingin tetap dilakukan tindakan anestesi spinal pada pasien dengan
skoliosis, ketilitian dan pengalaman diperlukan untuk meminimalkan risiko.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
2. Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994
24
25