Oleh :
Henggar Budi Prasetyo
ABSTRAK
Pasca reformasi terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sentralisme
menjadi desentralisme. Hal ini berimplikasi pada perpindahan kekuasaan dan
kewenangan dalam pengelolaan sumber daya daerah ke tangan pemerintah
daerah. Namun dampak sistem sentralisme masih belum dapat dibenahi dengan
segera pasca reformasi, seperti : ketersedian dan jangkauan infrastruktur
kesehatan dan pendidikan yang tidak sampai tingkat desa. Akibatnya
perkembangan sosial masyarakat desa sangat lambat. Untuk itu diperlukan
upaya strategis dalam pengembangan dan pembangunan kawasan pedesaan
berbasis ekonomi syariah. Mayoritas desa di Indonesia memiliki tokoh (figur)
yang dijadikan panutan, diantaranya adalah kyai. Kyai menjadi rujukan
masyarakat desa setiap terjadi permasalahan yang tidak mampu diselesaiakan
dengan logika. Meskipun perkembangan teknologi dan informasi sedikit
memudarkan peranan kyai. Namun kharisma kyai tetap diharapkan masyarakat
dalam menciptakan kedamaian dunia dan akhirat. Pedesaan memiliki potensi
ekonomi yang tinggi, namun dikarenakan kekurangan sumber daya manusia
terdidik, pengelolaan sumber daya pedesaan menjadi tidak optimal. Perbankan
syaraiah yang telah terbukti ketangguhanya menghadapi krisis, dengan fungsi
sosial dan ekonomisnya diharapkan mampu memberikan dorongan keuangan
maupun alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar masyarakat Indonesia
menjadi mandiri, adil, dan sejahtera.
Kata kunci : Desentralisasi, Perbankan syariah, dan Kyai
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan karya tulis ilmiah
dengan judul UPAYA STRATEGIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT INDONESIA MELALUI PENDAYAGUNAAN KYAI NDESO
DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
Penulisan karya ilmiah ini selesai atas bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai
pihak, maka penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Suratno STP, selaku praktisi pertanian di desa Genting.
2. Bapak Badhowi, S.Ag, MA, selaku akademisi di Universitas Negeri
Semarang
3. Bapak Midi, selaku pemuka agama di dusun Sedono.
4. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian maupun
penyusunan karya ilmiah.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini berguna bagi penulis sendiri maupun pihak yang
berkepentingan dengan penelitian ini.
Ambarawa, 29 Maret 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman judul ....................................................................................
Abstraksi ............................................................................................
ii
iii
Daftar Isi.............................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
11
B. Analisa Kasus.........................................................................
12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................
14
B. Saran.......................................................................................
14
15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca reformasi (1998) sistem pemerintahan Negara Republik
Indonesia mengalami perubahan sistem pemerintahan dari
sentralisme
desentralisasi
tidak
mudah
diterapkan
di
Indonesia.
Dikarenakan efek sentralisme masih tersisa dalam birokrasi pusat dan daerah,
seperti : pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan jangkauan terbatas
pada tingkat kecamatan. Jarak antara desa dengan kecamatan yang relatif jauh
terutama di luar jawa. Berakibat timbulnya ketertinggalan masyarakat di
kawasan pedesaan.
Pasca diberlakukan otonomi daerah terjadi perubahan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Pemerintah daerah yang terdiri dari
provinsi, kabupaten/ kota hingga desa. Dalam hal ini desa merupakan struktural
terkecil dari sistem otonomi daerah. Desa merupakan indikasi terdapatnya
sistem pemerintahan yang demokratis, berhaluan kemusyawaratan dan
kegotongroyongan, yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak dulu.
Pemerintah telah berupaya melakukan percepatan dan perluasan
pembanguan berupa peningkatkan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Hal
ini bertujuan meningkatkan kuantitas SDM terdidik di daerah. Dikarenakan
SDM merupakan aset dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya. Progam
MP3I tahun 2011 yang berisi perencanaan pembangunan infrastruktur nasional
yang ditargetkan hingga tahun 2025 merupakan upaya menciptakan
pemerataan pembangunan nasional.
kata
ndeso
melambangkan
kejujuran,
kepolosan,
dan
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A. Kajian Teoritis
Kesejahteraan dalam istilah umum menunjuk keadaan yang baik,
kemakmuran, kesehatan, dan kedamaian terpenuhi. Kesejahteraan merujuk
pada terpenuhi kebutuhan manusia.
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan
hidup yang selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang hidupnya. Kebutuhan
tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul
dengan sendirinya saat kebutuhan sebelumnya dipenuhi. Lima tingkat
kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari
yang paling rendah) :
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi diri
Imam Ghazali merupakan salah satu cendikiawan muslim terkemuka.
Kesejahteraan dalam pandangan Imam Ghazali adalah tercapai kemaslahatan
dunia dan akhirat, artinya kebutuhan duniawi dan akhirat harus diseimbangkan
dengan berperdoman pada Al-Quran dan Hadist nabi. Pandangan dari Imam
Al-Ghazali sesuai dengan pendapat Maslow pada hirarki teratas, yaitu
aktualisasi diri. Dikarenakan harta dan segala kepemilikan dunia ialah
kepunyaan Allah. Dan harus digunakan untuk kepentingan manusia (universal)
tidak terpatut pada keutamaan individu.
Perbedaan antara pendapata Maslow dengan Imam Al-Ghazali adalah
soal cara mencapai titik puncak hirarki kebutuhan. Dalam Maslow manusia
dibiarkan secara alamiah untuk mencapai titik puncak, sehingga terdapat
2.
3.
Kyai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli
agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan
mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. (Dhofier, 1982 : 55).
Pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat
Indonesia merdeka. Oleh karena itu terdapat keunikan yang membedakan antar
desa di nusantara. Keselurahan desa memiliki potensi unik yang bernilai
ekonomis.
Sistem sentralisme pada masa orde baru telah mengahapus kekuasaan
dan kewenangan desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Dikarenakan otoritas bersumber dari pemerintah pusat. Akibatnya ketersedian
infrastruktur seperti : kesehatan dan pendidikan tidak memadai.
Reformasi telah mengembalikan kekuasaan dan kewenangan desa
dalam melakukan perencanaan dan pembangunan. Berpedoman pada UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Namun hal ini
belum mampu untuk mengejar ketertinggal pembangunan desa jika dibanding
dengan perkotaan. Dikarenakan urbanisasi SDM terdidik dan kurangnya
ketersedian infrastruktur.
Perkembangan praktik perbankan terkhusus perbankan syariah yang
mengalami kemajuan pesat pasca reformasi. Seharusnya dapat menjalankan
fungsi ekonomi dan sosial dalam pembangunan desa. Berdasarkan prinsip
kekeluargaan dan gotong royong dapat disimpulkan perbankan syariah dan
desa memiliki asas yang sama. Oleh karena ini akan mendorong terciptanya
kerjasama saling menguntungkan.
Beberapa masyarakat desa tradisional (tertutup) kurang memiliki
pemahaman tentang praktik perbankan. Hal ini tentu menjadi penghambat
dalam pengembangan dan pembangunan potensi desa. Namun, di dalam desa
tentu terdapat tokoh panutan, diantaranya adalah kyai. Kyai memiliki peran
sebagai agen sosial dalam masyarakat. Perkataan kyai terkadang lebih
dipercaya masyarakat tradisional dari pada perkataan politikus bahkan
presiden. Untuk itu perlu pendaya gunaan kyai dalam perencanaan dan
pembangunan potensi desa berbasis ekonomi syariah. Keterlibatan kyai akan
mendorong terjadi partisipasi interaktif. Hal ini akan menciptakan kemandirian
dalam masyarakat.
C. Metodologi Penulisan
1.
2.
Metode :
a. Jenis Metode
Jenis penulisan karya tulis ilmiah ini adalah deskripsi. Penelitian
deskripsi berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat faktafakta aktual dengan sifat populasi tertentu. Metode penulisan deskriptif
dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang
terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam. Metode ini
bertujuan melukiskan dan memahami model suatu masyarakat secara
fenomenologis dan apa adanya dalam konteks satu kesatuan integral
(Arifin Tajul, 2008).
Penelitian ini berusaha menjelaskan pembangunan di pedesaan
pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah disertai dengan berbagai problematika yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan.
b. Teknik pengumpulan data :
i.
Dokumentasi
Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dokumen, catatan, majalah, foto dan
sebagainya yang dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi
bukti resmi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat
pengumpulan data berupa dokumen seperti Undang-undang,
buku ataupun literatur maupun dokumen yang berkaitan dengan
pembangunan pedesaan berbasis sistem ekonomi syariah.
Penelitian terdahulu terkait pembangun kawasan pedesaan dan
peran kyai sebagai agen of change dalam suatu masyarakat ditarik
sebagai sumber data dokumentasi. Desa di Indonesia memiliki
karateristik yang sama, perbedaan terletak pada nilai-nilai
Wawancara
Proses percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut (Moleong, 2002 : 186).
Desa genting terdiri dari (1) dusun genting (2) dusun kali dukuh
(3) dusun sodong (4) dusun tompak (5) dusun plimbungan (6)
dusun sedono (7) dusun kali pucung (8) dusun gintungan (9)
dusun wora-wari (10) Dusun gedek. Wawancara dilakukan
terhadap masyarakat dengan sample acak (random sampling).
Tiap dusun diambil 3 perwakilan masyarakat yang terdiri dari :
(1) kepala dusun (2) Tokoh masyarakat (kyai) (3) masyarakat
awam. Dalam karya ilmih ini, kyai diartikan sebagai gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya (Dhofier,
1982 : 55).
10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kasus
Pasca krisis (1998) perkembangan praktik perbankan syariah di
Indonesia berkembang pesat. Hal ini dilatar belakangi kegagalan sistem
perbankan konvensional yang menyebabkan krisis keuangan. Keunggulan
sistem
perbankan
syariah
dibandingkan
dengan
sistem
perbankan
11
Berimplikasi pada keengganan masyarakat untuk bermitra dengan lembagalembaga tersebut. Mayoritas pendapat masyarakat di desa Genting, diperoleh
melalui wawancara menyatakan bahwa mereka enggan untuk melalukan
pinjaman ataupun kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan dan litbang.
B. Analisa Kasus
No.
Dusun
Tidak Menerima
1.
Genting
2.
Pelimbungan
3.
Kali dukuh
4.
Sodong
5.
Tompak
6.
Gedek
7.
Abstaein
1
1
1
Sedono
8.
Kali pucung
9.
Gintungan
10.
Wora-wari
Total
12
12
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
2.
dengan
perbankan
syariah
untuk
mencapai
optimalisasi
pembangunan pedesaan.
B. Saran
1. Kiai sebagai tokoh sentral (panutan) dalam masyarakat perlo mendapat
transfer pengetahuan tentang praktik perbankan syariah. Karena ilmu
agama yang dipahami kyai terbatas pada unsur Ketuhanan. Sedangkan
praktik perbankan terus berkembangan, sehingga perlu sinkronisasi
pengetahuan.
Untuk
dapat
mendayagunakan
kyai
agen
sosial
pembangunan desa.
2. Penelitan hanya terbatas pada pola pedesaan di Pulau Jawa. Dikarenakan
Indonesia desa tersebar dari sabang hingga merauke. Untuk itu perlu
penelitian dari perwkilan desa di luar jawa, sebagai upaya menciptakan
pembangunan nasional secara merata.
14
Daftar Pustaka
Ateng.
2010.
Republik
Desa.
Alumni
Bandung
15