Anda di halaman 1dari 19

UPAYA STRATEGIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT INDONESIA MELALUI PENDAYAGUNAAN KYAI


NDESO DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
(Studi di desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang)

Oleh :
Henggar Budi Prasetyo

ABSTRAK
Pasca reformasi terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sentralisme
menjadi desentralisme. Hal ini berimplikasi pada perpindahan kekuasaan dan
kewenangan dalam pengelolaan sumber daya daerah ke tangan pemerintah
daerah. Namun dampak sistem sentralisme masih belum dapat dibenahi dengan
segera pasca reformasi, seperti : ketersedian dan jangkauan infrastruktur
kesehatan dan pendidikan yang tidak sampai tingkat desa. Akibatnya
perkembangan sosial masyarakat desa sangat lambat. Untuk itu diperlukan
upaya strategis dalam pengembangan dan pembangunan kawasan pedesaan
berbasis ekonomi syariah. Mayoritas desa di Indonesia memiliki tokoh (figur)
yang dijadikan panutan, diantaranya adalah kyai. Kyai menjadi rujukan
masyarakat desa setiap terjadi permasalahan yang tidak mampu diselesaiakan
dengan logika. Meskipun perkembangan teknologi dan informasi sedikit
memudarkan peranan kyai. Namun kharisma kyai tetap diharapkan masyarakat
dalam menciptakan kedamaian dunia dan akhirat. Pedesaan memiliki potensi
ekonomi yang tinggi, namun dikarenakan kekurangan sumber daya manusia
terdidik, pengelolaan sumber daya pedesaan menjadi tidak optimal. Perbankan
syaraiah yang telah terbukti ketangguhanya menghadapi krisis, dengan fungsi
sosial dan ekonomisnya diharapkan mampu memberikan dorongan keuangan
maupun alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar masyarakat Indonesia
menjadi mandiri, adil, dan sejahtera.
Kata kunci : Desentralisasi, Perbankan syariah, dan Kyai

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan karya tulis ilmiah
dengan judul UPAYA STRATEGIS PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT INDONESIA MELALUI PENDAYAGUNAAN KYAI NDESO
DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
Penulisan karya ilmiah ini selesai atas bimbingan, bantuan dan arahan dari berbagai
pihak, maka penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Suratno STP, selaku praktisi pertanian di desa Genting.
2. Bapak Badhowi, S.Ag, MA, selaku akademisi di Universitas Negeri
Semarang
3. Bapak Midi, selaku pemuka agama di dusun Sedono.
4. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian maupun
penyusunan karya ilmiah.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini berguna bagi penulis sendiri maupun pihak yang
berkepentingan dengan penelitian ini.
Ambarawa, 29 Maret 2014
Penulis

iii

DAFTAR ISI
Halaman judul ....................................................................................

Abstraksi ............................................................................................

ii

Kata Pengantar ...................................................................................

iii

Daftar Isi.............................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................

B. Rumusan Masalah ..................................................................

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...............................................

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN


A. Kajian Teoritis........................................................................

B. Metodologi Penulisan ............................................................

BAB III PEMBAHASAN


A. Studi Kasus ............................................................................

11

B. Analisa Kasus.........................................................................

12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................

14

B. Saran.......................................................................................

14

Daftar Pustaka ....................................................................................

15

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca reformasi (1998) sistem pemerintahan Negara Republik
Indonesia mengalami perubahan sistem pemerintahan dari

sentralisme

menjadi desentralisasi atau otonomi daerah. Sistem desentralisasi memberikan


kekuasaan dan kewenangan bagi daerah, untuk memprakarasai pembangunan
secara mandiri sesuai dengan daya dukung lingkungan. Pedoman dan
pengaturan tentang pelaksanaan otonomi daerah dimuat dalam UndangUndang 24 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sistem

desentralisasi

tidak

mudah

diterapkan

di

Indonesia.

Dikarenakan efek sentralisme masih tersisa dalam birokrasi pusat dan daerah,
seperti : pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan jangkauan terbatas
pada tingkat kecamatan. Jarak antara desa dengan kecamatan yang relatif jauh
terutama di luar jawa. Berakibat timbulnya ketertinggalan masyarakat di
kawasan pedesaan.
Pasca diberlakukan otonomi daerah terjadi perubahan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Pemerintah daerah yang terdiri dari
provinsi, kabupaten/ kota hingga desa. Dalam hal ini desa merupakan struktural
terkecil dari sistem otonomi daerah. Desa merupakan indikasi terdapatnya
sistem pemerintahan yang demokratis, berhaluan kemusyawaratan dan
kegotongroyongan, yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak dulu.
Pemerintah telah berupaya melakukan percepatan dan perluasan
pembanguan berupa peningkatkan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Hal
ini bertujuan meningkatkan kuantitas SDM terdidik di daerah. Dikarenakan
SDM merupakan aset dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya. Progam
MP3I tahun 2011 yang berisi perencanaan pembangunan infrastruktur nasional
yang ditargetkan hingga tahun 2025 merupakan upaya menciptakan
pemerataan pembangunan nasional.

Desa sebagai struktur masyarakat terkecil harus mampu menangkap


peluang pelaksanaan MP3I. Kondisi pedesaan dengan struktur masyarakat
tradisional (primitif) perlu memperoleh (transfer) ilmu pengetahuan dan
informasi dari intstansi pendidikan maupun korporasi. Agar pedesaan mampu
berpartisipasi dalam mendukung pembangunan nasional melaului optimalisasi
pengelolaan sumber daya daerah.
Potensi sumber daya yang tinggi di pedesaan, diantaranya : tanah subur
(pertanian), sumber mata air, kayu (kehutanan) yang tidak diimbangi dengan
ketersedian SDM terdidik. Berimplikasi pada tidak optimalnya produktivitas
(output) di desa. Potensi ini seharusnya dapat dikembangkan untuk
peningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Karateristik perbankan syariah dengan masyarakat pedesaan memiliki
kesamaan,

yaitu : kekeluargaan dan gotong-royong desa. Namun,

ketidaktahuan masyarakat di beberapa pedesaan tradisional (primitif),


berakibat pada keengganan masyarakat menerima dan bekerjasama dalam
kegiatan pengelolaan sumber daya. Keenggana masyarakat dilatar belakangi
kuatnya kepercanyaan pada nilai-nilai (tradisi) serta kekurang pemahaman
masyarakat desa tentang fungsi dan praktik perbankan syariah. Perbankan
dipandang sebagai lembaga keuangan yang seperti penjerat (lintah darat). Hal
ini sesungguhnya sangat berbeda dengan fungsi perbankan syariah yang diatur
dalam perundang-undangan, yaitu sebagai lembaga penghubung antara pihak
yang penyimpan (tabungan) dengan pihak yang membutuhkan (utang) yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan sebagai upaya
menanggulangi keterbatasan SDM terdidik praktik perbankan disertai
pendampingan (transfer ilmu pengetahuan dan teknologi).
Untuk itu diperlukan perantara (mediator) sebagai upaya meluruskan
kesalahan penafsiran dan fungsi perbankan di pedesaan, tertuma tentang
praktik perbankan syariah. Kyai sebagai sebagai salah satu tokoh masyarakat
seharusnya mampu menjadi perantara antara perbankan syariah dengan
masyarakat awam. Dalam penulisan judul kyai dililij atau disertai kata ndeso
dikarenakan

kata

ndeso

melambangkan

kejujuran,

kepolosan,

dan

kesederhanaan, sehingga sifat tersebut diharapakan dapat menginspirasi


masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Desa Genting dipilih sebagi objek penelitian dikarenakan merupakan
desa transisi dari desa tradisional menuju desa modern. Keadaan ini
meimbulkan kompleksitas permasalahan. Hal ini mendorong untuk
mengetahui pemahaman masyarakat mengenai perbankkan dan mengetahui
urgensi peran kyia sebagai agen sosial. Kyai sebagai agen sosial dapat
didayagunakan untuk mendorong optimalisasi pengelolaan sumber daya
berbasis ekonomi syariah di desa Genting.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman masyarakat di desa Genting terhadap praktik
perbankan syariah ?
2. Bagaimana peranan kiyai sebagai upaya strategis mendorong pembangunan
kawasan pedesaan berbasis ekonomi syariah ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
a. Menjelasakan pemahaman masyarakat di desa Genting terhadap
pelaksanaan perbankan syariah.
b. Menjelasakan peranan kiyai sebagai upaya strategis mendorong
pembangunan kawasan pedesaan berbasis ekonomi syariah.
2. Manfaat Penulisan
a. Bagi masyarakat pedesaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pengetahuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
b. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan pedesaan
yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
c. Bagi akademisi berguna untuk menambah pengetahuan di bidang
praktik perbankan syariah, khususnya di daerah pedesaan.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A. Kajian Teoritis
Kesejahteraan dalam istilah umum menunjuk keadaan yang baik,
kemakmuran, kesehatan, dan kedamaian terpenuhi. Kesejahteraan merujuk
pada terpenuhi kebutuhan manusia.
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan
hidup yang selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang hidupnya. Kebutuhan
tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul
dengan sendirinya saat kebutuhan sebelumnya dipenuhi. Lima tingkat
kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari
yang paling rendah) :
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi diri
Imam Ghazali merupakan salah satu cendikiawan muslim terkemuka.
Kesejahteraan dalam pandangan Imam Ghazali adalah tercapai kemaslahatan
dunia dan akhirat, artinya kebutuhan duniawi dan akhirat harus diseimbangkan
dengan berperdoman pada Al-Quran dan Hadist nabi. Pandangan dari Imam
Al-Ghazali sesuai dengan pendapat Maslow pada hirarki teratas, yaitu
aktualisasi diri. Dikarenakan harta dan segala kepemilikan dunia ialah
kepunyaan Allah. Dan harus digunakan untuk kepentingan manusia (universal)
tidak terpatut pada keutamaan individu.
Perbedaan antara pendapata Maslow dengan Imam Al-Ghazali adalah
soal cara mencapai titik puncak hirarki kebutuhan. Dalam Maslow manusia
dibiarkan secara alamiah untuk mencapai titik puncak, sehingga terdapat

kemungkinan terdapat manusia yang tidak dapat mencapai hal tersebut.


Dikarenakan keterbatasan usia.
Pebedaan pendapat Imam Al-Ghazali terletak pada kebutuhan
aktualisasi diri yang telah didorong untuk dicapai sejak kelahiran (berbagi
dengan sesama). Tahap hirarki kebutuhan tetap harus dipenuhi untuk mencapai
kebutuhan selanjutnya, namun manusia telah mengetahui tujuan yang ingin
dicapai. Jadi dalam hal ini tidak akan ada ketersesatan manusia dalam
pencapaian kesejahteraan.
Manusia tetap memiliki kebutuhan dasar, seperti : pangan, sandang, dan
papan. Untuk itu manusia diwajibkan melakukan aktifitas ekonomi. Iman AlGhazali merumuskan tiga alasan mengapa orang harus melakukan aktifitas
ekonomi, yaitu : a. pemenuhan kebutuhan hidup individu b. kesejahteraan
keluarga c. membantu orang lain. Oleh karena itu aktifitas ekonomi merupakan
kewajiban sosial dikarenakan bukan hanya merupakan kebutuhan individual
(perorangan).
Untuk itu dalam masyarakat harus terdapat institusi (lembaga) sebagai
dasar (fundamental) aktifitas perekonomian. Lembaga tersebut berfungsi
sebagai perantara dan pemberdaya masyarakat. Kemudian lahirlah praktik
perbankan sebagai tuntutan masyarakat atas tuntutan kebutuhan masyarakat.
Terdapat dua jenis perbankan yang dikenal di Indonesia, yaitu Perbankan
Syariah dan Perbankan Konvensioanl. Perbedaan mendasar terletak pada cara
pandang tentang kepemilikan dan kontrak. Perbankan konvesional memandang
kepemilikan dan kontrak merupakan kebebasan individu yang digerakan oleh
intensi pasar. Sedangkan dalam sistem perbankan syaraiah didasari oleh prinsip
kepemilikan dan kontrak yang bersal dari Allah, segala sesuatu yang terdapat
di dunia merupakan titipan Allah dan digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat umum. Semangat kekeluargaan dan gotong royong merupakan
dasar dari praktik perbankan syaraiah.
Penelitian dan pengembangan praktik perbankan syaraiah telah
meningkatkan jumlah produk perbankan. Diantaranya adalah pendampingan
kredit inklusif. Seringkali di suatu daerah keterbatasan SDM terdidik
5

mengakibatkan rendahnya produktifitas (output) dari aktifitas ekonomi.


Melalui praktik pendampingan kredit dapat terjadi alih ilmu pengetahuan dan
teknologi, selain praktik peminjaman modal.
Tidak meratanya pembangunan seringkali menimbulkan disparitas
budaya antara suatu daerah. Ilmu pengetahuan baru dianggap suatu hal tabu
(perusak) bagi pedesaan tradisional (primitif). Daerah ini sering lebih
menghormati dan mempercayai tokoh lokal dari pada ahli (akademisi).
Walaupun tokoh yang dihormati dan dipercaya sebenarnya salah. Tokoh
tersebut diantaranya Kyai. Menurut Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya
Tradisi Pesantren, mengatakan bahwa istilah kyai dalam bahasa jawa
dipakaian untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu :
1.

Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap


keramat. Kyai Garuda Kencana dipakai untuk sebutan kereta emas yang
abadi di Keraton Yogyakarta.

2.

Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada


umumnya.

3.

Kyai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli
agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan
mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. (Dhofier, 1982 : 55).
Pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat

lokal. Dapat mendorong tercapainya optimalisasi pembangunan pedesaan.


Teori partisipasi interaktif yang dikemukan oleh Prety,J.,1995 sangat sesuai
diterapkan dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Teori partisipatif
interaktif merupakan keterlibatan masyarakat dalam proses analisis untuk
perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan,
sehingga masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelakasanaan
keputusan-keputusan mereka.
B. Kerangka Berfikir
Desa merupakan struktural masyarakat terkecil. Meskipun di Indonesia
terdapat bermacam-macam sebutan untuk desa, namun semuanya memiliki
kesamaan subtansi (fungsi). Desa di Indonesia telah tumbuh jauh sebelum
6

Indonesia merdeka. Oleh karena itu terdapat keunikan yang membedakan antar
desa di nusantara. Keselurahan desa memiliki potensi unik yang bernilai
ekonomis.
Sistem sentralisme pada masa orde baru telah mengahapus kekuasaan
dan kewenangan desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Dikarenakan otoritas bersumber dari pemerintah pusat. Akibatnya ketersedian
infrastruktur seperti : kesehatan dan pendidikan tidak memadai.
Reformasi telah mengembalikan kekuasaan dan kewenangan desa
dalam melakukan perencanaan dan pembangunan. Berpedoman pada UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Namun hal ini
belum mampu untuk mengejar ketertinggal pembangunan desa jika dibanding
dengan perkotaan. Dikarenakan urbanisasi SDM terdidik dan kurangnya
ketersedian infrastruktur.
Perkembangan praktik perbankan terkhusus perbankan syariah yang
mengalami kemajuan pesat pasca reformasi. Seharusnya dapat menjalankan
fungsi ekonomi dan sosial dalam pembangunan desa. Berdasarkan prinsip
kekeluargaan dan gotong royong dapat disimpulkan perbankan syariah dan
desa memiliki asas yang sama. Oleh karena ini akan mendorong terciptanya
kerjasama saling menguntungkan.
Beberapa masyarakat desa tradisional (tertutup) kurang memiliki
pemahaman tentang praktik perbankan. Hal ini tentu menjadi penghambat
dalam pengembangan dan pembangunan potensi desa. Namun, di dalam desa
tentu terdapat tokoh panutan, diantaranya adalah kyai. Kyai memiliki peran
sebagai agen sosial dalam masyarakat. Perkataan kyai terkadang lebih
dipercaya masyarakat tradisional dari pada perkataan politikus bahkan
presiden. Untuk itu perlu pendaya gunaan kyai dalam perencanaan dan
pembangunan potensi desa berbasis ekonomi syariah. Keterlibatan kyai akan
mendorong terjadi partisipasi interaktif. Hal ini akan menciptakan kemandirian
dalam masyarakat.
C. Metodologi Penulisan

1.

Tempat dan waktu :


Sumber data diperoleh dari desa Genting, kecamatan Jambu, kabupaten
Semarang. Diambil pada tanggal 1 dan 14 Februari 2014.

2.

Metode :
a. Jenis Metode
Jenis penulisan karya tulis ilmiah ini adalah deskripsi. Penelitian
deskripsi berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat faktafakta aktual dengan sifat populasi tertentu. Metode penulisan deskriptif
dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang
terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam. Metode ini
bertujuan melukiskan dan memahami model suatu masyarakat secara
fenomenologis dan apa adanya dalam konteks satu kesatuan integral
(Arifin Tajul, 2008).
Penelitian ini berusaha menjelaskan pembangunan di pedesaan
pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah disertai dengan berbagai problematika yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan.
b. Teknik pengumpulan data :
i.

Dokumentasi
Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dokumen, catatan, majalah, foto dan
sebagainya yang dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi
bukti resmi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat
pengumpulan data berupa dokumen seperti Undang-undang,
buku ataupun literatur maupun dokumen yang berkaitan dengan
pembangunan pedesaan berbasis sistem ekonomi syariah.
Penelitian terdahulu terkait pembangun kawasan pedesaan dan
peran kyai sebagai agen of change dalam suatu masyarakat ditarik
sebagai sumber data dokumentasi. Desa di Indonesia memiliki
karateristik yang sama, perbedaan terletak pada nilai-nilai

filosofis yang mendasari asal-usul desa. Dalam penelitian ini


menggali asal-usul desa, untuk disesuiakan dengan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan yang disandingkan dengan
praktik perbankan syaraiah.
ii.

Wawancara
Proses percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut (Moleong, 2002 : 186).
Desa genting terdiri dari (1) dusun genting (2) dusun kali dukuh
(3) dusun sodong (4) dusun tompak (5) dusun plimbungan (6)
dusun sedono (7) dusun kali pucung (8) dusun gintungan (9)
dusun wora-wari (10) Dusun gedek. Wawancara dilakukan
terhadap masyarakat dengan sample acak (random sampling).
Tiap dusun diambil 3 perwakilan masyarakat yang terdiri dari :
(1) kepala dusun (2) Tokoh masyarakat (kyai) (3) masyarakat
awam. Dalam karya ilmih ini, kyai diartikan sebagai gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya (Dhofier,
1982 : 55).

c. Teknik analisis data


Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Adapun
metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik analisis data diskriptif, dengan tujuan
untuk mendiskripsikan atau menggambarkan keadaan atau suatu
fenomena. Analisis data diskriptif dimaksudkan bahwa peneliti ingin
mengetahui pengetahuan, pemahaman, dan stratifikasi sosial termasuk
kyai di dalamnya di desa genting tentang praktik perbankan syariah.
Analisa dilakukan dengan membandingkan karateristik dan tujuan
perbankan syariah dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian

ditarik kesimpulan tentang kesesuain prinsip perbankan syariah dan


desa. Untuk kemudian dijadikan model kerjasama antara perbankan
syariah dengan desa, khususnya desa tradisional (tertutu). Hasil
wawancara akan dikelompokan kedalam kelompok yang menerima,
tidak merima, dan abstain.

10

BAB III
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kasus
Pasca krisis (1998) perkembangan praktik perbankan syariah di
Indonesia berkembang pesat. Hal ini dilatar belakangi kegagalan sistem
perbankan konvensional yang menyebabkan krisis keuangan. Keunggulan
sistem

perbankan

syariah

dibandingkan

dengan

sistem

perbankan

konvensional ialah keseimbangan fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Selain


mencari keuntungan perbankan syariah juga membantu dan mendorong
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini didasari bahwa segala
sesuatu di dunia adalah kepunyaan Allah, sehingga antar makhluk hidup harus
saling tolong-menolong (gotong-royong).
Di Indonesia mayoritas penduduk misikin berada di desa. Hal ini
sebagai implikasi sistem pemerintahan sentralisme. Desa tertinggal itu
diantaranya adalah Genting. Meskipun pelaksanaan otonomi daerah telah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, belum terjadi
optimalisasi pengelolaan daya dukung (sumber daya) desa. Belum terjadi
pemerataan daya beli (kembampuan) masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan
dasar.
Desa genting memiliki potensi ekonomi yang tinggi, diantaranya :
kebun rakyat (kopi, bambu, jagung, dll), sumber mata air, perkebunan wisata,
dan kesenian tradisional (ketoprak dan kuda lumping). Namun, sumber daya
ini belum mampu menciptkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan yang
kurang optimal diantarnya dilatar belakangi keterbatasan modal finansial,
teknologi, dan keahlian yang dimiliki.
Permasalahan modal finansial seharusnya dapat diperoleh melaui
pinjaman lembaga keuangan (perbankan). Dan teknologi dan keahlian dapat
diperoleh melalui lembaga penelitian dan pengembangan (perguruan tinggi).
Namun dikarenakan ketakutan masyarakat terhadap resiko dan biaya tinggi.

11

Berimplikasi pada keengganan masyarakat untuk bermitra dengan lembagalembaga tersebut. Mayoritas pendapat masyarakat di desa Genting, diperoleh
melalui wawancara menyatakan bahwa mereka enggan untuk melalukan
pinjaman ataupun kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan dan litbang.
B. Analisa Kasus
No.

Dusun

Penerimaan masyarakat dalam praktik perbankan syariah


Menerima

Tidak Menerima

1.

Genting

2.

Pelimbungan

3.

Kali dukuh

4.

Sodong

5.

Tompak

6.

Gedek

7.

Abstaein

1
1
1

Sedono

8.

Kali pucung

9.

Gintungan

10.

Wora-wari
Total

12

12

Diperoleh melalui wawancara tanggal 1 Maret 2014

Dari wawancara yang dilakukan terlihat pemahaman masyarakat


tentang praktik perbankan syariah dalam masyarakat hampir mencapai 50 %
dari total populasi. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa desa Genting
sedang mengalami transisi dari desa tradisional menjadi desa modern. Namun
meskipun memiliki pemahaman tentang praktik perbankan syariah namun
kontribusi perbankan syariah di pedesaan masih kurang. Selain karena faktor
keengganan masyarakat untuk bermitra, perbankan juga enggan untuk
bermitra. Dikarenakan perilaku masyarakat desa dipandang tidak produktif
sehingga hal ini tidak akan berkontribusi pada perolehan keuntungan dari
praktik perbankan. Dari wawancara diperoleh informasi bahwa jumlah
masyarakat yang melakukan pinjaman dari perbankan. Jika dibuat rasio hanya
1 : 30, itupun pinjaman pada sektor perbankan konvensional.
Melihat potensi ekonomi pertanian, sumber mata air, dan kebudayaan
di desa Genting. Hal ini membutuhkan suatu dukungan dari pemerintah,
perbankan, dan lembaga litbang. Dalam hal ini perbankan syariah harus
12

memberikan kontribusi melalui fungsi ekonomis dan sosialnya. Perbankan


syariah harus menjadi lembaga penghubungan antara pihak yang memiliki
modal dengan membutuhkan modal. Selain itu pola pendampingan kredit juga
dapat menghubungkan antara pihak yang memiliki teknologi dan keahlian
dengan pihak yang membutuhkan.
Dengan kehadiran perbankan syariah permasalahan modal finansial,
teknologi, dan keahlian dapat diatasi. Namun, pemahaman masyarakat tentang
praktik perbakan merupakan permasalahan yang bersifat internal. Untuk itu
diperlukan upaya internal agar kemitraan antara perbankan syariah dengan desa
dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam hal ini kiai (tokoh masyarakat)
merupakan figur panutan dan dipercaya di desa Genting. Dalam pengertian
para ahli, kiai adalah guru dalam suatu pesantren. Namun dalam penelitian ini
istilah kiai adalah tetua desa yang memiliki ilmu agama yang telah diterapkan
dalam perilaku keseharian atau dapat dikatakan guru dari masyrakat.
Perbankan syariah bukan hanya merupakan aktifitas ekonomi namun
aktifitas sosial juga harus terdapat dalam praktik usaha. Untuk itu Kyai
diharapakan dapat memberikan pengetahuan agama, sosial, dan ekonomi
kepada masyarakat. Dari wawancara yang dilakukan terhadap Kyai di desa
genting. Tidak semua kyai mengerti tentang praktik perbankan syariah. Untuk
itu perbankan syariah harus mendayagunakan kyai terlebih dahulu. Melalui
musyawarah perencanaan pembangunan desa. Ketidak tauan kyai terhadap
praktik perbankan syariah hanya bersifat teknis. Dikarenakan soal dasar
keagaman kyai sudah mampu membedakan antara yang hak dan yang batil
termasuk praktik riba.

13

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.

Pemahaman masyarakat desa Genting terhadap praktik perbankan syariah


belum merata. Setengah dari subjek penelitian tidak memahami (menolak)
praktik perbankan syariah dikarenakan ketakuatan terhadap resiko
penyitaan barang jaminan, dikarenakan ketidak mampuan mengembalikan
pinjaman.

2.

Kyai di desa genting masih memiliki kepercayaan di mata masyarakat


berperanan sebagai agen sosial. Kyai memiliki ilmu agama untuk
membedakan mana yang hak dan batil. Oleh karena itu kyai dapat
didayagunakan sebagi jembatan dalam pelaksanaan praktik perbankan
syariah. Kyai dapat memberikan pemahaman dan keayakinan bahwa
resiko tentang perbankan yang mereka pahami. Berbeda dengan peraturan
perundang-udnangan. Perbankan syariah tidak hanya memiliki tujuan
ekonomis tetapi juga memiliki tujuan sosial. Hal ini konvergensi antara
desa

dengan

perbankan

syariah

untuk

mencapai

optimalisasi

pembangunan pedesaan.
B. Saran
1. Kiai sebagai tokoh sentral (panutan) dalam masyarakat perlo mendapat
transfer pengetahuan tentang praktik perbankan syariah. Karena ilmu
agama yang dipahami kyai terbatas pada unsur Ketuhanan. Sedangkan
praktik perbankan terus berkembangan, sehingga perlu sinkronisasi
pengetahuan.

Untuk

dapat

mendayagunakan

kyai

agen

sosial

pembangunan desa.
2. Penelitan hanya terbatas pada pola pedesaan di Pulau Jawa. Dikarenakan
Indonesia desa tersebar dari sabang hingga merauke. Untuk itu perlu
penelitian dari perwkilan desa di luar jawa, sebagai upaya menciptakan
pembangunan nasional secara merata.

14

Daftar Pustaka

Hiroko Horikoshi. 1987. Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta : LP3S


Miftah Faridl. 2000. Peran Presepsi Teologis dalam Perilaku Sosial
Politik Kyai (Disertasi pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Purwana, Dedi. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. UNJ Press : Jakarta
Syafrudin,

Ateng.

2010.

Republik

Desa.

Alumni

Bandung

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

15

Anda mungkin juga menyukai