Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakologi berasal dari kata (Yunani) yang artinya farmakon yang berarti obat dalam
makna sempit, dan dalam makna luas adalah semua zat selain makanan yang dapat
mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh. Logos berarti ilmu. Sehingga
farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh bahan kimia pada sel hidup dan
sebaliknya reaksi sel hidup terhadap bahan kimia tersebut. Pada mulanya farmakologi
mencakup berbagai pengetahuan tentang obat yang meliputi: sejarah, sumber, sifat-sifat fisika
dan kimiawi, cara meracik, efek fisiologi dan biokimiawi, mekanisme kerja, absorpsi,
distribusi, biotranformasi dan ekskresi, serta penggunaan obat untuk terapi dan tujuan lain.
Salah satu cabang ilmu Farmakologi adalah Farmakoterapi yang mempelajari tentang
penggunaan obat untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit. Berdasarkan permasalahan
tersebut kami akan membahas peranan ilmu farmakologi untuk mengobati penyakit yang
terjadi di saluran usus antara lain : penyakit usus inflamartorik, kanker kolon, penyakit
sembelit atau konstipasi, radang usus besar, dsb.
Adapaun golongan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit saluran lambungusus diantaranya :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Antasida
Obat Penghambat Sekresi Asam Lambung
Obat-Obat Yang Meningkatkan Mukosa Lambung
Digestan
Laksantia
Antidiare
Antimetika

1.2 Rumusan Masalah


Apakah komposisi obat yang diberikan kepada pasien penderita infeksi saluran usus
sesuai dan efektif bagi si penderita infeksi saluran usus ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui komposisi obat yang diberikan oleh dokter kepada penderita infeksi
saluran usus apakah sesuai dan efektif bagi penderita infeksi saluran usus
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCL yang dikeluarkan
lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin.

Umumnya antasida

merupakan basa lemah. Senyawa oksi alumunium sukar untuk meninggikan pH lambung lebi
dari 4, sedangkan basa yang lebih kuat seperti magnesium hidroksida secara teoritis apat
meninggikan pH sampai 9, tetapi kenyataannya tidak terjadi. Semua antasida meningkatkan
produksi HCL berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin.
Antasida dibagi kedalam dua golongan yaitu antasida sistemik dan antaasida non
sistemik. Antasida sistemik misalnya natrium bikarbonat, diabsorbsi dalam usus halus
sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi
alkalosis metabolik.kronik natrium bikarbonat memudahkannefrotiliasis fosfat. Antaida non
sistemik hampir tidak diabsorbsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik.
Contoh antasida non sistemik ialah sediaan magnesium, aluminium dan kalsium.
a.

Obat penghambat sekresi asam lambung


Obat berikut ini diindikasi untuk tukak peptik karena dapat menghambat sekresi asam

lambung, yaitu antihistamin H2, antimuskarinik, penghambat proton dan misoprostol.


Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuar dari
AH2. Obat ini bekerja di terakhir peoses asam lambung, lebih distal dari AMP. Pada obat
misoprostol, suatu analog metil ester prostaglandi E1. Obat ini berefek menghambat sekresi
HCL dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang diinduksi obat-obat
AINS. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum, efeknya berbeda bermakna
dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin. Misoprostol menyembuhkan tukak
duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.
b.

Obat yang mempertahankan mukosa lambung


Obat yang mempertahankan mukosa lambung contohnya sukralfat. Senyawa

alumunium sukrosa ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam ddan terikat pada
jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak diabsorbsi secara sistemik.
Obat yang bekerja ebagai sawar terhadap HCL dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak

duodenum. Kaarenaa suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberiaan bersama
AH2 atau antasida menurunkan biovailabilitas.
c.

Obat penguat motilitas


Obat ini juga dinamakn prokinetika atau propulsiva dan berdaya antiemetik serta

antagonis dopamin. Gerakan peristaltik lambung dan usus duabelas jari dihambat oleh
neurotransmiter dopamin. Efek ini ditiadakan oleh antagonis-antagonis tersebut dengan jalan
menduduki reseptor DA yang banyak terdapat disaluran cerna dan otak.
Penggunaan antiemetik tersebut pada gangguan lambung adalah kaarena pengaruh
memperkuat motilitas lambung yang diperkirakan terganggu. Dengan demikian pengaliran
kembali empedu dan enzim-enzim pencernaan dari duodenum kejurusan lambung tercegah.
Tukak tidak dirangsang lebih lanjut dan dapat sembuh dengan lebih cepat.
d.

Obat penenang
Sudah lama diketahui bahwa stres emosional membuat penyakit tukak lambung

bertambah parah, sedangkan pada waktu serangan akut biasanya timbul kegelisahan dan
kecemasan pada penderita. Guna mengatasi hal-hal tersebut, penderita sering kali diterapi
dengan antasida disertai tambahan obat penenang seperti oksazepam.
Pembagian kelompok obat-obatan yang mempengaruhi sistem pencernaan dibagi
menjadi 7 kelompok yaitu :
1) Antasida
Adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk

nyeri tukak

peptik. Antasida dibagi menjadi 2 golongan yaitu :


a)
b)

Antasida sistemik, contohnya : natrium bikarbonat


Antasida non sistemik, contohnya :aluminium Hidroksida, Magnesium Hidroksida,

Kalsium Karbonat, Magnesium Trisilikat


2) Obat Penghambat Sekresi Asam Lambung
Obat ini diindikasikan untuk tukak peptik karena dapat menghambat sekresi asam
lambung. Dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut mekanisme kerjanya, yaitu :
a)

H2-blockers, contohnya : simetidin, ranitidin, famitidin, roxatidin. Obat-obat ini


menempati reseptor histamin-H2 secara selektif dipermukaan sel-sel parietal, sehingga

sekresi asam lambung dan pepsin sangat dikurangi.


b)
Penghambat Pompa Proton (PPT), contohnya : omeprazol, lansoprazol, pantoprazol,
rabeprazol (pariet), esomeprazol (nexium). Obat-obat ini mengurangi sekresi asam (yang
normal dan dibuat) dengan jalan menghambat emzim H+/K+-ATPase secara selektif
dalam sel-sel tersebut.
3

c)

Analogon Prostaglandin-E1, contohnya : misoprostol (cytotec) menghambat secara

d)

langsung sel-sel parietal.


Zat-Zat Pelindung Ulcus, contohnya : mucosaprotectiva, sukralfat, Al-hidroksida, dan
bismut koloidal yang menutup tukak dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan

asam pepsin
e)
Antibiotika, contohnya : amoksisislin, tetrasiklin, klaritromisin, metronidazol, dan
tinidazol. Obat ini digunakan dalam kombinasi sebagai triple atau quadruple therapy
untuk membasmi H.pylory dan untuk mencapai penyembuhan lengkap tukak
lambung/usus.
f)
Obat Penguat Motilitas, contohnya : metoklopramida, cisaprida, dan domperidon. Obat
ini juga digunakan prokinetika atau propulsiva dan berdaya antiemetik serta antagonis
dopamin.
g)
Obat Penenang, contohnya : meprobamat, diazepam dan lain-lain.
h)
Obat Pembantu, contohnya : asam alginat, succus, dan dimethicon
3)

Obat-Obat Yang Meningkatkan Mukosa Lambung


Contohnya : sulkralfat

4) Digestan
Adalah obat yang membantu proses pencernaan. Obat ini bermanfaat pada defisiensi satu
atau lebih zat yang berfungsi mencerna makanan di saluran cerna. Contohnya : enzim
pankreas, dan empedu
5) Laksansia
Adalah zat-zat yang menstimulasi gerakan peristaltik usus sebagai refleks dari
rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan demikian menyebabkan atau
mempermudah buang air besar atau (defekasi) dan meredakan sembelit. Laksansia dibagi
berdasarkan atas farmakologi dan sifat kimiawinya yaitu :
a)

Laksansia Kontak, contoh : derivat-derivat antrakinon (Rhammus = Cascara sagrada,


senna, rhei), derivat-derivat difenilmetan (bisakodil, pikosulfat, fenolftalein), dan minyak
kastor. Zat-zat ini merangsang secara langsung dinding usus dengan akibat

b)

peningkatanperistaltik dan pengeluaran isi usus dengan cepat.


Laksansia Osmotik, contohnya : magnesium sulfat/sitrat dan natrium sulfat, gliserol,
manitol, sorbitol, laktulosa, dan laktitol. Senyawa-senyawa ini berkahasiat mencahar
berdasarkan lambat absorpsinya oleh usus, sehingga menarik air dari luar usus melalui

c)

dinding ke dalam usus oleh proses osmosa.


Zat-Zat Pembesar Volume, contohnya : zat-zat lendir (agar-agar, metilselulosa, dan
CMC), dan zat-zat nabati Psyllium, Gom Sterculia dan katul. Semua senyawa
polisakarida ini sukar dipecah dalam usus dan tidak diserap (dicernakan).
4

d)

Zat-Zat Pelicin dan Emollientia, contohnya : natrium docusinat, natriumlauril-sulfoasetat, dan parafin cair. Kedua zat pertama memiliki aktivitas permukaan (detergensia)
dan mempermudah defekasi, karena melunakkan tinja dengan jalan meningkatkan
penetrasi air ke dalamnya. Parafin melicinkan penerusan tinja dan bekerja sebagai bahan
pelumas

6) Antidiare
Adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya diare.
Pembagian obat antidiare adalah :
a)

Kemoterapeutika, untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare,

b)

seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon dan furazolidon.


Obstipansia, untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa
cara, yakni :
- Zat-zat penekan peristaltik
- Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus
- Adsorbensia

c)

Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang kejang otot yang sering kali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium

7) Antiemetika
Adalah zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah. Berdasarkan
mekanisme kerjanya dapat dibedakan sebagai berikut :
a)

Antikolinergika, contohnya skopolamin dan antihistaminika (siklizin, meklizin,


sinarizin, prometazin, dan dimenhidrinat). Obat-obat ini efektif terhadap segala jenis

muntah dan banyak digunakan pada mabuk darat dan mual kehaminla (antihistaminika).
b)
Antagonis Dopamin.Zat-zat ini hanya efektif pada mual yang diakibatkan oleh efek
samping obat. Contoh obatnya : propulsiva (prokinetika), derivat fenotiazin, derivat
c)
d)

butirofenon.
Antagonis Serotinin, contohnya : granisetron, ondansetron, dan tropisetron.
Kortikosterioda, contohnya : deksametason ternyata efektif untuk muntah-muntah yang

e)

diakibatkan oleh sitostatika.


Benzodiazepin.Mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari otak dan tidak mengurangi
frekuensi dan hebatnya emesis melainkan memperbaiki sikap pasien terhadap peristiwa

f)

muntah.
Kanabinoida, contohnya : marihuana, THC = Tetrahidricanabinol = dronabinol).
Efektif pada dosis tinggi sitostatika

2.

THIAMPHENICOL
5

a. Obat Generik : Thiamphenicol / Tiamfenikol


b. Komposisi

Thiamphenicol Kapsul 250 mg : Tiap kapsul mengandung Tiamfenikol 250 mg.

Thiamphenicol Kapsul 500 mg : Tiap kapsul mengandung Tiamfenikol 500 mg.

Thiamphenicol Sirup 125 mg/5 ml : Tiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung


Tiamfenikol 125 mg.

Thiamphenicol Sirup Forte 250 mg/5 ml : Tiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung


Tiamfenikol 250 mg.

c. Farmakologi
Tiamfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang mempunyai cara kerja seperti
kloramfenikol. Tiamfenikol kurang aktif dibandingkan dengan kloramfenikol, namun sama
efektifnya dan efek bakterisidnya lebih baik terhadap Haemophilus spp dan Neisseria spp.
Tiamfenikol bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom bakteri secara reversiblesehingga
menghambat sintesis protein dari bakteri yang peka, yang pada akhirnya menghambat
pertumbuhan bakteri.

d. Indikasi

Infeksi saluran kemih dan kelamin.

Infeksi gonore (GO).

Infeksi saluran pencernaan.

Infeksi tifus dan paratifus.

Infeksi saluran pernafasan.

e. Kontra Indikasi
6

Penderita yang hipersensitif/alergi terhadap tiamfenikol.

Penderita depresi sumsum tulang atau diskrasia darah.

Wanita hamil dan menyusui.

f. Dosis dan Aturan Pakai

Dewasa : 4 kali sehari 250-500 mg.

Anak-anak atau bayi berusia lebih dari 2 minggu : 50 mg/kg berat badan/hari dibagi
menjadi 3-4 kali pemberian.

Bayi berusia kurang dari 2 minggu : 25 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi 4-6 kali
pemberian.

Bayi prematur : 25 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi 2 kali pemberian.

g. Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas/alergi, gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, diare),


sariawan, glositis, ensefalopati, depresi mental, sakit kepala, dan ototoksisitas.

Anemia hemolitik.

Reaksi Jarish-herxheimer.

Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan perdarahan, neuritis optik dan perifer.

Efek samping yang potensial fatal : depresi sumsum tulang, grey baby syndrome,
anafilaktik.

h. Peringatan dan Perhatian

Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis harus dikurangi untuk mencegah
terjadinya akumulasi obat.

Selama pengobatan dianjurkan untuk banyak minum (minimal 1,5 liter sehari) untuk
mencegah kristaluria.

Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah secara


periodik karena kemungkinan terjadi diskrasia darah.

Hentikan penggunaan Cotrimoxazole bila sejak awal penggunaan ditemukan ruam


kulit atau tanda-tanda efek samping lain yang serius.

i. Interaksi Obat

Tiamfenikol dapat meningkatkan efek warfarin dan sulfonylurea.

Tiamfenikol meningkatkan kadar fenitoin plasma.

Metabolisme Tiamfenikol meningkat oleh fenobarbital dan rifampisin.

3. Penyakit pada Usus


Usus adalah organ tubuh yang berbentuk seperti pipa-pipa. Setiap saat usus secara
aktif menyerap, mengeluarkan, mengirimkan sinyal, dan memetabolisasi. Usus berperan
sebagai penjaga gawang sistem makanan bagi tubuh kita. Usus membiarkan protein yang
tepat untuk masuk ke darah dan membuang protein yang membahayakan tubuh (biasa disebut
sebagai protein alergenik atau alergen). Usus selalu menjadi bagian yang terpapar segala jenis
makanan yang kita santap. Bila kita menyantap segala jenis makanan tanpa melakukan
kontrol diri, maka usus kita juga akan sangat rentan terkena berbagai macam penyakit yang
tidak bisa dipandang rendah begitu saja.
Berikut ini adalah macam - macam penyakit usus:
1.Penyakit Usus Inflamatorik
Penyakit usus inflamartorik merupakan sekelompok penyakit dengan etimologi yang
tidak diketahui. Gejala dari penyakit ini diantaranya adalah: demam, anoreksia, terjadi
penurunan berat badan, terdapat rasa tidak enak di perut, diare, rasa ingin buang air besar
yang sangat mendesak, serta pendarahan rektal. Penyakit ini merupakan jenis penyakit kronis
yang sangat mengganggu sehingga sering harus dilakukan pembedahan secara berulang serta
sampai resiko terbentuknya penyakit kanker.
8

2. Kanker Usus Besar / Kanker Kolon


Kanker kolon berawal dari pertumbuhan sel - sel kanker dalam kolon yang disebut
polip. Umumnya polip tidak bergejala sampai kemudian polip tersebut tumbuh menjadi besar
dan berubah menjadi kanker kolon. Bila sudah sampai pada tahap ini, maka sudah penyakit
kanker ini sudah masuk pada stadium akhir dan sudah sangat terlambat. Penyakit ini bisa
menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Resiko wanita yang berusia 48 - 85 tahun
hanya sedikit lebih rendah dari pria. Kanker ini tidak bersifat menurun. Karena salah satu
faktor resiko terkena penyakit kanker kolon ini adalah usia, bukan riwayat keluarga.
3. Sembelit/ Konstipasi
Penyakit sembelit atau konstipasi sebenarnya adala penyakit yang berupa
tersumbatnya usus sebagai akibat dari kekurangan serat dalam makanan. Selain itu, sembelit
juga bisa disebabkan karena sering menahan buang air besar dan buang angin / kentut serta
usus besar yang mengalami keracunan. Hal ini bisa mengakibatkan kurangnya koordinasi
diantara fungsi otot-otot dan urat syaraf dari usus besar dengan perut sehingga pergerakan
perut atau pembuangan menjadi tidak normal
4. Radang Usus Besar
Radang usus besar atau yang biasa disebut dengan Colitis serng terjadi sebagai akibat
dari sembelit, gelisah, atau keguguran. Namun pada dasarnya penyebab dari penyakit radang
usus besar ini adalah kurangnya zat - zat organik di dalam tubuh yang dapat membantu
lancarnya fungsi usus besar. Jika radang atau luka hanya terjadi pada lapisan permukaan usus
besar, maka disebut sebagai colitis, jika peradangan terjadi di dubur, maka disebut proctitis.
Dan jika peradangan terjadi di usus besar dan dubur, maka disebut sebagai colitis ulserative.

BAB III
STUDI KASUS
Seorang pasien dewasa yang tidak ada riwayat penyakit lain, sehat, seluruh organ
normal, tekanan darah normal. Namun, ia menderita infeksi saluran usus. Obat yang diberikan
ialah golongan antasida dan golongan antibiotik. Pada kasus ini, antibiotik yang diberikan
ialah Thiamphenicol.
Permasalahannya ialah penyakit tak kunjung sembuh, tapi semakin parah. Padahal
pengobatan ini telah berjalan selama 2 minggu.
Pertanyaannya ialah bagaimanakah penjelasan secara farmakologi obat bila ditinjau
dari sisi komposisi obatnya?

10

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada beberapa pengobatan penyakit terkadang mengharuskan pasien mengkonsumsi
obat kombinasi. Penggunaan kombinasi obat disesuaikan dengan penyakit dan gejala yang
dialami oleh pasien. Tujuan utama pengkombinasian obat adalah untuk meningkatkan
potensiasi khasiat obat dan meminimalisir efek samping dan tercapainya efek terapeutik obat.
Dalam makalah ini dibahas mengenai kombinasi obat golongan antasida dan antibiotik karena
menurut diagnosa dokter pasien mengalami infeksi usus sehingga diberikan obat antibiotik
Thiamfenikol dan dikombinasikan dengan antasida yang diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien.
Dalam mengkombinasikan obat petugas kesehatan harus mengetahui khasiat, indikasi,
kontraindikasi, dan efek samping dalam pemberian obat. Karena tidak semua obat dapat
dikombinasikan. Pengkombinasian obat dapat bekerja secara sinergis ataupun antagonis.
Apabila obat bekerja secara sinergis maka akan membantu proses penyembuhan agar lebih
cepat. Namun jika obat bekerja secara antagonis dapat menyebabkan kerugian bagi pasien.
Pada analisis kuantitatif sederhana, efek kombinasi obat dapat sama dengan jumlah efek yang
diharapkan dari dua obat, yang disebut dengan additif; bila kurang dari nilai yang
diharapkan, subadditif; atau lebih besar dari nilai yang diharapkan, superadditif. Dengan
melihat mekanisme kerja, efek dari dua obat bisa independen, bila obat tidak mengubah kerja
dari obat yang lain, atau interaktif, bila satu obat mengubah kerja obat yang lainnya. Beberapa
sumber menggunakan istilah independen untuk menjelaskan apa yang disebut additif. Kami
menggunakan istilah additif untuk jumlah kombinasi alami dan independen untuk
mekanisme kerja obat kombinasi (non interaktif). Antagonisme klasik merupakan kasus
subadditif yang spesifik disebabkan oleh pengaruh, dimana obat kedua yang berinteraksi tidak
bekerja kecuali memblok kerja obat pertama atau agonis endogen. Sebaliknya sinergisme
digunakan untuk kasus dimana masing-masing obat menunjukkan efek yang jelas tetapi
dimana efek kombinasi lebih besar daripada additif. Sinergisme muncul dari penjumlahan
efek obat ditambah mekanisme tambahan yang menunjukkan satu obat atau keduanya yang
meningkatkan efek obat yang lain.
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptic. Obat-obat golongan antasida biasanya digunakan untuk
mengatasi infeksi ringan pada saluran cerna, misalnya lambung, karena efek yang ditimbulkan
11

obat golongan antasida hanya bersifat local yaitu di lambung. Apabila si pasien menderita
infeksi yang cukup berat pada saluran cerna maka menggunakan pengkombinasian obat.
Penggunaan komposisi obat antasida sebagai obat infeksi usus dinilai kurang tepat dan kurang
efektif. Karena antasida digunakan untuk menetralkan produksi asam lambung dengan
reseptor asam lambung.
Di negara maju penggunaan thiamphenicol sebagai obat antibiotik khususnya untuk
pengobatan saluran cerna tidak dipakai lagi, karena diketahui thiamphenicol memiliki efek
resisten . Dengan kata lain thiamphenicol belum bekerja maksimal sebagai obat infeksi
saluran cerna.
Pada kasus diatas kombinasi obat yang diterapkan adalah kombinasi antara obat golongan
antibiotik dan obat golongan antasida sehingga membentuk senyawa komplek yang tidak
larut, efek antibiotik menurun, dan infeksi mungkin tidak terobati dengan baik.

12

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan studi kasus yang telah kami pelajari sebaiknya sebelum dokter
melakukan terapi pengobatan terhadap pasien dokter terlebih dahulu melakukan diagnose
seperti rontgen atau terapi diagnose misalnya menggunakan Barium Sulfas. Dalam hal ini
pendidikan dokter juga sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Jika dokter
mengetahui kombinasi komposisi obat yang tepat maka semua obat akan rasional (dalam hal
ini mengetahui kombinasi antara obat golongan antibiotik dan obat golongan antasida yang
membentuk senyawa komplek yang tidak larut, efek antibiotik menurun).
Karena suatu obat dapat dikatakan rasional apabila :
1. Efektif
2. Aman
3. Tepat
4. Ekonomis
Sedangkan pemberian obat dapat tidak rasional apabila :
1. Penggunaan obat tidak tepat
2. Cara penggunaan obat tidak tepat
3. Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat
4. Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai dengan penggunaan
obat
5. Pengaruh pemberian obat tidak diperkirakan sbelumnya dan tidak ada pemantauan
6. Meningkatnya kegagalan pengobatan
7. Meningkatnya resitensi obat
Jadi kombinasi ataupun komposisi obat yang digunakan tidak tepat

13

DAFTAR PUSTAKA
http://www.informasiobat.com/tiamfenikol
http://efotisme.blogspot.com/2010/07/pengertian-farmakologi.html
http://bukusakudokter.org/2012/10/08/thiamphenicol/
http://www.menshealth.co.id/kesehatan/waras/gangguan.pada.usus/004/003/47
http://carapedia.com/macam_macam_penyakit_usus_info2272.html
s

14

Anda mungkin juga menyukai