Anda di halaman 1dari 18

JAWABAN UTS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SD

Disusun untuk Memenuhi Tugas UTS Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD


Dosen Pengampu: Ibu Fitria Dwi Prasetyaningtyas

Oleh:
Nama

: Berliana Permatasari

NIM

: 1401411588

Rombel : 7

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PEMDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

Soal
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan nilai, moral, dan norma di Indonesia? Dan apa peran
PKn sebagai pendidikan nilai?
2. Jelaskan sejarah perkembangan kurikulum PKn di Indonesia!
3. Mengapa dalam proses belajar mengajar guru tidak diperbolehkan menerapkan
pendekatan yang kasar, keras, dan membuat anak tertekan?
4. Sebutkan alasan mengapa dalam mengembangkan materi ajar PKn SD guru harus
memperhatikan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar yaitu "Lingkungan"!
5. Uraikan alasan Ilmiahnya mengapa dalam pengembangan materi ajar PKn SD, guru perlu
menerapkan belajar aktif (active learning) kepada siswanya?
Jawaban
1. a. Secara yuridis-formal, pendidikan nilai, norma dan moral di Indonesia
dilaksanakan melalui pendidikan kewarganegaraan yan berlandaskan pada UndangUndang Dasar Republik Idonnesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) sebagai landasan
konstitusional, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) sebagai landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahum 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler. Sejalan dengan Kebijakan
Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), maka kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga
pendidikan formal dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian Pembukaan alinea
keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujun negara. Salah satu tujuan negara
tersebut dapat dikemukakan dari pernyataan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apabila dikaji, maka tiga kata ini mengandung makna yang cukup dalam.
Mencerdaskan kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya pendidikan bagi
seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini
memberikan pesan kepada para penyelenggara negara dan segenap rakyat agar

memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku secara cerdas baik
dalam proses pemecahan masalah maupun dalam pengambilan keputusan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan.
UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas sebagi landasan operasional penuh dengan
pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal 3 ayat (2) tentang
fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan dalam UU Sisdiknas
sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menu
njukkan bahwa mata pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam
mencapai tujuan pendidikan nasional di negara ini. Adapun arah pengembangannya
hendaknya difokuskan pada pembentukan peserta didik agar menjadi manusia
Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
b. Peran PKn sebagai pendidikan nilai
Pendidikan

nilai

adalah

pendidikan

yang

mensosialisasikan

dan

menginternalisasikan nilai-nilai dalam diri siswa. PKn SD merupakan mata pelajaran


yang berfungsi sebagai pendidikan nilai, yaitu mata pelajaran yang mensosialisasikan
dan menginternalisasikan nila-nilai pancasila/ budaya bangsa seperti yang terdapat
pada kurikulum PKn SD. Pelaksanaan pendidikan nilai selain dapat melalui
taksonomi Bloom dkk, dapat juga menggunakan jenjangafektif (Kratzwoh, 1967),
berupa penerimaan nilai (receiving), penaggapan nilai(responding), penghargaan nilai
(valuing), pengorganisasi nilai (organization), karaterisasinilai (characterization)
Contoh : Nilai benda kayu jati dianggap tinggi, sehingga kayu jati memiliki nilai
jual lebihmahal daripada kayu kamper atau kayu lainnya. Secara instrinsik kayu jati
adalah kayu yangmemiliki kualitas yang baik, tangguh, tidak mudah kropos, dan lebih
kuat daripada jenis kayuyang lain seperti kamper. Oleh karena itu, sudah sewajarnya
jika kayu jati, menurut pandangan masyarakat khususnya pemborong, nilainya

mahal.Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara, nilai pancasila


merupakan standar hidup bangsa yang berideologi pancasila. Nilai ini sudah pernah
dikemas dandisosialisasikan melalui P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan
Pancasila), dandianjurkan disekolah-sekolah sebagaimana telah dibahas di muka.
Anda hendaknya sadar bahwa secara historis, nilai pancasila digali dari puncakpuncak kebudayaan, nilai agama, danadat istiadat bangsa Indonesia sendiri, bukan
dikulak dari negara lain. Nilai ini sudah adasejak bangsa Indonesia lahir. Oleh karena
itu, sudah sepantasnya jika pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa.
Nilai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan
hidup/panutanhidaup bangsa Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi
Dasar Negara yangsecara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,
yaitu sehari setelah Indonesiamerdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin
dalam norma seprti norma agama,kesusilaan, kesopanan, kebiasaan, serta norma
hukum. Dengan demikian, nilai Pancasilasecara individu hendaknya dimaknai
sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujuddalam cara bersikap dan
dalam cara bertindak.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai
adalahsuatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang mendapat dalam berbagai hal
yang dianggapsebagai sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat.
Dalam pembelajaran PKn SD, nilai sangat penting untuk ditanamkan sejak dini
karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan hidup.
2. Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) telah mengalami
beberapa kali perubahan baik dilihat dari struktur materi maupun tujuan dan metode
pembelajarannya. Perubahan tersebut mengikuti perubahan kurikulum yang pernah
berlaku di Indonesia. Mata pelajaran PPKn pertama kali muncul pada tahun 1957
dengan nama Kewarganegaraan, yang isinya sebatas tentang hak dan kewajiban
warga negara, serta cara-cara memperoleh kewarganegaraan bagi yang kehilangan
status kewarganegaraan (Sunarso, 2006: 3). Murdiono (2012: 41) menambahkan,
bahwa mata pelajaran PPKn sebelum tahun 1959 dikenal dengan nama Tata Negara,
Tata Hukum dan Ilmu Kewarganegaraan. Kemudian tahun 1959 (pascadekrit
presiden) diintrodusir pelajaran Civics dengan Civics Manusia Indonesia Baru dan

Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (TUBAPI) sebagai buku sumber atau acuan mata
pelajaran Civics yang telah muncul pada tahun 1961. Buku tersebut berisi tentang: (1)
Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945, (4) Demokrasi
dan Ekonomi Trpimpin, (5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan Kewajiban Warga
Negara,

(7)

Manifesto

Politik,

(8)

Presiden, Declaration of Human Right dan

Lampiran
lain-lain

Dekrit
yang

Presiden,

Pidato

dipraktekkan

dalam

TUBAPI (Sunarso, 2006: 3). Kemudian pada tahun 1962 istilah Civics diganti lagi
dengan nama Kewargaan Negara.
Pada tahun 1966 (Orde Baru), isi mata pelajaran Civics versi Orde Lama hampir
seluruhnya dihilangkan, karena dianggap sudah tidak relevan dengan tuntutan yang
sedang

berkembang.

Dalam

kurikulum 1968 berubah

lagi

menjadi Pendidikan KewargaanNegara, yang berkecenderungan pada aspek tata


negara dan sejarah tanpa menampakkan aspek moralnya (Murdiono, 2012: 41).
Pendidikan Kewargaan Negara berisi tentang Pancasila, UUD 1945, Ketetapanketetapan MPRS 1966-1968, GBHN, HAM, Sejarah, Geografi, dan Ekonomi. Sesuai
dengan amanat Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara berubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada
kurikulum 1975 yang isi materinya lebih dominan pada P-4 (Sunarso, 2006: 3). Pada
hakikatnya PMP tidak lain adalah pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal.
Hal tersebut tetap berlangsung hingga berlakuknya kurikulum 1984 maupun 1994,
dimana PMP telah berubah nama menjadi PPKn. Dalam perkembangannya, menurut
Muchson AR (2003) yang dikutip oleh Sunarso (2006: 3), menyatakkan bahwa materi
P-4 secara resmi tidak lagi dipakai dalam kurikulum suplemen 1999. Ketetapan MPR
No.II/MPR/1978

tentang

P-4

telah

dicabut

dengan

Ketetapan

MPR

No.XVIII/MPR/1998. Perubahan yang cukup signifikan dalam sistem ketatanegaraan


Indonesia terutama terlihat setelah terjadinya amandemen terhadap UUD 1945.
Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk era reformasi, istilah PPKn kemudian
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). PKn di tingkat SD dan SMP
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPS, sementara di tingkat SMA merupakan
mata pelajaran yang berdiri sendiri. Kemudian pada saat ini dengan diberlakukannya
kurikulum 2013,

istilah

PKn

kembali

menjadi

Pendidikan

Pancasila

dan

Kewarganegaraan (PPKn).
3. Karena dalam proses belajar mengajar siswa bersama guru saling berinteraksi agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Jika dalam proses belajar
mengajar guru menerapkan pendekatan yang kasar, keras, dan membuat anak tertekan
maka siswa akan merasa tidak nyaman saat proses pembelajaran. Usia anak SD usia
dimana anak msih ingin bermain jika guru meggunakan pendekatan yang kasar, keras
dan membuat anak tertekan maka psikologis akan terganggu dan akan mempengaruhi
masa pertumbuhannya. Dalam proses belajar mengajar guru sebaiknya menggunakan
model atau metode yang menarik yang dapat membuat siswa merasa nyaman dan
tidak membosankan serta melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga
siswa lebih tertarik dalam proses pembelajaran dan tujuan pembelajaran akan tercapai
secara maksimal. Guru juga dituntut unuk menumbuhkan keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar dan guru harus memberikan motivasi pada siswa agar siswa
dapat berpartisipasi di dalam kelas.
Karena pendekatan kekerasan, hukuman ataupun nilai rendah. Bagi sebagian
siswa ancaman untuk memberi nilai rendah mungkin efektif, namun hal tersebut bisa
memicu

mereka

mengambil

jalan

pintas

(mencontek).

Dan

mengganggu

perkembangan anak sehingga anak menjadi tertekan


Sikap yang harus dihindari oleh seorang guru dalam nenyanpaikan materi pelajaran
pada anak didiknya, menurut S.Nasution diantaranya adalah:
Sikap otoriter merupakan sikap yang selalu mengatur perbuatan anak, menggunakan
paksaan dan hukuman, tidak mendidik anak menjadi manusia merdeka yang
demokratis yang sanggup berdiri sendiri, sanggup memilih atas tanggung jawab
sendiri. Hal ini menyebabkan anak akan bergantung pada orang lain, bila diberi
kebebasan anak tidak dapat menggunakan dengan baik karena biasa diatur oleh orang
lain.
Sikap permissive merupakan sikap lunak yang memberi kebebasan yang berlebihan
kepada anak untuk berkembang sendiri. Hal ini sebenarnya tidak memberi bimbingan
kepada anak dan dengan demikian sebenarnya tidak mendidik anak. Padahal
sebenarnya pendidikan memerlukan pimpinan dan bimbingan dari pendidik. Sikap
permissive ini merupakan kebalikan dari sikap otoriter.

Sikap riil merupakan Sikap pendidik hendaknya jangan terlampau otoriter atau
terlampau permissive akan tetapi bersikaplah realistis. Pendidikan memerlukan
kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Anak didik harus diberi kebebasan yang
cukup tanpa diawasi ketat oleh guru. Sikap riil ini tidak terlalu otoriter dan tidak
permissive.
Adapun penerapan tipe-tipe disiplin ini memberi dampak yang cukup nyata bedanya.
Pengaruh penerapan disiplin ini pada anak, meliputi beberapa aspek, misalnya :
1. Pengaruh pada perilaku
Anak yang mengalami disiplin yang keras, otoriter, biasanya akan sangat patuh
bila dihadapan orang orang dewasa, namun sangat agresif terhadap teman
sebayanya. Sedangkan anak yang orang tuanya lemah akan cenderung mementingkan
diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak sosial. Anak yang
dibesarkan

dengan

disiplin

yang

demokratis

akan

lebih

mampu

belajar

mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain.


2. Pengaruh pada sikap
Baik anak yang dibesarkan dengan cara disiplin otoriter maupun dengan cara
yang lemah, memiliki kecenderungan untuk membenci orang yang berkuasa. Anak
yang diperlakukan dengan cara otoriter merasa mendapat perlakuan yang tidak adil.
Sedangkan anak yang orang tuanya lemah merasa bahwa orang tua seharusnya
memberitahu bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima perilakunya. Disiplin
yang demokratis akan menyebabkan kemarahan sementara, tetapi kemarahan ini
bukanlah kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai akibat dari metode
pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada semua orang
yang berkuasa.
3. Pengaruh pada kepribadian
Semakin banyak anak diberi hukuman fisik, semakin anak menjadi keras kepala
dan negativistik. Ini memberi dampak penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk,
yang juga memberi ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah.
Bila anak dibesarkan dengan disiplin yang demokratis, ia akan mampu memiliki

penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang terbaik.


Persepsi yang sering keliru adalah pengertian istilah pemberian hadiah. Kadang
orang tua beranggapan bahwa memberikan hadiah selalu berupa memberi mainan,
permen, coklat, atau hadiah lain yang berupa benda. Sebenarnya hadiah juga dapat
berupa bukan benda, misalnya berupa pengakuan atau pujian pada anak. Para orang
tua yang menggunakan cara disiplin demokratis, tidak mau banyak memberi hadiah
berupa benda. Mereka khawatir hal ini akan memanjakan anak atau takut cara ini
dianggap sebagai bentuk penyuapan yang merupakan teknik disiplin yang buruk.
Pelanggaran berupa bentuk ringan dari ketidaktaatan pada aturan atau perbuatan
yang keliru sangat sering terjadi pada masa prasekolah. Pelanggaran ini disebabkan
oleh tiga hal. Pertama, ketidaktahuan anak bahwa perilakunya itu tidak baik atau tidak
dibenarkan. Anak mungkin saja sudah diberi tahu berulang kali dan ia pun hafal katakata aturannya itu, tetapi ia tidak mengerti konsep yang dikandung dari aturan itu, dan
kapan ia harus menerapkannya. Sebagai contoh, anak bisa mengerti bahwa mencuri
adalah tidak boleh, tetapi ia belum tentu tahu bahwa mencontek juga termasuk
mencuri.
Hal kedua yang sering juga menjadi penyebab anak melanggar adalah anak
belajar bahwa sengaja tidak patuh dalam hal yang kecil-kecil umumnya akan
mendapatkan perhatian yang lebih besar daripada perilaku yang baik. Jadi kadang
anak yang merasa diabaikan, demi menarik perhatian orang tuanya sengaja berbuat
salah dengan harapan akan memperoleh perhatian lebih. Dan ketiga, pelanggaran
dapat disebabkan oleh kebosanan. Bila anak tidak memiliki kegiatan untuk mengisi
waktu luang, maka kadangkala anak ingin membuat kehebohan. Atau kadang bisa
juga ia hendak menguji kekuasaan orang dewasa dengan melihat seberapa jauh ia
dapat melakukan sesuatu tanpa dihukum.
Pemberian

hukuman

juga

harus

dilakukan

sesuai

dengan

tingkat

perkembangannya. Hukuman juga harus bersifat lebih mendidik, bukan malah


menimbulkan kebencian dan rasa dipermalukan. Hukuman yang diberikan harus
proporsional dengan tingkat pelanggaran, dan anak harus dibuat mengerti mengapa
hal yang dilakukan itu salah.

Konsistensi dalam memberikan hukuman atau ganjaran pun penting. Untuk


kesalahan yang sama berikan hukuman yang sama, dan sebaliknya juga untuk hal
yang baik. Apa yang benar dan baik hari ini, akan tetap benar esok hari. Jangan apa
yang hari ini benar dan baik, besoknya menjadi hal yang dianggap salah dan patut
dihukum. ( Majalah Anakku ed.4, thn 2000)
Hukuman yang mendidik adalah hukuman yang menyadarkan pihak yang
bersalah dalam hal ini remaja, bahwa hal yang baru saja terjadi hendaknya tidak
diulangi karena hal tersebut tidak disetujui orang tua. Hukuman haruslah dipandang
sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang melanggar batasan-batasan
yang ditetapkan. Hukuman tidak harus selalu menyakitkan, dan jangan dijadikan
sebagai luapan kemarahan atau penyakuran emosi dari si penghukum (orang tua). Jika
harus memberikan hukuman, hukumlah anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak
tentang hukuman tersebut. Hukuman yang terlalu berat akan mengakibatkan anak
mendendam, dan bila ia tidak dapat membalaskan dendamnya akan terjadi pengalihan
dalam bentuk kekerasan terhadap orang lain (tawuran) dan vandalism (mis. Coretcoret, merusak properti orang lain). Penting diperhatikan dalam pemberian hukuman
adalah penjelasan mengapa anak terpaksa dihukum, hukuman harus dilakukan segera
setelah perilaku terjadi, dan jangan melakukan hukuman fisik, seperti memukul atau
menampar, dan sebagainya terhadap anak-anak.
Guru menggunakan cara-cara ini karena nampak paling mudah untuk dilakukan.
Banyak guru yang tidak peduli dan tetap menerapkan metode agresif ini, termasuk
menggunakan kekerasan fisik untuk mendisiplinkan siswanya. Beberapa metode ini
sungguh tidaklah tepat dan kadang-kadang bahkan melanggar hukum. Di samping itu,
metode-metode semacam ini seringkali tidak efektif dan hasilnya justru kebalikan
dari yang diharapkan. Bukannya memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih baik,
namun membuat siswa semakin tertekan, gelisah, takut terhadap gurunya, rasa
percaya dirinya turun dan merasa tidak aman dan nyaman di sekolah. Akibatnya
semakin banyak siswa merasa tertekan sehingga malas belajar dan pergi ke sekolah
Hindari penggunaan ancaman
Jangan mengancam siswa Anda dengan kekerasan, hukuman ataupun nilai rendah.
Bagi sebagian siswa ancaman untuk memberi nilai rendah mungkin efektif, namun

hal tersebut bisa memicu mereka mengambil jalan pintas (mencontek).


Hindarilah komentar buruk
Gunakanlah komentar yang positif dan perilaku yang baik. Banyak siswa yang
percaya diri akan performa dan kemampuan mereka. Jangan membuat pernyataan
yang negatif kepada para siswa dikelas Anda berkaitan dengan perilaku dan
kemampuan mereka. Anda harus selektif dalam menggunakan kata-kata dan berbicara
dalam kelas. Apabila tidak hati-hati, kepercayaan diri siswa Andaakan mudah
jatuh.Sementara itu, ingatlah bahwa memberikan pujian dan penghargaan terhadap
perilaku yang baik akan lebih memberikan motivasi, jadi usahakan untuk melakukan
upaya ini terlebih dulu. Dengan memberikan pujian dan penghargaan terhadap
perilaku yang baik, anda akan mengarahkan perhatian siswa lebih kepada apa yang
seharusnya mereka lakukan daripada apa yang tidak boleh mereka lakukan.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan
Beberapa tindakan siswa yang mengganggu di dalam kelas dapat meningkat atau
terus berlangsung dan dapat dipengaruhi oleh tindakan dan reaksi guru. Contoh
berikut ini adalah beberapa sanksi dan hukuman, yang sering dilakukan oleh para
guru namun harus dihindari.
Tugas atau pekerjaan tambahan
Tugas sekolah seharusnya tidak dijadikan sebagai hukuman. Hal ini akan semakin
memunculkan kesan kepada siswa yang bersangkutan bahwa sekolah adalah hal yang
membosankan.
Menurunkan nilai
Tindakan bandel dan bengal merupakan perilaku sosial dan bukan perilaku akademis.
Para guru hendaknya memisahkan kedua hal tersebut.
Hukuman fisik
Hukuman fisik adalah melanggar hukum dan tidak akan memberikan hasil yang
diharapkan.
Ancaman
Jangan mengancam, karena kredibilitas anda akan turun di mata siswa. Reaksi
berlebihan
Hukuman harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, sehingga apabila

pelanggaran peraturan tersebut tidak terlalu serius, maka hukuman yang diberikan
juga jangan terlalu keras atau terlalu serius.
Penghinaan
Hindari kritik yang berlebihan kepada siswa. Hal ini akan semakin mengurangi rasa
percaya diri dan motivasi mereka. Hal ini juga dapat membuat mereka marah.
Hukuman bersama
Hindari menghukum seluruh kelas atau seluruh kelompok siswa yang mengganggu
dan bandel hanya karena perilaku mengganggu sebagian saja. Tindakan semacam itu
akan memunculkan rasa dendam dari para siswa yang tidak bersalah.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ke dalam UU no 23 Tahun 2002. Hal
ini berarti Indonesia harus melakukan penyesuaian untuk melindungi Konvensi Hak
Anak. Isi konstitusi sangat jelas bahwa segala jenis kekerasan denga dalih apapun
tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggarana terhadap hukum. Oleh sebab itu,
siapapun termasuk pemerintah dapat melakukan kekerasan pada remaja atau anak.
Tidak hanya kekerasan memiliki dampak negatif dan panjang, namun juga melawan
hukum internasional maupun nasional.
Pendekatan yang dipergunakan saat pembelajaran salah satunya dengan
pembelajaran PAIKEM, PAKEM adalah sebuah pendekatan yang memungkinkan
peserta didik mengerjakan kegiatan beragam untuk mengembangkan keterampilan,
sikap, dan pemahamannya dengan penekanan belajar sambil bekerja. Salah satu
komponen yang paling kuat dalam proses pembelajaran adalah praktik dengan timbal
balik. Anda bisa meningkatkan proses pembelajaran dengan baik yaitu dengan
memberikan siswa aktifitas yang teratur dan berkaitan dengan tujuan. Siswa
seharusnya diberi kesempatan untuk praktek supaya bisa melakukannya. Mereka
seharusnya itdak hanya bisa praktek, tetapi juga diberikan informasi yang berlawanan
tentang penampilannya. Pengaruh timbal balik kadang-kadang ditunjukan sebagai
hasil pengetahuan siswa diberitahu jawaban yang benar dan yang salah, atau
ditunjukan kopian dari jawaban yang benar atau contoh yang mereka pastikan bahwa
jawabanya benar. Pengaruh timbal balik mungkin diberikan dalam bentuk yang kuat.
Kekuatan bagi pelajar dewasa yaitu khusus dalam istilah pernyataan seperti Hebat,
kamu benar. Anak-anak muda sering merespon baik yaitu pemberian dari instruktur

atau pada kesempatan untuk melakukan aktifitas yang lain.


4. Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan.
Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya
individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat
terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga
terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang
positif atau yang bersifat negatif. Syah M (1999: 64) mengatakan bahwa: belajar
adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan proses
kognitif. Hal ini menunjuk-kan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang
penting dalam proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan pentingnya lingkungan dalam pengajaran, ada suatu asas dalam
pengajaran yaitu asas-asas didaktik atau asas-asas mengajar yang disebut dengan asas
lingkungan, yaitu suatu asas yang mengaitkan pengajaran dengan lingkungan anak.
Bagi seorang guru menguasai asas-asas mengajar adalah sangat penting dan
merupakan suatu keharusan, karena dengan menguasai asas-asas mengajar ini akan
dapat membantu guru dalam meningkatkan dan mengembangkan praktek pengajaran
di kelas untuk tercapaianya tujuan pengajaran yang diharapkan. Akan tetapi dengan
hanya menguasai azas-azas mengajar belum merupakan suatu jaminan bahwa guru
dengan sendirinya akan berhasil dalam mengajarnya. Dalam hal ini Nasution S.
(1995: 1), mcngatakan bahwa: Menguasai azas-azas didaktik belum mcrupakan
suatu jaminan bahwa seseorang dengan sendirinya akan menjadi guru yang baik.
Mengajar itu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh macam-macam faktor, antara lain
pribadi guru sendiri, suasana kelas, hubungan antar manusia di sekolah, keadaan
sosial ekonomi negara, organisasi kurikulum dan sebagainya. Akan tetapi seseorang
pasti tidak akan menjadi guru yang baik kalau is mengabaikan asas-asas didaktik. Itu
sebabnya didaktik perlu dipelajari oleh setiap pengajar .
Jadi jelaslah bahwa untuk menjadi guru yang baik salah satu usahanya ialah
dengan menguasai asas-asas didaktik atau asas-asas mengajar, dan salah satu asas itu
ialah asas lingkungan. Dalam pelaksanaannya asas lingkungan ini digunakan melalui
pendekatan lingkungan di dalam proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan

tujuan dan materi pelajaran yang telah ditetapkan. Betapa pentingnya penggunaan
atau pemanfaatan lingkungan dalam pengajaran. Namun demikian dengan berbagai
alasan disinyalir masih banyak para guru yang melupakan pentingnya lingkungan ini
dalam pengajaran sebagai sumber belajar. Kiranya hal ini merupakan hambatan dalam
pembelajaran yang berlangsung di sekolah, karena sebenarnya banyak keuntungan
yang diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan ini.
Apabila kita memperhatikan pembelajaran yang terjadi di sekolah disinyalir
sebagian besar guru hanya mentransfer ilmu pengetahuan belaka kepada siswa tanpa
berusaha untuk mengaitkannya dengan lingkungan anak dan juga tidak berusaha
mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki anak yang berasal dari lingkungan dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari siswa di sekolah.
Dengan demikian belajar hanya bersifat hafalan saja dan tidak bermakna. Untuk
mengatasi masalah ini salah satu upayanya ialah dengan menggunakan pendekatan
lingkungan dalam pembelajaran, yaitu menggunakan sesuatu yang ada di lingkungan
atau dekat dengan anak sebagai sumber belajar sehingga dapat membuat
pembelajaran lebih bermakna. Nasution S. (1995: 133) mengemukakan bahwa penggunaan lingkungan dalam pengajaran ada dua cara yaitu: 1) membawa anak ke
lingkungan untuk keperluan pengajaran; 2) membawa ling-kungan ke dalam kelas
untuk keperluan pengajaran.
Menggunakan atau memanfaatkan lingkungan dalam pengajaran adalah suatu
pekerjaan yang tidak mudah. Banyak hal yang harus dipelajari agar kita dapat dengan
berhasil menggunakannya, disamping perlu latihan-latihan penggunaan lingkungan
dalam pengajaran. Tentunya penggunaan lingkungan ini harus disesuaikan dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa.
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (dalam standar isi yang
dikeluarkan oleh BSNP), jika dipahami ternyata mata pelajaran PKn berkaitan erat
dengan lingkungan, sehingga sangat relevan menggunakan pendekatan lingkungan
terutama lingkungan sosial, sehingga paradigma CTL benar-benar terwujud. Namun
demikian apakah betul guru-guru itu menggunakan atau memanfaatkan lingkungan
dalam pengajaran?Pembelajaran yang terjadi di sekolah disinyalir masih banyak para
guru hanya mentransfer ilmu pengetahuan belaka kepada siswa tanpa berusaha untuk

meng-kaitkannya dengan pengalaman dan lingkungan anak, apalagi dengan


pengetahuan baru yang akan dipelajari siswa di sekolah, sehingga belajar hanya
bersifat hafalan saja dan tidak bermakna. Untuk mengatasi masalah ini salah satu
upayanya ialah dengan menggunakan pendekatan lingkungan dalam pengajaran, yaitu
menggunakan sesuatu yang ada di lingkungan atau dckat dengan anak sebagai sumber
belajar sehingga dapat membuat pengajaran lebih bermakna.

Konsep Pendekatan Lingkungan


Beberapa pendapat mengenai konsep pendekatan lingkungan adalah sebagai berikut:
a.Karli H dan Margaretha (2002: 97), mengatakan bahwa: pende-katan lingkungan
adalah suatu strategi pembelajaran yang meman-faatkan lingkungan sebagai sasaran
belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah lingkungan, dan untuk menanamkan sikap cinta ling-kungan.
b.Rustaman N (2005:94) mengatakan bahwa Penggunaan pende-katan lingkungan
berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan
digunakan sebagai sumber belajar .
c.Hadiat (1976: 197) mengatakan bahwa: Pendekatan lingkungan ialah pendekatan
melalui lingkungan anak, mendasarkan pelajaran atas keadaan tempat sehari-hari
anak-kebun, sawah, hutan, sungai, kampung, industri, alat-alat rumah dan lain
sebagainya.

Bahan

pelajaran

disusun

atas

dasar

lingkungan

itu.

d.Nasution N (2000: 5.26), mengatakan: Pendekatan lingkungan atau karyawisata


adalah pendekatan yang berorientasi pada alam bebas dan nyata, tidak selalu harus ke
tempat yang jauh, dapat dilakukan di alam sekitar sekolah.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengajaran dengan
menggunakan pendekatan lingkungan itu esensinya adalah menggunakan atau
memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar untuk keperluan pengajaran
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dapat membawa
kelas ke lingkungan dan dapat juga lingkungan dibawa ke sekolah. Ini berarti bahwa
pengajaran akan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Mengenai sumber belajar ini

Donald P (dalam Sudjana N & Rivai A, 1997 80) mengatakan bahwa: sumber belajar
itu meliputi: pesan (message), manusia (people), bahan (materials), peralatan (device), teknik metode (technique), dan lingkungan (setting). Lingkungan sebagai
sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ling-kungan sebagai sumber
belajar yang dirancang dan lingkungan sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan.
Contoh lingkungan sebagai sumber belajar yang dirancang antara lain ruangan kelas,
studio, perpustakaan, auditorium, laboratorium, aula, bengkel kerja dan sebagainya.
Sedang-kan lingkungan sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan antara lain taman,
pasar, kebun, sawah, sungai, selokan, kolam, hutan, pabrik, warung, TPA sampah dan
sebagainya.
Pemanfaatan lingkungan dalam pengajaran mempunyai keun-tungan praktis dan
ekonomis. Keuntungan praktis karena mudah diperoleh, sedangkan keuntungan
ekonomis karena murah dan dapat dijang-kau oleh seluruh siswa. Dengan
memanfaatkan lingkungan sekaligus juga memanfaatkan kepedulian siswa untuk
mencintai lingkungan belajarnya. Hal ini akan lebih terasa bermakna, bermanfaat dan
lang-sung dapat dirasakan oleh siswa. Dengan demikian baik sekolah yang sudah
mempunyai laboratorium lengkap maupun yang sama sekali belum memiliki
laboratorium, sama-sama dapat memanfaat kan laboratorium alam sebagai salah satu
alternatif proses belajar, terlebih-lebih bagi konteks materi pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka, dapat disimpulkan
hal sebagai berikut:Lingkungan sangat berpengaruh dan berperanan penting dalam
pendidikan dan pengajaran bagi siswa di sekolah. Lingkungan dapat dibagi menjadi
dua yaitu lingkungan sekitar dan alam sekitar. Lingkungan sekitar adalah segala
sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada
individu. Sedangkan alam sekitar adalah segala hal yang ada di sekitar kita, baik yang
jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam maupun yang akan datang tidak
terikat pada dimensi waktu dan tempat.Pendekatan lingkungan adalah suatu
pendekatan dalam pengajaran dengan memanfaatkan atau menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar.Menggunakan pendekatan lingkungan dalam pengajaran
esensinya adalah memanfaatkan atau menggunakan lingkungan siswa sebagai sumber

belajar untuk keperluan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.


Dalam pelaksana annya dapat membawa kelas ke lingkungan untuk keperluan
pengajaran dan dapat juga lingkungan dibawa ke sekolah untuk keperluan pengajaran.

5. Suryadi & Soemardi (1999 dalam modul Materi Pembelajaran PKn SD Tahun 2007
hal. 1.8) mengemukakan bahwa untuk mengonsepsikan kembali pendidikan
kewarganegaraan dengan paradigmanya yang baru, konsep negara dapat di dekati dari
sudut pandang sistem. Dalam memasuki era globalisasi yang mana bangsa Indonesia
berada dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani
(civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu atau mata pelajaran di
persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan kebutuhan dan tuntutan masyarakat
yang sedang berubah. Hal ini berhubungan dengan proses pembangunan karakter
bangsa yang siap untuk menghadapi tantangan jaman, baik sekarang maupun masa
yang akan datang. Proses pembangunan karakter bangsa (bational character
building) yang sejak proklamasi RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar
sesuai dengan arah dan pesan konstitusi negara Republik Indonesia. Dalam
mengembangan materi PKn guru menerapakan pendekatan belajar aktif (active
learning).
Pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah suatu istilah dalam
dunia pendidikan yakni sebagai strategi belajar mengajar yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, dan untuk mencapai keterlibatan siswa secara efektif
dan efisien dalam belajar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zaini (dalam Hisyam
dkk., 2005: xvi) bahwa strategi belajar aktif adalah suatu strategi pembelajaran yang
mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Untuk itu, dalam proses belajar mengajar
membutuhkan berbagai pendukung, misalnya dari sudut siswa, guru, situasi belajar,
program belajar dan dari sarana belajar. Dalam hal ini Zuhairini (dalam Zuhairini dkk,
1993: 114) mengemukakan bahwa:
Strategi belajar aktif dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang
menggunakan berbagai metode, yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan
melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional

maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan


wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optima. Sedangkan dalam
penerapan strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu membuat pelajaran yang
diajarkan itu menantang dan merangsang daya cipta siswa untuk menemukan serta
mengesankan bagi siswa. Untuk itu seorang guru harus memperhatikan beberapa
prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif (active learning strategy),
sebagaimana yang diungkapkan oleh Semiawan (1992: 10) dan Zuhairini (1993: 116118) bahwa prinsip-prinsip penerapan pendekatan belajar aktif (active learning
strategy) adalah sebagai berikut: prinsip motivasi, prinsip latar atau konteks, Prinsip
Keterarahan kepada Titik Pusat atau Focus Tertentu, Prinsip Hubungan Social atau
Sosialisasi, Prinsip Belajar Sambil Bekerja, Prinsip Perbedaan Perorangan atau
Individualisasi, Prinsip Menemukan, Prinsip Pemecahan Masalah.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu mengenal dan
mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki. Di samping itu,
siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
terdapat di lingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara
sistematis, krisis dan tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari
melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya. Belajar aktif menuntut guru
bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prnsip-prinsip
pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa sistem
pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses
pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu, guru
diharapkan memiliki kemampuan untuk:
1. Memanfaatkan sumber belajar dilingkungannya secara optimal dalam proses
pembelajaran
2. Berkreasi mengembangkan gagasan baru
3. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan
pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat
4. Mempelajari relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan
kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat

5. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku siswa secara bertahap


dan utuh
6. Memberi kesempatan pada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan kemampuan
7. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif

Anda mungkin juga menyukai