Definisi
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular
yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah
tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa
maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.
(http://www.infopenyakit.com/2009/01/penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.html)
Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan,
namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan
dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/cara-pencegahan-penyebaran-penyakitelephalitis/)
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi satu atau dua cacing jenis filarial yaitu
wucheria bancrofty atau brugia malayi. Cacing filarial ini termasuk family filaridae, yang
bentuknya lansing dan ditemukan dalam system peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat,
atau rongga serosa pada vertebrata. Cacing pada bentuk dewasa dapat ditemukan pada
pembuluh darah limfa pasien
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ; 1767)
B. Epidemiologi
Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari
WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia
Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika.
Microfilaria W. Brancrofty ditemukan umumnya pada malam hari(nocturnal) terutama di
belahan bumi bagian selatan termasuk Indonesia, sedangkan di daerah pasifik ditemukan
siang dan malam (non periodic) sedangkanmikrofilaria B. Malayi mempunyai periodisitas
nocturnal. Sebab timbulnya periodisitas ini belum diketahui, mungkin dipengaruhi oleh
tekanan zat asam dalam kapiler paru atau lingkaran hidup cacing filarial
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam )
D. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh microfilaria. Cacing dewasa
hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan
pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma,
eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami
inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan
berliku-likunya system limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah
bening
Limfadema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi pada
kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan
oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respons imun pejamu terhadap parasit. Respons
imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan
obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa pembuluh-pembuluh tersebut tetap
paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebutmenyebabkan reaksi
granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan
fungsi limfatik.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam).
E. Gejala dan Tanda
Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak,
dimana
dalam
waktu
yang
cukup
lama
(bertahun-tahun)
mulai
dirasakan
Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (early lymphodema)
Kiluria terjadi akibat bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang
menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih. Kelainan ini disebabkan
oleh W. bancrofti. Pasien dengan kiluria mengeluhkan adanya urine yang berwarna putih
seperti susu (milky urine).Diagnosis kiluria ditetapkan dengan ditemukannya limfosit
pada urine.
Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti)
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III)
W. bancrofty
Manifestasi dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bila sudah lanjut akan
menimbulkan gejala obstruktif . microfilaria yang tampak dalam darah pada stadium akut
akan menimbulkan peradangan yang nyata, seperti limfangitis, limfadenitis, fenikulitis,
epididimitis, dan orkitis. Ada kalanya tidak menimbulkan gejala sama sekali terutama
bagi penduduk yang sejak kecil sudah terdiam di daerah endemic. Gejala peradangan
tersebut sering timbul setelah bekerja berat dan dapat berlangsung antara beberapa hari
hingga beberapa minggu (2-3 minggu). Gejala dati limfadenitis adalah adalah nyeri local,
keras di daerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala,
dan badan, muntah-muntah, lesu, dan tidak nafsu makan. Stadium akut ini lambat laun
akan beralih ke stadin menahun dengan gejala-gejala hidrokel, kiluria, limfadema dan
elephantiasis
Karena filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa tahun maka dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda-beda. Reaksi pada manusia terhadap infeksi
filaria berbeda-beda
Limfangitis, demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan kelemahan dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu dan terutama yang terkena adalah saluran limfe
ketiak, tungkai, epitroklear, dan alat genital. Pada orang laki-laki umumnya terdapat
funikulitis disertai dengan penebalan dan rasa nyeri, epididimitis, orkitis dan
pembengkakan skrotum. Bila keadaan berat dapat menyebabkan abses pelvis ginjal,
pembengkakan epididimis jaringan retroperitoneal, kelenjar ari-ari. Hal ini karena cacing
yang mati berdegenerasi. Hematuria, sekitar 40% pasien dengan mikrofilaremia terdapat
hematuria dan proteinuria yang menunjukkan adanya kerusakan ginjal derajat rendah.
3) Filariasi dengan penyumbatan
Hidrokel dan limfangitis
F. Diagnosis
3. Microfilaria dalam darah tepi. Pada filarial bancrofti, microfilaria juga ditemukan
pada cairan hidrokel atau cairan kiluria
4. Biopsy kelenjar atau jaringan limfe, dimana akan didapatkan potongan cacing
dewasa
G. Pemeriksaan Diagnostik
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah,
Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya
muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja.
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan
membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.
Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak
WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan
peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample
darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan klinis
Tidak
sensitif
dan
tidak
spesifik
untuk
menentukan
adanya
infeksi
aktif.
2. Pemeriksaan parasitologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa,
tehnik Knott, membrane filtrasi dan tes provokasi DEC.
Sensitivitas bergantung pada volume darah yang diperiksa, waktu pengambilan dan
keahlian teknisi yang memeriksanya. Pemeriksaan ini tidak nyaman, karena pengambilan
darah harus dilakukan pada malam hari antara pukul 22.00-02.00 mengingat periodisitas
mikrofilaria umumnya nokturna.
Spesimen yang diperlukan 50l darah dan untuk menegakan diagnosis diperlukan 20
mikrofilaria/ml(Mf/ml).21
3. Deteksi antibody
Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif filarial membantu
dikembangkannya serodiagnostik berdasarkan antibodi kelas ini. Pemeriksaan ini
digunakan untuk pendatang yang tinggal didaerah endemik atau pengunjung yang pulang
dari daerah endemik.
4. Deteksi antigen yang beredar dalam sirkulasi.
Pemeriksaan ini memberikan hasil yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan
dengan pemeriksaan makroskopis. Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzymelinked immunosorbent) dan ICT card test (immunochromatographic). Hasil tes positif
menunjukkan adanya infeksi aktif dalam tubuh penderita, selain itu, tes ini dapat
digunakan juga untuk monitoring hasil pengobatan.
Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak sensitif untuk konfirmasi pasien yang diduga
secara klinis menderita filariasis. Tehnik ini juga hanya dapat digunakan untuk infeksi
filariasis bancrofti. Diperlukan keahlian dan laboratorium khusus untuk tes ELISA
sehingga sulit untuk di aplikasikan di lapangan.
ICT adalah tehnik imunokromatografik yang menggunakan antibodi monoklonal dan
poliklonal. Keuntungan dari ICT adalah invasif minimal (100 l), mudah digunakan,
tidak memerlukan teknisi khusus, hasil dapat langsung dibaca dan murah.
5. Deteksi parasit dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Tehnik ini digunakan untuk mendeteksi DNA W. bancrofti dan B. malayi. PCR
mempunyai sensitivitas yang tinggi yang dapat mendeteksi infeksi paten pada semua
individu yang terinfeksi, termasuk individu dengan infeksi tersembunyi (amikrofilaremia
atau individu dengan antigen +). Kekurangannya adalah diperlukan penanganan yang
sangat hati-hati untuk mencegah kontaminasi spesimen dan hasil positif palsu.
Diperlukan juga tenaga dan laboratorium khusus selain biaya yang mahal.
6. Radiodiagnostik
Menggunakan USG pada skrotum dan kelenjar inguinal pasien, dan akan tampak
gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dancing worm).
Limfosintigrafi menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif
yang menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada pasien dengan
asimptomatik milrofilaremia
H. Pengobatan
Tujuan terapi adalah mengurangi dan mengontrol edema serta mencegah infeksi. Tirah
baring ketat dengan tungkai sedikit ditinggikan dapat membantu memobilisasi cairan.
Latihan pasif dan aktif membantu pengaliran cairan limfa ke aliran darah. Alat kompresi
eksternal akan memompa cairan ke proksimal dari kaki ke pinggang.
Apabila pasien dirawat jalan, ia harus mengenakan stoking elastic yang ukurannya sesuai.
Pada terapi awal, furosenid (Lsix) diberikan secara intermitten untuk menghindari
kelebihan cairan yang terjadi akibat mobilisasi cairan ekstrasel. Diuretic juga digunakan
secara paliatif untuk limfadema disertai peninggian tungkai dan pemakaian stoking
penekan,. Tetapi penggunaan diuretic masih controversial.
Penatalaksaan cangkok kulit dan flap secara pascaoperatif sama dengan terapi yang
digunakan pada keadaan lain. Antibiotika profilaksis perlu diberikan selama 5-7 hari.
Peninggian tungkai yang terkena dan observasi adanya komplikasi sangat penting.
Komplikasi bisa berupa nekrosis pada flap, hematoma atau abses di bawah flap dan
selulitis. (Keperawatan Medikal bedah vol 2; 922)
Berdasarkan sumber dari Ilmu penyakit dalam, pengobatan dibagi menjadi 4 yaitu ;
a. Pengobatan Umum
1. Istirahat di tempat tidur, pindah ketempat daerah yang lebih dingin akan
mengurangi derajat serangan akut.
2. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder.
3. Pengikatan didaerah pembendungan akan mengurangi edema.
b. Pengobatan spesifik
1. DEC sebagai satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relative murah. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian DEC 6 mg/kg BB/ hr selama !2 hari. Pengobatan ini
dapat diulang 1 hingga 6 bln kemudian bila perlu atau DEC selama 2 hr/bln (6-8
mg/kgBB)
2. Ivermektin
Meski ivermektin sangat efektif dalam menurunkan kadar mikrofilaremia tampaknya
tidak dapat membunuh cacing dewasa sehingga tidak dapat menyembuhkan infeksi
secara menyeluruh.
3. Albendazol
Bersifat makrofilarisidal dengan pemberian setiap hari selama 2-3 minggu. Namun
dari penelitian dikatakan obat ini masih belum optimal.
c. Pengobatan penyakit
Hidrokel besar yang tidak mengalami regresi spontan sesudah terapi adekuat harus
dioperasi dengan tujuan drainase cairan dan pembebasan tunika vaginalis yang terjebak
untuk melancarkan aliran limfe.
d. Pembedahan
I. Pencegahan
Pencegahan individu
Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat oles
antinyamuk, kelambu atai insektisida
Pencegahan masal
Control penyakit pada populasi adalah melalui control vector (nyamuk). Namun hal ini
terbukti tidak efektif mengingat panjangnya masa hidup parasit (4-8 tahun). Pada
pengobatan masal pemberian DEC diberikan dalam dosis rendah (6mg/kgBB)dengan
jangka waktu pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama.
J. Prognosis
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah
endemic. Pengawasan daerah endemic tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat,
serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edematungkai,
prognosis lebih buruk.
1. Pengkajian
2. Diagnosa
Dx.1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : penekanan pada akar syaraf
(kanalis spinalis).
Dx.2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, kontrol,
dan atau massa.
Dx.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Dx.4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Ketidakmampuan melakukan aktivitas
yg biasa dilakukan : kelemahan ekstremitas.
Dx.5. Resiko cidera
Dx.6. Resiko Kerusakan integritas kulit.
Dx.7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi.
3. Rencana Tindakan
Dx 1
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam, nyeri pasien dapat
berkurang.
Kriteria hasil:
Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
Klien menyatakan nyerinya berkurang
Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
Mandiri :
faktor-faktor yang
infeksi.
mengalami infeksi
mengidentifikasi faktor
pencetus.
Tingkatkan pengetahuan
tentang penyebab nyeri dan
hubungkan dengan berapa
Kolaborasi :
rencana terapeutik.
Kolaborasi :
Dx 2
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam, pasien mampu
beraktivitas secara optimal
Kriteria hasil:
Pasien mampu beraktivitas secara mandiri
Mempertahankan fungsi ekstremitas yang sehat