Anda di halaman 1dari 5

Jilbab Pakaian Manusia Beradab

Kotak Pencarian... Search

Rabu
18 Ramadhan 1435
16 Juli 2014

o
o
o
o
o
o

o
o
o
o

o
o
o

o
o

HOME
BERITA
BERITA LOKAL
BERITA DUNIA
BERITA EKONOMI & BISNIS
BERITA TEKNOLOGI
BERITA MEDIS
BERITA SPORT
ARTIKEL
STUDI ISLAM
INFO MANCA NEGARA
SANTAI
AKHIR ZAMAN
OPINI
SPECIAL FEATURE
OPINI
WAWASAN ISLAM
KONSULTASI
SYARIAH
HUKUM
WANITA
BERITA ANDA
SURAT PEMBACA
VIDEO
DOWNLOAD
RSS

Melacak Sejarah Walisongo Dari Dokumen-Dokumen Kuno


Terpercaya
Diposting Rabu, 11-12-2013 | 21:49:28 WIB

Muslimdaily.net - Sejarah masuknya Islam di Indonesia


sungguh penuh dengan carut-marut karena sejak dahulu bangsa Indonesia memang lemah dalam sistem
dokumentasi. Akibatnya, sejarah Indonesia sebelum datangnya bangsa Belanda selalu ada beberapa versi

karena selalu ada distorsi dari pelaku sejarah maupun dari masyarakat yang meneruskan cerita tersebut kepada
generasi berikutnya.
Sungguh suatu hal sangat memprihatinkan, bahwa sejarah lahirnya Islam di Jazirah Arabia yang terjadi pada
abad ke-7 Masehi dan lahirnya Muhammad Shallallahualaihi wa Sallam [581 M], wafat [632 M] dan
penggantinya Abu Bakar [632-634 M], Umar Bin Khotob [634-644 M], Usman Bin Affan [644-656 M], Ali Bin Abi
Thalib [656-661 M] serta perkembangan Islam selanjutnya dapat terdokumentasi secara jelas. Namun sejarah
masuknya Islam di Indonesia yang terjadi 7 abad setelahnya, justru tidak terdokumentasi secara pasti.
Barangkali karena alasan itulah maka sejarah tentang walisongo juga penuh dengan carut-marut.
Kisah-kisah individu walisongo penuh dengan nuansa mistik, bahkan tidak hanya nuansa mistik yang
menyelimuti kisah walisongo tetapi juga penuh dengan berita-berita bohong. Mistik dan bohong adalah dua
hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi mengapa keduanya justru menjadi warna utama kisah para
wali yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran islam di Indonesia?
Sebagai umat Islam tentu saja kita harus mengembangkan metode berpikir dialektis untuk mengambil hikmah
yang sesungguhnya dan meluruskan sejarah yang sebenarnya berdasarkan sumber yang benar.
Berikut adalah dokumen-dokumen yang dipastikan kebenarannya sehubungan dengan kisah-kisah Walisongo;
1. Het book van Bonang, buku ini ada di perpustakaan Heiden-Belanda, yang menjadi salah satu dokumen
langka dari jaman Walisongo. Kalau tidak dibawa Belanda, mungkin dokumen yang amat penting itu sudah
lenyap. Buku ini ditulis oleh Sunan Bonang pada abad 15 yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam.
2. Suluk Linglung, buku karya Sunan Kalijogo. Buku ini berbeda dengan buku Suluk Linglung karya Imam
Anom yang banyak beredar.
3. Kropak Farara, buku yang amat penting tentang walisongo ini diterjemahkan oleh Prof.Dr. GJW Drewes ke
dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan oleh Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia.
4. Kitab Walisana, kitab yang disusun oleh Sunan Giri ini berisi tentang ajaran Islam dan beberapa peristiwa
penting dalam perkembangan masuknya agama Islam di tanah Jawa.
Istilah walisongo memang masih kontroversial dan tidak ada dokumen yang dapat dijadikan rujukan
untuk menentukan mana yang benar. Istilah walisongo adalah nama sebuah dewan yang beranggotakan 9
orang [A. Wahyudi dan Abu Khalid; Widji Saksono,1995].
Anggota walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa dinamakan wali. Istilah
wali berasal dari bahasa arab aulia, yang artinya orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya.
Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke segala penuru. Orang jawa mengenal
istilah kiblat papat limo pancer untuk menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut
keblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer.
Dalam kitab Kanzul Ulum karya IBNUL BATHUTHAH yang masih tersimpan di perpustakaan istana kasultanan
Ottoman di Istambul, pembentukan Walisongo ternyata pertama kali dilakukan oleh sultan Turki, MUHAMMAD I
yang menerima laporan dari para saudagar Gujarat {India} bahwa di pulau Jawa jumlah pemelukm agama Islam
masih sangat sedikit. Berdasarkan laporan tersebut Sulatn MUHAMMAD I membentuk sebuah tim yang
beranggotakan 9 orang, yaitu :
1. MAULANA MALIK IBRAHIM, berasal dari Turki, ahli irigasi dan tata pemerintahan
2. MAULANA ISHAQ, berasal dari Samarkan ahli pengobatan
3. MAULANA AHMAD JUMADIL KUBRO, berasal dari Mesir
4. MAULAN MUHAMMAD AL MAGHROBI, berasal dari Maroko
5. MAULANA MALIK ISROIL, berasal dari Turki, ahli tata pemerintahan
6. MAULANA MUHAMMAD ALI AKBAR, berasal dari Iran, ahli pengobatan
7. MAULANA HASANUDDIN, dari Palestina
8. Maulana ALIYUDDIN, dari Palestina
9. Syekh SUBAKIR, dari Iran, ahli kemasyarakatan
Inilah walisongo angkatan pertama yang datang ke pulau Jawa pada saat yang tepat, karena Majapahit sendiri
pada saat itu sedang dilanda perang saudara, yaitu perang paregreg, sehingga kedatangan mereka tidak begitu
mendapat perhatian. Perlu diketahui bahwa tim pertama tersebut bukanlah para ahli agama atau bisa dikatakan

bahwa mereka belum mempunyai ilmu agama yang mumpuni. Sultan Muhammad I tidak pernah menyebut tim
tersebut dengan nama walisongo. Barangkali istilah walisongo berasal dari masyarakat atau dari tim itu sendiri
setelah bekerja beberapa pulh tahun. Adapula kemungkinan bahwa istilah walisongo muncul setelah wali pribumi
dari kalangan bangsawan yang masuk kedalam tim.
Karena Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua walisongo wafat pada tahun 1419 M, maka pada tahun 1421 M
dikirim seorang penyebar Islam baru yang bernama AHMAD ALI RAHMATULLAH dari Champa yang juga
keponakan MAULANA ISHAK. Beliau adalah anak IBRAHIM ASMARAKANDI yang menjadi menantu Sultan
Campha. Pemilihan Ahmad Ali Rahmatullah yang nantinya sering dipanggil RADEN RAHMAT adalah keputusan
yang sangat tepat, karena Raden Rahmat dianggap mempunyai kelebihan [ilmu agama yang lebih dalam] dan
putra Mahkota kerajaan Majapahit pada saat itu menikah dengan bibi Raden Rahmat. Oleh karena itu dengan
Raden Rahmat menjadi ketua, walisongo berharap agar Prabu KertaWijaya dapat masuk Islam, atau setidaktidaknya tidak menghalangi penyebarah Islam. Dialog antara Raden Rahmat yang mengajak Prabu KertaWijaya
masuk Islam tertulis dalam Kitab Walisana dengan langgam Sinom pupuh IV bait 9-11 dan bait 12-14.
Karena masih kerabat istana, maka Raden Rahmat diberi daerah Ampeldento oleh Raja Majapahit yang
kemudian dijadikan markas untuk mendirikan pesantren. Selanjutnya Raden Rahmat dikenal dengan nama
SUNAN AMPEL. Menurut Widji Saksono [1995:23-24], kedatangan Raden Rahmat di pulau jawa disertai dua
pemuda bangsawan Champha yaitu Raden SANTRI ALI dan ALIM ABU HURAIRAH serta 40 orang pengawal.
Selanjutnya Raden Santri Ali dan Alim Abu Hurairah bermukim di Gresik dan dikenal dengan SUNAN
GRESIK dan SUNAN MAJAGUNG. Dengan kedatangan Raden Rahmat, maka dapat dikatakan bahwa susunan
dewan wali dapat kita sebut angkatan kedua.
Pada tahun 1435 ada dua orang wali yang wafat, yaitu Maulana Malik Isro`il dan Maulana Muhammad Ali Akbar.
Dengan meninggalnya dua orang itu, dewan mengajukan permohonan kepada Sultan Turki [tahun 1421 Sultan
Muhammad I digantikan oleh sultanMURAD II, yang memimpin sampai tahun 1451 {Barraclough, 1982:48}]
untuk dikirimkan dua orang pengganti yang mempunyai kemampuan agama yang lebih mendalam.
Permohonan tersebut dikabulkan dan pada tahun 1436 dikirim dua orang juru dakwah, yaitu :
1. SAYYID JA`FAR SHODIQ, berasal dari Palestina, yang selanjutnya bermukin di Kudus dan dikenal dengan
nama SUNAN KUDUS. Dalam buku Babad Demak karya Atmodarminto {2001, disebutkan bahwa Sayyid Ja`far
Shodiq adalah satu-satunya anggota walisongo yang paling menguasai Ilmu Fiqih.
2. SYARIF HIDAYATULLAH, berasal dari Palestina yang merupakan ahli strategi perang. Menurut buku Babad
Tanah Sunda Babad Cirebon karya PS Sulendraningrat {tanpa tahun}, Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu
Siliwangi dari Pajajaran hasil perkawinan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir. Selanjutnya Syarif
Hidayatullah bermukim di Cirebon dan dikenal dengan nama SUNAN GUNUNG JATI.
Dengan kedatangan wali muda tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut
angkatan ketiga. Nampak dari informasi diatas bahwa ada tiga wali muda yang tentu mempunyai kedalaman ilmu
agama yang lebih dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.
Pada tahun 1462 dua orang anggota walisongo wafat, yaitu Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin.
Sebelum itu ada dua orang anggota wali yang meninggalkan tanah Jawa, yaitu Syekh Subakir pulang ke Persia
dan Maulana Ishak berdakwah di Pasai.
Dalam sidang walisongo di Ampeldento, diputuskan bahwa ada empat orang yang masuk dalam dewan
walisongo, yaitu:
1. Raden MAKHDUM IBRAHIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Mbonang, Tuban. Selanjutnya
dikenal dengan nama SUNAN MBONANG.
2. Raden QOSIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama SUNAN DRAJAT.
3. Raden PAKU, putra Maulana ISHAQ yang bermukim di Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN
GIRI.
4. Raden Mas SAID, putra Adipati Tuban yang bermukim di Kadilangu, Demak. Selanjutnya dikenal dengan
nama SUNAN KALIJOGO.
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan
keempat. Dalam dewan walisongo angkatan keempat ini masih ada dua orang yang bersal dari angkatan
pertama, sehingga pada tahun 1463 mereka sudah bertugas di tanah Jawa selama 59 tahun. Dua orang itu
adalah Maulana Ahmad Jumadil Qubro yang meninggal pada tahun 1465 dan Maulana Muhammad Al Maghrobi
[tidak diketahui tahun berapa wafatnya]. Dalam kitab walisana disebutkan bahwa pada saatRaden

FATAH menghadapi SYEKH SITI JENAR, Maulana Muhammad Al Maghrobi masih merupakan tokoh sentral,
kuat dugaan bahwa beliau yang mengambil keputusan tentang masalah Syekh Siti Jenar.
Perlu diperhatikan bahwa mulai angkatan keempat ini banyak anggota walisongo yang merupakan putra
bangsawan pribumi. Bersamaan dengan itu, orientasi ajaran islam mulai berubah dari Arab Sentris menjadi Islam
Kompromistis. Pada saat itulah tubuh walisongo mulai terbelah antara kelompok futi`a dan aba`ah, barangkali
pada saat itu pula muncul istilah Walisongo. Isi kitab walisana yang ditulis oleh Sunan Giri II pun yang ditulis
pada awal abad 16 banyak berbeda dengan buku-buku sunan Mbonang yang masih menjelaskan ajaran
Islam yang murni.
Dengan meninggalnya dua orang wali yang paling tua itu, maka pada tahun 1466 diadakan sidang yang
memutuskan memasukkan anggota baru dan mengganti ketua dewan yang sudah berusia lanjut. Ketua dewan
yang dipih dalam siding tersebut adalahSunan GIRI, sedangkan anggota dewan yang masuk adalah :
1. Raden FATAH, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang merupakan Adipati Demak.
2. FATHULLAH KHAN, putra Sunan Gunung Jati yang dimaksudkan untuk membantu tugas ayahandanya yang
sudah berusia lanjut.
Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa susunan dewan wali dapat kita sebut angkatan
kelima.
Setelah Raden Fatah dinobatkan menjadi Sultan Demak Bintara, maka pada tahun 1478, dilakukan perombakan
lagi dalam tubu dewan walisongo. Selain Raden Fatah, Sunan Gunung Jati pun lengser karena usianya lang
lanjut. Posisi Sunan Gunung Jati digantikan oleh Fathullah Khan yang memang sudah ada dalam dewan
walisongo. Dua posisi yang kosong diisi oleh :
1. Raden UMAR SAID, putra Sunan Kalijogo yang lebih dikenal sebagai SUNAN MURIA.
2. Sunan PANDANARAN, murid Sunan Kalijogo yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai SUNAN
TEMBAYAT.
Menurut kitab walisana karya Sunan Giri II, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali
penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Kitab walisana juga tidak tidak pernah menyebut nama Fathullah
Khan sebagai anggota walisongo, barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisongo,
Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahandanya.
Setelah masa walisongo angkatan keenam, masih banyak orang yang pernah mendapat gelar sebagai wali,
namun kapan mereka itu diangkat dan menggantikan siapa, tidak ada bukti dan keterangan yang dapat dijadikan
patokan dan kebenarannyapun masih banyak diragukan. Mereka itu misalnya SYEKH SITI JENAR, Sunan
GESENG, sunan NGUDUNG, Sunan PADUSAN, Sunan KALINYAMAT, Sunan MURYAPODO, dan ada
beberapa orang yang juga dianggap sebagai wali misalnya Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Pengging. []
E.A. Indrayana
Pemerhati Sejarah Kerajaan Jawa
Tinggal di Bekasi
Ditulis ulang dari http://nyimaspakungwati.blogspot.com/2009/05/carut-marut-hikayat-walisongo.html
Pustaka:
o Hasanu Simon, 2004, Peranan Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa Dalam Misteri Syekh Siti Jenar,
Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
o Sulendraningrat, 1984, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.
o Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA, tanpa tahun, Kisah Walisongo, Karya Ilmi, Surabaya.
o Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa:Telaah atas Metode Dakwah Walisongo,Penerbit Mizan,
Bandung.
o Atmodarminto, R., 2000, Babad Demak;Dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan, terjemahan
Saudi Berlian, Millenium Publisher, Jakarta. ( Banyu Mili 2009)

Share on facebookShare on twitterShare on emailShare on printMore Sharing Services81

Latest Post

Makrifatullah, Mengenal Allah SWT


Jilbab Pakaian Manusia Beradab
Alternatif Baju Lebaran Murah di Bazar ...
Pembunuhan Muslim di India Picu Protes
Klarifikasi Ustadz ABB Terkait Baiat ISIS
Suami Istri Asal Bekasi Sumbangkan Vespa ...
Pernyataan Sikap Syabab Hidayatullah Terhadap ...
Pakistan Negara Penghasil Huffaz Terbesar Di Dunia
Kutipan Percakapan Surat Elektronik Antara ...
Hamas Berhasil Luncurkan Drone Untuk Kali Pertama

ADVERTISEMENT

Top View

Luangkan 1 menit Doa untuk Palestina dan Suriah


The Jakarta Post Tampilkan Karikatur Bendera Bajak ...
Roket Pejuang Gaza Jatuh Dekat Reaktor Nuklir ...
Demonstran Protes Pemberitaan BBC Soal Palestina
Muslim Dunia Kecam Larangan Berpuasa Di China
Tersangka Ekstrimis Israel Akui Bakar Remaja ...
Muslim Di Brasil Hadapi Ramadhan Yang Menyenangkan
Pembakaran Remaja Palestina Bisa Bangkitkan ...
Muslim Argentina Kutuk Serangan Israel ke Gaza
Prabowo & Ical Sumbang Rp 1 Miliar Untuk Palestina

About | Contact Us | Info Iklan | Privacy Policy | Site Map | Banner | Term of Use | Donate Us | Rss Feed

Back to Top
Copyright 2014 MuslimDaily. All Rights Opened

Anda mungkin juga menyukai