Anda di halaman 1dari 6

Pergerakan Mahasiswa

Latar Belakang
Mahasiswa. Sekelompok yang pemuda yang dikatakan oleh Soe Hok Gie sebagai the
happy selected few, yaitu golongan yang beruntung untuk mendapatkan kesempatan istimewa
untuk mengenyam pendidikan tinggi di kampus-kampus di tengah banyaknya masyarakat yang
tidak bisa merasakannya. Mahasiswa sejak awal kehadirannya memang diharapkan menjadi
Creative Minority, yaitu segolongan kecil dari masyarakat yang menggerakkan perubahan besar
yang terjadi di masyarakat karena salah satunya keunggulan intelektual yang dimilikinya. Oleh
karena itu kita mengenal istilah Peran Fungsi Mahasiswa sebagai manifestasi amanat menjadi
Creative Minority ini. Kita mengenal istilah Agent of Change, Social Control, Iron Stock dan
Moral Force sebagai bagian dari peran fungsi mahasiswa yang perlu direnungkan secara
mendalam maknanya untuk kemudian kita terapkan secara bijaksana.
Tapi realitas yang terjadi saat ini sungguh memilukan. Mahasiswa yang diharapkan
menjadi bagian dari Creative Minority justru banyak yang melupakan track tersebut. Mahasiswa
sekarang hanya diam saja walaupun banyak masyarakat di sekitarnya yang kesusahan dan
menderita, banyak permasalahan masyarakat ataupun pemerintah yang kompleks, dan bahkan
banyak permasalahan yang ada di internal kampus pun mahasiswa tetap tidak bergerak. Yang
dipikirkan hanya kuliah dengan baik, cepat lulus dan dapat bekerja di perusahaan yang besar.
Maka jika seperti ini status MAHA yang disandang oleh seorang mahasiswa sangat
dipertanyakan karena tidak ada bedanya dengan siswa sekolah biasa yang kebanyakan egois dan
tidak peduli dengan lingkungan sekitar.
Untuk itu materi ini sangat perlu untuk diberikan agar mahasiswa sekarang sadar akan
perannya sebagai mahasiswa yang seharusnya bisa memberikan perubahan ke arah yang lebih
baik. Mahasiswa harusnya bergerak untuk masyarakat, bangsa dan negara dalam berbagai
macam bentuk yang penting bermanfaat dan dapat member perubahan yang baik.

Tujuan
Untuk mengenalkan sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia dan menanamkan
mindset dasar tentang pergerakan mahasiswa

Metode
Ceramah, Teatrikal, Diskusi, Konklusi

Waktu
Ceramah (15 menit), Teatrikal (15 menit), Diskusi (20 menit), Konklusi (10 menit)

Kisi-Kisi

Sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia secara umum dari Sumpah Pemuda sampai

Reformasi
Mengapa pergerakan mahasiswa sangat dibutuhkan
Macam-macam pergerakan mahasiswa
Gerakan Sosial Politik

Petunjuk Pelaksanaan Materi

Memaparkan sejarah pergerakan mahasiswa sejak awal Zaman Pergerakan Nasional

sampai Era Reformasi


Memperbanyak porsi sejarah untuk era Orde Baru
Memperbolehkan peserta interupsi untuk bertanya
Menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan adanya pergerakan mahasiswa
Menjelaskan tentang macam-macam pergerakan mahasiswa
Menjelaskan tentang Gerakan Sosial Politik
Mengarahkan peserta untuk menonton teatrikal secara seksama
Menarik pendapat peserta tentang isi teatrikal tersebut
Membagi suku menjadi 2 kelompok pro aksi dan kontra aksi
Melakukan diskusi mengenai makna, hakikat, maupun fungsi dai sebuah aksi

Deskripsi
Berbicara mengenai mahasiswa dan pergerakannya memang tidak bisa dipisahkan dari
kelahiran negeri kita tercinta ini. Semenjak diterapkannya politik etis van Deventer yang salah
satu isinya adalah pemberian pendidikan yang layak bagi pribumi, mulai lahir golongan
intelektual yang lahir di tengah-tengah masyarakat pribumi. Siapa tak kenal dr.Sutomo dan
dr.Wahidin Sudirohusodo yang mengawali era pergerakan nasional dengan lahirnya organisasi
Budi Utomo di STOVIA Batavia pada tahun 1908. Siapa pula tak kenal dengan HOS
Cokroaminoto, sang pengader sejati, yang mampu menghasilkankader-kader pemimpin bangsa

macam Semaun, Alimin, S.M. Kartosuwiryo, Muso, dan Ir. Sukarno dari rumah peradabannya di
Peneleh dan SI (Sarekat Islam). Siapa pula tak kenal tokoh-tokoh pergerakan lain seperti Tan
Malaka yang menghasilkan organisasi pergerakan PARI (Partai republik Indonesia) yang mampu
menghasilkan kader sekaliber Moh. Yamin dan Adam Malik. Siapa pula tak kenal Drs. Moh.
Hatta,Sutan Syahrir, dan banyak tokoh pergerakan lain yang membentuk Perhimpunan Indonesia
di Negeri Belanda pada tahun 1922. Siapa pula tak kenal dengan Ir. Sukarno yang membentuk
dua organisasi politik besar, yakni PNI dan Partindo. Pergerakan yang diawali dari kaum
intelektual ini ternyata mampu menghasilkan gelombang arus yang luar biasa yang mendorong
kemerdekaan negara kita tercinta ini pada 17 Agustus 1945.
Namun pergerakan mahasiswa tidak berhenti sampai Masa Revolusi Fisik. Di Masa
Revolusi awal kemerdekaan Indoensia (1949-1965) mahasiswa merupakan salah satu elemen
penting dari Revolusi. Di masa ini lahir intelektual-intelektual macam Dr. Sumitro
Joyohadikusumo yang terkenal sebagai Pendekar Ekonomi Indonesia, Emil Salim sebagai
konsultan ekonomi Indonesia, Dr.Ing Habibie sebagai pelopor ilmuwan Indonesia yang dalam
perjalannya mewarnai perjalanan Orde Lama. Masa kemepemimpinan Soekarno memang bisa
dibilang sebagai masa keemasan negeri ini. Bung Karno dengan berani mewujudkan kedaulatan
politik, serta berdikari dalam ekonomi. Banyak program nasionalisasi perusahaan asing untuk
kemudian dipindahtangankan ke intelektual anak bangsa sendiri. Akan tetapi kebijakan yang
seperti ini sepertinya sangat tidak menguntungkan bagi negara-negara yang mau menerapkan
NEKOLIM (Neo Kolonialisme dan Imperialisme), karena hendak mengeksploitasi kekayaan
alam negara-negara dunia ketiga yang kala itu sipersatukan dalam NEFO (New Emerging Force).
Namun semenjak era Demokrasi Terpimpin, terlihat Bung Karno cenderung menganakemaskan
PKI dan bahkan mencanangkan Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis) dalam bernegara.
Kondisi seperti ini seperti menjadi bumerang tersendiri bagi Bung Karno dan Demokrasi
Terpimpin. Era ini mulai menhgalami kejatuhan semenjak peristiwa G30 S yang dikomandani
oleh Letkol Untung Sutopo. Terlepas dari kontroversi siapa dalang di balik peristiwa tersebut,
apakah PKI sendiri ataupun operasi intelijen dari pihak NEKOLIM (baca : CIA) semenjak
peristiwa tersebut kondisi perikediupan rakyat menjadi kalang kabut. Mulai perekonomian yang
semakin memburuk dengan tingkat inflasi mencapai 500%, bahkan pembunuhan yang terjadi di
mana-mana. Di sinilah mahasiswa bergerak menuntut perbaikan perikondisi rakyat dengan
tuntutan yang terkenal sebagai TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), yakni Pembubaran PKI dan

Ormas-Ormasnya, Turunkan harga, serta Perombakan kabinet Dwikora pada awal tahun 1966.
Puncak dari semua ini adalah dikeluarkannya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret)
kepada Mayjen Suharto untuk mengamankan kondisi negara yang tengah kacau. Namun
akhirnya hal ini disalahgunakan oleh Mayjen Suharto untuk mengakhiri era Orde Lama dan pada
tahun 1967 Mayjen Suharto resmi dilantik menjadi pejabat sementara Presiden menggantikan Ir.
Sukarno yang ditolak pidato pertanggungjawabannya oleh MPRS.
Di awal era Suharto menjadi (yang lebih umum dikenal sebagai orde baru) romantisme
hubungan Suharto dengan Mahasiswa masih berjalan lancar. Media massa diberikan akses yang
luas, aksi-aksi mahasiswa pun masih mendapat angin segar. Sampai akhirnya terjadi peristiwa
demonstrasi MALARI (Petaka Lima Belas Januari 1974). Semenjak terjadinya peristiwa tersebut
Suharto lebih koersif terhadap aksi-aksi mahasiswa. Pada tahun 1978, mahasiswa tidak
diperbolehkan melakukan pergerakan karena diberlakukannya NKK/BKK. Pembungkaman juga
merambah pada aktivis di luar kampus. Bahkan orang-orang yang berani bersuara saat itu, harus
menanggung berbagai risiko pembungkaman seperti maraknya kasus orang hilang, PETRUS
(penembak misterius), atau bahkan dipenjara seperti yang dialami Sri Bintang Pamungkas. Masa
ini membuat Soeharto menjadi tidak terbatas kekuasaannya hingga dengan terang benderang
melakukan KKN dengan menggandeng sanak saudara dan keluarga sebagai dalam pemerintahan.
Merajarelanya pengusaha China yang dikenal sebagai kroninya Soeharto dan semakin sulitnya
pengusaha pribumi untuk mendirikan usaha turut menambah amarah rakyat. Hal ini membuat
rakyat dan mahasiswa kembali melakukan pergerakan.
Yang terjadi pada era 98 adalah bersatunya berbagai model pergerakan mahasiswa
sehingga ada yang tertata rapih dan ada yang rusuh. Beruntung, kondisi saat itu didukung oleh
salah satu tokoh gerakan, Amien Rais, sehingga pergerakan menjadi terarah. Ekskalasi besarbesaran ini didasarkan pada 6 agenda reformasi, yakni amandemen konstitusi, cabut dwi fungsi
TNI, penegakkan supremasi hukum, otonomi daerah, budayakan demokrasi, serta mengadili
Soeharto dan kroninya. Demikian kuatnya gelombang aksi yang ada sehingga memancing
beberapa perisitwa penting semacam Peristiwa Semanggi, Peristiwa Trisakti dan kerusuhan yang
semakin menjalar ke mana-mana. Akhirnya hal ini memaksa Jenderal Suharto untuk
mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI pada Juli 1998. Hal ini menandai berakhirnya era
orde Baru dan menandai awal dari era Reformasi.

Di era Reformasi, perjalanan mahasiswa mengawal 6 visi reformasi ternyata juga tidak
semulus yang dibayangkan karena dari sinilah banyak dari partai politik mulai melakukan
kaderisasinya

dengan

pengakaran

melalui

pembentukan

jaringan

dari

skala

besar

(kampus/wilayah/provinsi) hingga ke skala kecil (lingkup jurusan dan angkatan). Saat partai
politik tersebut masih berskala partai gurem, segala aspirasi yang disampaikan melalui
pergerakan mahasiswa masih berkisar pada kepentingan rakyat sehingga pergerakan mahasiswa
masih terasa massif dan jaringan yang dibentuk diamini sebagian besar mahasiswa.
Namun kondisi berbeda terjadi ketika partai politik tersebut sudah menjadi partai besar
yang berkoalisi dengan partai penguasa negeri. Pergerakan pun sedikit demi sedikit mulai
dikurangi porsinya. Mahasiswa yang telanjur menjadi kader parpol tersebut praktis mengikuti
apa pun yang disampaikan oleh kesepakatan yang terjadi di parpol tersebut. Sebaliknya,
mahasiswa yang telanjur terbiasa menyuarakan hati nurani rakyat terpaksa didepak dari
kaderisasi. Dan mulai terjadi perpecahan antar mahasiswa itu sendiri.
Perjalanan sejarah yang panjang di atas menunjukkn bahwa mahasiswa merupakan
sekelompok kecil masyarakat yang mampu mengekskalasi perubahan-perubahan besar atau biasa
dikenal sebagai Creative Minority. Sehingga dapat dipandang pergerakan mahasiswa sebagai
tools untuk merubah perikehidupan Indoensia menjadi lebih baik dan bermartabat.
Tapi mengapa dalam 15 tahun ini tidak terdengar pergerakan mahasiswa yang
menghasilkan sebuah perubahan. Karena tidak semua mahasiswa mau bergerak dan banyak
pergerakan yang dilakukan didasari oleh kepentingan politik atau bukan murni dari hati nurani
rakyat. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan, karena jika mahasiswanya seperti ini lalu siapa
yang akan membawa Indonesia ini menuju era yang lebih baik.
Sebenarnya yang sangat perlu dilakukan untuk memperbaiki hal ini adalah penanaman
mindset mahasiswa yang harus bergerak untuk memperjuangkan kebenaran dan perubahan ke ke
arah yang lebih baik. Pergerakan mahasiswa sebenarnya mempunyai banyak bentuk asalkan
pergerakan itu bermanfaat. Jangan didefinisikan aksi itu hanya demonstrasi saja, namun aksi juga
bisa berarti kontribusi di sektor masing-masing. Bisa jadi mahasiswa melakukan penelitian untuk
menghasilkan inovasi-inovasi yang mampu menjadi alternatif solusi permasalahan di
masyarakat. Atau bisa pula melakukan pengabdian masyarakat dengan Community Development
sesuai dengan ranah keilmuan. Bisa jadi pula melakukan kegiatan Sociopreneur di masyarakat.
Ada juga sebuah pergerakan mahasiswa yang sebenarnya mudah dilakukan, yaitu Gerakan Sosial

Politik. Hal inilah yang sebenarnya bisa disebut sebagai serangkaian gerakan sosial politik. Yaitu
gerakan kontribusi dengan aksi yang benar sesuai dengan bidang minat dan kemampuan. Tidak
hanya demonstrasi, bisa jadi pengabdian, forum diskusi, komunitas sosial ataupun kegiatan lain
yang mampu memberikan solusi permasalahan bangsa. Hal ini menuju satu tujuan tertinggi,
menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Anda mungkin juga menyukai